Anda di halaman 1dari 25

STROKE KRONIK PALIATIF

November 9, 2012

2 Votes

Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang


berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang
akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang
terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis. (UPF,
1994)

Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa


kelaianan otak baik secara fungsional maupun structural yang
disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral
atau dari seluruh system pembuluh darah otak. Patologis ini
menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada
dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi
parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh
yang bersifat sementara atau permanen. (Doenges,1999)

Dengan demikian stroke dapat didefinisikan adanya tanda-tanda


klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis.
Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan
yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi
serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah
dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.

2. Etiologi

Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah


satu dari
empat kejadian yaitu:

1. a. Trombosis serebral

Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral


adalah penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan
penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis
serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif,
atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat
dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme
serebral.

Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba,


dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia
pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa
jam atau hari.

1. b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau
cabang – cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan
hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa
afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit
jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme
serebral.

1. c. Iskemia serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama


karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke
otak.

1. d. Haemorhagi serebral
2. 1. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural)
adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawata n segera.
Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah
arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa
jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
3. 2. Haemorhagi subdural pada dasarnya sama
dengan haemorrhagi epidu ral,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena
robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien
mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda atau
gejala.
4. 3. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai
akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena
kongenital pada
otak.
5. 4. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di
substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan
degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan
rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba, dengan
sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas
deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

1. 3. Faktor Resiko pada Stroke (Smeltzer C. Suzanne,


2002, hal 2131) :
A. a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.


Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah
otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila
pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.

1. b. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah


otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah
otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan
tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang
pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.

1. c. Penyakit Jantung

Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.


Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran
darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang
telah mati ke
dalam aliran darah.

1. d. Hiperkolesterolemi

Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density


lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk
terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah
yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah).
Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density
Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya
penyakit jantung koroner.

1. e. Infeksi

Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko


stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.

1. f. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.

1. g. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark


jantung.

1. h. Kelainan pembuluh darah otak

Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah
dan
menimbulkan perdarahan.

1. i. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)


2. j. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai
hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi)
3. k. Penyalahgunaan obat ( kokain)
4. l. Konsumsi alcohol
5. m. Lain – lain
Lanjut usia, penyakit paru – paru menahun, penyakit darah, asam
urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara
teori.

1. 4. Klasifikasi Stroke

Menurut Satyanegara(1998), gangguan peredaran darah otak


atau stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. a. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
A. 1. Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi
Sepintas
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-
episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat
gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai
paling lama 24 jam.
B. 2. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible
Ischemic Neurologi Defisit(RIND) Gejala dan tanda
gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari
24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka
waktu kurang dari tiga minggu).
C. 3. In Evolutional atau Progressing Stroke
merupakan Gejala gangguan neurologis yang progresif
dalam waktu enam jam atau lebih.
D. 4. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent
Stroke ) merupakan Gejala gangguan neurologis
dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu 18-
24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
E. b. Stroke Haemorrhagi

Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perda


rahannya, yakni di rongga subararakhnoid atau di dalam
parenkhim otak (intraserebral). Ada juga perdarahan yang terjadi
bersamaan pada kedua tempat di atas seperti: perdarahan
subarakhnoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya.
Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan
perdarahan otak spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan
lokasi regional otak.

1. 5. Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola


mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang
lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-
cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami
perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan darah
yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok
dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada
pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat
berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan
merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik .

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka


massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara
selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi.
Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,


hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan parenkim
otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis.
Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian
sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di
pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).

1. 6. Manifestasi Klinis Stroke

Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:

a) Defisit Lapang Penglihatan

1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang


penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan,
penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai
jarak.

2) Kehilangan penglihatan perifer


Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau
batas objek.

3) Diplopia
Penglihatan ganda.

b) Defisit Motorik

1) Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).

2) Ataksia

Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki,


perlu dasar berdiri yang luas.
3) Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.

4) Disfagia
Kesulitan dalam menelan.

c) Defisit Verbal

1) Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu
bicara dalam respon kata tunggal.

2) Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara
tetapi tidak
masuk akal.

3) Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.

d) Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek
dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.

1) Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress,
depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah,
perasaan isolasi

1. 7. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131)

a) Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)

1. 1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung


memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. 2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada
stroke stadium awal.

b) Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)

1. 1. Pneumonia: Akibat immobilisasi lama


2. 2. Infark miokard
3. 3. Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca
stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi.
4. 4. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.

c) Komplikasi Jangka panjang

Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit


vaskular
perifer.

1. 8. Pencegahan

Pencegahan stroke yang efektif dengan cara menghindari faktor


resikonya,banyak faktor resiko stroke yang bisa di modifikasi.

Sebagian dari pencegahan stroke caranya :

 · Kontrol tekanan darah. hipertensi merupakan


penyebab serangan stroke.
 · Kurangi atau hentikan merokok. Karena nikotin dapat
menempel di pembuluh darah dan menjadi plak,
jika plaknya menumpuk bisa menyumbat pembuluh darah.
 · Olahraga teratur. Olahraga teratur bisa meningkatkan
ketahanan jantung dan menurunkan berat badan
 · Perbanyak makan sayur dan buah. Sayur dan buah
mengandung banyak antioksidan yang bisa menangkal
radikal bebas, selain itu sayur dan buah rendah kolesterol
 · Suplai Vitamin E yang cukup. Para peneliti dari
Columbia Presbyterian Medical Center melaporkan bahwa
konsumsi vitamin E tiap hari menurunkan resiko stroke
sampai 50% vitamin E juga menghaluskan kulit.

1. 9. Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor


kritis sebagai berikut:

1. 1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

a) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan


pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan

b) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,


termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi

1. 2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia


jantung.
2. 3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan
memakai kateter.
3. 4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus
dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap
2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

1. B. Konsep Perawatan Paliatif Pada Pasien Dengan


Stroke Kronis
2. Konsep Kehilangan
a) Pengertian

Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang


membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan
terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak lagi ditemui atau
diraba, didengar, diketahui, atau dialami. Namun demikian, setiap
individu berespon terhadap kehilagan secara berbeda. Kematian
seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih
besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi
seseorang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan
menyebabkan distress emosional lebih besar dibandingkan
dengan saudaranya yang tidak pernah bertemu selama bertahun-
tahun. Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Makin
dalam makna dari apa yang hilang maka akan makin besar
perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin
mengalami kehilangan maturasional (kehilangan yang
diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama
kalinya), kehilangan situsional (kehilangan yang terjadi secara
tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal seperti kematian
mendadak dari orang yang dicintai), atau keduanya.

1) Kehilangan obyek eksternal, yaitu mencakup segala


kepemilikan yang telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri,
atau rusak karena bencana alam.

2) Kehilangan lingkungan yang telah dikenal, yaitu


meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama periode
tertentu atau perpindahan secara permanen.

3) Kehilangan orang terdekat, yaitu mencakup kehilangan


orang tua, pasangan, anak-anak, dan orang-orang yang dikenal.

4) Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi


fisiologis, dan psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat
mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara.
Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan kontrol
kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan
ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan repspect
atau cinta. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan
akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.

5) Kehilangan hidup. Seseorang yang menghadapi kematian


menjalani hidup, didasarkan berpikir dan merespon terhadap
kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadi kematian. Sebagian
menganggap kematian menjadi jalan masuk ke dalam kehidupan
setelah kematian yang akan mempersatukannya dengan orang
yang akan dicintai di surga. Sedangkan orang lain takut berpisah,
dilalaikan, kesepian, atau takut cedera. Ketakutan terhadap
kematian sering menyebabkan individu lebih tergantung. Klien
dihadapkan pada serangkaian keputusan, termasuk keputusan
medis, interpersonal, psilkologis, seperti halnya dalam
menghadapi awal krisis penyakit. Dalam fase kronis, klien
bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. Akhirnya
terdapat pemulihan atau fase terminal. Kadang dalam fase akut
atau kronis seseorang dapat mengalami pemulihan. Klein yang
mencapai fase terminal ketika kematian bukan lagi hanya
kemungkinan, tetapi bisa terjadi.

b) Duka, Bergabung dan Kehilangan karena Kematian

Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan


pikiran,perasaan dan aktifitas yang mengikuti
kehilangan.keadaan ini mencangkup dukacita dan
berkabung.dukacita adalah proses mengalami reaksi psikologis
,sosial, fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan. Respon ini
termasuk keputusan,kesepian, ketidakberdayaan ,kesedihan,
rasa bersalah dan marah. Berkabung adalah proses yang
mengikuti suatu kehilanmgan dan mencangkup berupaya untuk
melewati dukacita. Proses dukacita dan berkabung bersifat
mendalam,internal, menyedihkan, berkepanjangan. Tujuan
dukacita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan
mengintregasikankehilangan kedalam pengalaman hidup klien.
c) Respon dukacita khusus,
dukacita adaptif dan dukacita terselubung

Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi,


perencanaan dan pengenalan psikososial. Dukacita yang adaptif
terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai
efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus
eriktomatosus sistemik,klien mungkin merasa sangat sehat tetapi
mulai berduka dalam merespon informasi tentang kehilangan
dimasa mendatang yang berkaitan dengan penyakit.dukacita
adaptif bagi klien menjelang ajal mencangkup melepas harapan,
impian dan harapan terhadap masadepan jangka panjang.

Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami


kehilangan yang tidak atau tidak dapat dikenali,rasa berkabung
yang luas,atau didukung secara sosial. Konsep mengenali bahwa
masyarakat mempunyai serangkaian norma mengenai aturan
berduka yang berupaya untuk mengkhususkan siapa,kapan,
dimana, bagaimana, berapa lama dan kepada siapa oranmg itu
harus berduka. Keunikan dari dukacita terselubung menimbulkan
situasi dimana perawat sering menjadi pengganti sosial dan
kekeluargaan bagi klien.

1. Konsep Dan Teori Berduka

1. a. Pengertian

Dukacita adalah respons normal terhadap setiap kehidupan.


Perilaku dan perasaan yang berkaitan dengan proses berduka
terjadi pada individu menderita kehilangan seperti perubahan fisik
atau kematian teman dekat. Proses ini juga terjadi ketika individu
yang menghadapi kematian mereka sendiri. Seseorang yang
mengalami kehilangan, keluarganya, dan dukungan sosial
lainnya juga mengalami duka cita.

Tidak terdapat cara yang tepat untuk berduka. Konsep dan teori
berduka hanya cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan merencanakan
intervensi untuk membantu mereka memahami duka cita dan
menghadapinya. Penting artinya untuk mempertimbangkan
beberapa teori tentang kedukaan. Ketika mendiskusikan tentang
tahapan, fase,atau tugas, penting artinya untuk mengingat bahwa
hal ini tidak terjadi dengan urutan yang kaku, tetap dapat
diperkirakan. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi duk cita
klien, dengan demikian perawat tidak harus mengidentifikasi klien
sebagai mengalami tahapan khusus duka cita. Peran perawat
adalah mengamati prilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap prilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.

1. b. Tahapan Menjelang Ajal Menurut Kubler-Ross

Kerangka kerja yang diberikan oleh Kubler –Ross (1969)


berfokus pada prilaku dan mencakup 5 tahapan. Pada tahap
menyangkal individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan
dapat menolak untuk menpercayai bahwa telah terjadi
kehilangan. Pernyataan seperti “tidak, tidak mungkin seperti itu,”
atau “tidak akan terjadi tyidak akan terjadi pada saya!” umum
dilontarkan klien.

Pada tahap marah individu melawan kehilangan dan dapat


bertindak pada seseorang dan segala sesuatu dilingkungan
sekitarnya. Dalam tahap tawar menawar terdapat punundaan
realitas kehilangan. Individu mungkin berupaya untuk membuat
perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah
kehilangan. Klien sering kali mencari pendapat orag lain selama
tahapan ini. Klien yang dirawat di rumah sakit mungkin
menunjukkan model prilaku karena percaya bahwa staf
perawatan akan menemukan penyembuhan jika mereka menjadi
“klien yang baik.”
Tahap defresi terjadi ketika kehilangan didasari dan timbul
dampak nyata dari makna kehilangan tersebut timbul. Seseorang
terlalu merasa sangat kesepian dan menarik diri. Tahapan defresi
member kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan
mulai memecahkan masalah.

Pada tahap kelima, dicapai suatu penerimaan reaksi pisiologis


menurun dan interaksi social berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan penerimaan lebih sebagai menghadapi situasi
ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa.

1. 2. Konsep Perawatan Paliatif


A. a. Pengkajian

Selama pengkajian perawat tidak boleh berasumsi tentang


bagaimana atau klien atau keluarganya mengalami duka cita.
Perawat harus menghindari membuat asumsi bahwa perilaku
tertentu menandakan duka cita, sebaliknya perawat harus
memberi kesempatan pada klien untuk menceritakan apa yang
sedang terjadi dengan cara mereka sendiri. Pengkajian tentang
klien dan keluarganya dimulai dengan menggali makna
kehilangan bagi mereka. Perawat mewawancarai klien dengan
keluarga dengan menggunakan komunikasi yang tulus dan
terbuka, dengan menekankan keterampilan mendengar dan
mengamati respond an perilaku mereka. Perawat mengkaji
bagaimana klien bereaksi dan bukan bagaimana klien
seharusnya bereaksi. Pertimbangan terhadap variable ini
memberi perawat data dasar yang luas sehingga dari data
tersebut dapat dibuat perawatan yang sifatnya individual bagi
klien.

1. b. Diagnosa Keperawatan

Perawat mengumpulkan data untuk membuat diagnose


keperawatan mengenai duka cita atau reaksi klien terhadap duka
cita. Mengidentifikasi batasan karakteristik yang membentuk
dasar untuk mendiagnosa akurat juga mengembangkan
intervensi dalam rencana perawatan.Perilaku yang menandakan
duka cita maladaptive termasuk yang berikut ini:

1. Aktivitas berlebihan tanpa rasa kehilangan


2. Perubahan dalam hubungan dengan teman dan keluarga
3. Permusuhan terhadap orang tertentu
4. Depresi, agitasi dengan ketenangan, agitasi, insomnia,
perasaan tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan,
dan kecenderungan untuk bunuh diri
5. Hilang keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual
yang berhubungan dengan budaya klien.
6. Ketidakmampuan untuk mendiskusikan kehilangan tanpa
menangis (terutama lebih dari 1 tahun) serta terjadi
kehilangan.
7. Rasa kesejahteraan yang salah.

Contoh diagnose keperawatan Nanda yang berhubungan dengan


duka cita:

1. Duka cita adaptif yang berhubungan dengan :

– Potensial kehilangan orang terdekat yang dirasakan

– Petensial kehilangan kesejahteraan bisiopsikososial yang


dirasakan

– Potensial kehilangan kepemilikan pribadi yang dirasakan

1. Duka cita maladaptive yang berhubungan dengan:


– Kehilangan obyek potensial atau actual

– Rintangan respons berduka

– Tidak ada antisipasi terhadap berduka

– Penyakit terminal kronik

– Kehilangan orang terdekat

1. Gangguan persediaan yang berhubungan dengan:

– Berduka yang tidak sesuai

1. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d.:

– Respon duka cita yang bertahap

1. Perubahan koping keluarga yang b.d.:

– Preokupasi sementara oleh orang terdekat yang mencoba


untuk menangani konflik emosional dan personal

– Penderita (antisipasi berduka) dan tidak mampu untuk


menerima atau bertindak secara efektif dalam kaitannya dengan
kebutuhan klien

1. Perubahan proses keluarga b.d. :

– Transisi atau krisis situasi

1. Keputusan b.d. :

– Kekuarangan atau penyimpangan kondisi fisiologis

– Stress jangka panjang

– Kehilangan keyakinan nilai luhur atau yang maha kuasa

1. Isolasi sosial b.d. :


– Sumber pribadi tidak akurat

1. Distress spiritual (distress jiwa manusia) b.d. :

– Perpisahan dari ikatan keagamaan dan kultural

1. Gangguan pola tidur b.d. :

– Stress karena respon berduka

1. Perencanaan

Tujuan bagi klien dengan kehilangan mencakup akomudasi duka


cita, menerima realitas kehilangan, mencapai kebali rasa harga
diri, dan mempebarui aktivitas atau hbungan norma. Kebutuhan
fisiologis, perkembangan, dan spiritual juga harus di penuhi.
Perawat harus lebih toleran dan rela untuk meluangkan waktu
lebih lama bersama klien menjelang ajal untuk mendengarkan
klien dalam mengekspresikan duka cita dan untuk
mempertahankan kualitas hidup mereka. Tujuan tambahan bagi
klien menjelang ajal antara lain:

1. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan


2. Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
3. Mempertahankan harapan
4. Mencapai kenyamanan spiritual
5. Meraih kelegaan akibat kesepian dan isolasi
1. d. Implementasi

Sensitivitas terhadap klien adalah yang paling penting


agar perawat dapat berfungsi secara afektif. Perawat juga harus
sensitive terhadap budaya, etnisitas, gaya hidup, atau kelas
sosial klien dan keluarganya. Mereka harus sensitive terhadap
keterbatasan dan sifat peran mereka sendiri. Jika klien ingin
menghindari perasaan emosional yang dapat diekspresikan
ketika seseorang membentuk ikatan dengan klien yang sedang
melawan hidup dan mati , maka perawat harus sensitive
terhadap kebutuhan mereka sendiri.

1. e. Merawat klien menjelang ajal dan keluarganya

Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat


menuntut dan menegangkan. Namun demikian, membantu klien
menjelang ajal untuk meraih kembali martabatnya dapat menjdi
salah satu penghargaan terbesar keperawatan. Klien mungkin
mengalami banyak gejala selama berbulan – bulan sebelum
terjadi kematian. Perawat dapat berbagi penderitaan klien
menjelang ajal dan mengintervensi dalam cara yang
meningkatkan kulitas hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat
dengan respek dan perhatian.

1. Peningkatan kenyamanan

Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan


peredaan psikobiologis. Perawat member berbagai tindakan
penenangan bagi klien sakit terminal. Control nyeri terutama
penting karena nyeri menganggu tidur, nafsu makan, mobilitas
dan fungsi psikologis. Ketakutn terhadap nyeri umum terjadi pada
klien kanker. Makin cepat klien menjelang ajal mendapat
peredaan nyeri, makin banyak energy yang mereka miliki untuk
berprtisipasi dalam aktivitas kualitas hidup. Pemberian
kenyamanan bagi klien sakit terminal juga mencakup
pengendalian gejala penyakit atau pemberian terapi yang didapat
klien.

1. Pemeliharaan Kemandirian

Pilihan yang penting bagi klien yang menjelang ajal adalah


memilih tempat perawatan. Bnyak pilihan selain dari perawatan
akut dirumah sakit. Perawatan hospice memungkinkan
perawatan komprehensif dirumah. Perawat harus
menginformasikan klien tentang pilihan ini.

1. Pencegahan Kesepian dan Isolasi

Jika perawat tidak terikat atau menghindari pembahasan tentang


situasi yang dialami klien, maka klien menjelang dapat
mengalami kesepian yang mendalam. Perawat membutuhkan
kesabaran dan pengalaman untuk merespon secara efektif
terhadap klien menjelng ajal. Kematian menimbulkan kegagalan
bagi banyk pemberi perawatan kesehatan. Dirumah sakit,
seseorang menjelang ajal sering ditempatkan diruang tersendiri
untuk menghindari pemajanan terhadap orang lain tentang
penderitaan. Tanpa stimulasi sensori yang bermakna, orang
menjelang ajal mungkin merasa diabaikan dan di isolasi. Untuk
mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat
mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Memberikan stimulasi lingkungan yang bermakna dengan
menenangkan klien. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika
terjadi kematian. Perawat tidak boleh merasa bersalah jika tidak
dapat selalu memberikan dukungan ini. Untuk memberikan
perawatan yang diperlukan oleh klien menjelang ajal, mungkin
ada baiknya untuk memberi dorongan dan dukungan pada
keluarga klien atau orang terdekat untuk tetap bersama.
1. Peningkatan Ketenangan spiritual

Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti yang lebih


besar dari sekedar meminta kunjungan rohaniawan. Perawat
dapat member dukungan kepada klien dalam mengekspresikan
filosofi kehidupan. Perawat dan keluarga dapat membantu klien
dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk
mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan. Klien menjelang
ajal dapat merasa bersalah jika hidup mereka dianggap sebagi
tidak bermakna. Selain kebutuhan spiritual ada juga harapan dan
cinta. Cinta dapat dengan baik diekspresikan melalui perawatan
yang tulus dan penuh simpati. Perawat dan keluarga dapat
memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan
ketrampilan komunikasi, mengekspresikan empati, berdoa
dengan klien, membaca literature yang member inspirasi dan
memainkan music. ( Stepnick & Perry, 1992 )

1. Dukungan untuk keluarga yang berduka

Anggota keluarga harus mendukung melewati waktu menjelang


ajal dan kematian dari orang yang mereka cintai. Perawat harus
mengenali niali anggota keluarga sebagi sumber dan membantu
mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.
Menghargai dukacita adalah langkah pertama perawat dalam
mengembangkan hubungan sportif dengan keluarga. Sebelum
menggunakan anggota keluarga sebagai sumber, perawat harus
menetapkan apakah mereka ingin dilibatkan. Perawat mengkaji
peran keluarga sebagai pengamat, pendengar, atau pemberi
perawatan. Penyakit terminal menempatkan tuntutan yang besar
pada sumber social dan financial. Ketegangan emosional sering
mengganggu saluran komunikasi normal. Benolil (1985)
menggambarkan situasi yang membuat sulit bagi keluarga untuk
mengatasi tuntutan penyakit terminal.

1. Perawatan hospice

Program hospice adalah perawatan yang berpusat pada keluarga


yang dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat
dengan nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal
mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Terdapat berbagai
tipe program hospice. Komponen perawatan rumah dari program
hospice dioperasikan oleh rumah sakit atau lembaga perawatan
kesehatan yang terpisah. Program hospice menekankan
pengobatan paliatif yang mengontrol gejala ketimbang
pengobatan penyakit. Perawatn klien di koordinasikan antar
lingkungan rumah dan klien. Keluarga menjadi pemberi
perawatan primer, pemberian medikasi dan pengobatan.

1. f. Perawatan Setelah Kematian

Perawat mungkin menjadi orang yang paling tepat untuk merawat


tubuh klien setelah kematian karena hubungan terapeutik
perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit, dengan
demikian perawat mungkin lebih sensitife dalam menangani
tubuh klien dengan martabat dan sensitifitas. Setelah kematian
tubuh mengalami berbagai perubahan fisik. Tubuh klien harus
ditagani secepat mungkin setelah kematian untuk mencegah
kerusakan jaringan atau perubahan bentuk tubuh. Jika keluarga
meminta donasi organ, maka tindakan yang sesuai harus
dilakukan dengan segera.

Perawat memberi kesempatan pada keluarga untuk melihat


tubuh klien. Kesempatan ini membantu untuk menunjukkan
bahwa inilah kesempatan untuk “mengucapkan selamat tinggal
pada orang yang mereka cintai, terutama selaki keluarga tidak
ada ketika terjadi kematian. Jika keluarga ragu-ragu, perawat
harus member kesempatan bagi mereka untuk memikirkan hal
tersebut. jika mereka memutuskan untuk tidak melihat tubuh
klien, perawat menerima keputusan mereka tanpa menghakimi.
Jika keluarga memutuskan untuk melihat tubuh klien, mereka
harus ditengangkan bahwa mereka tidak akan sendiri. Perawat
akan dengan senang hati menemani mereka atau akan mengatur
siapa saja yang ingin bersama mereka. Perawat harus
meluangkan waktu sebanyak mungkin dalm membantu keluarga
yang berduka dan memberi tawaran untuk menghubungi
pelayangn lingkungan lainnya seperti pelayanan social dan
penasehat spiritual. Keluarga kini menjadi klien.

Sebelum keluarga melihat tubuh klien, perawat menyiapkan


tubuh klien dan ruangan untuk meminimalkan stress dari
pengalaman ini. Perawat menyingkirkan benda dan peralatan
dari pandangan. Perawat menyipkan tubuh klien dengan
membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin. Tubuh
klien diletakan dalam posisi terlentang dengan lengan disamping,
telapak tangan menghadap kebawah, ataumelipat badan diatas
dada. Perawat meletakkan bantal atau gulungan handuk di
bawah kepala untuk mencegah perubahan warna akibat
penimbunan darah. Kelopak mata biasanya tetap tertutup jika
ditahann selama beberapa detik. Jika hal ini tidak berhasil, bola
kapas lembab akan menahan kelopak mata menutup. Perawat
membersikan bagian tubuh yang basah dan membalut tubuh
dengan gaun yang bersih, menyisir atau menyikat ranbut dan
menutupi tubuh sampai bahu dengan linen bersih. Keluarga
mungkin ikut berpartisipasi dalm proses ini dan harus diberika
kesempatan.

Setelah tubuh disiapkan, keluaga diundang ke dalam ruangan.


Umumnya anggota keluaraga dapat mengatasi lebih baik jika
mereka tidak sendiri. Perawat atau anggota keluarga yang lain
harus hadir untuk memberikan dukungan motivasi kepada
anggota lainnya. Perawat dapat memberi contoh kepada
keluarga bagaimana menunjukkan rasa kasih sayang kepada
jenasah. Penting artinya untuk tidak memburu-buru keluarga
ketika mereka melakukan waktu bersama jenasah. Setelah
keluarga pergi, sesuai dengan kebijakan tertentu rumah sakit,
perawat mamasang tanda yang menyebutkan nama dan
informasi lain pada pergelangan tangan jenasah klien dan
pergelangan kaki atau ibu jari kakinya. Gaun dilepaskan dan
tubuh dibungkus rapat dengan kain katun, dalam kantung besar
dari pelastik atau katun. Tanda identivikasi lainnya dipasang
pada kantung tersebut. Jika klien mempunyai penyakit infeksi
menular, pelebelan khusus digunakan unruk mewaspadakan
mereka yang memindahkan atau menyimpan peralatan lain.
Jenasah kemudian dipindahkan kekamar mayat. Perawat
bertanggung jawab untuk melepaskan kepemilikan pribadi
jenasah dan mencatat semua ini dalam catatan medis .

Anda mungkin juga menyukai

  • Ekonomi Indonesia
    Ekonomi Indonesia
    Dokumen1 halaman
    Ekonomi Indonesia
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • PRODUK BANK
    PRODUK BANK
    Dokumen5 halaman
    PRODUK BANK
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • File Laporan Hasil Kegiatan
    File Laporan Hasil Kegiatan
    Dokumen45 halaman
    File Laporan Hasil Kegiatan
    Rizkycia Chahya Morga
    Belum ada peringkat
  • Ekonomi Indonesia
    Ekonomi Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Ekonomi Indonesia
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Ispa
    Ispa
    Dokumen7 halaman
    Ispa
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • KAD-Penyebab
    KAD-Penyebab
    Dokumen20 halaman
    KAD-Penyebab
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Restrain
    Restrain
    Dokumen4 halaman
    Restrain
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Seminar
    Seminar
    Dokumen28 halaman
    Seminar
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Dermatitis Baru DR Rina
    Dermatitis Baru DR Rina
    Dokumen50 halaman
    Dermatitis Baru DR Rina
    Min-Joo Esther Park
    Belum ada peringkat
  • Label Dini M
    Label Dini M
    Dokumen1 halaman
    Label Dini M
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Bunga Mawar
    Bunga Mawar
    Dokumen11 halaman
    Bunga Mawar
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Label Dini M
    Label Dini M
    Dokumen1 halaman
    Label Dini M
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Caper Kasus
    Caper Kasus
    Dokumen5 halaman
    Caper Kasus
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Format Resume Harian
    Format Resume Harian
    Dokumen9 halaman
    Format Resume Harian
    S'Ndy Furwaningsih
    Belum ada peringkat
  • Askep Atresia Bilier
    Askep Atresia Bilier
    Dokumen13 halaman
    Askep Atresia Bilier
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Ekonomi Indonesia
    Ekonomi Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Ekonomi Indonesia
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Askep Atresia Bilier
    Askep Atresia Bilier
    Dokumen53 halaman
    Askep Atresia Bilier
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Dinas Mahasiswa Ners Stase Manajemen Keperawatan
    Jadwal Dinas Mahasiswa Ners Stase Manajemen Keperawatan
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Dinas Mahasiswa Ners Stase Manajemen Keperawatan
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • ANALISIS PROGRAM PUSKESMAS INDRALAYA
    ANALISIS PROGRAM PUSKESMAS INDRALAYA
    Dokumen12 halaman
    ANALISIS PROGRAM PUSKESMAS INDRALAYA
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Laporan 1 Atresia Bilier
    Laporan 1 Atresia Bilier
    Dokumen14 halaman
    Laporan 1 Atresia Bilier
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • 3 Laporan PP
    3 Laporan PP
    Dokumen9 halaman
    3 Laporan PP
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • LP Ich Fix
    LP Ich Fix
    Dokumen13 halaman
    LP Ich Fix
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Tugas KK Lia
    Tugas KK Lia
    Dokumen15 halaman
    Tugas KK Lia
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • WOC CEREBRO VASCULAR DISEASE
    WOC CEREBRO VASCULAR DISEASE
    Dokumen1 halaman
    WOC CEREBRO VASCULAR DISEASE
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Web of Caution ICH Secured
    Web of Caution ICH Secured
    Dokumen1 halaman
    Web of Caution ICH Secured
    Oktadevi_rizki03
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ii Vap Ny R
    Kasus Ii Vap Ny R
    Dokumen18 halaman
    Kasus Ii Vap Ny R
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • LK Ich Fix
    LK Ich Fix
    Dokumen25 halaman
    LK Ich Fix
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • Kasus Vap
    Kasus Vap
    Dokumen67 halaman
    Kasus Vap
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat
  • UAS SP Keluarga
    UAS SP Keluarga
    Dokumen1 halaman
    UAS SP Keluarga
    Sitta Jannatu Aliyah
    Belum ada peringkat