Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN ANAK

DI PUSKESMAS PADA PASIEN ISPA

a. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau IRA (Infeksi respiratori akut)
merupakan infeksi pada saluran nafas baik saluran pernafasan atas maupun bawah
(parenkim paru) yang sudah akut. Suatu penyakit dikatakan akut jika infeksi tersebut
berlangsung hingga 14 hari. Infeksi akut pada saluran pernafasan ini sering terjadi pada
anak dibawah usia 5 tahun. Kejadian penyakit ini sering terjadi di Negara berkembang 2-
10 kali lipat lebih besar daripada di negara maju. Penyebab ISPA di negara berkembang
lebih banyak disebabkan oleh bakteri, sedangkan di negara maju disebabkan oleh virus
(Naning, 2010 dikutip Soedarmono. S. S. P. 2012).
Menurut WHO (2007), ISPA merupakan penyakit yang menyebabkan infeksi
pada saluran pernafasan. Penyebabnya adalah agen infeksius yang ditularkan dari satu
manusia ke manusia yang lain.
b. Klasifikasi ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut diklasifikasikan dalam beberapa diantaranya
pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia (MTBS, 2015). Menurut
pengklasifikasian IDAI (2010) dikutip Bets. C.S. (2012), penyakit infeksi akut pada
saluran pernafasan atas hingga parenkim paru diantaranya sebagai berikut :
1. Rinitis / Common cold
Penyakit rinitis ini merupakan golongan infeksi akut ringan pada pernafasan.
Namun, penyakit ini sangat mudah penularannya. Pada daerah tropis sering terjadi
pada pergantian musim bahkan pada musim hujan. Ditandai dengan hidung
tersumpat dan adanya sekret hidung dikarenakan oleh virus. Pada masa bayi
maupun balita pilek bisa menimbulkan pneumonia.
2. Faringitis, tonsilitis, dan tonsilifaringitis akut
Faringitis merupakan infeksi yang menyerang jaringan mukosa faring dan
jaringan disekitarnya seperti tonsil dan hidung sehingga faringitis memiliki
beberapa pengertian yaitu tonsilitis, nasofaringitis, dan tonsilifaringitis. Penyakit
ini ditandai dengan sakit tenggorokan yang disebabkan oleh virus maupun bakteri.
3. Otitis media
Otitis media adalah salah satu infeksi yang menyerang telinga bagian tengah
karena terjadinya penumpukan cairan.
4. Rinosinuitis
Para ahli sepakat dengan penyakit rinosinuitis ataupun rinosinobronkhitis karena
infeksi maupun inflamasi pada rinitis (radang pada mukosa hidung), sinuitis
(radang pada salah satu sinus di paranasal), dan bronkhitis (radang pada bronkus)
sering terjadi bersamaan dengan pertimbangan penyakit ini menyerang saluran
pernafasan atas (hidung, laring, trakea) dan saluran pernafasan bawah (bronkus).
5. Epiglotitis
Infeksi yang terjadi pada epiglotis sangat berbahaya jika dibiarkan. Hal ini
ditandai dengan sesak nafas berat dan bunyi nafas stridor. Penyebabnya adalah
Haemophilus influenza tipe b (Hib). Setelah ada vaksin Hib, epiglotitis jarang
terjadi.
6. Laringo trakeobronkhitis akut (CROUP)
Sindrom CROUP ini merupakan penyakit heterogen yang menyerang laring,
subglotis, trakea dan bronkus. Berawal dari laringitis yang menyebar hingga
trakea disebut laringotrakeitis, dan saat menyebar hingga bronkus maka terjadilah
laringo trakeobronkhitis. Diakibatkan oleh beberapa organisme virulen.
7. Bronkhitis akut
Proses inflamasi yang terjadi pada trakea, bronkus utama dan menengah yang
ditandai dengan batuk berdahak. Bronkhitis disebabkan oleh virus maupun
bakteri. Pada beberapa kasus, bronkhitis akan membaik dalam 2 minggu tanpa
pengobatan apapun.
8. Bronkiolitis
Bronkiolitis merupakan proses inflamasi pada saluran pernafasan bagian bawah
yang menyerang bronkiolus. Biasanya terjadi dengan gejala ISPA pada umumnya
hingga nafas wheezing pada bayi.
9. Pneumonia
Infeksi yang menyerang parenkim paru ini merupakan angka tertinggi penyebab
morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. Terjadi karena pada awalnya
disebabkan oleh infeksi virus hingga menyebabkan komplikasi infeksi bakteri.

c. Etologi
Penyakit ISPA terjadi disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus terbanyak yang
menyebabkan ISPA di antaranya adalah Rhinovirus, Adenovirus, RSV (Respiratory
Syncytia Virus), virus Influenza, virus Parainfluenza. Pada klasifikasi khusus seperti
bronkhitis akut ditemukan virus rubeola dan paramyxavirus. Sedangkan pada bronkiolitis
ditemukan virus Mycoplasma. Virus-virus tersebut paling banyak ditemukan pada kasus
ISPA. Selain virus, penyebab infeksi pada pernafasan akut juga disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyerang seperti bakteri Streptococcus, pada kasus penyakit
faringitis, tonsilitis dan tonsilofaringitis adalah bakteri Strepcoccus beta hemolitikus dan
Streptococcus. Golongan Streptococcus menyebabkan infeksi adalah Streptococcus
pnemuoniae dan Streptococcus Pyogenes. Bakteri lain seperti Hemophilus influenzae
(beberapa di ataranya tipe B), Staphylococcus aereus, dan Mycoplasma pneumoniae
(Naning et al, 2010 dikutip Rita, S. 2012).

d. Manifestasi Klinis
(Aden, 2010 dikutip Nurarif & Kusuma, 2015).
 Demam
 Gelisa
 Muntah dan diare
 Tenggorokan kering
 Iritasi
 Batuk
 Edema
 Vasodilatasi mukosa
 Anoreksia
 Sakit kepala
 Disfagia
e. Pemeriksaan penunjang
(Aden, 2010 dikutip Nurarif & Kusuma, 2015).
a. Biakan virus
b. Ronthent thorax
c. Saturasi oksigen
d. ultrasonografi atau CT Scan

f. Penatalaksanaan dan pengobatan


Infeksi Saluran Pernafasan Akut ringan membutuhkan perawatan seperti
pemberian oksigen untuk membantu pernafasan lebih mudah, anak ditempatkan pada
udara yang lembab, drainase posturnal (menepuk dada untuk mengeluarkan lendir),
istirahat yang cukup, dan pemberian cukup cairan (Aden, 2010 dikutip Nurarif &
Kusuma, 2015).
Pemberian perawatan terapeutik seperti pemberian antibiotik dinilai cukup efektif
dibanding pemberian terapi simptomatik. Namun, pada beberapa kasus ISPA yang
disebabkan oleh virus dapat sembuh dengan sendirinya tanpa terapi terapeutik. Antibiotik
sangat dibutuhkan pada penyakit ISPA dengan gejala dahak dan sekret berwarna hijau.
Hal ini karena sudah jelas terkontaminasi oleh bakteri. Pemberian anibiotik sendiri harus
benar-benar diperhatikan agar tidak menimbulkan resistensi pada bakteri (Akhmad, 2008
dikutip Wong, L dkk. 2008).
Pada anak yang menderita ISPA, terapi untuk pelaga tenggorokan dan pereda
batuk yang aman sangat diperlukan. Selain itu diperlukan antibiotik yang sesuai untuk
balita adalah Kotrimoksazol (Trimetoprim dan Sulfametoksazol) dan Amoksisilin.
Berikut adalah dosisnya.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, CL & Sowden, LA. 2012. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Kusuma, H. & Nurarif, A. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosaa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaaction.
Rita, S. 2012. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: CV SAGUNG SETO
Soedarmono, S.S.P., Garna, H., Hadinegoro, S.R.S., & Satari, H.I. 2011. Buku ajar infeksi
& pediatrik tropis. Jakarta: IDAI

Wong, D. L., Hokenber-Eaton, M., Wilson, D.,Winkelsten. M. L., & Schwartz. 2008. Buku
ajar keperawatan pediatrik Wong. Jakarta: EGC
Balita Faktor risiko :
Usia, status gizi, riwayat (ASI,
BBLR, imunisasi), lingkungan,
Virus/ bakteri sosial ekonomi

Manifestasi klinis:

Masuk saluran nafas Sistem imun Menyebaran Demam, gelisa,


buruk ketempat lain
muntah dan diare,
Menempel pada
Saluran pernapasan tenggorokan kering,
mukosa
bawah iritasi, batuk,edema
Suhu tubuh
Gerakan silia lambat meningkat ,vasodilatasi mukosa,
Paru terinfeksi
anoreksia, sakit
Iritasi Hipertermi kepala, disfagia
Pneumonia
Produksi lender
meningkat Infeksi
saluran
Infeksi saluran
Infeksi selama pernafasan
Hidung tersumbat Nyeri pernafasan akut
14 hari
tenggorokan/
nyeri telan Bakteri tertelan
diorgan Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Hipertermi
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas NOC
NOC : Thermoregulation
Respiratory status : Ventilation NIC
Respiratory status : Airway  Monitor suhu sesering mungkin
patency
 Monir IWL
NIC:  Monitor waarna dan suhu kulit
 Monitor tekanan darah, nadi daan RR
1. Pastikan kebutuhan oral/  Monitor tingkat kesadaran
tracheal suctioning  Monitor WBC, Hb, dan Hct
2. Auskultasi suara nafas  Monitor intake dan ouput
sebelum dan sesudah  Berikan antipiretik
suction  Berikan pengobatan untuk mengtasi penyebab
3. Informasikan pada keluarga demam
tentang suctioning  Selimuti pasien
4. Berikan O2 dengan
 Lakukan tapid sponge
menggunakan nasal untuk
 Kolaborasi pemberian cairan intravena
memfasilitasi suksion
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
nasotrakeal
5. Gunakan alat yang steril  Tingkatkan sirkulasi udara
setiap melakukan tindakan  Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
6. Monitor status oksigen menggigil
pasien Temperature regulation
7. Hentikan suksion dan beri
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
peningkatan saturasi O2  Monitor warna dan suhu kulit
8. Buka jalan napas , gunakan  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
teknik chin lift atau jaw  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
thrust bila perlu  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
9. Atur posisi pasien untuk kehangatan tubuh
memaksivalkan ventilasi  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
10. Identifikasi pasien perlunya akibat panas
pemasangan alat jalan  Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu
napas buatan dan kemungkinan efek negatif dan kedinginan
11. Lakukan fisioterapi dada  Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan
bila perlu dan penanganan emergency yang diperlukan
12. Keluarkan secret dengan  Ajarkan indikasi dan hipotermi dan penanganan
batuk atau suction yang diperluka
13. Aukultasi suara nafas, catat  Berikan anti piretik jika perlu
adanya suara tambahan dan
monitor respirasi / status Vital sign Monitoring
O2
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi

Anda mungkin juga menyukai