BAB 1
PENDAHULUAN
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan
lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia
dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak diketahui,
dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum untuk
pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso,
Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi,
atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan
darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah
yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka
keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka
angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus ditegakkan
sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan
Anak FK UI).
1.3 Tujuan
1. 1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan keperawatannya.
1. 2. Tujuan Khusus
2. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier
3. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
4. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
5. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
6. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier
7. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
8. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
9. Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier
10. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier
11. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
12. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin
(Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia bilier
dengan pendekatan Student Center Learning.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan
struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang mengalir
dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke duktus hepatik
umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari kantong empedu untuk
membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama
dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari empedu
yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah pir
yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke
duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.
Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk-produk limbah, kolesterol, dan
garam empedu) yang disekresikan oleh sel-sel hati untuk melakukan dua fungsi utama, termasuk
yang berikut:
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak.
Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan
kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem
Bilier.Columbus:Medical center).
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep
Atresia Bilier).
1. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung
empedu normal.
1. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe III
adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia
bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II
2.4 Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat
lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan. Kasus
dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita
penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat
mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini
biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan
atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga
minggu setelah lahir
Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke
dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran
hati.
Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan hepatomegali,
Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga
menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
2.6 Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan
tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari
hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila
asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami hipertensi
portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin
yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai
kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh
tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh,
kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam
lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual,
muntah, dan masalah hati dan jantung
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan
obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5
kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali
dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan
alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
- Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran
empedu total.
- Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
- Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi
penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi
tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%,
sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu
di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah
minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier,
tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung
diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi
diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital
5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik
pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus
normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya
keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang
beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas
danspesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran
isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan
kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya
atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT, dengan akurasi
diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang
terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida
melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan
bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan
kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat
membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau
150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan
frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk
melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik
yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh
karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin,
yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi
malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh
organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung
MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia
bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut
prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan
hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati
adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya
akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat
hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi
transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada
anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan
untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi hati
dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
1. b. Supportive treatment
- Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuan
darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan
kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung,
susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini.
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak
tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke
dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
- Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu dalam
memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
2.9 Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak
baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu
pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan
kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik
terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat
dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
1. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy.
Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi
portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin
terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat
ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis
dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan
shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
1. Keganasan:
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan
pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan
dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di
masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya
sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi
Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).
2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi
dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila
operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-
rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,
faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari,
adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik
yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran
sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna
gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya
hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen didapatkan adanya
pembesaran hati.
3.1.1 Anamnesa
1) Nama : Tn. D
2) Umur : 40 tahun
1. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 °C)
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan
keras, kulit tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
3. Riwayat Penyakit sebelumnya : -
4. Riwayat Tumbuh Kembang anak :
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta
kenyamanan dari orang tua sendiri.
- Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. M dalam
merawat klien.
Keterangan tambahan :
Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler
seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas, ketidakmampuan
berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik, maka akan tampak
gambaran wajah yang disebut Watson Syndrome-Alagine ( Displasia Anterio B Hepatis)
yaitu perkembangan tulang dahi yang menonjol, hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian
depan vertebra.
a)Laboratorium
- Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu
yang luas. Normalnya (1,7 – 7,1 mg/dl)
- Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-
20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigliserol).
b)Pemeriksaan Diagnostik
- Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
- Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.
3.2 Analisis Data
(38°C)
Mekanisme tubuh untuk
Takikardi (103x/menit) meningkatkan suhu tubuh
RR meningkat >24x/menit
Hypertermi
2 DS : pasien terlihat sesak. cairan asam empedu balik ke hati Pola napas tidak efektif
DO :
RR= 35x/menit
Napas pendek
Hepatomegali (pembesaran
hepar)
distensi abdomen
menekan diafragma
Frekuensi napas
meningkat
3. DS: Tidak mau makan, Obstruksi aliran dari hati ke Gangguan pemenuhan
rewel, mual/muntah. dalam usus
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Do:
Diare
6. DS : - Pembesaran hepar Kekurangan volume cairan
Mual muntah
cairan banyak
yang keluar
7 DS: Orang tua sering Kurang sumber informasi Ansietas
menanyakan keadaan
anaknya
1)
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Berikan kompres air biasa pada aksila, 1. Dapat membantu mengurangi demam.
kening, leher dan lipatan paha.
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam sekali, 1. Mengetahui kemungkinan adanya
sesuai kebutuhan kenaikan suhu secara mendadak
3. Berikan pasien pakaian tipis 2. Membantu mengurangi panas di tubuh
4. Manipulasi lingkungan seperti 3. Memberikan rasa nyaman dengan
penggunaan AC/ kipas angin mengurangi keadaan panas akibat suhu
pengaruh lingkungan
Kolaborasi:
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri:
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri:
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar
penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus,
Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika
tingkat ikterus meningkat.
4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi
tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia
bilier.
BAB 5
DAFTAR PUSTAKA
Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery, 4th
Edition.
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from: url:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/
Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http:// emedicine.
medscape.com/ article/927029-overview
Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan Anak FK
UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url :http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-
pkb.pdf
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran
empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran
tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu. Tindakan operatif atau bedah dapat dilakukan untuk
penatalaksanaannya. Pada lebih kurang 80% - 90% bayi dengan atresia biliaris ekstrahepatik
yang menjalani pembedahan ketika usianya kurang dari 10 minggu dapat dicapai drainase getah
empedu (Halamek dan Stevenson, 1997). Meski demikian, sirosis yang progresif tetap terjadi
pada anak, dan sampai 80% - 90% kasus pada akhirnya akan memerlukan transplantasi hati
(Andres, 1996).
Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam 25.000
kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik kendati ditemukan
predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996; Whitington, 1996). Di Belanda,
dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari 100.000 kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari
100.000 kelahiran hidup, di Inggris dilaporkan 6 dari 100.000 kelahiran hidup. Di Texas tercatat
6.5 dari 100.000 kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000
kelahiran hidup di USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di Jepang
menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia
bilier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%)
dan Indian amerika (1,5%). Walau jarang namun jumlah penderita atresia bilier yang ditangani
RS. Cipto Mangun Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau
23% dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr.
Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita rawat inap di
Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati
didapatkan 9 (9,4%) menderita atresia bilier ( Widodo J, 2010).
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu.
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui. Jika aluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati. Selain itu akan
terjadi ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat tingginya kadar bilirubin dalam darah. Hal ini
bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal atau
sampai terjadi kematian.
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi
pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila dilakukan setelah umur
2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Selain itu, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting
bagi anak yang menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana
penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada
anggota keluarga pasien. Segera sesudah pembedahan portoenterostomi, asuhan keperawatannya
serupa dengan yang dilakukan pada setiap pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang
diberikan meliputi pemberian obat dan terapi gizi yang benar, termasuk penggunaan formula
khusus, suplemen vitamin serta mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin
menjadi persoalan signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi
rendam atau memotong kuku jari-jari tangan (Donna L. Wong, 2008).
BAB II
Tinjauan Teori
1. Pengertian
Atresia biliaris adalah kelainan konginetal yang ditandai dengan obstruksi atau tidak
adanya duktus atau saluran empedu.
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan
hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
Atresia Bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-saluran
yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. (http://pilihsehat.tk/.2010)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang
akhirnya menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. ( Chandrasoma &
Taylor,2005)
2. Etiologi
1. Belum diketahui secara pasti
2. Diduga kelainan congenital
3. Didapat dari proses-proses peradangan
4. Kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine
3. Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir
(Halamek dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada
akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu
sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan
duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi
mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan
vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin yang
menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama, 2005).
Pathway
4. Manifestasi klinis
Neonatus yang menderita obstruksi intra maupun ekstra hepatik menunjukan ikterus, urin
berwarna kuning gelap, tinja berwana dempul dan hepatomegali.
Apabila penyakit berlanjut maka akan timbul sirosis hepatis dengan hipertensi portal yang
menyebabkan perdarahan varises esofagus dan kegagalan fungsi hati. Bayi dapat meninggal
karena gagal hati, perdarahan varises, koagulopati maupun infeksi skunder.
5. Komplikasi
1. Cirosis hepatis
2. Gagal hati
3. Gagal tumbuh
4. Hipertensi portal
5. Varises Esophagus
6. Asites
6. Penatalaksanaan
Atresia bilier biasanya memerlukan pembedahan ketika anak masih bayi, dengan
menggunakan prosedur kasai, caranya ahli bedah membuang duktus eksterna hepatik yang tidak
berfungsi lagi dan menganastomosis sebuah duktus pengganti(biasanya jejeunum). Prosedur ini
tidak memiliki angka keberhasilan jangka panjang yang tinggi, akibatnya kerusakan hati
cenderung berlanjut. Suatu alternatif dari proseedur kasai yaitu dengan transpaltasi hati, kadang-
kadang berhasil dalam mengatasi atresia. Namun cara ini dapat mengakibatkan beberapa
komplikasi, termasuk hemoragi, penolakan organ juga kematian.
7. Pemeriksaan diagnostic
1. Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
2. Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran
empedu total.
3. Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin
dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
4. Biopsi hati : untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan
pengambilan jaringan hati.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 PENGKAJIAN
a. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
b. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
c. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
d. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen,
hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
e. Pemeriksaan Fisik
1. BI : sesak nafas, RR meningkat
2. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
3. B3: gelisah atau rewel
4. B4: urine warna gelap dan pekat
5. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia,
mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6. B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus),
oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
ü Untuk mendeteksi
asites
ü Memantau lingkar perut
bayi setiap hari
ü Tanda dehidrasi
ü Observasi tanda-tanda mengindikasikan
dehidrasi (oliguria, intervensi segera
kuilt kering, turgor dalam mengatasai
kulit buruk, ubun-ubun kekurangan cairan
dan mata cekung pada bayi
ü Kolaborasi untuk
ü Mengevaluasi
pemeriksaan elektrolit,
keseimbangan dan
kadar protein total,
elektrolit
albumin, nitrogen urea
darah dan kreatinin
serta darah lengkap
ü Pasien cenderung
mengalami
ü Berikan perawatan luka/perdarahan gusi
mulut sering dan rasa tak enak
pada mulut dimana
menambah anoreksia
ü Antihistamin dapat
mengurangi rasa
gatal
ü Dapat menghilangkan
stress pada orangtua
ü Jelaskan pada orangtua yang menghadapi
bahwa bayi mereka masalah dan
dapat saja tidak memberikan
mencapai tahap-tahap informasi penting
penting perkembangan tentang cara-cara
dengan kecepatan yang menstimulasi
sama seperti pada bayi perkembangan
sehat
ü Mengelompokkan
intervensi
ü Sedapat mungkin memungkinkan bayi
lakukan intervensi beristirahat tanpa
secara berkelompok gangguan, istirahat
diperlukan untuk
tahap tumbuh
kembang bayi
V Bayi akan mempertahankan pola nafas
ü Awasi frekuensi,ü Pernafasan dangkal,
efektif, bebas dispneu dan sianosis, kedalaman, dan upaya cepat/dispneu
dengan nilai GDA dan kapasitas vital pernafasan mungkin ada
dalam rentang normal hubungan hipoksia
atau akumulasi cairan
dalam abdomen
ü Menunjukan
terjadinya komplikasi
ü Auskultasi bunyi nafas (contoh adanya bunyi
krekles, mengi dan tambahan
ronchi menunjukan
akumulasi
cairan/sekresi)
meningkatkan resiko
infeksi
ü Perubahan mental
dapat menunjukkan
hipoksia dan gagal
ü Observasi perubahan nafas
tingkat kesadaran
ü Memudahkan
pernafasan dengan
ü Berikan posisi kepala menurunkan tekanan
bayi lebih tinggi pada diagfragma
ü Untuk mencegah
hipoksia
ü Berikan tambahan O2
sesuai indikasi ü Mengetahui perubahan
status pernafasan dan
ü Kolaborasi untuk terjadinya komplikasi
pemeriksaan GDA paru
DAFTAR PUSTAKA
1. Newman, W.A. Dorland. 2002. Kamus Kedoteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EG
2. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EG
3. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Jakarta : EGC
4. DSA Gulton, Eric. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara
5. Ringoringo, Parlin. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: RS Dr. Cipto Mangunkusumo
6. R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2.
Jakarta : EGC
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian atresia bilieri, etiologi dan
klasifikasi, patofisiologi, penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostik, dan proses keperawatan pada
klien atresia bilier.
Atresia bilier adalah suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanyaatau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik dan intrahepatik.
Atresia bilier merupakan suatu penyakit yang sering terjadi pada bayi atau anak-anak di
karenakan pada bayi atau anak sistem-sistem organ seperti sistem endokrin belum terbentuk
secara sempurna.
Kelainan bilier pada anak sangat berdampak apabila tidak segera ditangani, dampak
yang paling besar yaitu bisa menimbulkan kematian pada bayi atau anak tersebut.
Komplikasi yang ditimbulkan oleh kelainan bilier yaitu sirosis dan hipertensi portal, yang mana
hipertensi portal dapat mangakibatkan terjadinya gagal hati, yaitu pembentukan hati yang tidak
bisa sempurna.
1.2 Tujuan
Umum :
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan memahami penyakit atresia bilier pada bayi dan
anak-anak.
Khusus :
Setelah membaca makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami
dan menjelaskan :
1. Pengertian atresia bilier
2. Etiologi dan patofisiologi atresia bilier
3. penatalaksanaan atresia bilier
4. Proses keperawatan pada atresia bilier
1.3 Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas, kami memperoleh rumusan masalah :
1. Apa pengertian atresia bilier ?
2. Apa penyebab dan patofisiologi dari atresia bilier?
3. Bagaimana penatalaksanaan pada atresia bilier ?
4. Bagaimana proses keperawatan atresia bilier?
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Pengertian
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan
hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam
empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa
menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
1.2 Etiologi
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui secara pasti tetapi kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.
1.3 Patofisiologi
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke
luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati.ini akan menyebabkan peradangan, edema dan degenerasi
hati. Behkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,
kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
Pathway
pruritus
Gangguan integritas kulit
b.dpruritus
perada
ngan,
Oedema Malabsorbsi lemak,
1.4 Gejala
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
ø Air kemih bayi berwarna gelap
ø Tinja berwarna pucat
ø kulit berwarna kuning
ø berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
ø hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
ø gangguan pertumbuhan
ø gatal-gatal
ø rewel
ø tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
ø Distensi abdomen
ø Varises esophagus
ø Hepetomegali
ø Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
ø Lemah
ø Pruritus
ø Anoreksia
ø Letragi
1.5 Komplikasi
Komplikasi yang di timbulkan pada oenyakit atresia bilier adalah:
ø Cirrhosis
ø Gagal hati
ø Gagal tumbuh
ø Hipertensi portal
ø Varises esophagus
ø Asites
ø Encephalopathy
1.7 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
ø Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar.
ø Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
ø USG perut
ø Rontgen perut (tampak hati membesar)
ø Kolangiogram
ø Biopsi hati
ø Laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan).
1.8 Pengobatan
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
B. Diagnose Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kondisi kronik
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perosedur pembedahan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs dan
tidak mau makan
6. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah
7. Gangguan integritas kulit berhunbungan dengan pruritus
C. Intervensi Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbs
Tujuan:untuk meningkatkan status hidrasi
KH : anak akan menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan dan elektrolit yang ditandai
dengan membrane mukosa lembab, pengisian kembali kapiler 3-5 detik, turgor kulit baik,
pengeluaran urine 1-2 ml/kg/jam
Intervensi
a. Memertahankan terapi cairan intravena
b. Kaji tanda-tanda dehidrasi: ubun-ubun, turgur kulit,membrane mukosa
c. Kaji intake dan output cairan
d. Pasang NGT untuk nutrisi dan cairan ukur lilitan atau lingkar abdomen
e. Monitor resistensi perifer, tekanan darah,total protein,albumin, urea nitrogen dan kreatinine
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs dan
tidak mau makan
Tujuan: meningkatkan status nutrisi yang adekuat
KH: anak akan menunjukkan status nutrisu adekuat yang ditandai dengan nafsu makan baik dan
dan berat badan yang sesuai
Intervensi
a. Memberikan serta mempertahankan nutrisi parenteral dan juga kepatenan IV
b. Memberikan dan mempertahankan nutrisi melalui NGT
c. Memberikan nutrisi yang adekuat seperti vitamin, mineral dan suplemen
d. Timbang berat badan tiap hari
e. Monitor intake dan output
f. Monitor laborotorium seperti albumin, protein sesuai program
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia bilier merupakan suatu defek congenital yang merupakan
hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau
intrahepatik.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik dari hati dan mengangkut garam
empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak di dalam usus halus.
Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam
maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini
tidak diketahui secara pasti tetapi kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu ke
luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati.ini akan menyebabkan peradangan, edema dan degenerasi
hati. Behkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis dan hipertensi portal sehingga akan
mengakibatkan gagal hati.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi,
kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.
Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Volume II. Jakarta: EGC
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta
1987
Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell
1997
20
e.
Evaluasi 1.
Perencanaan pemulangan
Lihat implementasi no 5
21
BAB III PENUTUP
A.
Hidrosefalus obstruksi atau non komunikans terjadi bila sirkulasi likuor otak terganggu, yang
kebanyakan disebabkan oleh stenosis akuaduktus sylvii. Atresia foramen megandi dan lushka
jarang ditemukan sebagai penyebab hidrosefalus. b.
Hoidrosefalus komunikans terjadi karena produksi berlebihan gangguan oenyerapan yang jarang
ditemukan. Cara penyembuhan dari penyakit Hidrosefalus adalah mengurangi produksi CSS,
mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi , dan pengeluaran
likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana saluran
empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Pada atresia bilier terjadi
penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan
hati dan
sirosis hati
, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal. Kemungkinan penyebab atrisia bilier karena infeksi
pada intraurine.
22
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada atrisia billier adalah dengan memeriksa Fungsi hati
(bilirubin, aminotransferase ALTAST dan factor pembekuan prothrombin time. Partial
thromboplastin time.), Pemeriksaan urine dan tinja, Biopsy hati, Cholangiography untuk
menentukan keberadaan atresia B.
Saran Diharapkan kepada orang tua yang mendapatkan anak dengan kasus Hidrocephallus untuk
tidak berkecil hati karena masih ada pengobatan yang dapat dilakukan. Pengobatan tersebut
dapat membantu anak tersebut untuk proses tumbuh kembang si anak dikemudian hari
.
Bagi petugas kesahatn diharapkan data memberikan penatalaksanaan yang tepat dan asuhan yang
adekuat serta hati-hati untuk mencegah terjadi infeksi, sehingga nantinya dapat menurunkan
angka kematian akibat penyakit Hidrocephallus ini. Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan
pemberian penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan
mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.
23
DAFTAR PUSTAKA
Amru sofian.2011.”
synopsis obstetric”.
jakarta, EGC
Mitayani, 2009, ”
asuhan keperawatan maternitas.”
jakarta, salemba merdeka.
Suriadi, rita yuliani, 2010. “asuhan keperawtan pada anak”.jakarta. sagung seto.