Asuhan Keperawatan Pre
Asuhan Keperawatan Pre
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan,
lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang
serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan
bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
b) Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter
bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada
pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan
apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga
memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan
terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin
dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin,
BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit
terkaut dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan
untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5. Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10
jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
c) Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk
menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa
digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society
of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal:
penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda
yang sehat. Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas,
penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan
mengalami appendiktomi. Mortality (%) : 0,4.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau
infark miokard.Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau
infark miokard. Mortality (%) : 50.
d) Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien,
hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
e) Persiapan Mental/Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh
terhadap kondisi fisiknya.Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun
aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis
maupun psikologis (Barbara C. Long).Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat
kecemasan dan ketakutan antara lain :Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami
kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya
akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita yang terlalu cemas
menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga
operasi terpaksa harus ditunda.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi
pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi
sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi
pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien
dalam menghadapi pembedahan antara lain :
1) Takut nyeri setelah pembedahan
2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body
image)
3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
4) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
5) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
6) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
7) Takut operasi gagal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 :
17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M.
Judith, 2006) meliputi :
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan
orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
3. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
6. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf/otot, dan nyeri.
2. Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
b. Memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
c. Menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
Intervensi Dan Implementasi :
1. Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra
tubuh.
2. Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga
pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
3. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian
terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi
kecemasan.
4. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan
berarti dalam diri pasien.
4. Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi
keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil :
a. Pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
b. Pasien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan
dengan perawatan setelah rawat inap.
Intervensi Dan Implementasi :
1. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat
pengobatan.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping
yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
4. Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang
normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota
keluarga.
5. Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar dan
bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
a. Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
b. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
c. Mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi Dan Implementasi :
1. Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan atau mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan
kecemasan yang dirasakan.
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-
harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
4. Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1) Ansietas berkurang/terkontrol.
2) Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3) Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4) Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
5) Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
ASUHAN KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
A. Pengkajin awal
1. Status Respirasi
Melipuiti :
- Kebersihan jalan nafas
- Kedalaman pernafasaan.
- Kecepatan dan sifat pernafasan.
- Bunyi nafas
2. Status sirkulatori
Meliputi :
- Nadi
- Tekanan darah
- Suhu
- Warna kulit
3. Status neurologis
Meliputi : tingkat kesadaran
4. Balutan
Meliputi :
- Keadaan drain
- Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
5. Kenyamanan
Meliputi :
- Terdapat nyeri
- Mual
- Muntah
6. Keselamatan
Meliputi :
- Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
- Kabel panggil yang mudah dijangkau.
- Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7. Perawatan
Meliputi :
- Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat
dan jumlah drainage.
8. Nyeri
Meliputi :
- Waktu
- Tempat.
- Frekuensi
- Kualitas
- Faktor yang memperberat / memperingan.
A. Data Subyektif
Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah
ditempatkan ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan
yang langsung misalnya :”Bagaimana perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan
nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada keluhan.
Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari
brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan
perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.
Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi
mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah
mendapat narkotika yang cukup banyak.
B. Data Objektif
1. Sistem Respiratori
2. Status sirkulatori
3. Tingkat Kesadaran
4. Balutan
5. Posisi tubuh
C. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur
pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang
menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi
serta ekspresi wajah.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis,
dan manifestasi klinik post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :
1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.
2. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan
insufisisensi ginjal.
Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul,
Diagnosa Umum :
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan
(penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.
Diagnosa Tambahan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang
gerak.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.
e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan
elektrolit.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia,
lemah, nyeri, mual.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.
DAFTAR PUSTAKA