PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat sebagaimana
dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 Angka 1 UU No 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Dengan demikian kegiatan Rumah Sakit dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang terorganisir serta penyediaan berbagai sarana medis dan non medis
yang permanen, menyelenggarakan pelayanan medis dan keperawatan secara
berkesinambungan termasuk pelayanan diagnosis dan pengobatan pasien. (1)
Rumah Sakit dimana setiap dokter secara bebas dan dapat merawat pasien
– pasiennya secara pribadi.
Rumah Sakit dimana yang bekerja disana adalah tenaga kesehatan yang
telah diizinkan oleh Rumah Sakit, dan izin tersebut tercantum dalam suatu kontrak.
Kepuasan pasien merupakan salah satu hal sangat penting dalam meninjau
mutu pelayanan suatu rumah sakit. Ada empat aspek mutu yang dapat dipakai
sebagai indikator penilaian mutu pelayanan suatu rumah sakit, yaitu: 1) penampilan
keprofesian yang ada di rumah sakit (aspek klinis), 2) efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pelayanan berdasarkan pemakaian sumber daya, 3) aspek
keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien, dan 4) aspek kepuasan pasien
yang dilayani.
Kepuasan pasien merupakan hal yang sangat subyektif, sulit untuk diukur,
dapat berubah-ubah, serta banyak sekali faktor yang berpengaruh, sebanyak
dimensi di dalam kehidupan manusia. Di dalam situasi yaitu rumah sakit harus
mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah client
yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh suatu rumah
sakit bila mengutamakan kepuasan pasien
a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati
diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang
puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara
akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah
sakit secara tidak langsung.
c. Citra positif rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.
Bertambahnya jumlah pasien yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan
yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan
rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumahsakit).
Dalam studinya di 51 rumah sakit di Amerika Serikat terhadap sekitar 15.000
pasien, Nelson, et al. (dalam Krowinski)2 menemukan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara penampilan rumah sakitdengan penampilan finansial rumah sakit
dalam analisis multivariatnya yang terbukti kepuasan pasien berpengaruh secara
positif pada penerimaan rumah sakit, pendapatanbersih dan tingkat pengembalian
aset rumah sakit.
d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) rumah sakit, seperti,
perusahaan asuransi, akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang
mempunyai citra positif.
e. Di dalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan
lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak-hak pasien. Rumah
sakit pun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktik tidak terjadi.
2.4. Peran Dokter dan Pasien dalam Mewujudkan Kepuasan Pasien (2)
Di dalam pelayanan rumah sakit, petugas yang sangat banyak mendapatkan
sorotan, karena sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien yaitu dokter dan
perawat. Bahkan kehadiran dan sentuhan pelayanan perawat mempunyai proporsi
pelayanan yang terbesar di rumah sakit, sehingga tanpa mengabaikan pelayanan
petugas yang lain, maka pelayanan dokter dan perawat tentu saja merupakan
pelayanan yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih besar bagi manajemen
rumah sakit.
Dokter bertanggung jawab secara etika medis (seperti yang tercantum dalam
sumpah Hipocrates) dan secara hukum. Tanggung jawab dokter secara hukum dapat
diartikan bahwa kelalaian dan kesalahan yang secara medis mempunyai unsur:
akibat sebenarnya tidak dapat dibayangkan dan akibat tersebut tidak dapat
dihindari, maka bukan merupakan kesalahan dokter.
Bagi sebagian besar pasien kehadiran, penampilan, sapaan dan perhatian
dokter yang merawatnya sudah merupakan sebagian dari pengobatan. Pasien ingin
diperlakukan secara manusiawi, diperhatikan, dan dipenuhi keinginan dan
kebutuhannya. Di sisi lain, terdapat benturan antara harapan pasien dengan dokter.
Profesi dokter adalah profesi yang “otonom” dan anggapan “dokter paling tahu”
seringkali menyebabkan dokter “tidak rela” bila diatur bahkan oleh atasannya atau
pihak manajemen rumah sakit dalam hubungannya dengan keputusan profesinya
terhadap pasien. Selain itu, seringkali dokter kurang memperhatikan implikasi
sosial ekonomi dari tindakan medis yang diambilnya karena terfokus pada masalah
klinis dengan dalih kepentingan pasien.
Hughes menemukan bahwa dokter umum mempunyai nilai lebih tinggi
daripada dokter spesialis dalam hubungan interpersonal dengan pasien. Demikian
juga perawat, bidan, dan Asisten dokter mempunyai nilai tinggi untuk interaksi
dengan pasien. Pasien juga lebih menyukai dokter yang berbicara dengan mereka
tanpa membedabedakan, mau mendengarkan, bersedia menjawab pertanyaan,
menjelaskan kepada pasien dalam bahasa yang sederhana tentang kondisi
kesehatannya, dan mengikutsertakan pasien dalam pengambilan keputusan tentang
perawatan, serta kemudahan menjumpai dokter. Semua itu merupakan faktor yang
meningkatkan hubungan interpersonal dokter dengan pasien.
Hampir semua pengambilan keputusan yang menyangkut tindakan apa yang
akan diberlakukan oleh dokter kepada pasien dilakukan oleh dokter. Posisi yang
tidak seimbang, karena informasi dan pengambilan keputusan dikuasai oleh dokter
atau petugas kesehatan (supplier induced demand) dan di sisi lain konsumen tidak
tahu apa yang harus mereka konsumsi untuk mengatasi masalah kesehatannya
(consumer’s ignorance) merupakan salah satu ciri pelayanan kesehatan.
Bila harapan dan keinginan pasien selama dirawat terpenuhi maka pasien
akan puas. Harapan pasien adalah hak pasien. Hak pasien adalah kewajiban rumah
sakit yang tentu saja harus diusahakan untuk dipenuhi oleh pihak rumah sakit.
Beberapa hak pasien, yaitu: mereka berhak mendapatkan pelayanan yang
manusiawi, asuhan keperawatan yang bermutu, memilih dokter, mendapatkan
“second opinion” dokter yang merawat, menolak tindakan terhadap dirinya,
mengajukan keluhan dan memperoleh informasi tentang: penyakit yang diderita,
tindakan medis yang akan dilakukan oleh rumah sakit, kemungkinan adanya
penyulit tindakan medis, alternatif tindakan lain, prognosis penyakit, serta
perkiraan besarnya biaya pengobatan. Selain itu, pasien juga berhak didampingi
oleh keluarga dalam keadaan kritis, mengakhiri pengobatan dan perawatan atas
tanggung jawab sendiri, serta berhak menjalankan agama dan kepercayaannya
selama dirawat di rumah sakit tanpa mengganggu pihak lain.
Selain hak, pasien juga mempunyai kewajiban dan kewajiban ini tentu saja
menjadi hak rumah sakit. Adapun kewajiban pasien, yaitu: pasien dan keluarganya
harus mentaati peraturan dan tata tertib rumah sakit, pasien wajib menceritakan
sejujur-jujurnya tentang segala sesuatu tentang penyakitnya, pasien wajib
mematuhi semua instruksi dokter dalam rangka pengobatan penyakitnya, pasien
(dan atau si penanggungnya) wajib melunasi biaya atas semua pelayanan yang telah
diberikan oleh rumah sakit, pasien dan penanggungnya wajib memenuhi semua
perjanjian yang telah ditandatanganinya.
Sikap dan perilaku dokter, perawat dan petugas lain di rumah sakit duduki
peringkat tinggi di dalam kepuasan pasien. Walau hasil akhir (outcome) pelayanan
kurang sesuai dengan harapan pasien, pasien masih dapat memahaminya dan tetap
dapat merasakan kepuasannya, karena dilayani dengan sikap dan perilaku yang
menghargai perasaan dan martabatnya.