MANAJEMEN LINGKUNGAN
Ketika perusahaan beroperasi, maka proses bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
berpotensi untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik dampak positif maupun dampak
negatif. Pada prinsipnya dampak yang timbul dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu
dampak bio-kimia-fisik dan dampak sosial. Contoh dari dampak bio-fisik-kimia misalnya pencemaran
air, pencemaran udara, kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah.
Semua jenis dampak ini akan memberikan resiko yang mempengaruhi bisnis yang dijalankan oleh
perusahaan. Misalnya pencemaran air yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan, akan
memberikan resiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan tuntutan perdata,
apakah tuntutan tersebut dari pemerintah, masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ketika perusahaan berupaya untuk menerapkan ISO 14001, maka perusahaan tersebut telah
memiliki komitmen untuk memperbaiki secara menerus kinerja lingkungannya. Namun, satu hal
perlu dingat bahwa ISO 14001 merupakan standar yang memadukan dan menyeimbangkan
kepentingan bisnis dengan lingkungan hidup. Sehingga, upaya perbaikan kinerja yang dilakukan
oleh perusahaan akan disesuaikan dengan sumberdaya perusahaan, apakah itu sumberdaya
manusia, teknis, atau finansial.
Adakalanya, perbaikan kinerja lingkungan tidak dapat dicapai dalam waktu singkat karena
keterbatasan finansial. Misalnya, sebuah perusahaan yang proses bisnisnya menimbulkan limbah
cair yang mencemari lingkungan berupaya untuk menerapkan ISO 14001 di perusahaannya.
Setelah kajian dilakukan, ternyata keterbatasan finansial membuat perusahaan tersebut sukar untuk
mengelola limbahnya sehingga mencapai baku mutu limbah cair yang disyaratkan oleh pemerintah.
Berdasarkan analisis finansial, ternyata perusahaan tersebut baru akan mampu membangun sistem
pengolahan limbah yang memadai kira-kira beberapa tahun ke depan. Sehingga sebelum masa
tersebut terlampaui, perusahaan tidak akan pernah memenuhi baku mutu lingkungan. Namun, bila
perusahaan tersebut mengembangkan sistem manajemen lingkungan yang memenuhi persyaratan
ISO, maka perusahaan tersbut bisa saja memperoleh sertifikat ISO 14001. Perusahaan lain, yang
kinerja lingkungannya telah memenuhi baku mutu namun EMS-nya tidak memenuhi persyaratan
tidak akan memperoleh sertifikat ISO 14001.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pada prinsipnya, penerapan ISO 14001 tidak berarti tercapainya
kinerja lingkungan dalam waktu dekat. Sertifikat EMS dapat saja diberikan kepada perusahaan yang
masih mengotori lingkungan. Namun, dalam EMS terdapat persyaratan bahwa perusahaan memiliki
komitmen untuk melakukan perbaikan secara menerus (continual improvement). Dengan perbaikan
secara menerus inilah kinerja lingkungan akan sedikit demi sedikit diperbaiki. Dengan kata lain ISO
14001 bersifat conformance (kesesuaian), bukan performance (kinerja)
ISO 14001 merupakan standar lingkungan yang bersifat sukarela (voluntary). Standar ini dapat
dipergunakan oleh oleh organisasi/perusahaan yang ingin:
Selain manfaat di atas, perusahaan yang berupaya untuk menerapkan ISO 14001 juga perlu
mempersiapkan biaya-biaya yang akan timbul, diantaranya:
Standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan telah diterbitkan pada bulan September
1996, yaitu ISO 14001 dan ISO 14004. Standar ini telah diadopsi oleh pemerintah RI ke dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 dan SNI-19-14001-1997.
ISO 14001 adalah Sistem manajemen lingkungan yang berisi tentang spesifikasi persyaratan dan
panduan untuk penggunaannya. Sedangkan ISO 14004 adalah Sistem manajemen lingklungan
yang berisi Panduan-panduan umum mengenai prinsip, sistem dan teknik-teknik pendukung.
ISO 14001 dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) yang berprinsip pada
aktivitas PDCA (Plan – Do – Check – Action), sehingga elemen-elemen utama EMS akan mengikuti
prinsip PDCA ini, yang dikembangkan menjadi enam prinsip dasar EMS, yaitu:
1. Kebijakan Lingkungan
Kebijakan lingkungan harus terdokumentasi dan dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dan
tersedia bagi masyarakat, dan mencakup komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan, pencegahan
pencemaran, dan patuh pada peraturan serta menjadi kerangka kerja bagi penetapan tujuan dan
sasaran.
2. Perencanaan
Mencakup indentifkasi aspek lingkungan dari kegiatan organisasi, identifikasi dan akses terhadap
persyaratan peraturan, adanya tujuan dan sasaran yang terdokumentasi dan konsisten dengan
kebijakan, dan adanya program untuk mencapai tujuan dan sasaran yang direncanakan (termasuk
siapa yang bertanggung jawab dan kerangka waktu)
Mencakup prosedur yang secara teratur memantau dan mengukur karakteristik kunci dari kegiatan
dan operasi, prosedur untuk menangani situasi ketidaksesuaian, prosedur pemeliharaan catatan
spesifik dan prosedur audit kenerja sistem manajemen lingkungan
Pada prinsipnya, keenam prinsip ISO 14001 – Environmental Management System diatas dapat
dibagi menjadi 17 elemen, yaitu:
Sumber: renggaarnalisrenjani.wordpress.com
https://environment-indonesia.com/portfolio/mengenal-iso-14001-sistem-manajemen-lingkungan-2/
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari manajemen
2. Mengetahui prinsip-prinsip tata sekolah yang baik
3. Mengetahui bagaimana manajemen tata lingkungan sekolah yang kondusif
BAB II
PEMBAHASAN
Setiap ahli memberi pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu
tidak mudah memberi arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian
dari pikiran-pikiran ahli tentang definisi manajemen kebanyakan menyatakan bahwa
manajemen merupakan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan atau
keahlian untuk mencapai suatu tujuan yang di dalam pelaksanaannya dapat mengikuti alur
keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau gaya manajer dalam
mendayagunakan kemampuan orang lain.
Berikut ini merupakan definisi manajemen dari beberapa ahli yang mencerminkan ketiga
focus tersebut :
Encyclopedia of the social science (1957) management may be defined as the process
by which the execution of a given purpose is put into operation and supervised.
Stoner (1992:8) manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Management is a process of planning, organizing, directing and monitoring the efforts of
members of the organization and use of other organizational resources to realize
predetermined organizational goal.
Management is the art and science of organizing and directing human effort applied to
control the forses utilize the materials of nature for the benefit of man.
Dengan demikian manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang
dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara
produktif.
b. Peningkatan Transparansi
Dalam ruang lingkup sekolah, transparansi adalah keadaan dimana setiap orang yang
terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengetahui proses dan hasil pengambilan
keputusan dan kebijakan sekolah. Keterbukaan/transparansi merupakan salah satu tujuan
yang ingin dicapai melalui MBS. Keterbukaan/transaransi ini ditunjukkan dalam semua
kegiatan yang dilakukan sekolah yang meliputi pengambilan keputusan, perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya.
Dengan kata lain, transparansi merupakan sebuah sistem yang memungkinkan
terselenggaranya komunikasi internal dan eksternal dalam dunia pendidikan. Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan arus informasi yang secara langsung dapat diterima oleh
stakeholders pendidikan. Kebebasan informasi ini harus dapat dipahami dan dimonitor
sehingga penggunaannya benar-benar ditujukan untuk pencapaian tujuan. Dalam beberapa
tulisan mengenai MBS, para pengamat pendidikan beranggapan bahwa masalah
transparasi merupakan isu kunci keberhasilan MBS dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Para pengamat pendidikan beranggapan bahwa selama ini, terutama sebelum
era desentralisasi dan reformasi, pengelolaan pendidikan di banyak sekolah sangat tertutup
bagi pihak luar. Masyarakat, orangtua murid dan sebagian besar guru tidak banyak
mengetahui seluk beluk pengelolaan pendidikan di sekolah, tidak mengetahui pendapatan
dan belanja sekolah, tidak dilibatkan di dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan
kinerja sekolah dan sebagainya.
Pengelolaan yang tidak transparan berdampak negatif bagi pengembangan sekolah karena
masyarakat dan orangtua murid akan meragukan apakah kalau mereka diminta untuk ikut
memikirkan kekurangan pendanaan pendidikan, sumbangan yang mereka berikan akan
benar-benar dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan atau akan terjadi penyimpangan
yang tidak diharapkan.
c. Peningkatan Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk
menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggaraan organisasi kepada
pihak yang memiliki hak atau wewenang untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.
Dengan demikian, akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan
sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini
berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua
siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai
apakah program MBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil,
maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan,
sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang
akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan
teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.
Pada dasarnya, pengertian akuntabilitas yang diberikan oleh Slamet tidak hanya berupa
pertanggungjawaban administratif keuangan saja, tetapi mencakup pula
penggunaan/pemanfaatan, dan hasil kinerjanya. Sebagai contoh kalau sekolah membeli
buku pelajaran, tidak cukup hanya menunjukkan bukti kwitansi pembelian dan tersedianya
buku yang dibeli. Akuntabilitas mencakup harga buku yang wajar, kualitas buku yang dibeli,
penggunaan buku secara efektif dan hasil belajar siswa.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa partisipasi, transparansi, akuntabilitas adalah
sebuah kesatuan yang saling berkaitan. Peningkatan partisipasi harus diikuti peningkatan
transparansi dan kemudian akan diikuti peningkatan akuntabilitas yang mempengaruhi
tujuan.
Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja
sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan dapat
dipercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus
mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah
untuk menilai kinerja sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang
diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan
pelayanan pendidikan, dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pendidikan kepada
publik (Depdiknas dalam Panduan Manajemen Berbasis Sekolah).
Dalam analisis strategi lingkungan sekolah/madrasah yang kondusif, hal-hal yang perlu
dicermati dan ditelaah oleh penyusun rencana kerja sekolah/madrasah adalah lingkungan
strategis sekolah/madrasah, yang meliputi lingkungan sosial ekonomi baik masyarakat
sekitar sekolah/madrasah maupun orangtua siswa di sekolah/madrasah tersebut, budaya
masyarakat, regulasi pemerintah daerah yang memiliki dampak secara langsung maupun
tidak langsung dalam mempengaruhi perkembangan dan peningkatan mutu
sekolah/madrasah. Karena itu, setelah menelaah analisis kondisi lingkungan pada masing-
masing sekolah/madrasah perlu dijabarkan hal-hal dan implikasinya bagi perkembangan
sekolah/madrasah.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam tata lingkungan disekolah adalah
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Untuk menciptakan lingkungan sekolah yang baik
maka sekolah harus membuat manajemen lingkungan sekolah berbasis pendidikan
lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan hidup (PLH) ini dapat diterapkan disekolah dalam
kurikulum pelajaran. Sehingga lebih terintegrasi dan bisa dijalankan dan dievaluasi.
Sistem/standar pengelolaan PLH pada pendidikan dasar dan menengah pada hakekatnya
belum ada. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil observasi langsung pada sekolah,
implementasi PLH di sekolah dapat dibuat untuk membentuk pola pengembangan PLH
pada pendidikan dasar dan menengah dalam mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan.
Hal ini dapat dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut berikut : Manajemen PLH di
sekolah dapat dilakukan dengan mengacu pada prinsip dan elemen ISO 14.001 yang
meliputi Plan, Do, Check, dan Action. Hal ini juga sejalan dengan peningkatan pengelolaan
sekolah (School Based Manajemen) dalam meningkatkan mutu pengelolaan sekolah
secara mandiri. Sedangkan prinsip dan elemen pelaksanaan pengelolaan PLH di sekolah
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Kebijakan PLH di sekolah
Menurut SML – ISO 14001, kebijakan lingkungan adalah pernyataan oleh organisasi
tentang keinginan dan prinsip-prinsipnya berkaitan dengan kinerja lingkungan secara
keseluruhan yang memberikan kerangka untuk tindakan dan untuk penentuan sasaran dan
target (objectives and targets). Manjemen puncak, dalam hal ini kepala sekolah,
menetapkan kebijakan pendidikan lingkungan hidup sekolah, struktur dan tanggung jawab.
2. Perencanaan (plan)
Dalam melakukan perencanaan pengelolaan lingkungan di sekolah diperlukan identifikasi
aspek lingkungan, identifikasi peraturan perundang-undangan, penetapan tujuan dan
sasaran lingkungan sekolah serta penetapan program lingkungan untuk pencapaiannya.
3. Pelaksanaan (do)
Untuk menerapkan (do) PLH pada sistem ini, organisasi mengembangkan kemampuan dan
mekanisme yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan, dan sasaran PLH di
sekolah. Mekanisme prinsip penerapan yang dibangun seperti disyaratkan, terdiri dari tujuh
elemen, yaitu: (1) struktur dan tanggungjawab; (2) pelatihan, kepedulian dan kompetensi,
(3) komunikasi; (4) dokumentasi dan pengendaliannya; (5) kesiagaan dan tanggap darurat.
4. Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan
Pemeriksaan dan tindakan koreksi dilaksanakan oleh organisasi untuk mengukur,
memantau dan mengevaluasi kinerja lingkungan sekolah. Kinerja PLH di sekolah dapat
diukur melalui pengintegrasian materi lingkungan hidup dalam kegiatan:
a. Kurikulum
Pengintegrasian PLH dalam kegiatan kurikuler mempunyai arti bahwa PLH tidak
merupakan suatu mata pelajaran/bidang keahlian baru tetapi materi lingkungan hidup
terintegrasi ke dalam mata pelajaran atau program yang relevan atau sesuai. Cara
mengintegrasikan PLH dalam kegiatan kurikuler dimulai dari menganalisis kemampuan/sub
kemampuan setiap bidang keahlian/program keahlian sampai menghasilkan suatu materi
kejuruan yang berkaitan dengan materi lingkungan hidup. Kegiatan ini dilakukan agar siswa
mempunyai kompetensi atau sikap profesional sesuai bidang keahlian yang dimilikinya dan
sejalan dengan tuntutan pembangunan yang berkelanjutan.
b. Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler seperti 7 K yang mencakup keamanan, ketertiban, kebersihan,
keindahan, kekeluargaan, kerindangan, dan kesehatan merupakan suatu wadah yang
dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan materi lingkungan kepada siswa dalam kegiatan
konkret. Kegiatan konkret tersebut dapat dilakukan pada perayaan hari internasional,
nasional, dan lokal dengan membahas masalah lingkungan global, nasional dan lokal yang
sedang terjadi, gerakan kebersihan lingkungan sekolah, pasar, perumahan, gerakan
penggunaan sepeda, jalan kaki, bus umum, lomba karya ilmia, kampanye lingkungan, dan
lain sebagainya sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan sekolah dan masyarakat.
Pelaksanaan pengintegrasian materi lingkungan hidup pada kegiatan ektrakurikuler dapat
memilih metode dan media sesuai dengan kondisi lapangan. Kegiatan ini diarahkan untuk
membentuk sikap dan perilaku siswa dalam mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan.
c. Penampilan Sekolah
Dalam mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan (sekolah yang menanamkan nilai-nilai
lingkungan hidup kepada seluruh warga dan masyarakat sekitarnya) dapat dikembangkan
untuk mengantisipasi berbagai macam persoalan lingkungan, khususnya kegiatan yang
memiliki dampak atau akibat aktivitas kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah.
Penampilan sekolah berbudaya lingkungan secara umum dapat dinilai dari adanya : 1)
Penerapan hemat energi 2) Manajemen/ pengelolaan pemisahan sampah 3) Pengelolaan
air bersih dan kotor 4) Pengelolaan emisi/ gas buang 5) Penghijauan 6) dan lain-lain.
d. Sikap dan perilaku warga sekolah
Sikap dan perilaku warga sekolah terhadap lingkungan hidup merupakan nilai yang paling
penting dalam mewujudkan Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL). Pelaksanaan PLH di
sekolah mempunyai sasaran meningkatkan kepedulian seluruh warga sekolah (kepala dan
wakil sekolah, tenaga administrasi, guru, dan siswa) terhadap lingkungan. Standar
penilaian dapat dibuat sesuai kebutuhan sekolah. Sebagai contoh untuk menilai sikap dan
perilaku siswa dengan kategori baik atau jelek dapat dilihat dari penampilan kelasnya. Jika
kelas siswa kelihatan kotor, apakah akibat banyak kertas berserakan dan banyak coretan di
dinding, kelasnya dapat dinilai bahwa siswa tersebut belum memiliki kepedulian terhadap
lingkungan. Demikian juga bagi guru, tenaga administrasi, dan kepala sekolah dapat dinilai
dari ruang kerja masing-masing unit. Sedangkan mengukur keberhasilan (sikap dan
perilaku) sekolah dalam mewujudkan SBL dapat dinilai seluruh unsur (warga) yang ada di
sekolah.
5. Tinjauan Ulang Manajemen
Hasil dari proses pemeriksaan dan tindakan koreksi tersebut dijadikan masukan bagi
manajemen dalam menerapkan prinsip pengkajian dan penyempurnaan, yaitu berupa
kajian ulang manajemen yang dilaksanakan organisasi setiap enam bulan/satu tahun
sekali, atau bila dianggap perlu.
Berikut ini adalah gambaran pengelolaan PLH. Pengolahan lingkungan sekolah dapat
dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa dalam pengelolaan air,
sampah, energi dan halaman sekolah dan tata ruang kelas.
1. Pengelolaan Air di Sekolah
Kita dapat membayangkan apabila di sekolah kekurangan air bersih! Tentunya sekolah
menjadi kotor karena jarang atau tidak pernah dibersihkan, kamar mandi mengeluarkan bau
yang tidak sedap, dan merasa tidak nyaman atau kesulitan bila kita hendak ke WC.
Akibatnya lingkungan sekolah menjadi tidak sehat sehingga dapat mengganggu
kenyamanan belajar.
Ketersediaan air bersih disekolah sangat diperlukan dalam jumlah yang relatif banyak. Hal
ini mengingat jumlah warga sekolah yang terdiri dari siswa, guru, dan karyawan dapat
mencapai ratusan orang. Sehinga kebutuhan air bersih akan lebih banyak lagi. Jenis
kebutuhan air di sekolah adalah untuk minum, membersihkan lantai, membersihkan WC,
mencuci peralatan laboratorium dan menyiram tanaman.
Sumber air bersih yang digunakan bagi pemenuhan kebutuhan warga sekolah dapat
berasal dari air PDAM, sumur gali, sumur pompa, atau sumber mata air yang dialirkan bagi
sekolah-sekolah yang terletak di pegunungan. Untuk mengurangi keterbatasan air bersih
disekolah, dapat dilakukan dengan upaya penghematan melalui penentuan prioritas.
Misalnya, air bersih hanya digunakan untuk minum dan mengisi bak mandi, sedangkan
untuk keperluan lainnya seperti membersihkan WC, membersihkan lantai dan menyiram
tanaman gunakanlah air yang berasal dari bak-bak penampungan air hujan.
Karena itu sekolah perlu menyediakan bak-bak penampungan air hujan, baik berupa kolam
maupun sumur-sumur resapan. Sumber air yang mengisi kolam maupun sumur resapan
sebaiknya berasal dari air hujan yang jatuh dari atap bangunan sekolah atau dari air bekas
wudhu dan cuci tangan. Kemudian dialirkan melalui saluran pipa-pipa yang menuju kolam
maupun sumur resapan, sehingga airnya masih bersih belum bercampur lumpur.
Sekolah-sekolah yang berada di negara-negara maju umumnya sudah memiliki teknologi
pengelolaan air limbah. Sehingga air bersih yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan
sekolah tidak berasal dari sumbernya, akan tetapi menggunakan kembali air yang sudah
dipakai melalui teknologi air limbah.
Teknologi pengolahan air limbah yang digunakan tentu sangat mahal harganya. Negara kita
belum mampu memenuhi hal itu, apalagi diadakan di sekolah-sekolah yang jumlahnya
sangat banyak. Ada caranya sebenarnya lebih murah untuk mengatasi keterbatasan air
bersih di sekolah yang dapat kalian lakukan. Cara tersebut adalah dengan melakukan
penghematan air saat pamakaian dan selalu menutup kran air apabila terlihat terbuka
sehingga air tidak terbuang percuma.
2. Pengelolaan Sampah di Sekolah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan,
maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti cara-cara yang baik dan benar.
Apa pentingnya pengelolaan sampah di sekolah? Pada prinsipnya semakin sedikit dan
semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya akan semakin
mudah dan baik, serta lingkungan yang terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan-tahapan pengelolaan sampah di sekolah adalah :
a. Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumbernya. Kegiatan ini dimulai dengan
kegiatan pemilahan atau pemisahan organik dan anorganik dengan menyediakan tempat
sampah organik dan anorganik di setiap kawasan sekolah.
b. Pemanfaatan kembali sampah terdiri atas :
1. Pemanfaatan sampah organik, seperti komposting (pengomposan) sampah yang mudah
membusuk dapat diubah manjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan untuk
melestarikan fungsi kawasan sekolah. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dengan
melakukan kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70 % dapat
direduksi hingga mencapai 25 %.
2. Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan
baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangakan pemanfaatan kembali secara
tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas,
botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.
3. Tempat pembuangan sampah akhir. Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara
ekonomis baik dari kegiatan komposting maupun pemanfaatan sampah anorganik,
jumlahnya mencapai + 10 % harus dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir $28TPA)
di sekolah.
Selain itu untuk menciptakan suatu kondisi sekolah yang sehat, sekolah harus memenuhi
kriteria, antara lain kebersihan dan ventilasi ruangan, kebersihan kantin, WC, kamar mandi,
tempat cuci tangan, melaksanakan pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan, bimbingan
konseling dan manajemen peran serta masyarakat.
Menciptakan sekolah yang aman, nyaman, dan disiplin sangatlah penting agar siswa dapat
mencapai prestasi yang terbaik dan guru dapat menampilkan kinerja yang terbaik Untuk
mewujudkan sekolah yang aman perlu dilakukan beberapa langkah. Pertama, sekolah
harus membentuk komite yang terdiri dari berbagai stakeholders, yaitu masyarakat sekitar
sekolah, orang tua, guru, kepala sekolah komite sekolah dan siswa. Dengan melibatkan
semua fihak diharapkan komite dapat memperjatam pemahaman dan kesepakatan tentang
apa yang perlu dilakukan. Melibatkan keahlian yang terdapat di masyarakat, seperti
anggota kepolisian atau ABRI sangatlah penting. Keterlibatan orang tua juga sangat
penting agar hal-hal yang menjadi keprihatinan siswa dapat didengar dan diselesaikan.
Selain itu stakeholders yang lain perlu dilibatkan agar dapat didengar bagaimana
pengalaman mereka sehubungan dengan mewujudkan sekolah yang aman.
Tugas pertama dari komite ini adalah melakukan needs assessment mengenai keadaan
sekolah saat ini ditinjau dari segi keamanan. Berdasarkan penilaian awal ini, komite dapat
memperoleh pengetahuan mengenai kekuatan dan kelemahan sekolah dalam hal
keamanan.
Kedua, untuk meningkatkan keamanan sekolah, upaya harus difokuskan pada bangunan
fisik sekolah, tata letak dan kebijakan dan prosedur yang ada untuk melaksanakan kegiatan
sehari-hari dan menyelesaikan masalah yang mungkin timbul. Bangunan sekolah, kelas,
ruang lab, kantor, perpustakaan, lapangan olah raga dan halaman sekolah harus direview.
Selain itu, berbagai kebijakan dan prosedur juga akses masuk sekolah harus dinilai
kembali. Penggunaan teknologi untuk mencegah orang masuk penyusup masuk dari luar
seperti alarm, pagar, teralis harus dipertimbangkan. Pencegahan ini harus distandarkan
oleh sekolah dan standar-standar lain untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan harus
dibuat seperti membawa benda-benda tajam atau benda-benda lain yang berbahaya. Jalur
komunikasi dan prosedur yang harus diikuti bila terjadi kejadian pencurian atau
pelanggaran lainnya harus dibuat.
Usaha lain adalah adanya penjaga sekolah (satpam), pembentukan Patroli Keamanan
Sekolah (PKS), Menwa (Resimen Mahasiswa) di tingkat perguruan tinggi, atau yang
sejenisnya.
Hubungan manusiawi yang diwujudkan dalam sikap menghormati, saling membantu,
bekerja sama atau saling bersedia melakukan pendekatan adalah sikap yang tidak saja
diperlukan bagi kegiatan belajar bersama tetapi juga berguna bagi kehidupan bersama di
masyarakat sekarang dan masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri untuk menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif yaitu dengan
memperhatikan beberapa aspek berikut :
1. Tata ruang kelas lebih lapang
Dalam artian jumlah siswa dalam kelas yang tidak melebihi kapasitas standar kelas kurang
lebih 30 siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan