Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam beberapa tahun terakhir, kita banyak dikejutkan oleh terjadinya
bencana masal yang menyebabkan kematian banyak orang. Selain itu kasus
kejahatan yang memakan banyak korban jiwa juga cenderung tidak berkurang dari
waktu ke waktu. Pada kasus-kasus seperti ini tidak jarang kita jumpai korban jiwa
yang sudah tidak dapat dikenali sehingga perlu diidentifikasi.
Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan identitas individu
yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini
bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris
menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi karena kenyataan bahwa gigi
dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan
lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat
dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar. Beberapa alasan
dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi adalah
sebagai berikut, pertama karena gigi bagian terkeras dari tubuh manusia yang
komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas
bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang
terlindungi. Kedua, manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan
masing-masing mempunyai lima permukaan.
Identifikasi korban meninggal masal melalui gigi-geligi mempunyai
kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang. Pada kasus Bom
Bali I, dimana korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi mencapai 56%,
korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo mencapai 60%, dan korban jatuhnya
Pesawat Garuda di Yogyakarta mencapai 66,7%.
Identifikasi korban pada kasus-kasus ini diperlukan karena status kematian
korban memiliki dampak yang cukup besar pada berbagai aspek yang
ditinggalkan. Identifikasi tersebut merupakan perwujudan HAM dan merupakan
penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal. Selain itu juga merupakan

1
menentukan apakah seseorang tersebut secara hukum sudah meninggal atau masih
hidup.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada
wilayah yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor,
gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan lain-lain, yang dapat
memakan banyak korban, dan salah satu cara mengidentifikasi korban adalah
dengan metode forensik odontologi. Oleh karena itu forensik odontologi sangat
penting dipahami peranannya dalam menangani korban bencana massal.
Saat ini identifikasi positif yang paling baik adalah berdasarkan pada
pemeriksaan gigi dan sidik jari, kedua cara ini merupakan prosedur yang
fundamental di dalam investigasi medikolegal kematian.
Prosedur identifikasi gigi merupakan metode positif untuk membuat
identifikasi. Prosedur ini merupakan metode yang dapat dipilih ketika metode
yang biasa dilakukan untuk identifikasi tidakdapat dilakukan.
Di dalam rongga mulut seorang dewasa normal terdiri atas 32 buah gigi.
Kemungkinan adanya dua individu yang memiliki gigi yang ditambal pada tempat
yang sama dengan materi tambalan yang sama dan adanya gigi yang tanggal
digantikan dengan gigi palsu dari bahan yang sama adalah 1 : 1.000.000.000.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui penentuan usia
berdasarkan susunan gigi pada jenazah dengan Metode Dermijian dan Metode
Schour Dan Massler.

1.3. Manfaat
Melalui referat ini diharapkan dapat membantu teman-teman sejawat Dokter
Muda dan untuk menambah pengetahuan tentang beberapa metode penentuan usia
berdasarkan gigi pada jenazah, sehingga didapatkan hasil yang bernilai positif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bagian Gigi


2.1.1 Dilihat Secara Makroskopis (Menurut Letak Dari Email Dan
Sementum)
1. Mahkota/korona ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan
enamel/email dan normal terletak di luar jaringan gusi/gingiva.
2. Akar/radix ialah bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan
ditopang oleh tulang alveolar dan mandibula.
• Akar tunggal: dengan satu apeks
• Akar ganda: dengan bifurkasi, ialah tempat dimana 2 akar bertemu
dan trifurkasi ialah tempat dimana 3 akar bertemu.
3. Garis servikal/semento-enamel junction ialah batas antara
jaringan sementum dan email, yang merupakan pertemuan antara
mahkota dan akar gigi.
4. Garis servikal ialah titik yang terujung dari suatu benda yang runcing
atau yang berbentuk kerucut seperti akar gigi.
5. Tepi insisal (insisal edge) ialah suatu tonjolan kecil dan panjang pada
bagian korona dari gigi insisivus yang merupakan sebagian dari
permukaan insisivus dan yang digunakan untuk memotong/mengiris
makanan.
6. Tonjolan/cusp ialah tonjolan pada bagian korona gigi kaninus dan
gigi posterior, yang merupakan sebagian dari permukaan oklusal.

3
Gambar 1.1. Bagian-Bagian Utama dari Gigi Manusia

Gambar 1.2. Topografi Gigi Manusia

2.1.2. Dilihat Secara Mikroskopis


1. Jaringan keras ialah jaringan yang mengandung bahan kapur, terdiri
dari, jaringan email/enamel, jaringan dentin/tulang gigi dan jaringan
sementum.
Email dan sementum ialah bagian/bentuk luar yang melindungi dentin.
Dentin merupakan bentuk pokok dari gigi, pada satu pihak diliputi oleh
jaringan email (korona) dan pada pihak lain diliputi oleh jaringan sementum
(akar), merupakan bagian terbesar dari gigi dan merupakan dinding yang
membatasi dan melindungi rongga yang berisi jaringan pulpa.

4
2. Jaringan lunak, yaitu jaringan pulpa. Ialah jaringan yang terdapat dalam
ronga pulpa sampai foramen apikal, umumnya mengandung; bahan dasar
(ground substance), bahan perekat, sel saraf yang peka sekali terhadap
rangsangan mekanis, termis dan kimia, jaringan limfe (cairan getah
bening), jaringan ikat dan pembuluh darah arteri dan vena.
3. Rongga pulpa, terdiri dari :
• Tanduk pulpa/pulp horn yaitu ujung ruang pulpa.
• Ruang pulpa/pulp chamber yaitu ruang pulpa di korona gigi.
• Saluran pulpa/pulp canal yaitu saluran di akar gigi, kadang-kadang
bercabang dan ada saluran tambahan.
• Foramen apikal yaitu lubang di apeks gigi, tempat masuknya jaringan
pulpa.

2.2. Komposisi Gigi


Email berasal dari jaringan ektoderm yang merupakan bagian luar dari
mahkota gigi dan merupakan jaringan paling keras pada tubuh manusia.
Email yang matur tersusun atas garam mineral anorganik (96%) terutama
kalsium dan fosfor dengan sedikit zat organik dan air (4%). Email
mempunyai fimgsi spesifik yaitu membentuk struktur luar yang resisten pada
mahkota gigi sehingga gigi tahan terhadap tekanan dan abrasi mastikasi
namun Email tidak mempunyai kemampuan untuk menggantikan bagian-
bagian yang rusak, oleh karena itu begitu gigi erupsi maka terlepaslah ia dari
jaringan-jaringan lainnya yang ada di dalam gusi/rahang.
Bagian dalam struktur gigi tersusun atas dentin yaitu suatu bahan yang
sedikit lebih keras dari tulang tetapi lebih lunak dari enamel. Pembentukan
dentin dikenal sebagai dentinogenesis. Dentin terdiri dari 70% bahan
anorganik terutama fosfor dan kalsium, dan sisanya 30% bahan organik dan
air. Kadar mineral yang rendah pada dentin menyebabkan dentin lebih
radiolusen pada X-Foto gigi dibanding enamel. Jika barier enamel hancur,
komposisi bahan organik pada dentin yang relatif tinggi menyebabkan
cepatnya penetrasi dan penyebaran karies. Di dalam dentin terdapat
pembuluh-pembuluh yang sangat halus, yang berjalan mulai dari batas
5
rongga pulpa sampai ke batas email dan semen. Pembuluh-pembuluh ini
mengandung serabut yang merupakan kelanjutan dari sel-sel odontoblast
yang terdapat pada perbatasan rongga pulpa. Sel-sel ini berguna untuk
melanjutkan rangsangan-rangsangan yang terdapat dalam dentin ke sel-sel
saraf. Bila ada rangsangan termis (panas/dingin), khemis (asam/manis) dan
mekanis/traumatis (makanan keras), rangsangan ini mula-mula diterima oleh
email kemudian dentin dengan melalui tubula dentin dan serabut-serabut
yang merupakan kelanjutan dari sel-sel odontoblast, lalu oleh pembuluh-
pembuluh saraf yang terdapat dalam rongga pulpa.
Pulpa merupakan jaringan ikat longgar yang menempati bagian tengah
ruang pulpa pada akar gigi. Pulpa mengandung elemen vaskuler dan saraf
yang membenkan nutrisi dan fungsi sensoris pada dentin dimana fungsi
utamanya adalah membentuk dentin pada gigi. Saraf dan pembuluh darah
pulpa masuk kedalam gigi melalui foramen apikal yang kecil yang terletak
pada ujung akar atau apeks gigi. Pada gigi yang baru erupsi rongga pulpa
lebih lebar, lama kelamaan akan menjadi sempit jika gigi sudah terbentuk
lengkap dengan meningkatnya umur.
Sementum merupakan jaringan yang mengalami kalsifikasi yang berasal
dari mesodermis, menutupi akar berfungsi sebagai tempat melekatnya
jaringan ikat yang memperkuat gigi pada alveolus. Sementum lebih lunak
dari dentin dan terdiri dari 50% bahan anorganik berupa kalsium dan fosfor
dan 50% bahan organik.

2.3. Morfologi Gigi


Terdapat 2 perangkat gigi geligi manusia, yang terdiri dari gigi susu dan
gigi permanen. Gigi susu jumlahnya 20 buah, mulai erupsi pada umur 6-9
bulan dan lengkap pada umur 2-2,5 tahun. Maturasi akar gigi susu biasanya
terlihat pada umur 3 tahun. Gigi susu terdiri dari 5 gigi perbagian yang
masing-masing terdiri dari atas incisivus sentral dan lateral, kaninus, molar 1
dan molar 2. Gigi susu tidak memiliki premolar seperti yang terdapat pada
gigi permanen.

6
Beberapa tahun setelah lahir, gigi permanen mulai mengalami
kalsifikasi. Gigi permanen terdiri atas 28 - 32 gigi, memasuki fase erupsi
pada umur 6 tahun dengan munculnya gigi molar permanen yang pertama.
Harus diingat bahwa pembentukan gigi merupakan suatu proses yang dinamis
dimulai dari embrio. Tekanan yang dihasilkan dari pertambahan dan
pembesaran mahkota gigi permanen menyebabkan akar gigi susu diresorbsi
sehingga menyebabkan tanggalnya gigi susu. Antara umur 6-14 tahun, 20
gigi susu diganti dengan 20 gigi permanen. Molar 1 dan 2 permanen erupsi
pada umur 6-12 iahun. Molar 3 permanen erupsi pada umur 17-21 tahun.

Gambar 1.3. Perbedaan Gigi Susu dan Gigi Permanen

2.4. Tahap Pertumbuhan Gigi


1. Tahap Inisiasi
Adalah permulaan pembentukan kuntum gigi dari jaringan epitel
mulut (epitel bud stage)
2. Tahap Proliferasi
Adalah pembiakan dari sel-sel dan perluasan dari organ email (cap
stage)
3. Tahap Histodiferensiasi
Adalah spesialisasi dari sel-sel yang mengalami perubahan histologis
dalam susunanya (sel-sel epitel bagian dalam dari organ email menjadi
ameloblas, sel-sel perifer dari organ dentin pulpa menjadi odontoblas)
7
4. Tahap Morfodiferensiasi
Adalah susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang dentino email dan
dentino cemental junction yang akan datang, yang memberi garis luar
dari bentuk dan ukuran korona dan akar yang akan datang.

2.5 Erupsi Gigi


Erupsi merupakan proses ketika gigi menembus gusi hingga nampak di
dalam rongga mulut.
Urutan erupsi pada gigi primer menunjukan beberapa variasi. Sebagian
besar dari hasil tersebut adalah herediter dan hanya sedikit dari faktor
lingkungan. Lunt dan Law menyimpulkan bahwa gigi seri kedua, gigi
geraham pertama dan gigi taring pada rahang atas cenderung lebih cepat
megalami erupsi dari pada rahang bawah.

2.6 Waktu Erupsi Gigi Desidua (Primer)


Terdapat tabel yang menunjukkan kapan waktunya gigi primer (atau
yang disebut juga sebagai gigi susu) mengalami erupsi. Penting diingat
bahwa waktu erupsi pada masing-masing anak berbeda-beda.
Tabel 1.1 Perkembangan Gigi Primer Bagian Atas (Maxilla)
Waktu Gigi
Gigi Atas Waktu Erupsi
Tanggal
Incicivus pertama (sentral) 8-12 bulan 6-7 tahun
Incicivus kedua (lateral) 9-13 bulan 7-8 tahun
Canina (cuspid) 16-22 bulan 10- 12 tahun
Molar pertama 13-19 bulan 9-11 tahun
Molar kedua 25-33 bulan 10- 12 tahun

8
Tabel 1.2 Perkembangan Gigi Primer Bagian Bawah (Mandibula)
Waktu Gigi
Gigi Bawah Waktu Erupsi
Tanggal
Molar kedua 23-31 bulan 10-12 tahun
Molar pertama 14-18 bulan 9-11 tahun
Canina (cuspid) 17-23 bulan 9- 12 tahun
Incicivus kedua (lateral) 10 16 bulan 7-8 tahun
Incicivus pertama (sentral) 6- 10 bulan 6-7 tahun

Seperti yang tampak pada tabel, bahwa gigi pertama mulai muncul
menembus gusi pada usia 6 bulan. Pada umumnya dua gigi pertama yang
mengalami erupsi adalah dua gigi sen pertama bagian atas. Kemudian disusul
dengan empat gigi terdepan bagian atas. Setelah itu, dilanjutkan dengan
kemunculan gigi-gigi yang lainnya, biasanya muncul secara berpasangan—
satu gigi atas dan satu gigi bawah—hingga 20 gigi seluruhnya (10 gigi bagian
atas dan 10 gigi bagian bawah) muncul saat anak berusia 2,5 sampai 3 tahun.
Kemunculan gigi primer secara lengkap terjadi pada usia 2,5-3 tahun atau
hingga 6-7 tahun.
Setelah usia 4 tahun, rahang dan tulang-tulang wajah pada anak mulai
bertumbuh, membentuk ruang antara gigi-gigi susu, Ini merupakan proses
pertumbuhan normal yang alamiah dan dapat menyediakan tempat yang
dibutuhkan untuk kemunculan gigi permanen yang ukurannya lebih besar.
Antara usia 6 hingga 12 tahun, gigi permanen ada bersama-sama dengan gigi
susu.

9
Tabel Waktu Erupsi Gigi Permanen
Tabel 1.3 Perkembangan Gigi Permanen Bagian Atas

Gigi Atas Waktu Erupsi


Incicivus pertama (sentral) 7-8 tahun
Incicivus kedua (lateral) 8-9 tahun
Caninus (cuspid) 11 -12 tahun
Premolar pertama 10-11 tahun
Premolar kedua 10-12 tahun
Molar pertama 6-7 tahun
Molar kedua 12- 13 tahun
Molar ketiga 17-25 tahun

Tabel 1.4 Perkembangan Gigi Permanen Bagian Bawah


Gigi Bawah Waktu Erupsi
Molar ketiga 17-25 tahun
Molar kedua 11-13 tahun
Molar pertama 6-7 tahun
Premolar kedua (second bicuspid) 11 -12 tahun
Premolar pertama (first bicuspid) 10-12 tahun
Caninus (cuspid) 9- 10 tahun
Incicivus kedua (lateral) 7-8 tahun
Incicivus pertama (sentral) 6-7 tahun

Sebagaimana tampak dalam tabel tersebut, gigi permanen mulai muncul


pada usia kurang lebih 6 tahun. Pada beberapa anak, molar adalah gigi
permanen yang pertama muncul; sedangkan pada anak yang lain incicivus
merupakan gigi permanen yang pertama kali muncul. Pada usia 13 tahun,
kebanyakan 28 gigi permanen telah menempati tempatnya masing-masing.

10
Pada umur muda penentuan umur dapat diperkirakan dengan ketepatan
yang cukup dengan melihat erupsi gigi seperti skema di atas. Dengan
ketentuan pada wanita kira-kira satu tahun lebih dahulu maturitasnya.
Pada pemeriksaan ini untuk identifikasi perlu pula memperhatikan ciri -
ciri gigi (sesuai dental record jika ada) yaitu:
 Jumlah/susunan gigi yang ada.
 Alur/potongan gigi yang terlihat atau tertinggal.
 Tambahan gigi, mahkota gigi, gigi palsu.
 Gigi yang rusak.
 Irregularitas.
 Tanda-tanda kebiasaan.

2.7 Penentuan Usia Berdasarkan Pemeriksaan Gigi Geligi.


Sebagian besar ahli setuju bahwa data perkembangan dan erupsi gigi-geligi
merupakan alat bantu yang paling akurat dalam perkiraan usia. Pada kenyataannya
gigi mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap faktor-faktor fisik seperti air dan
api juga mempunyai struktur yang sangat kompleks dan khas pada setiap individu
sehingga pola perkembangan erupsi gigi-geligi dijadikan sebagai metoda pilihan
untuk memperkirakan usia dalam bidang forensik.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan
Sebagai berikut:

1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan


pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan
restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan
medis gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan
morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir
dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot
tersebut terlebih dahulu.
11
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian
bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh
yang terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,
sedangkan giginya masih utuh.
Perkiraan usia dilakukan dengan membandingkan status perkembangan
gigi-geligi dari individu yang tidak diketahui identitasnya dengan teori
perkembangan dan erupsi gigi-geligi yang telah dipublikasikan berdasarkan
survey dari para ahli. Salah satu teori yang dipakai perkiraan usia postmortem
adalah yang dikembangkan oleh Schour dan Massler (1941) yang
mempublikasikan grafik perkembangan dan erupsi gigi-geligi permanen maupun
decidui. Grafik ini terus diperbaharui secara periodik dan dipublikasikan dalam
ukuran yang sebenarnya oleh American Dental Association.1
Berdasarkan grafik dari Schour dan Massler (1941) di atas, dapat ditentukan
lima kelompok usia berdasarkan perkembangan dan erupsi gigi-geligi yaitu :
a. Kelompok usia prenatal: 5-7 bulan intra uteri
b. Kelompok infant: saat lahir sampai 1,5 tahun
c. Kelompok usia kanak-kanak awal (pra sekolah): 2-6 tahun
d. Kelompok usia kanak-kanak akhir (usia sekolah): 7-10 tahun
e. Kelompok usia remaja dan dewasa: 11-35 tahun

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan usia berdasarkan


perkembangan gigi geligi antara lain:

2.7.1 Metode Demirjian


Dalam metode Demirjian dkk (1973) masing-masing tahap mineralisasi
diberi skor yang menilai estimasi maturitas gigi dengan skala 0-100. Perhitungan
matematika dan dasar ilmiah digunakan untuk menghitung skor yang berasal dari
hasil penelitian Tanner dkk (1983). Delapan tahap pertumbuhan gigi dapat
digambarkan dari hasil survey radiografik yang telah diterbitkan, ditambah

12
dengan deskripsi tertulis tentang batas masing-masing tahap mineralisasi yang
telah didefinisikan dengan jelas dan tidak memerlukan perhitungan.
Ada dua pilihan ketika menggunakan metode ini, pertama adalah penilaian
yang menggunakan 7 gigi mandibula (Demirjian, 1978) dan kedua menggunakan
4 gigi mandibula (Demirjian dan Goldstein, 1976). Hilangnya gigi dari satu sisi
dapat digantikan oleh gigi dari sisi yang lain. Gigi Molar 1 yang tidak ada dapat
digantikan dengan gigi incisivus sentral (Demirjian, 1978). Data yang diperoleh
jika menggunakan sistem Demirjian mengindikasikan bahwa perbedaan
pertumbuhan gigi antara pria dan wanita biasanya tidak akan nampak sampai usia
5 tahun.
Variasi interobserver dengan sistem Demirjian dapat mencapai 20-25%,
namun ± 1 dari 8 tahap (Leverque dan Demirjian, 1980). Sistem ini ternyata
memiliki dua kelemahan jika dilihat dari sisi forensik, yaitu harus terdapat gigi
mandibula dan tidak mencakup pertumbuhan gigi molar III. Mengandalkan
penilaian pada gigi mandibula dapat menimbulkan masalah jika hanya tersisa
tengkorak saja dimana mandibula seringkali sudah terlepas atau bahkan hilang.

Gambar 1.4 Perkembangan gigi oleh Demirjian et all.


13
2.7.2 Metode Schour Dan Massler.
Tahun 1935, Schour dan Massler menerbitkan tabel perkembangan numeric
untuk gigi susu dan gigi permanen. Tahapan dan penentuan waktunya
diilustrasikan pada gambar 1.5 dan 1.6. Bagan perkembangan gigi geligi manusia
metode schour dan massler secara berkala diperbaharui dan dipublikasikan dalam
ukuran aslinya oleh American dental association (gambar 1.5). yang menarik
perhatian yaitu perkembangan gigi-gigi insitu, termasuk resopsi akar untuk gigi
susu (desidua). Dengan adanya tampilan gambar dalam ukuran asli,
mempermudah membuat perbandingan langsung dengan gambaran radiograf atau
perubahan pertumbuhan gigi yang secara individual berbeda. Dikritik bahwa tabel
tersebut tidak ada pemisahan untuk pria dan wanita dan jarak usia rata-rata dari 2
tahun hingga 15 tahun diambil kurang lebih 6 bulan adalah terlalu dekat.
Ciapparelli (1985) membandingkan data Schour dan Massler dengan sampel
dari anak usia sekolah. Rata-rata usia dari 4 tahun hingga 16 tahun pada pria, dan
perempuan 3-6 bulan lebih awal. Variasi (schour dan massler) pada anak usia 4-6
tahun dapat diperbandingkan, tetapi pada usia 12 tahun variasi pada anak laki-laki
menjadi dua kali lipat dan pada usia 16 tahun menjadi 3 kali lipat.
Penelitian-penelitian ini memiliki peranan yang penting dalam investigasi
forensic, dan survey numeric oleh Kronfield (1935) jika disusun ulang seperti
pada gambar 1.6 dan 1.7 dapat berguna dalam penggabungan bagan bergambar.
Dalam tahap perkembangan bisa saja data tersebut tidak akurat kemungkinan
muncul data-data dari metode yang lebih canggih.

14
Gambar 1.5. Perkembangan gigi Schour dan Massler (dari Schour L,
Massler M: The development of the human dentition, J Am Dent Assoc
28:1153, 1941) primary dentition

15
Gambar 1.6. Perkembangan gigi Schour dan Massler (dari Schour L,
Massler M: The development of the human dentition, J Am Dent Assoc
28:1153, 1941) mixed and permanent dentition

16
Gambar 1.5. Perkembangan gigi menurut metode schour dan massler
berdasarkan data dari kronfield. y=umur dalam tahun, m=umur dalam
bulan miu=bulan dalam kandungan, a=insisivus1, e= molar 2.

Gambar 1.6. Perkembangan gigi permanen maxilar dan mandibular.


Data dari kronfield (1935). Y=umur dalam tahun, M=umur dalam bulan,
1=gigi permanen insisivus1, 8= molar permanen ketiga.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebagian besar ahli setuju bahwa data perkembangan dan erupsi gigi-
geligi merupakan alat bantu yang paling akurat dalam perkiraan usia. Perkiraan
usia dilakukan dengan membandingkan status perkembangan gigi-geligi dari
individu yang tidak diketahui identitasnya dengan teori perkembangan dan erupsi
gigi-geligi.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan usia berdasarkan


perkembangan gigi geligi antara lain:
1. Metode Demirjian.
Metode dengan menggunakan delapan tahap pertumbuhan
gigi digambarkan dari hasil survey radiografik yang telah
diterbitkan, ditambah dengan deskripsi tertulis tentang batas
masing-masing tahap mineralisasi yang telah didefinisikan dengan
jelas dan tidak memerlukan perhitungan. Sistem ini ternyata
memiliki dua kelemahan jika dilihat dari sisi forensik, yaitu harus
terdapat gigi mandibula dan tidak mencakup pertumbuhan gigi
molar III.
2. Metode Schour Dan Massler.
Menerbitkan tabel perkembangan numeric untuk gigi susu
dan gigi permanen. Bagan perkembangan gigi geligi manusia
metode schour dan massler secara berkala diperbaharui dan
dipublikasikan dalam ukuran aslinya oleh American dental
association. Dikritik bahwa tabel tersebut tidak ada pemisahan
untuk pria dan wanita dan jarak usia rata-rata dari 2 tahun hingga
15 tahun diambil kurang lebih 6 bulan adalah terlalu dekat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ash, M. Wheeler's Dental Anatomy Physiology and Occlusion, 9th ed.


W.B.Saunders. USA: University of Michigan, 2010.
2. Sopher M. Irvin, DDS, MD; Forensic Dentistry; Bannerstone House,
Illinois. USA. 1979.
3. Stimson PG; Forensic Dentistry; CRC Press; New York; 1997.
4. Hoediyanto, Hariadi. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal, 7 ed. Surabaya: Airlangga University Press, 2012.
5. Humas Universitas Airlangga. Peran Dokter Gigi dalam Identifikasi
Korban Bencana. http://www.unair.ac.id. [diakses tanggal 29 Oktober
2008]
6. Lukman D. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik. Jilid 1. CV Sagung
Seto. Jakarta: 2006.

19

Anda mungkin juga menyukai