Anda di halaman 1dari 5

Nama : Handika Darmawan

Kelas : 8.6

Cerminan Anak Shaleh Kisah Nabi Ismail A.S


Fiqih Dakwah
A. Pendahuluan
Nabi Ismail a.s. adalah putra Nabi Ibrahim a.s. dengan istrinya, Siti Hajar. Siti hajar berasal dari
budak kecil Raja Mesir yang diberikan kepada Siti Sarah, dan setelah besar lalu dijadikan istri oleh
Nabi Ibrahim a.s.. Dari istrinya inilah Nabi Ibrahim a.s. memperoleh anak yang bernama Ismail.
Adapun istrinya yang pertama, yaitu Siti Sarah, sedari muda sudah mandul (tidak mempunyai
anak) dan karena ia ingin sekali mempunyai keturunan, maka setelah usianya sudah agak lanjut,
barulah ia dikaruniahi Allah seorang anak laki-laki yang bernama Ishak. Rupanya Siti Sarah
kurang senang apabila selalu berdekatan dengan madunya, seperti halnya watak wanita pada
umumnya, apalagi madunya itu sudah mempunyai anak, sedangkan ia sendiri masih belum.[2]
Kemudian Nabi Ibrahim a.s membawa pindah istrinya (Siti Hajar) bersama bayinya, Ismail ke
negeri Mekah yang pada saat itu masih berupa lautan padang pasir yang belum ada seorang
manusia pun disana. Seperti diceritakan dalam Al-Qur’an:
ُِ ‫ص ََل ُة َ ِلي ِقيموا َربَّنَا ْالم َح َّر ُِم بَ ْيتِكَُ ِعن ُدَ زَ ْرعُ ذِي َغي‬
‫ْر بِ َوادُ ذ ِ ِّريَّتِي ِمن أ َ ْسكَنتُ إِ ِّنِي َّربَّنَا‬ ُْ َ‫اس ِ ِّمنَُ أ َ ْفئِدَةُ فَاجْ ع‬
َّ ‫ل ال‬ ُ ِ َّ‫إِلَ ْي ِه ُْم ت َ ْه ِوي الن‬
‫ارزقهم‬ْ ْ ‫ت ِ ِّمنَُ َُو‬ َّ َّ َ ْ
ُِ ‫يَشكرونَُ لعَله ُْم الث َم َرا‬
Artinya: Hai Tuhan kami! Sesungguhnya kami telah menempatkan anak keturunan kami di lembah
yang tidak ada tanaman sama sekali (Mekah) pada tempat rumah-Muُ(Ka’bah)ُyangُterhormat.ُ
Hai Tuhan kami! Semoga mereka tetap mendirikan salat. Hendaklah Engkau jadikan hati manusia
rindu kepada mereka. Berilah mereka rezeki yang berupa buah-buahan, mudah-mudahan mereka
mengucapkan syukur kepada Tuhan.[3]
Nabi Ibrahim a.s. kembali ke Negeri Syam. Ketika Siti Hajar telah kehabisan air, ia merasa sangat
haus, karena itu air susunya terasa berkurang, dan bayinya (Ismail) ikut menderita karena
kekurangan air susu.
Siti Hajar mencari air kemana-mana, mondar mandir antara bukit Sofa dan Bukit Marwa, kalau-
kalau ada air di situ. Perbuatan Siti Hajar ini sampai sekarang dijadikan sebagian dari rukun
“Ibadahُhaji”ُ yangُdinamakanُSa’iُ(pulangُbalikُantaraُSofaُdanُMarwa)ُsebanyakُtujuhُkali,ُ
dengan membacakan nama kebesaran Allah, mensucikan dan mengagungkan Allah.
Tak lama kemudian Siti Hajar mendengar suara (suara Jibril) yang membawa dan menunjukkan
Siti Hajar ke suatu tempat, dan disana di hentakkan kakinya ke bumi, maka terpancarlah mata air
yang sangat jernih dari dalamnya. Maka dengan segera Siti Hajar mengambil air itu untuk memberi
minum anaknya. mata air itu semula meluap kemana-mana, kemudian Malaikat berkata,
“Zamzam”ُartinya,ُberkumpullah.”ُMaka,ُmataُairُituُpunُberkumpul,ُdanُsampaiُsekarangُmataُ
air itu dinamakan sebagai Air Zam zam. Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, air zamzam itu
tidak pernah kering sampai sekarang walau pun dipergunakan oleh sangat banyak manusia yang
mengambilnya.
Pada suatu hari lewatlah di sana serombongan orang Arab Jurhum, yang kebetulan mereka sangat
memerlukan air, mereka sudah mencari kesana kemari, tapi belum menemukannya
Tiba-tiba terlihat oleh mereka burung-burung yang sedang berterbangan di atas suatu bukit,
biasanya ini suatu pertanda bahwa disana ada mata air. Karena burung itu biasanya senang terbang
di atas mata air. Maka pergilah mereka ke sana, dan ternyata benar disana ada mata air, yang disana
ada Siti Hajar dan Bayinya, Ismail. Karena kebaikan hati Siti Hajar kepada mereka dengan
memberi air zamzam itu sekehendak yang mereka butuhkan, sehingga mereka tertarik hatinya
untuk tinggal di sana bersama Siti Hajar.
Atas kebaikan hati Siti Hajar pula, maka rombongan orang Arab Jurhum itu memberikan sebagian
barang dagangannya kepada Siti Hajar, sehingga Siti Hajar merasa senang dan bahagia hidupnya
di sana. Lama-kelamaan, bertambahlah penduduknya dan jadilah suatu desa yang aman tentram
serta subur dan makmur.
Setelah Ibrahim kembali ke Mekah untuk menemui istri dan anaknya, alangkah terkejutnya beliau
melihat tempat itu sudah menjadi sebuah desa yang subur dan makmur, dan meliahat Siti Hajar
hidup senang dan bahagia karena hidupnya berkecukupan. Siti Hajar menceritakan semua kejadian
yang dialaminya kepada suaminya. Nabi Ibrahim memuji kebesaran Allah, yang telah
mengabulkan doanya yang lalu.

B.ُُُMendirikanKa’bah
Pada suatu hari NabiُIbrahimُmendapatُperintahُuntukُmendirikanُKa’bahُdiُdekatُtelagaُ
Zamzam. Hal itu diberitahukan kepada anaknya Ismail. Maka keduanya sepakat untuk
membangun rumah Allah yang akan digunakan untuk beribadah.
MerekaُmembangunُKa’bahُtersebutُdenganُtangan-tangan mereka sendiri. Mengangkut
batu dan pasir serta bahan-bahan lainnya dengan tenaga yang ada padanya. Setiap selesai bekerja
NabiُIbrahimُbersamaُanaknya,ُIsmail,ُkeduanyaُberdoa,ُ“YaُTuhan!ُTerimalahُkerjaُkamiُini,ُ
sungguh Engkau maha Mendengar dan MahaMengetahui.”
“YaُTuhan!ُJadikanlahُkamiُdanُketurunanُkamiُumatُyangُmenyerahkanُdiriُkepada-Mu,
dan perlihatkanlah kepada kami, Ibadah kami, dan beri tobatlah kami, sesungguhnya Tuhan Maha
PemberiُTobatُdanُamatُPengasih.”
Pada saat membangun rumah suci itu, Ibrahim dan Ismail meletakkan sebuah Batu Besar
berwarna Hitam mengkilat. Sebelum meletakkan batu itu diciumnya sambil mengelilingi
bangunanُ Ka’bah.ُ Batuُ tersebutُ sampaiُ sekarangُ masihُ ada,ُ itulahُ Hajarُ Aswad.ُ Setelahُ
bangunan itu selesai, Allah mengajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail tata cara beribadah
menyembah Allah.
Tata cara beribadah yang diajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail inilah yang juga
diajarkan kepada Nabi-nabi dan Rasul yang sesudahnya hingga kepada Nabi Muhammad SAW.

“Yaُ Tuhan, bangkitkanlah seorang utusan dari mereka itu yang mengajarkan ayat dan
kitab serta segala hikmah dan yang akan membersihkan dari dosa-dosa, Engkaulah Tuhan Yang
MahaُMuliaُlagiُPerkasa.”

C. Nabi Ismail,Cermin Anak yang Patuh


Pada suatu hari Nabi Ibrahim bermimpi diperintah Tuhan untuk menyembelih anaknya
(Ismail). Maka Nabi Ibrahim bermusyawarah dengan anak-istrinya (Siti Hajar dan Ismail),
bagaimanaُpendapatُkeduanyaُtentangُmimpinyaُitu.ُSitiُHajarُberkata,ُ“Barangkaliُmimpiُituُ
hanya permainan tidur belaka, maka janganlah engkau melakukannya, akan tetapi apabila mimpi
itu merupakan wahyu Tuhan yang harus di taati, maka saya berserah diri kepada-Nya yang sangat
pengasihُdanُPenyayangُterhadapُhambanya.”
Ismailُberkata,ُ“Ayahku!ُApabilaُiniُmerupakan wahyu yang harus kita taati, maka saya
relaُuntukُdisembelih.”
Ketiga orang anak beranak itu sudah ikhlas melakukan perintah Tuhannya, maka keesokan
harinya dilaksanakan perintah itu.
Selanjutnyaُ Ismailُ usulُ kepadaُ ayahnya,ُ Ibrahim:ُ “Sebaiknyaُ sayaُ disembelih dengan
keadaan menelungkup, tapi mata ayah hendaklah di tutup, kemudian ayah harus dapat mengira-
ngiraُarahُmanaُpedangُyangُtajamُituُayahُpukulkan,ُsupayaُtepatُpadaُleherُsaya.”
Maka Nabi Ibrahim melaksanakan usul anaknya itu, beliau mengucapkan kalimat atas
nama Allah, seraya memancungkan pedangnya yang tajam itu ke leher anaknya.
Begitu taatnya Nabi Ismail kepada ayahnya Nabi Ibrahim sehingga beliau rela
mengorbankan nyawanya, demi menjadikan ayahnya sebagai hamba yang taat kepada Allah SWT.
Inilah salah satu kisah yang patut kita tiru dalam kehidupan kita, yakni senantiasa berbakti kepada
orang tua, karena itu merupakan semulia-mulianya akhlak. Allah SWT sudah banyak menegaskan
dalam firman-Nya mengenai perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua, antara lain:
‫ْس َما ِبي ت ْش ِركَُ أَن َعلَىُ َجا َهدَاكَُ َو ِإن‬ َُ ‫َل ِع ْلمُ ِب ُِه لَكَُ لَي‬
ُ َ َ‫احبْه َما ُۖت ِط ْعه َما ف‬
ِ ‫ص‬َ ‫ل َواتَّ ِب ُْع ُۖ َم ْعروفا الدُّ ْن َيا ِفي َو‬
َُ ‫س ِبي‬ َُ ‫ي أَن‬
ُْ ‫َاب َم‬
َ ‫ن‬ َُّ َ‫ي ث َُّم ُۚ ِإل‬
َُّ َ‫ِإل‬
‫تَ ْع َُملونَُ كنت ُْم ِب َما فَأنَ ِبِّئكم َم ْر ِجعك ُْم‬
Artinya: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.[4]
Dan juga sabda Nabi saw:
ُ َ‫طا َع ُة‬
َ‫ل‬ َ ‫صيَ ُِة فِي‬ ُِّ . ‫طا َعةُ إنَّ َما‬
ِ ‫للاِ َم ْع‬ ُِ ‫ْال َم ْعر‬
َّ ‫وف فِي ال‬
Artinya: tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah, ketaatan hanyalah semata dalam hal yang
ma’ruf.ُ[5]ُ(HR.ُMuslim)ُ

Allah SWT telah memperingatkan kepada kita bahwa durhaka kepada orang tua merupakan
dosaُbesar,ُbahkanُmengatakanُ“ah”ُsajaُkitaُdilarangُapalagiُdurhakaُkepadanya.
Rasululloh saw bersabda:
‫س ِم َُع منيرُ بنُ هللا عبدُ حدِّثنا‬ َ ‫ب‬َُ ‫قَال ِإبْراهيم بن الملك عبد و َجريرُ بن َو ْه‬: ‫بن بكر أَبي بن هللا عبيد عن شعبة حدَّثنا‬ ُِ ‫بن بكر أَ ِبي‬ ُِ
َ
ُ‫ أنَس‬، ‫ضي أنَس عن‬ ِ ‫قال عنه هللا َر‬: ‫ي سئِل‬ َُ ‫قَا‬: «ُ‫اإل ْشراك‬
ُُّ ِ‫ل الكبائِر َعن وسلم عليه هللا صلى النَّب‬ ِ ِ‫لل‬
ُ ‫با‬، ُ‫الوالدين و َعقوق‬،
ُِ ُِ ْ‫َوقَت‬
‫ل‬
‫س‬ ْ
ُ ِ ‫النَّف‬، ُ‫ش َهادَة‬
َ ‫ور َو‬ ُّ
ُِ ‫»الز‬
Artinya: Dosa-dosa besar adalah: mempersekutukan Allah swt, durhaka kepada kedua orang tua,
membunuh orang dan sumpah palsu.[6] (HR. Bukhori)
Durhaka kepada kedua orang tua merupakan dosa besar yang sangat dibenci oleh Allah
SWT, sehingga adzabnya disegerakan oleh Allah di dunia ini. Hal itu dinyatakan oleh Rasululloh
saw:
ُ‫ي بَ ْك َرُةَ أَ ِبي َو َع ْن‬
َُ ‫ض‬ ِ ‫للا َر‬ َُّ ُ‫ن َع ْنه‬ ُِ ‫ي ِ َع‬ ُِ ‫لَّ ْال ِقيَا َم ُِة يَُ ْو ُِم إلَى شَا َُء َما ِم ْن َها للاَُّ ي َؤ ِ ِّخرُ الذُّنو‬
َُ ‫قَا‬: «ُ‫ب ك ُّل‬
ُِّ ‫ل النَّب‬ ُ ‫ْن عقوقَُ إ‬ ْ ‫إن‬
ُِ ‫ال َوا ِلدَي‬، َُّ َ‫للاَ ف‬
َُّ ُ‫ي َع ِ ِّجله‬
‫احبِ ُِه‬
ِ ‫ص‬َ ‫ل ال َحيَاةُِ فِي ِل‬ْ َُ ‫ت قَ ْب‬ ُِ ‫ال َم َما‬
Artinya: Semua dosa-dosa di undurkan oleh Allah (adzabnya) sampaiwaktu yang dikehendaki-
Nya kecuali durhaka kepada kedua orang tua, maka sesungguhnya Allah menyegerakan
(adzabnya) untuk pelakunya di waktu hidup di dunia ini sebelum ia meninggal. [7]
Kita perlu membaca dan merenungkan kembali kisah anak-anak yang durhaka kepada
orang tuanya, betapapun ringannya bentuk pendurhakaannya itu, dan betapapun rajinnya dia
beribadah seperti kisahnya Juraij dan Alqamah. Juraij yang menjadi korban fitnah orang-orang
yang iri hati kepadanya karena ia tidak mengindahkan panggilan ibunya, dan Alqamah yang tidak
bisaُ menirukanُ talqinُ kalimatُ suciُ lāُ ilāha illallāhُ menjelangُ ajalnyaُ karenaُ dosanyaُ
mengutamakan istrinya daripada ibu kandungnya sendiri. Dan banyak lagi kisah-kisah lain yang
bisa dijadikan pelajaran berharga, baik kisah-kisah nyata, maupun hanya sekedar legenda seperti
hikayat Si Malin Kundang Anak Durhaka, atau Sampuraga dan lain-lainnya. [8]
Adapun bentuk kedurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan bertingkat-tingkat,
mulaiُ dariُ mendurhakaُ didalamُ hati,ُ mengomel,ُ mengatakanُ “ah”ُ (uffin),ُ berkataُ kasar,ُ
menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak pamit, tidak patuh dan bermacam-macam
tindakan lain yang mengecewakan atau bahkan menyakiti hati orang tua. Di dalam surat Al-Isro’ُ
ayat 23 diungkapkan oleh Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua, yaitu mengucapkan
kata uffin (semacam keluhan dan ungkapan kekesalan yang tidak mengandung arti bahasa apapun)
dan menghardik (lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia lanjut):
ُ‫ض‬
‫ى‬ َ َ‫ل َربُّكَُ َوق‬ُ َّ َ‫ل تَ ْعبدوا أ‬ ُِ ‫سانا َوبِ ْال َوا ِلدَي‬
ُ َّ ‫ْن إِيَّاهُ ِإ‬ َُّ ‫َل ِك ََله َما أ َ ُْو أَ َحده َما ْال ِكبَ َُر ِعندَكَُ يَبْلغ‬
َ ْ‫َن إِ َّما ُۚإِح‬ ُ َ َ‫ف لَّه َما ت َقل ف‬ ُ َ ‫َوقل ت َ ْن َه ْره َما َو‬
ُِّ ‫ل أ‬
‫ك َِريما قَ ْولُ لَّه َما‬
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.[9]
Dengan sadar dan dari lubuk hati yang paling dalam, marilah kita senantiasa menumbuhkan
kembali rasa cinta kita kepada orang tua, senantiasa menjadi anak yang shaleh yang selalu
mentaatinya sesuai dengan tuntunan al-Qur’anُdan Sunnah, maka untuk mendapatkan itu semua
mariُ senantiasaُ kitaُ mendo’akanُ keduaُ orangُ tuaُ kita,ُ supayaُ beliauُ senantiasaُ mendapatُ
maghfiroh dari Allah SWT dan senantiasa berada dalam naungan-Nya:

ِ ‫ي ا ْغ ِف ْر ِلى َر‬
ُِّ‫ب‬ ْ ‫ص ِغيْرا َربََُّيا ِنى َك َما َو‬
َُّ َ ‫ار َح ْمه َما َو ِل َوا ِلد‬ ِّ
Artinya: Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa ibu bapakku, dan kasihilah keduanya
sebagaimana mereka mengasihiku di waktu aku masih kecil.

ِ ‫ي ِلي ا ْغ ِف ُْر َّر‬


ُِّ‫ب‬ َُ ِ‫ت َو ِل ْلمؤْ ِمنِينَُ مؤْ ِمنا بَ ْيت‬
َُ ‫ي دَ َخ‬
َُّ َ ‫ل َو ِل َمن َو ِل َوا ِلد‬ ُِ ‫ل َو ْالمؤْ ِمنَا‬ َّ ‫ل ال‬
ُ َ ‫ظا ِل ِمينَُ ت َِز ُِد َو‬ ُ َّ ِ‫[ تَبَارا إ‬10]
Artinya: Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan
beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan".
َُّ َ‫سابُ يَقومُ يَ ْو َُم َو ِل ْلمؤْ ِمنِينَُ َو ِل َوا ِلد‬
‫ي ِلي ا ْغ ِف ُْر َربَّنَا‬ ْ
َ ‫[ال ِح‬11]
Artinya: Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang
mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".

Anda mungkin juga menyukai