MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
Pengangkatan Pegawai Organik PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Disusun oleh :
FACHRURRAZI
Mentor :
LUTFI BURHANI
Disusun oleh
Fachrurrazi
Program Pelatihan Calon Pegawai (PPCP) 73
Staff Engineering
Proyek PLTGU Muara Karang 400 – 500 MW
Departemen Power Plant dan Energi
Lutfi Burhani
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang telah
memberikan berkah dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah yang berjudul “Analisis Pengaruh Sebaran Limbah Thermal Terhadap Kinerja
Kanal Intake pada PLTGU Muara Karang 400-500 MW”.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak mungkin terselesaikan
dengan baik tanpa adanya dukungan, bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak
selama penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan
ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Rd. Achmad Mansyur selaku Project Manager dan Bapak Omuar selaku
Deputi Project Manager yang telah banyak mendukung dalam Program Pelatihan
Calon Pegawai ini.
2. Bapak Lutfi Burhani selaku mentor yang telah memberikan waktu, segenap tenaga,
saran, dukungan, bimbingan dan arahan kepada penulis dari awal sampai penulisan
makalah ini selesai.
3. Orang tua yang telah memberikan motivasi dan dukungan serta doa kepada penulis.
4. Tim Proyek PLTGU Muara Karang 400-500 MW yang telah memberikan banyak
inspirasi dan dukungan secara moril.
5. Semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kekurangan.
Untuk itu, penulis mohon maaf atas segala kekurangan. Saran dan kritik juga penulis
harapkan dari pembaca agar penulis bisa memperbaiki dan melengkapi kekurangan dari
pengerjaan makalah ini.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
2.8 Model Hidrodinamika Delft3D .................................................22
2.9 Sistem Manajemen WIKA .........................................................23
2.9.1 Visi dan Misi WIKA .......................................................23
2.9.2 Nilai-Nilai WIKA............................................................24
2.9.3 Kebijakan Sistem Manajemen WIKA (SMW) ...............24
2.9.4 Pengelolaan Manajemen .................................................25
2.10 Prosedur Lingkup Kerja ...........................................................26
2.10.1 Karya Inovasi ................................................................26
2.10.2 Desain Quality Control pada Nalar Bisnis EPC ............27
2.10.3 Desain Struktur..............................................................27
2.10.4 Survey dan Investigasi ..................................................28
BAB III METODOLOGI ..................................................................................30
3.1 Bagan Alir Penyusunan Makalah ...............................................30
3.1.1 Studi Literatur ................................................................. 31
3.1.2 Pengumpulan Data .......................................................... 31
3.1.3 Pengolahan Data.............................................................. 32
3.1.4 Pemodelan menggunakan program Delft3D ................... 32
3.1.5 Validasi ........................................................................... 32
3.1.6 Pembahasan ..................................................................... 32
3.1.7 Manajemen Risiko .......................................................... 33
3.1.8 Penarikan Kesimpulan dan Saran.................................... 33
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 34
4.1 Lokasi Studi.............................................................................. 34
4.2 Prosedur Simulasi ..................................................................... 37
4.2.1 Persiapan Domain Model ................................................ 38
4.2.2 Parameter Model ............................................................. 41
4.2.3 Nilai Batas ....................................................................... 41
4.2.4 Titik Observasi ................................................................ 45
4.3 Hasil Simulasi .......................................................................... 46
4.3.1 Kondisi Existing .............................................................. 46
4.3.2 Kondisi Future ................................................................. 50
vi
4.4 Perimeter Wall.......................................................................... 56
4.4.1 Difusi Thermal pada Perimeter Wall .............................. 57
4.4.2 Komposisi Struktur Perimeter Wall ................................ 61
4.4.3 Geometri dan Data Teknis Struktur Perimeter Wall ....... 63
4.4.4 Profil Sungai dan Kondisi Tanah .................................... 63
4.5 Kondisi Desain ......................................................................... 67
4.5.1 Spesifikasi Material......................................................... 68
4.5.2 Analisis Pembebanan ...................................................... 68
4.6 Pemodelan Struktur dan Analisis Perhitungan ......................... 69
4.6.1 Hasil Perhitungan Struktur .............................................. 71
4.6.2 Desain Elemen Struktur .................................................. 73
4.7 Analisa Biaya Pekerjaan Perimeter Wall ................................. 77
4.8 Komparasi Biaya antara Dua Alternatif ................................... 78
4.9 Komparsi Waktu antara Dua Alternatif ................................... 79
BAB V MANAJEMEN RISIKO .................................................................. 80
5.1 Definisi Manajemen Risiko ..................................................... 80
5.2 Tujuan Manajemen Risiko ...................................................... 82
5.3 Langkah-Langkah Manajemen Risiko .................................... 82
5.4 Implementasi Manajemen Risiko ............................................ 85
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 92
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 92
6.2 Saran ........................................................................................ 93
DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................. 94
LAMPIRAN
vii
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
BAB I
PENDAHULUAN
1
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 1.1 Tata letak pembangkit listrik di wilayah PT PJB UP Muara Karang
2
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Selain itu jarak antara saluran masuk dengan saluran keluar air pendingin
yang tidak terlalu jauh dapat menyebabkan terjadinya resirkulasi air pendingin. Hal
ini akan menyebabkan besarnya temperatur air pendingin yang masuk. Jika
temperatur air pendingin yang masuk terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan
berkurangnya efisiensi mesin pendingin PLTGU. Mengingat akan dampak yang
akan ditimbulkan ini, maka pada makalah ini penulis ingin mempelajari bagaimana
pola penyebaran dan sirkulasi panas air pendingin tersebut. Dalam analisis ini,
penulis menggunakan program Delft3D untuk perhitungan model dari dispersi
limbah thermal yang dikeluarkan dari pembangkit listrik. Hasil model digunakan
untuk optimasi kanal intake agar berfungsi dengan baik sehingga untuk performa
optimal dari pembangkit listrik bangunan intake (pengambilan) dan bangunan oufall
(pembuang) harus ditempatkan secara cermat agar air panas hasil keluaran dari plant
tidak tersirkulasi kembali ke dalam pembangkit.
3
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
4
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
5
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
BAB II
LANDASAN TEORI
7
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 2.1. Grafik hubungan temperatur inlet dengan kinerja mesin (Brook,2000)
8
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
3. Uap panas ini selanjutnya digunakan untuk memutar turbin tekanan tinggi (high
pressure turbin), kemudian uap buangnya dimasukkan kembali ke dalam boiler
unit PLTU 4 & 5 untuk dipanaskan ulang agar menghasilkan uap bertekanan
menengah untuk pemutar turbin tekanan menengah (intermediate pressure
turbin), kemudian uap buangnya dimanfaatkan sebagai pemutar turbin tekanan
rendah (low pressure turbin). Poros dari ketiga jenis tekanan turbin tersebut
merupakan satu kesatuan dan poros tersebut disambung langsung dengan poros
generator, sehingga menghasilkan listrik.
4. Uap buangnya setelah menggerakkan turbin tekanan rendah (low pressure turbin)
selanjutnya di kondensasi di dalam kondensor untuk disirkulasi kembali ke boiler
sehingga menjadi sistem tertutup. Air pendingin menggunakan air laut yang
diambil melalui intake kanal.
5. Gas buang dari ruang pembakaran dilepas (dibuang) melalui cerobong yaitu
PLTU Unit 4 & 5 memiliki ketinggian 107 m dan diameter 4,25 m.
9
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
10
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
11
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
panas ini menjadi berkurang apabila kapasitas unitnya makin besar. Sebagai
gambaran untuk mengkondensasikan 0.45 kg uap di kondensor diperlukan air
pendingin sekitar 29 kg. PLTU kapasitas 20 MW atau lebih kecil memerlukan
sekitar 0.22 m3 air pendingin untuk setiap tenaga listrik yang dibangkitkan ( 0.22
m3/kwh).
12
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Pada sistem ini dibuat pembatas level minimum berupa gundukan atau bak
pada sisi air keluar kondensor. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh efek syphonic
walaupun level air bervariasi. Efek syphonic memberikan keuntungan, karena
dengan bantuan efek syphonic tenaga pemompaan menjadi lebih ringan. Sisi masuk
pompa harus dipasang dibawah permukaan air terendah pada saat pasang rendah
untuk mencegah terjadinya kehilangan sisi isap dan menjamin bekerjanya sistem
syphonic.
13
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
syphonic effect sehingga memerlukan tenaga pemompaan yang lebih besar. Bahkan
apbial menggunakan sistem draft (tarikan) paksa memerlukan beberapa fan yang
beroperasi terus menerus.
Namun sistem siklus tertutup merupakan solusi terhadap tersedianya jumlah
air yang terbatas, karena air pendingin dipakai berulang-ulang dan kehilangan air
pendingin relatif sedikit.
Gambar 2.3. Sistem air pendingin utama siklus tertutup (Rakhman, 2013)
14
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
15
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
berupa paket air atau udara. Tekanan angin adalah gaya gesekan yang disebabkan
oleh bertiupnya angin di atas permukaan laut. Tiupan angin mentransfer momentum
horizontal kepada laut sehingga menghasilkan arus. Jika angin bertiup pada
gelombang laut, maka akan terjadi gelombang laut yang lebih besar.
Gaya Coriolis adalah gaya semu yang dominan yang mempengaruhi gerak
dalam sitem koordinat yang disesuaikan terhadap bumi. Gaya semu adalah gaya
yang nyata yang muncul dari gerak dalam curvilinear atau koordinat yang berputar.
Efek Coriolis adalah pantulan dari angin yang bergerak sepanjang permukaan bumi
ke kanan ke arah gerak pada bagian utara bumi, dan ke kiri gerak pada bagian selatan
bumi. Efek Coriolis disebabkan oleh rotasi bumi dan menentukan arah rotasi dari
massa air, akibatnya arus berputar searah jarum jam di bumi bagian selatan, dan
berlawanan arah jarum jam di bumi bagian utara.
16
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
17
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
menjadi sampai 5oC pada zona dalam. Pada garis lintang pertengahan temperatur
turun dari 10 - 15oC di permukaan menjadi 5oC pada lapisan air yang lebih dalam.
Pada posisi lintang tinggi (daerah kutub), temperatur selalu rendah (4oC) pada
seluruh kolom air.
18
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
19
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
20
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gesekan dengan dasar laut dan viskositas olakan merupakan parameter yang
dapat digunakan untuk kalibrasi dan untuk mendapatkan hasil yang stabil dalam
pemodelan numeric (Dill, 2007).
21
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Persamaan kontinuitas
u v w
S ......................................................................................... (2.7)
x y z
22
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Persamaan momentum
u u 2 vu wu n 1 0 g u
t x y
z
fv g
x 0 x 0 x Fu z Vt z u S .... (2.8)
z
s
v v 2 uv wv n 1 0 g u
fu g Fv Vt vs S .... (2.9)
t x y z y 0 y 0 z y z z
Misi WIKA
Menyediakan produk dan jasa yang unggul dan terpadu di bidang EPC dan
Investasi untuk Infrastruktur, Gedung Bertingkat, Energi, Industrial Plant,
Industri Beton dan Properti;
23
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
24
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
25
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
26
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
27
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
28
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
menjadi:
a) Prosedur ini berlaku untuk keperluan proses perolehan kontrak baik lelang
maupun peninjukan langsung atau design & build di lingkungan PT
Wijaya Karya dan persiapan pelaksanaan proyek.
b) Prosedur ini dipergunakan sebelum pelaksanaan proyek dimulai, untuk
bidang-bidang bisnis sesuai SBU Perusahaan.
29
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
BAB III
METODOLOGI
Mulai
Pengumpulan Data:
• Laporan Pengurukan
Hidro-Oseanografi
• Laporan Survey
Investigasi Tanah
• Kontrak Proyek
Rencana Penanganan
Kesimpulan
Selesai
30
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Mulai
Data hidro-oseanografi, ∆t
Nilai Batas Model
temperatur, dan discharge
Simulasi Thermal
Verifikasi Tidak
Model
Ya
Selesai
31
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
3.1.5 Validasi
Setelah itu dilakukan validasi dengan data pengukuran di lapangan. Hal ini
bertujuan untuk membandingkan apakah data hasil pemodelan sesuai atau tidak
dengan kondisi di lapangan.
3.1.6 Pembahasan
Selanjutnya adalah melakukan analisa dan pembahasan tentang sebaran panas
32
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
air pendingin. Diantaranya adalah menganalisa pola sebaran panas air pendingin
yang dikeluarkan dan menetukan besar temperatur air pendingin.
33
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pelabuhan
Reklamasi Pulau G Perikanan
Pantai Mutiara Samudera
(Sunda
Kelapa)
Pelabuhan Perikanan
Muara Angke
1,000 m
Intake Channel
34
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 4.2. Peta lebih dekat daerah pembangkit listrik Muara Karang
35
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
setelah adanya Pembangkit baru Block III mengacu pada situasi saat pembangkit
beroperasi secara penuh. Simulasi ini mempertimbangkan tiga stasiun pompa untuk
intake dan dua outfall untuk discharge limbah thermalnya.
Total Kebutuhan air selama operasional untuk air pendingin PLTGU Block I,
II, III, PLTU 4, dan PLTU 5 dari air laut diperkirakan 217008 m3/jam. Adapun
rincian penggunaan air pendingin seperti ditunjukkan oleh Tabel 2.3 berikut.
36
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Kebutuhan tersebut akan disuplai dengan memanfaatkan air dari Kanal Intake
dengan menggunakan pompa menuju kondensor untuk pendinginan. Sistem sirkulasi
air pendingin yang digunakan adalah sistem pendinginan langsung (once through).
Kanal Intake sepanjang 1000 meter digunakan untuk menjaga kualitas dan kuantitas
suplai air pendingin ke pembangkit. Berdasarkan historis, panjang kanal intake
awalnya hanya 800 meter pada tahun 1993 untuk memenuhi kebutuhan pembangkit
Block I, namun setelah adanya pembangunan pembangkit baru Block II, kanal intake
diperpanjang menjadi 1000 meter pada tahun 2001.
Simulasi thermal terdiri dari pemodelan pola aliran pada badan air, sebaran
limbah thermal dari outfall, suplai air ke intake, debit Kali Karang, dan gerakan
pasang surut air laut yang merupakan variabel hidrolik utama yang menghasilkan
pola aliran di badan air Muara Karang. Model dispersi panas terbentuk karena
adanya pengangkutan limbah thermal oleh mekanisme hidrodinamika.
Dalam melihat hasil simulasi, tingkat kenaikan panas harus diperhatikan dan
kenaikan temperatur di daerah intake (bangunan pengambilan). Kenaikan
37
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Pulau
Reklamasi
PPI Muara Angke
Pantai Mutiara
38
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Untuk mendapatkan bentuk dasar dari pesisir pantai dan muara maka perlu
ditentukan land boundary dari bidang pemodelan. Land boundary diartikan sebagai
batas daratan suatu kawasan terhadap laut. Dalam pemodelan ini, proses digitasi
land boundary memakai modul QuantumGIS. Sumber online Google Earth dengan
Citra tahun 2017 digunakan sebagai referensi land boundary dan berfungsi untuk
mendapatkan garis pantai serta intake kanal yang terbaru. Gambar 4.5
memperlihatkan hasil digitasi land boundary yang telah dibentuk untuk setiap
skenario. Skenario I dan Skenario II tidak ada perbedaan land boundary karena
intake kanal tidak diperpanjang.
39
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Wilayah pemodelan untuk kajian ini difokuskan pada area sekitar Perairan
Muara Karang dengan peta lokasi sebagaimana telah disampaikan di atas. Ukuran
total dari wilayah yang dimodelkan sekitar 1.5 km sejajar pantai dan 1.9 km tegak
lurus pantai. Setelah pembuatan grid selesai dilakukan, selanjutnya pada setiap grid
tersebut diberikan nilai kedalaman. Untuk input data kedalaman di laut diasumsikan
dengan tanda positif sedangkan input data elevasi di darat tidak diperhitungkan.
Data masukan berupa hasil pengukuran batimetri yang sudah dilakukan, untuk
selanjutnya hasil dari visualisasi batimetri dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini.
40
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
41
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
intake, outfall, dan sungai karang, serta kondisi batas temperatur air di keluaran
outfall. Sedangkan untuk bidang tertutup (solid boundary) dianggap nol/ tidak
dihitung. Tabel 4.1 dan Gambar 4.8 menggambarkan elevasi air laut. Elevasi pasang
surut dihitung berdasarkan data pengukuran langsung di Perairan Muara Karang.
42
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Untuk nilai pasang surut digunakan data komponen pasang surut yang telah
dihitung dengan metode Least Square, yaitu komponen diurnal dan komponen semi-
diurnal. Beberapa komponen ini dianggap telah dapat memenuhi satu siklus pasang
surut purnama atau perbani di wilayah ini. Komponen pasang surut tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
Nilai komponen tersebut digunakan sebagai open boundary pada grid atau
area pemodelan numerik terluar. Selanjutnya untuk kondisi batas terhadap debit di
intake dan Kali Karang, diaplikasikan berdasarkan kondisi existing dan kondisi
43
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
future. Kondisi future yakni dengan pembangkit baru yang beroperasi penuh. Ada
tiga intake dan 2 outfall yang diperhitungkan dalam pemodelan. Intake #1 memasok
air pendingin ke PLTGU Block I, intake #2 untuk PLTGU Block II, PLTU 4, dan
PLTU 5, sedangkan intake #3 untuk pembangkit baru PLTGU Block III.
Selanjutnya untuk Outfall #1 membuang limbah thermal ke arah laut dan Outfall #3
melepaskan limbah thermal ke arah Kali Karang. Tabel 4.3 mencantumkan debit
aliran pada batas model.
Kondisi Kondisi
Lokasi Batas Model Existing Future
[m3/s] [m3/s]
Kemudian untuk data temperatur yang akan dimodelkan dari debit outfall
setiap pembangkit terangkum dalam Tabel 4.4 berikut ini. Untuk Pembangkit
existing memakai ∆t sebesar 6C, sedangkan Pembangkit baru Block III memakai ∆t
sebesar 7C. Data temperatur ini didapatkan dari kontrak berdasarkan desain mesin.
Karang River 0 0
Kondisi batas untuk pasang surut, debit aliran, dan temperatur yang sudah
diatur kemudian diletakkan seperti pada Gambar 4.9 berikut ini
44
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
45
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
46
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
gelombang Pelabuhan Muara Angke di sisi Barat, Pantai Mutiara di sisi timur,
dan reklamasi Pulau di Sisi utara. Daerah yang dibatasi tersebut membuat efek
angin kecil. Gambar 4.11 berikut dan Gambar 4.12 merangkum vektor arus yang
dihitung berdasarkan kondisi existing dengan pembangkit listrik yang sudah
beroperasi.
Gambar 4.11. Vektor arus pada domain model saat air surut (kiri) dan pasang
(kanan), kondisi existing
47
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 4.12. Vektor arus di sekitar intake dan outfall saat air surut (kiri) dan
pasang (kanan), kondisi existing
Arus yang terjadi dapat dilihat dengan jelas dari vektor di seluruh domain.
Arus mengarah ke utara saat surut (Gambar 4.11 kiri), dan mengarah ke selatan
menuju pantai saat kondisi pasang (Gambar 4.11 kanan). Sebagian besar arus
yang terjadi sangat kecil berkisar dari 0.01 sampai 0.02 m/s di daerah perairan.
Namun di daerah intake dan outfall kecepatan arus bisa mencapai 1 m/s. Vektor
arus di sekitar muara menunjukkan pola seragam saat pasang maupun surut
(Gambar 4.12). Namun, kecepatan berubah dengan air pasang.
Pada 200 m dari outfall existing, magnitudo kecepatan adalah 0,04 m/s
selama kondisi menuju surut dan berkurang menjadi 0,03 m/s selama kondisi
menuju pasang. Gambar 4.12 menunjukkan kecepatan aliran yang dihitung di
mulut Kanal Intake dan Bangunan Intake. Grafik tersebut dengan jelas
menunjukkan bahwa kecepatan magnitude berubah saat kondisi pasang dan
kondisi surut.
48
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
49
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
50
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 4.16. Vektor arus pada domain model saat air surut (kiri) dan pasang
(kanan), kondisi future
51
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 4.17. Vektor arus di sekitar intake dan outfall saat air surut (kiri) dan
pasang (kanan), kondisi future
Vektor arus yang terjadi hampir serupa dengan kondisi existing kecuali di
Kali Karang dan di saluran intake dimana terdapat peningkatan kecepatan arus.
Gambar 4.16 menunjukkan bahwa kecepatan arus pada inlet Kanal Intake
meningkat sebesar 40% dari kondisi existing.
Gambar 4.18. Perbandingan kec. arus pada kondisi existing dan future
52
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 4.19. Dispersi thermal yang terjadi di perairan Muara Karang sesaat
menuju surut (kiri), menuju pasang (kanan) pada kondisi future.
53
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
dapat terlihat di kondisi future yang limbah thermalnya mulai masuk ke area
kanal intake. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan temperatur air di
bangunan intake. Bila ini terjadi, tindakan lebih lanjut harus dibuat agar
kenaikan temperatur ini tidak mengurangi efisiensi pembangkit listrik.
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan pemodelan untuk skenario III dan skenario
IV dengan perpanjangan intake kanal sesuai prosedur simulasi pada Tabel 3.1.
Hasil simulasi untuk perpanjangan intake kanal dapat dilihat pada Gambar 4.21.
54
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
300 m
Outfall Block I
Outfall Block I
Gambar 4.22. Perbandingan temperatur air di area intake (obs 1) pada kondisi
future
55
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
pergerakan sebaran panas tersebut dapat diatasi oleh kanal intake. Grafik pada
Gambar 4.22 menunjukkan prediksi fluktuasi temperatur yang terjadi di daerah
bangunan intake terhadap beberapa skenario. Kenaikan temperatur terjadi ketika
ada pembangkit baru Block III beroperasi penuh. Seperti yang ditunjukkan pada
skenario II, temperatur naik menjadi ±0.29 °C. Selanjutnya pada skenario III
dengan ekstensi kanal 150 meter, temperatur dapat berkurang menjadi 0.17 °C,
dan turun hingga 0.12 °C pada skenario IV. Hal ini membuktikan bahwa dengan
ekstensi kanal memberikan kontribusi dalam hal mengurangi peningkatan
temperatur di bangunan intake.
Selanjutnya berdasarkan Gambar 4.20, temperatur air di Kali Karang,
tepatnya di depan bangunan outfall pembangkit baru Block III mengalangi
kenaikan yang signifikan. Adanya discharge tersebut meningkatkan temperatur
air menjadi 5.1 °C yang tentunya dapat mempengaruhi air di bangunan intake
karena adanya difusi thermal terhadap kanal intake existing. Oleh karena itu
untuk meminimalisir difusi thermal yang terjadi, perimeter wall akan
direncanakan di lokasi ini yang bertindak sebagai barrier dan buffer zone untuk
kanal existing.
Debit buangan air yang berasal dari outfall pada proyek PLTGU Muara
Karang berhadapan langsung dengan struktur existing pemisah antara area sungai
dan area intake channel sehingga suhu tinggi yang keluar dari outfall diperkirakan
mempunyai kontribusi terhadap kenaikan suhu air di intake channel. Dalam tujuan
untuk meminimalisir potensi diffusi thermal ke area intake channel tersebut, maka
direncanakan dibuat struktur perimeter wall. Dengan adanya perimeter wall ini maka
diharapkan panas yang dihasilkan dari outfall baru tidak tidak akan memberikan
pengaruh terhadap kenaikan temperatur air pada titik hisap pipa inlet. Perimeter wall
ini akan ditempatkan sejajar terhadap dinding existing dan dibuat membentang
sepanjang sekitar 175 meter yaitu di bagian yang besarnya kecepatan alirnya lebih
tinggi dibandingkan bagian lain yang terdampak oleh discharge dari outfall baru.
Kecepatan aliran di perimeter wall berada pada kisaran 0.30 sampai 0.35 m/s.
Gambar 4.23 berikut memberikan gambaran aliran panas keluaran outfall yang
berhadapan dengan dinding pemisah existing.
56
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Outfall #1
New intake
Perimeter wall
Existing intake
V = 0.35 m/s
Muara Karang CCPP
400-500 MW (BLOCKIII)
Outfall #3
𝜕𝑇 ∂ ∂𝑇
− (𝐷 ) + 𝑅 = 0
∂𝑡 ∂𝑥 ∂𝑥
57
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
di sisi kiri dan kanan dinding dianggap konstan seiring berjalannya waktu. Oleh
karena itu, persamaan di atas dikurangi menjadi:
d d𝑇
(𝐷 ) = 0
d𝑥 d𝑥
Ini adalah difusi steady state tanpa sumber. Ini adalah bentuk persamaan
diferensial parabolik parsial. Ada sejumlah teknik solusi dari jenis persamaan ini.
Salah satu tekniknya adalah metode finite volume, yang disertakan dalam makalah
ini.
58
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 4.24. Penampang melintang perimeter wall dan dinding kanal intake
existing; garis putus-putus persegi panjang adalah kontrol domain untuk
perhitungan difusi thermal
T = 0C
T = 5.1C
Gambar 4.25. Domain komputasi difusi thermal yang melintasi perimeter wall;
jaraknya dalam milimeter
59
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Gambar 4.26 menyajikan profil suhu yang dihitung di perimeter wall dengan
berbagai jenis material pengisi. Profil ini dihitung dan ditunjukkan untuk memberi
gambaran tentang pengurangan suhu di perimeter wall dari 5.1 °C di sisi kiri dinding
sampai 0 °C pada saluran air intake pada 4 meter ke kanan dinding. Jarak 4 meter ini
dengan mempertimbangkan titik hisap dari pipa intake. Suhu di sisi kanan perimeter
wall berkisar 0.4 C. Dari ketiga bahan pengisi yang dipertimbangkan, pengurangan
suhu terbesar diperoleh dengan tanah lempung. Pengurangan suhu yang diperoleh
dengan menggunakan tanah lempung sebagai material pengisi adalah (5.10-
3.69))/5.10=45%. Tampak juga pada Gambar 4.26 adalah profil suhu pada dinding
kanal existing (garis hitam pada Gambar 4.26). Suhu di sisi kanan dinding existing
adalah 0.4C. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perimeter wall baru akan
meningkatkan kapasitas dinding dalam menahan panas agar tidak masuk ke kanal
intake di sisi kanan dinding.
60
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
existing wall
Filling material:
Soil
Medium sand
Sandy clay
Water
Sandstone
CCSP Concrete Water (intake channel)
Gambar 4.26. Profil suhu di perimeter wall dengan berbagai jenis material
pengisi; Garis hitam adalah profil suhu di struktur beton existing
61
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
62
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
63
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
64
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Kondisi tanah pada area rencana perimeter wall dapat dilihat pada hasil
penyelidikan tanah yang sudah dilakukan pada bulan Februari Maret. Data yang
dipakai dalam keperluan design perimeter wall diambil dari titik soil investigasi
terdekat dengan lokasi pekerjaan yaitu BH-MK-12 and BH-MK-19.
65
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
End of CCSP
66
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
End of CCSP
67
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Mutu beton
CCSP : fc’ = 62 MPa (Cube 700 kg/cm2)
Capping & Tie Beam : fc’ = 30 MPa (Cube 360 kg/cm2)
Existing structure : fc’ = 20 MPa (Cube 240 kg/cm2)
68
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
5 kN/m’ 5 kN/m’
10 & 5 kN/m’
H = 2.5 m
Kombinasi Pembebanan:
1. Comb 1 : DL+WE
2. Comb 2 : DL+WE+LL
3. Comb 3 : 1.2DL+1.6LL+1.2WE
4. Comb 4 : 1.2DL+1.6LL+1.2WE+1.6HKi
5. Comb 5 : 1.2DL+1.6LL+1.6HKa+1.2WE
69
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
70
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Max. stress (σ11) = 4.413 MPa (compression) dan 3.180 MPa (tension)
Max. stress σ22) = 4.837 MPa (compression) dan 4.638 MPa (tension)
71
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
72
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
5. Deformation
2. Capping Beam
Dimensi : b = 850 mm
h = 600 mm
Gaya dalam: Mu = -16.201 kNm & +4.585 kNm
Vu = 34.555 kN
73
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Reinforcement:
Capping beam didukung secara menerus oleh CCSP
Digunakan tulangan minimum
= 0.002 Ac = 0.002*850*600 = 1020 mm2.
Dipakai:
Tulangan longitudinal:
4D16 (top) dan 4D13 (bottom) = 1256 mm2…… OK.
Stirrup: D10 – 200.
Capping Beam
74
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
3. Tie Beam
Dimension: b = 400 mm
h = 220 mm
Internal forces: Mu = +48.073 kNm & 18.256 kNm
Vu = 57.869 kN
D10-150
3D16
Walkway slab
3D16
Capping Beam
850/600 1500 mm
75
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
76
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
77
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Dari Tabel 4.7 didapatkan bahwa biaya total yang diperlukan pada
pekerjaan perimeter wall menggunakan desain CCSP adalah sebesar
Rp4,459,994,381.31 atau dibulatkan menjadi Rp4,459.994,000.00.
Volume Volume
Jumlah Harga (Rp) Jumlah Har
Harga Harga
Uraian Pekerjaan No Uraian Pekerjaan
Sat Sat
Perimeter Ekstensi Satuan (Rp) Perimeter Ekstensi Satuan (Rp)
Perimeter Wall Ekstensi Kanal Perimeter Wall
Wall Kanal Wall Kanal
Pekerjaan Sheet Pile Pekerjaan Sheet Pile
rete Sheet Pile W-450 Class A L-18 3114.00
1 Concrete 5400.00
Sheet Pile W-450
m' Class
751,540.00
A L-18 3114.00
2,340,295,560.00
5400.00 4,058,316,000.00
m' 751,540.00 2,340,295,560.00
ang CCSP W-450 90 KW di laut 3114.00
2 Pancang CCSP
5400.00
W-450m'
90 KW240,000.00
di laut 3114.00
747,360,000.00
5400.00 1,296,000,000.00
m' 240,000.00 747,360,000.00
ling Concrete Sheet Pile, laut 3114.00
3 Handling Concrete
5400.00 Sheet
m' Pile, laut
45,000.00 3114.00
140,130,000.00
5400.00 243,000,000.00
m' 45,000.00 140,130,000.00
Potong Concrete Sheet Pile 173.00
4 Upah Potong
300.00
Concretebh
Sheet Pile
70,000.00 173.00
12,110,000.00
300.00 21,000,000.00
bh 70,000.00 12,110,000.00
Sub Total 3,239,895,560.00 Sub Total
5,618,316,000.00 3,239,895,560.00
78
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
79
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
BAB V
MANAJEMEN RISIKO
80
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Adapun elemen utama dari proses manajemen risiko, seperti yang terlihat
pada Gambar 5.1 meliputi:
1. Penetapan Tujuan Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang
lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan.
2. Identifikasi Risiko Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.
3. Analisis Risiko Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan
konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang
ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas x konsekuensi).
4. Evaluasi Risiko Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria
standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat
tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka
risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin
hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
5. Pengendalian Risiko Melakukan penurunan derajat probabilitas dan
konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, bisa
dengan transfer risiko, dan lain-lain.
81
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
6. Monitor dan Review Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen
risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu
dilakukan.
7. Komunikasi dan Konsultasi Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil
keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen
risiko yang dilakukan.
Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level di organisasi. Manajemen
risiko dapat diterapkan di level strategis dan level operasional. Manajemen risiko
juga dapat diterapkan pada proyek yang spesifik, untuk membantu proses
pengambilan keputusan ataupun untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang
spesifik.
82
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
3. Penetapan Risiko
Setelah risiko diidentifikasi maka kegiatan selanjutnya yang harus
dilakukan adalah menetapkan tingkat risiko. Di WIKA tingkat risiko
digolongkan menjadi 4 (empat) tingkat sebagai berikut (berurutan mulai dari
yang tertinggi):
a) Risiko Ekstrim (E)
b) Risiko Tinggi (T)
c) Risiko Moderat (M)
d) Risiko Rendah (R)
83
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Untuk memutuskan ke dalam tingkat mana suatu risiko harus digolongkan maka
lebih dulu harus ditentukan:
a. Rating akibatnya (bila risiko itu terjadi)
b. Rating probabilitas terjadinya
Akibat yang ditimbulkan bila suatu risiko terjadi dibagi ke dalam 4 (empat) rating
berikut (berurutan mulai dari yang tertinggi):
a. Malapetaka
b. Sangat Berat
c. Berat
d. Ringan
Probabilitas terjadinya suatu risiko yang dapat menimbulkan akibat yang diuraikan
di atas dibagi ke dalam 4 (empat) rating berikut (berurutan mulai dari yang tertinggi):
a. Sangat Besar
b. Besar
c. Kecil
d. Sangat Kecil
1 2 3 4
Sangat Kecil Kecil Besar Sangat Besar
Terjadi sekali Terjadi setiap Terjadi setiap Terjadi setiap
Probabilitas Risiko setahun 6 bulan 3 bulan bulan
Ada Hampir
Kemungkinan Mungkin
kemungkinan dipastikan
kecil terjadi terjadi
tidak terjadi akan terjadi
84
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
4. Pengukuran Risiko
Setelah melakukan identifikasi risiko, tahap berikutnya adalah pengukuran
risiko dengan cara melihat seberapa besar potensial terjadinya severity (kerusakan)
dan probabilitas terjadinya risiko tersebut. Penentuan probabilitas dari risiko tersebut
hanya berdasarkan pengalaman sehingga cukup subjektif namun sangat sulit apabila
risiko tersebut sangat atau jarang terjadi ataupun risiko tersebut dapat terjadi dalam
suatu pekerjaan baru, sehingga pada tahap ini sangatlah penting dalam menetapkan
dugaan terbaik supaya nantinya kita dapat memprioritaskan dengan baik dalam
implementasi manajemen risiko.
Kesulitan dalam pengukuran risiko adalah karena informasi statistik yang
tidak selalu tersedia untuk beberapa risiko tertentu. Selain itu, mengevaluasi dampak
seringkali untuk asset immaterial. Dampaknya adalah efek biaya, waktu, dan mutu
yang dihasilkan dari suatu risiko.
5. Penanggulangan Risiko
a. High probability, high impact: risiko jenis ini umumnya dihindari ataupun
dipindahkan.
b. Low probability, high impact: respon paling tepat untuk tipe risiko ini adalah
dihindari. Jika masih terjadi, maka melakukan mitigasi risiko serta
mengembangkan contingency plan.
c. High probability, low impact: mitigasi risiko dan mengembangkan contingency
plan.
d. Low probability, low impact: efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun biayanya
dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini mungkin lebih baik
untuk menerima efek dari risiko tersebut.
85
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Risiko yang mungkin terjadi pada perusahaan hendaknya dihadapi dengan suatu
rencana yang matang dan tindak lanjut yang terstruktur dengan baik sehingga sasaran
menghasilkan harga penawaran yang kompetitif. Penulis menganggap bahwa risiko
yang dihadapai tidak lebih besar daripada peluang yang dapat diraih oleh
perusahaan. Adapun rencana tindak lanjut atas risiko yang dihadapi untuk makalah
ini terdapat pada Tabel 5.4.
86
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
87
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
88
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
89
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Crane Pancang,
Inspeksi alat secara Menambah jumlah alat agar keterlambatan
Good Rp120,000,000 Ponton, Concrete 14 hari
prosedural pekerjaan pekerjaan bisa diatasi
Pump
90
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
Responsible Accountable
Uraian Nilai
Person Person
Manajer
Commissioning proyek,
- -
/ Operator Manager
Engineering
Manager
Operator
operasi - -
maintenance
pembangkit
Manajer
Manajer proyek, Overhead
-
Konstruksi manajer berkurang
konstruksi.
91
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan perhitungan pada bab sebelumnya maka dapat
disimpulkan dari beberapa segi diantaranya:
Dispersi thermal yang terjadi di perairan Muara Karang telah
dipelajari melalui pemodelan matematis dengan menggunakan model
hidrodinamika dua dimensi. Model tersebut mensimulasikan sebaran
panas yang dihasilkan oleh limbah thermal dari unit pabrik yang telah
beroperasi dan penambahan unit Pembangkit baru Block III
Simulasi memprediksi bahwa adanya peningkatan temperatur di
bangunan intake sebesar 0,29 °C dari suhu ambient air laut.
Selanjutnya dengan memperpanjang kanal intake 150 meter,
temperatur dapat berkurang menjadi 0.17 °C, dan turun hingga
0.12 °C apabila kanal intake diperpanjang menjadi 300 meter. Hal
ini membuktikan bahwa dengan ekstensi kanal memberikan
kontribusi dalam hal mengurangi peningkatan temperatur di
bangunan intake.
Selanjutnya untuk proteksi kanal intake di depan bangunan
outfall, diperlukan dinding tambahan berupa perimeter wall yang
bertindak sebagai barrier atau buffer zone. Hal ini disebabkan
karena adanya discharge yang meningkatkan temperatur air
menjadi 5.1 °C, peningkatan temperatur air di bangunan intake.
Dari pembahasan pada bab sebelumnya, struktur perimeter wall
mampu mereduksi temperatur air yang sampai di pipa intake
sehingga temperatur air di titik tersebut dapat memenuhi kriteria
sebagai cooling water. Sehingga altenatif ini yang dipilih
berdasarkan pertimbangan teknis.
Struktur dinding tambahan yakni perimeter wall menggunakan CCSP
W-450 Class A, dengan panjang 18 m memenuhi kriteria design untuk
aplikasi konstruksi. Filling material antara struktur perimeter wall dan
dinding eksisting akan memakai tanah lempung dengan Ƴs = 27
92
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
6.2 Saran
Dari keseluruhan penulisan makalah ini, ada beberapa hal yang disarankan
untuk kajian selanjutnya. Saat ini di Muara Karang sudah ada pembangkit existing
dengan kapasitas mencapai ± 1605 MW dan akan meningkat kapasitasnya sebesar
2105 MW setelah pembangkit baru beroperasi penuh. Oleh karena itu diperlukan
analisis lebih lanjut terkait peningkatan temperatur air untuk air pendingin (cooling
water) pada pembangkit, karena hal ini akan berdampak terhadap efisiensi dari
pembangkit tersebut dan tentunya dapat mempengaruhi daya dan output yang akan
dihasilkan.
Demikianlah kesimpulan dan saran dari kami selaku penulis makalah tentang
“Analisis Pengaruh Sebaran Limbah Thermal Terhadap Kinerja Kanal Intake Pada
PLTGU Muara Karang 400-500 MW”. Penulis menyadari sepenuhnya
ketidaksempurnaan makalah ini . Semoga sedikit banyaknya dapat berguna bagi para
pembaca.
93
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
DAFTAR PUSTAKA
Abbott et al. 1978. On the Numerical Modelling of Short Waves in Shallow Water.
Journal of Hydraulic Research, 16(3).
Carman, A. P. dan Nelson, R. A., 1921. The Thermal Conductivity and Diffusivity of
Concrete, University of Illinois Bulletin, Vol XVIII, No. 34, April 25, 1921, University of
Illinois at Urbana-Champaign Library Large-scale Digitization Project 2007.
Dill, N. L. 2007. Theses from start to finish : Hydrodinamic Modeling of a
Hypothetical River Diversion Near Empire, Louisiana. Louisiana: Louisiana State
University.
Fudlailah, Pratiwi, Mukhtasor, dan Zikra, M. 2013. Pemodelan Penyebaran Limbah
Panas di Wilayah Pesisir (Studi Kasus Outfall PLTU Piaton). Jurnal Teknik Kelautan.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Glamore, W. C., et al. 2007. Improving Regional Capacity for Assessment, Planning
and Response to Aquatic Enviromental Emergencies: Jakarta Bay, Indonesia, Water
Research Labolatory, School of Civil and Enviromental Engineering, The University of
New South Wales. Australia.
Hamdhan, I. N. dan Clarke, B. G., 2010. Determination of Thermal Conductivity of
Coarse and Find Sand Soils, Proceedings World Geothermal Congress, Bali, Indonesia,
25-29 April 2010.
Handoyo, Ekadewi. 1999. Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi
Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller. Universitas Eka Petra. Surabaya.
Keister, Timothy. 2008. Cooling Water Management Basic Principles and
Technology. New York: ProChemTech International.
Kennish, M. J. 2001. Practical Handbook of Marine Science. Thidr Edition. New
Jersey : Institute of Marine and Coastal Sciences, Rutgers University.
Khayyun, T. S. 2008. The Effects of Changes in Manning’s Roughness Coefficients
and Eddy Viscosity on a Constrained Flume. Journal of Engineering and Development. V.
12, No. 2.
Lestari, Erlina. 2010. Pengaruh Bioksida Pengoksidasi terhadap Pertumbuhan
Mikroorganisme Pada Air Pendingin Sekunder RSG-GAS. Banten: ISSN 1978-8738.
Malikusworo, H. dan Arinardi O. H. Dampak Pembangkit Tenaga Listrik (Terutama
Limbah Termal) Terhadap Ekosistem Akuatik. Oseana, Volume XVII, Nomor 4: 135-158.
94
PT WIJAYA KARYA (PERSERO) Tbk
DPE – PROYEK PLTGU MUARA KARANG (400 - 500 MW)
95