SKRIPSI
ANISA
0606076942
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2010
SKRIPSI
ANISA
0606076942
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2010
Nama : Anisa
NPM : 0606076942
Tanda Tangan :
ii
Telah siap diujikan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : Juni 2010
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-NYA, saya
dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka
memenuhi gelar Sarjana Teknik Jurusan Industri pada Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa
ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain :
(1) Ir. Hj. Erlinda Muslim, MEE. selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan skripsi in;.
(2) Seluruh karyawan Samudra Montaz Packaging Industry, antara lain : Pak Eko
selaku supervisor PPIC, Pak Budi supervisor QC, Pak Wisnu, Pak Salim, Pak
Lukito dan yang lainnya yang telah banyak membantu penulis dan dalam
usaha memperoleh data yang diperlukan;
(3) Kedua orang tua, Bapak dan Mama, yang selalu memberikan kasih sayang,
doa, dan dukungan baik moril dan materiil kepada peneliti dalam
menyelesaikan peelitian skripsi ini, sehingga dapat menamatkan
pendidikannya di Universitas Indonesia ini. Semoga semua yang penulis
kerjakan ini dapat memberikan kebanggaan pada kedua orang tua peneliti;
(4) Kakak dan adik saya yang telah memberikan dukungannya agar peneliti tetap
semangat menyelesaikan skripsi ini;
(5) Saudara-saudara saya lainnya yang juga turut memberikan doa kepada peneliti
agar terselesaikannya skripsi ini.
(6) Nina Putri Floria sebagai partner skripsi yang juga mengambil data di PT.
Samudra Montaz yang telah memberikan saya berbagai e-book dan literatur
mengenai lingkungan dan waste.
(7) Sekarsari Pratiti, Ema farikhatin, Mutia, Rizky PI, dan Kurnia ASP yang
menjadi tempat curahan hati dan selalu mendukung peneliti dalam proses
iv Universitas Indonesia
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini masih banyak
kekurangan, baik dalam cara penulisan maupun pengumpulan dan pengolahan
data. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari para pembaca agar
menjadi masukan untuk penulisan-penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi para pembaca dan membawa manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Penulis
Anisa
NPM. 0606076942
v Universitas Indonesia
Nama : Anisa
NPM : 0606076942
Program Studi : Teknik Industri
Departemen : Teknik Industri
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Skripsi
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (datahouse),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
(Anisa)
vi Universitas Indonesia
Nama : Anisa
Name : Anisa
Study Program : Industrial Engineering
Tittle : Evaluation and Analysis of Waste in Production Process
of Packaging Using FMEA Method
1.PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Diagram Keterkaitan Masalah .................................................................. 2
1.3 Perumusan masalah .................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
1.5 Batasan Penelitian .................................................................................... 4
1.6 Metodologi Penelitian .............................................................................. 5
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................... 8
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of America: McGraw-
Hill
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2 Waste.
Waste merupakan material yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Waste adalah apabila sesuatu tidak memberikan nilai tambah, maka
merupakan pemborosan (dari buku Henry Ford: “Today and Tomorrow”, 1922 ).
Definisi lain dari waste adalah anything other than the minimum amount of
equipment, materials, parts, space, and workers’ time, which are absolutely
essential to add value to the product (Cho, Toyota).
Dalam kehidupan manusia, waste dalam jumlah besar datang dari aktivitas
industri, misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua
produk industri akan menjadi waste pada suatu waktu, dengan jumlah yang kira-
kira mirip dengan jumlah konsumsi.
Industrial waste dapat berasal dari industry mekanik, industry obat-obatan,
induatri karet, industri makanan dan minuman, dan lain-lain. Waste ini berasal
dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia dan potongan bahan),
perlakukan dan pengemasan produk (kertas, kayu, plastic, kain/lap yang jenus
dengan pelarut untuk pembersihan). Waste dari industri bahan kimia yang
seringkali beracun, memerlukan perlakukan khusus sebelum dibuang. Waste dapat
berada pada setiap fase material; solid (padat), liquid (cair), dan gas.
Tujuh pemborosan dikenal sebagai “MUDA”. “7-MUDA” yang
dikembangkan oleh seorang pemimpin di Toyota, Mr. Taiichi Ohno.
1. Produksi berlebih – Overproduction
2. Menunggu – Waiting
3. Memindahkan – Transporting
4. Proses – Processing
5. Persediaan – Inventory
6. Gerakan – Motion
7. Cacat – Defects
7 type pemborosan atau 7 waste ini tidak ada salahnya untuk kita pelajari
sebagai tambahan pengetahuan, syukur kalau proses masing-masing pembaca bisa
menemukan formula yang lebih jitu dari yang dipaparkan oleh Toyota.
1. Produksi berlebih – Overproduction
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Menunggu – Waiting
Yang dimaksud menunggu di sini adalah ketika seseorang atau sesuatu
menunggu dengan diam dan tidak mengerjakan aktivitas apapun.
atau Setiap saat waktu berjalan barang-barang tidak berpindah atau tidak
diolah. Menunggu merupakan salah satu bentuk pemborosan yang sangat
kentara dan banyak terjadi di organisasi apapun.
Jika pemborosan produksi berlebih tidak mudah untuk diidentifkasi
karena karyawan disibukkan oleh pekerjaannya mengurus barang jadi -
meskipun pekerjaannya tidak menambah nilai produk- tetapi pemborosan
menunggu/waktu tunda biasanya lebih mudah dilihat. Kejadian ini muncul
karena tidak ada inisiatif untuk menghilangkan pemborosan ini. Masalah
menunggu tidak diungkapkan secara jelas dan kadang-kadang masalah
diselesaikan sendiri oleh karyawan tanpa diketahui mandornya. Meskipun
beberapa mandor lebih suka membiarkan keadaan ini selama masih
mencapai target dan sesuai dengan jadwal produksi. Tetapi kondisi seperti
itu tidak bisa dibiarkan. Lebih dari 95% material diolah dengan cara
pengolahan batch tradisional dan antrian. Material siap proses menghabiskan
banyak waktu menunggu untuk diolah atau menunggu proses berikutnya.
Hal ini terjadi karena aliran material yang buruk, waktu pengolahan
produksi yang terlalu lama, dan jarak antara proses kerja satu ke yang
lainnya terlalu jauh. Penanganannya sebenarnya mudah yaitu
menghubungkan antar proses agar pasokan secara langsung dipakai ke
dalam proses berikutnya
3. Memindahkan – Transporting
Universitas Indonesia
4. Proses – Processing
Metode proses produksi itu sendiri bisa jadi merupakan sumber
masalah yang menghasilkan pemborosan. Langsung saya berikan contoh
saja.
Pekerjaan pemasangan metal, ternyata masih memerlukan pekerjaan
tambahan untuk mengikir dan menghaluskan permukaan. Pekerjaan
mengikir dan menghaluskan ini seharusnya tidak diperlukan jika proses
pembuatan metal ditingkatkan detail serta mempertimbangkan kembali dari
perancangan produk metal tersebut. Contoh lain pada suatu barang, aspek-
Universitas Indonesia
5. Persediaan – Inventory
Seperti yang telah dibahas di atas sehubungan dengan pemborosan
kelebihan produksi, persediaan yang berlebihan juga meningkatkan biaya
produksi. Persediaan ini membutuhkan tambahan dalam penanganan,
ruangan, bunga pinjaman uang, tambahan orang, kertas kerja, dan lainnya.
Barang berlebihan dalam proses adalah akibat dari produksi yang berlebihan
dan menunggu. Kelebihan persediaan cenderung menyembunyikan masalah
di dalam pabrik yang seharusnya bisa dikenali dan diperbaiki untuk
meningkatkan kinerja operasionalnya. Bertambahnya persediaan akan
menyebabkan meningkatnya lead-time, menghabiskan luas lantai produktif,
Universitas Indonesia
6. Gerakan – Motion
Dari pengebangan definisi pemborosan di atas adalah “apapun yang
dikeluarkan tetapi tidak menambah nilai pada produk sedapat mungkin harus
dihilangkan.” Hal yang harus ditanamkan adalah “bergerak” tidaklah sama
dengan “bekerja”. “Bergerak ” tidak otomatis menambah nilai pada produk.
Pergerakan tangan, kaki, dan tubuh karyawan tidak selalu menambah nilai
pada produk. banyak contoh-contoh dari jenis pemborosan ini.
Seorang karyawan bisa disibukkan selama 3 jam mencari peralatan-
peralatan ke sekeliling pabrik tanpa menambah nilai sedikitpun pada produk.
Sebaliknya malah menambah biaya produksi dari 3 jam upahnya yang tanpa
hasil dan 3 jam waktu produksi yang tertinggal untuk pengiriman ke
pelanggan.
Mengangkat dan memindahkan mesin dimana pergerakannya bisa
dikurangi dengan membuat komponen-komponen atau peralatan yang lebih
dekat ke tempat penggunaannya atau bahkan bisa menghilangkan
Universitas Indonesia
7. Cacat – Defects
Pada saat terjadi cacat produk, karyawan pada proses berikutnya akan
menciptakan pemborosan dengan menunggu serta menambah biaya pada
produk. Lebih jauh lagi diperlukan kerja ulang terhadap produk atau bahkan
produk rusak dan harus dibongkar. Jika cacat terjadi pada proses
pemasangan, diperlukan tambahan karyawan untuk membongkarnya
kembali dan tambahan komponen untuk mengganti yang rusak.
Pemisahan material buruk dan material bagus juga membutuhkan tenaga, hal
ini juga Menimbulkan pemborosan pada material dan sejumlah karyawan
yang digunakan.
Bahkan jika produk cacat ditemukan oleh pelanggan setelah dikirim,
hal tersebut malah lebih buruk lagi. Tidak hanya biaya jaminan dan
tambahan biaya pengiriman tetapi nama baik usaha kita di pasar bisnis akan
hilang.
Untuk mengatasi masalah ini, harus dibuat sistem yang bisa
mengidentifikasi cacat atau kondisi yang dapat mengetahui kerusakan
sehingga siapa saja yang ada di tempat itu dapat melakukan tindakan dengan
segera. Tanpa sistem itu maka akan banyak rugi waktu. Pada pabrik besar
yang dengan mesin-mesin otomatis yang bisa menghasilkan produk dalam
waktu singkat harus ada sistem yang otomatis juga dalam mengidentifikasi
Universitas Indonesia
Mungkin saja limbah lingkungan yang dihasilkan oleh perusahaan, seperti bahan-
bahan berbahaya dirilis ke lingkungan, tidak secara eksplisit termasuk dalam tujuh
limbah mematikan Sistem Produksi Toyota di atas. Namun, ini tidak berarti bahwa
limbah mematikan tidak ada hubungannya dengan lingkungan. Bahkan perusahaan
mungkin sudah melihat manfaat yang besar terhadap lingkungan dari implementasi
Lean. Hal ini karena limbah lingkungan itu pasti terkait dengan, tujuh limbah
mematikan.2
2.3 Kualitas
Saat kita mendengar kata kualitas, kita biasanya berfikir tentang kondisi
suatu produk atau pelayanan yang sangat bagus yang memenuhi semua harapan
atau ekspektasi kita. Ekspektasi ini berdasarkan pada fungsi yang lebih dengan
harga yang terjangkau. 3
2
United States Environmental Protection Agency, 2007, The Lean and Environment Toolkit,
United States of America
3
Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of America: McGraw-
Hill
Universitas Indonesia
Beberapa definisi kualitas yang dikemukakan oleh lima pakar Total Quality
Management (TQM) adalah:
1. Juran (1964)
Kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu
terdiri dari lima ciri utama, yaitu:
• Teknologi, atau kekuatan atau daya tahan
• Psikologis, yaitu citra rasa atau status
• Waktu, yaitu kehandalan
• Kontraktual, yaitu adanya jaminan
• Etika, yaitu sopan santun, ramah, atau jujur
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Fishbone Chart atau Ishikawa Diagram ini digunakan pertama kali oleh
Kaoru Ishikawa pada tahun 1960. Beliau merupakan pionir dalam proses
manajemen kualitas di perusahaan Kawasaki dan menjadi salah satu pendiri dari
disiplin ilmu manajemen modern. Bersama dengan histogram, Pareto chart, check
sheet, control chart, flowchart dan scatter diagram, fishbone chart termasuk ke
dalam 7 alat dalam meningkatkan kualitas dari suatu sistem. Fishbone diagram
digunakan pada ketika ingin meneliti kemungkinan penyebab dari sauatu
permasalahan.
4
Anonim. Ishikawa Diagram. < http://en.wikipedia.org/wiki/Ishikawa_diagram>, (modifikasi terakhir
pada 11 Mei 2009, diakses pada 25 Mei 2009)
Universitas Indonesia
2.6. FMEA
2.6.1 Definisi FMEA
Definisi FMEA adalah suatu metode analisa potensi kegagalan, yang
dilakukan sebelum desain produk direalisasikan (disebut design FMEA) dan/ atau
sebelum proses produksi masal dimulai (disebut proses FMEA). Tujuan dari
FMEA sendiri adalah sebagai “tindakan antisipasi” terhadap kemungkinan
munculnya kegagalan, sehingga kegagalan tersebut dapat dicegah atau dikurangi
risikonya.
Pada umumnya, FMEA adalah suatu pendekatan sistem yang melibatkan
analisis terhadap keseluruhan sistem untuk menentukan efek dari kegagalan
komponen atau subsistem pada:
1. Seluruh aspek performa sistem
2. Kemampuan untuk mencapai tujuan dan persyaratan performa yang
telah ditentukan.
Dari definisi FMEA diatas dapat disimpulkan bahwa FMEA adalah suatu
perangkat yang ditujukan untuk melakukan langkah pencegahan yang paling
penting dalam sistem, desain, proses atau pelayanan (servis) untuk mencegah
kegagalan dan kesalahan sebelum sampai pada pelanggan. FMEA memiliki
5
Tague, Nancy R., 2005, The Quality Toolbox Second Edition, ASQ Quality Press, Milwaukee
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Fishbone Chart Untuk Mengetahui Failure Mode Suatu Masalah
(Sumber : http://www.quality-one.com/services/fmea.php)
Universitas Indonesia
6
Anonym. Failure Mode and Effect Analysis. September 2008.
<http://en.wikipedia.org/wiki/Failure_mode_and_effects_analysis>, (update terakhir 29 April
2009, diakses pada 11 Mei 2009)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Universitas Indonesia
Hingga saat ini PT SMPI telah memiliki hampir 200 customer yang terdiri
dari perusahaan-perushaan besar hingga perusahaan kecil. Sebagai pelopor dalam
pembuatan kemasan, saat ini PT. SMPI merupakan supplier terbesar dalam
industri packaging di Indonesia. Dengan meraih 90% market share dari banyak hotel-
hotel bintang lima dan restoram-restoran ternama, menjadikan PT. SMPI sebagai
market leader dalam bisnis ini.
Universitas Indonesia
1. Printing (pencetakan)
Dalam proses ini terdapat mesin printing yang berfungsi untuk
mencetak gambar dan tulisan suatu produk pada permukaan film atau
kertas sesuai dengan pesanan customer. Terdapat 2 jenis mesin
printing yang digunakan oleh PT. Ssmudra Montaz, yaitu GR-6 dan
GR-8. Sesuai namanya, GR-6 digunakan untuk mencetak kemasan
yang memiliki 6 komposisi warna. Sedangkan GR-8 untuk kemasan
dengan 8 warna. Namun tidak jarang juga artkel yang memiliki 6
warna dicetak menggunakan mesin GR-8.
2. Laminating (pelapisan)
Proses laminasi ini berfungsi untuk melapisi suatu kemasan berupa
film atau kertas yang sudah dicetak pada mesin printing. Pada PT
SMPI ini, proses laminasi dibagi atas dua jenis :
a. Dry laminating, adalah proses laminasi yang dilakukan dengan
menggunakan adhesive (lem) yang dikeringkan dengan dryer.
b. Extrusion Laminating, adalah proses laminasi yang dilakukan
dengan cara mencurahkan resin yang telah dicairkan atau
menggunakan adhesive untuk laminasi tambahan dari bahan
aluminium foil atau litho paper.
3. Slitting (pemotongan)
Pada proses ini hasil dari proses laminasi yang berbentuk roll jumbo
dipotong menjadi beberapa bagian dengan menggunakan mesin
slitting. Selain pemotongan, pada mesin ini dilakukan pemeriksaan
atau pengecekan kualitas produk hasil proses pencetakan dan laminasi
dengan cara mencari bagian bagian yang rusak untuk kemudian diberi
tanda untuk dibuang.
4. Bag Making
Pada proses ini dilakukan penyekatan (sealing), pada sisi tengah
(center sealing) maupun sisi samping (side sealing) dari kemasan yang
sudah dicetak dan dilaminasi.
Universitas Indonesia
Beberapa jenis produk kemasan PT. SMPI dapat dilihat pada Gambar 3.2
dibawah ini:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sementara itu dari data historis, peneliti mengetahui bahwa artikel Indomie
rasa Sotomie ini menggunakan beberapa material utama dan material pembantu.
Daftar material untuk artikel Indomie rasa sotomie tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.1 berikut:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Plastik film yang digunakan untuk mencetak artikel adalah plastik jenis
Orirnted Polypropylene dengan ketebalan 20µ. Palstik ini berfungsi untuk
mengemas produk yang membutuhkan perlindungan ekstra terhadap
kelembaban. Jenis plastik ini biasa digunakan untuk mengemas makanan,
produk tekstil, farmasi, dll.
2. PP Cosmoplene
PP Cosmoplene atau Polypropylene Cosmoplene adalah bijih plastik yang
digunakan untuk melapisi plastik film. Dalam prosesnya, mula-mulai bijih
pastik dicairkan kemudian ditempelkan kepada lembaran plastik untuk
menghasilkan ketebalan tertentu.
3. MB Haimaster
Haimaster adalah campuran zat warna organik, minyak pelumas tidak beracun dan
resin Polyethylene dengan kepadatan rendah. Serupa dengan PP Cosmoplene,
material ini juga berwujud bijih plastik yang digunakan pada proses
laminating. MB Haimaster digunakan untuk memutihkan bagian dalam
pastik film sehingga tidak terlalu bening.
4. Tinta
Terdapat banyak jenis tinta yang digunakan untuk artikel ini. Namun dalam
proses penyetakannya (printing), jenis-jenis tinta ini dicampur dan
dikombinasikan agar mendapatkan warna yang diinginkan. Artikel ini
membutuhkan 6 kombinasi warna dan dicetak menggunakan mesin GR6.
5. Pelarut Tinta (Solvent)
Solvent digunakan untuk melarutkan dan mengencerkan tinta. Jumlah
solvent yang digunakan tentunya bergantung pada jumlah tinta.
6. Paper Core Polos
Paper core adalah tabung yang menjadi tempat untuk menggulung lembaran
kertas, plastik, dsb. Meski telah melalui berbagai proses dan campuran
material, bahan utama dari paper core adalah kertas.
Universitas Indonesia
upaya minimalisasi waste material ini dapat lebih tepat sasaran dengan melihat
material mana yang memiliki kontribusi paling besar terhadap biaya pembelian
material, sehingga waste dari material-material itulah yang lebih diutamakan
untuk diminimalisasikan.
Daftar harga (yang telah mengalami pembulatan) untuk masing-masing
material dapat dilihat dari Tabel 3.3 di bawah ini:
Universitas Indonesia
Pareto Chart of C2
400000000 100
80
300000000
Percent
Count
60
200000000
40
100000000
20
0 0
C2 m e ta n t r r
fil en tin te he
p pl lve as Ot
op o so im
sm ha
co ch
pp bat
t er
as
m
Count 17626790012385408057089000 23400000 16703000 4950000
Percent 43.8 30.8 14.2 5.8 4.2 1.2
Cum % 43.8 74.6 88.8 94.6 98.8 100.0
Gambar 3.3 Diagram Pareto untuk Material yang Dominan terhadap Harga
Universitas Indonesia
kuesioner ini adalah para pekerja baik bagian produksi maupun QC.
Berdasarkan deskripsi data hasil kuesioner, diperoleh presentase responden
terhadap kuantitas waste yang dipilih untuk ketiga jenis material yang
diteliti. Hal ini dapat dilihat pada Table 3.4 dibawah ini:
Kuantitas Prosentase
No Jenis Material
Waste (Responden)
1 OPP Film 0 - 2% 24 (60%)
2 PP Cosmoplene 0 - 2% 29 (72.5%)
3 Tinta 0 - 2% 18 (45%)
(Sumber: Data Perusahaan)
Universitas Indonesia
40
35
30
Responden
25
20
15
10
5
0
40
35
30
Responden
25
20
15
10
5
0
Waste PP Cosmoplene
40
35
30
Responden
25
20
15
10
5
0
Waste Tinta
Universitas Indonesia
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk 1 kali produksi, terjadi
penggunaan sia-sia atau waste material OPP film sebanyak 0.57%. Hal ini
sesuai dengan pilihan responden. Kemudian pada material PP cosmoplene
terjadi waste sebesar 0.32%. Hal ini juga sesuai dengan range 0-2% yang
dipilih oleh responden. Namun untuk material tinta, terdapat perbedaan
antara yang terjadi dilapangan dengan asumsi responden. Dapat dilihat dari
tabel diatas bahwa terjadi waste sebesar 7.09% untuk material tinta. Jumlah
ini cukup besar dan bahkan melebihi target waste yang telah ditetapkan
perusahaan yaitu sebesar 5%.
Namun data yang diperoleh untuk satu Job ID ini tidak dapat dijadikan
patokan mengenai jumlah waste yang mayoritas terjadi dilapangan. Hal ini
Universitas Indonesia
karena mungkin saja terjadi kondisi khusus yang membuat jumlah waste
menjadi lebih besar atau lebih kecil dan hal ini berarti terdapat data yang
menyimpang. Maka selain laporan overusage diatas, peneliti juga
menggunakan laporan lainnya yang terjadi selama bulan Januari hingga Mei
2010 untuk mengetahui rata-rata jumlah waste yang terjadi untuk masing-
maisng material. Rekapitulasi persentase waste tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.6 dibawah ini.
Ternyata dari rekapitulasi overusage selama bulan Januari hingga Mei 2010
didapatkan jumlah waste material yang cukup normal dan tidak ada yang terlalu
menyimpang. Dari kedua data waste tersebut dapat kita lihat bahwa hasil
perhitungan dari data historis waste dan data hasil kuesioner yang dipilih oleh
responden memiliki kesesuaian untuk ketiga material tersebut yaitu semuanya
berada dalam range 0-2%. Data yang lebih detail mengenai overusage material ini
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Universitas Indonesia
Mesin Slitting
Waste (Meter Jumbo)
No Kecacatan
Jan Feb Mar Apr Mei
4.1 gulungan tidak rata 5400 3450 3450 3800 3230
4.2 gulungan kendor 0 1250 1250 2000 1760
4.3 potongan tidak simetris 0 0 2280 600 1780
4.4 joint unstandard 500 0 0 1900 0
4.5 meter kurang 600 700 390 0 200
4.6 keriput slitting 0 0 0 0 0
4.7 lain-lain 0 0 0 0 0
(Sumber: Data Perusahaan)
Universitas Indonesia
50000 80
Percent
Count
40000 60
30000
40
20000
10000 20
0 0
Kecacatan pada Printing r is in
t al ta g g er er
ga pr a w ti n ntin e rin ind th
s t t i k l O
is ar u pr cy
m st e r ip a n
t int
a
a p
k k l
be ka
s
so b e
Count 18770 17600 13440 3130 2840 2050 1958 2550
Percent 30.1 28.2 21.6 5.0 4.6 3.3 3.1 4.1
Cum % 30.1 58.3 79.9 84.9 89.5 92.8 95.9 100.0
Gambar 3.5 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Printing
Universitas Indonesia
Percent
Count
60
30000
40
20000
10000 20
0 0
Kecacatan pada Laminating k k i al i er
su be as ad as
a m in t aw ndr in Oth
m le m m
n / la ar ta la
ga ol ut st uns de
n d p
pi je
n ri ra
t
ku ke be
Count 129101262010350 6390 5980 4500 2730
Percent 23.3 22.7 18.7 11.5 10.8 8.1 4.9
Cum % 23.3 46.0 64.7 76.2 87.0 95.1 100.0
Gambar 3.6 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Laminating
Percent
Count
20000 60
15000 40
10000
20
5000
0 0
Kecacatan pada Slitting a or r is rd ng er
rat nd et da ra th
a k k e m n u O
tid si ta rk
n g an a k uns te
e
ga un tid in
t m
lun g ul an jo
g
gu to
n
po
Count 19330 6260 4660 2400 1890 0
Percent 56.0 18.1 13.5 6.9 5.5 0.0
Cum % 56.0 74.1 87.6 94.5 100.0 100.0
Gambar 3.7 Diagram Pareto untuk Insiden Kecacatan pada Proses Slitting
Universitas Indonesia
3.3.2.Fishbone Diagram
Setelah memilih prioritas penanganan masalah (insiden kecacatan), maka
langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan penyebab-penyebab
kecacatan. Identifikasi ini dilakukan menggunakan Fishbone Diagram. Diagram
ini dibuat dengan melakukan brainstorming dengan para ahli di lapangan yang
ada di perusahaan terkait.
3.3.3.FMEA
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
7
Schmidt et al, Knowledge Based Management, Air Academy Press & Associates, Colorado,
1999.
Universitas Indonesia
Pada tabel di atas terlihat bahwa pada proses printing, insiden yang paling
banyak menghasilkan waste adalah cacat akibat timbulnya garis pada hasil
penyetakan. Diantara insiden yang lain pada proses printing, insiden garis ini
memiliki persentase sebesar 30.10%. Kemudian untuk proses laminating, insiden
yang paling banyak adalah insiden kupingan masuk dengan persentase 23.30%.
Adapun kupingan ini adalah sisa pinggiran di kiri dan kanan plastik yang pada
proses laminating ini harus dipotong. Lalu untuk proses yang terakhir yaitu proses
slitting dimana penggulungan lembaran plastik film menjadi roll dilakukan,
insiden yang paling banyak menghasilkan waste adalah gulungan tidak rata
sebanyak 56.00%.
Dari persentase-persentase tersebut dapat dilihat pula bahwa secara
keseluruhan proses, insiden yang paling banyak menghasilkan waste diantara
lainnya dalam 5 bulan terakhir adalah insiden pada proses terakhir yaitu proses
slitting yang berupa insiden gulungan tidak rata. Kemudian diikuti oleh insiden
garis dan terakhir baru kupingan masuk.
Selanjutnya untuk mencari sumber-sumber penyebab terjadinya insiden,
akan dilakukan analisis sebab akibat dengan menggunakan Diagram sebab-akibat
atau diagram Ishikawa atau Fishbone Diagram.
Universitas Indonesia
tulang ikan adalah suatu pendekatan terstruktur untuk menyikapi potensi sebab
terhadap suatu efek8
Tahap-tahap yang dilakukan untuk membuat diagram sebab-akibat atau
Fishbone Diagram adalah sebagai berikut:
1. Menentukan karakteristik kualitas atau efek yang akan dicari sebabnya dan
dalam hal ini efeknya adalah “Gulungan Tidak Rata”, “Muncul Garis”,
dan “Kupingan Masuk”
2. Menentukan faktor-faktor atau kategori utama penyebab terjadinya efek.
Kategori-kategori yang digunakan adalah manusia, mesin, metode kerja,
material dan lingkungan kerja
3. Menentukan penyebab-penyebab spesifik berdasarkan masing-masing
kategori
4. Menentukan penyebab-penyebab yang mana yang, untuk saat ini bisa
dibuat menjadi konstan (constant), dan mana yang merupakan ganguan
(noise)
Untuk setiap insiden kecacatan akan dibuat masing-masing Fishbone
Diagram-nya. Maka akan dibuat 3 buah diagram. Adapun Fishbone Diagram ini
dibuat dengan bantuan dan hasil diskusi dengan supervisor departement QC,
penanggung jawab proses printing, laminating dan slitting, dan juga bertanya-
tanya dengan para operator. Pada Gambar 4.2-4 berikut ini dapat dilihat Fishbone
Diagram yang menunjukkan beberapa potensi penyebab terjadinya ketiga insiden
kecacatan.
8
Schmidt et al, Knowledge Based Management, Air Academy Press & Associates, Colorado,
1999, hal. 127.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kupingan Masuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dengan baik. Kerusakan ini tentu dapat disebabkan karena kurangnya dan
buruknya sistem maintenance yang diterapkan untuk menjaga kinerja tools
mesin. Kondisi ini dapat diperparah apabila stok/ cadangan/ inventori part
kuku macan ternyata habis (stock-out), sehingga kuku macan yang
dibutuhkan tidak tersedia saat dia hendak diganti.
2. Material
Material merupakan elemen dasar dari suatu hasil produksi. Input yang
bagus akan menghasilkan output yang bagus, dan begitu sebaliknya.
Kesalahan material yang dapat menyebabkan terjadinya cacat gulungan
tidak rata adalah bila film plastik yang telah dilaminasi (WIP dari proses
laminating) tidak sesuai dengan standard dan kondisi yang diharapkan. Hal
ini contohnya adalah (1) WIP yang jendol/ lembek, yang ketebalannya
terlalu tipis atau terlalu tebal; dan (2) WIP dengan ketebalan yang (sangat)
bervariasi dalam satu roll film plastik.
Tentu saja faktor-faktor tersebut merupakan output dari proses
laminating. Oleh karena itu akar penyebab dari WIP laminating yang tidak
sesuai itu adalah terjadinya kesalahan dalam proses laminating. Namun
kesalahan ini tentu memiliki akar-akar penyebab lainnya yang merupakan
wilayah proses laminating yang mempertanggungjawabkannya, bukan
proses slitting. Maka dari contoh kasus ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
setiap kecacatan saling berkalitan karena kecatatan yang satu disebabkan
oleh kecacatan lainnya dan setiap proses memiliki keterkaitan satu sama
lain.
Sementara itu penyebab dari faktor material lainnya adalah apabila
bahan plastik yang digunakan terlalu licin. Semakin licin suatu plastik, maka
akan semakin rumit setting pada mesin yang harus dilakukan oleh operator.
Namun kondisi material ini bukanlah output dari proses selanjutnya,
melainkan merupakan kondisi awal material yang memang merupakan
pesanan customer. Oleh karena itu, akan sedikit sulit untuk mencegah atau
mengantisipasi penyebab yang satu ini. Terkadang perusahaan tidak punya
kekuasaan untuk menentukan jenis atau spesifikasi material apa yang akan
mereka gunakan serta tidak memiliki pilihan untuk menerima atau menolak
Universitas Indonesia
material yang telah dipilih oleh customer. Hal inilah yang dialami oleh PT.
Samudra Montaz. Sebagai perusahaan yang melakukan produksi sesuai
order khusus dari masing-masing customer-nya (make to order), perusahaan
harus mampu memuaskan customer dengan memenuhi kondisi-kondisi yang
diminta oleh customer, salah satunya adalah jenis dan kondisi fisik bahan
baku material, yang mungkin sebenarnya tidak sesuai dengan mesin. Meski
begitu perusahaan masih dapat berupaya memberikan opsi-opsi material
alternatif yang juga dapat digunakan kepada customer.
3. Manusia
Manusia merupakan sumber terjadinya variasi karena manusia tidak
seperti mesin yang relatif konstan bila sudah di-setting. Meski begitu,
manusia merupakan salah satu kunci dari berhasil tidaknya suatu proses
produksi. Manusialah yang menjalankan dan mengontrol mesin (tidak
berlaku untuk automatic machine) dan menangani material mulai dari wujud
bahan baku hingga bahan jadi. Sebagus apapun kondisi mesin dan material,
namun apabila ditangani oleh manusia yang tidak ahli dan kompeten, pasti
akan menghasilkan output yang tidak bagus pula. Operator yang tidak
kompeten dapat disebabkan karena pengalaman mereka yang masih sedikit
dan pemahaman mereka terhadap cara menjalankan mesin yang masih
kurang. Penyebab lainnya adalah kurangnya motivasi kerja si operator
sehingga dia menjadi tidak bekerja dengan baik dan maksimal. Kurangnya
motivasi kerja ini mungkin disebabkan oleh status kepegawaian mereka
yang belum pasti. Namun hal ini akan sulit ditangani atau dicegah di PT. SM
karena dari informasi yang peneliti dapatkan, perusahaan tersebut sedang
menggunakan kebijakan outsourcing besar-besaran dan tidak hendak
merekrut karyawan tetap yang baru. Oleh karena itu untuk faktor yang satu
ini, tergantung pada masing-masing perusahaan dalam menyikapi dan
menyelesaikannya.
Sementara itu, kondisi fisik operator juga memberikan pengaruh yang
tidak kecil terhadap kinerja mereka. Sakit, lelah, mengantuk, dan lalai
merupakan beberapa contoh dari kondisi fisik manusia yang mengganggu
keselarasan jalannya produksi. Namun faktor ini cenderung tidak dapat
Universitas Indonesia
dikendalikan dan tergolong variable noise yang terlalu sulit atau mahal
untuk digaja agar tetap konstan. Jadi untuk faktor yang satu ini dibutuhkan
kesadaran dari masing-masing operator.
4. Metode Kerja
Kategori selanjutnya adalah metode kerja. Metode kerja berhubungan
erat dengan 2 kategori lainnya yaitu manusia dan mesin. Hal ini karena
metode kerja digunakan oleh manusia untuk menjalankan mesin dengan
benar, sehingga metode kerja inilah yang menjadi acuan manusia dalam
beroperasi. Sebagian besar kemungkinana penyebab terjadi gulungan tidak
rata pada kategori ini adalah akibat setting yang tidak sesuai. Setting yang
dimaksud antara lain setting tension break, setting kuku macan dan setting
kecepatan menggulung lembaran plastik. Setting tension break yang tidak
sesuai dapat menyebabkan tegangan gulungan menjadi terlalu kencang,
sementara setting kuku macan yang tidak pas menyebabkan keregangan
gulungan menjadi tidak rata.
Semua setting ini sebenarnya sudah ada dalam standard operating
procedure (SOP) dan standard instruction process (SIP) namun dalam
pelaksanaannya dilapangan, masih saja sering terjadi kesalahan. Hal ini
merupakan salah satu sumber variasi yang harus dikontrol. Meski begitu
masalah ini terkadang menjadi pelik pada saat kondisi yang telah dijelaskan
dan dijabarkan di dalam SOP menjadi berbeda dengan kondisi yang ada di
lapangan. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti
lingkungan, yang mempengaruhi proses secara acak dan tidak menentu. Saat
menghadapi kondisi seperti ini, maka keahlian, kompetensi dan pengalaman
operator lah yang sangat diperlukan untuk menyelesaikannya.
5. Lingkungan
Lingkungan kerja sangat mempengaruhi bagaimana operator dan
bahkan mesin bekerja. Yang termasuk .lingkup lingkungan kerja di sini
adalah tingkat kebisingan, kebersihan, penerangan, bahkan suhu udara
disekitar area kerja. Area kerja yang kotor dapat membuat operator bekerja
dengan tidak nyaman. Kondisi yang terlalu bising juga dapat membuat
interaksi antar operator menjadi tergannggu dan tidak bisa mendengarkan
Universitas Indonesia
atau saling mengingatkan antar satu sama lain. Selain itu faktor kelistrikan
juga mempengaruhi hasil akhir produksi. Apabila terjadi gangguan listrik,
baik berupa listrik mati atau tegangan listri naik-turun, akan dapat
mempengaruhi setting yang ada pada mesin.
Namun secara keseluruhan, dari hasil pengamatan peneliti, suasana
dan kondisi area kerja untuk proses slitting pada plant PT. SM yang terletak
di Cikarang ini sudah cukup baik, khususnya untuk faktor kebersihan dan
kebisingan.
Garis
1. Mesin
Serupa dengan analisa untuk kategori mesin pada proses slitting,
bahwa mesin yang digunakan untuk proses printing juga sudah tua. Mesin-
mesin yang diimpor langsung dari jepang itu telah digunakan sejak PT. SM
didirikan dan belum ada yang diganti (diperbaharui). Tentunya mesin-mesin
tersebut juga masih dapat digunakan walau tidak sesempurna performanya
saat mesin baru digunakan. Kondisi mesin yang baik tentu tidak akan lepas
dari sistem atau proses maintenance yang diterapkan. Dengan upaya
pemeliharaan yang tepat dan teratur, suatu mesin yang meski telah berumur
sangat lama akan dapat bekerja dengan baik. Maka maintenance yang buruk,
tidak teratur, bahkan kurang (hanya sesekali dilakukan), pasti akan membuat
kondisi/ performa mesin menjadi buruk.
Dua tools yang sangat mempengaruhi terjadinya insiden cacat garis
adalah fenomatik dan tekanan angin doctor blade. Fenomatik merupakan
tempat dudukan pisau yang memainkan atau menggerak-gerakkan pisau saat
proses printing sedang berlangsung. Kecacatan dapat terjadi apabila
fenomatik tidak berfungsi atau tidak “memainkan” pisau dengan benar.
Penyebabnya adalah karena fenomatik kotor akibat tidak/ jarang dibersihkan
dan maintenance terhadap fenomatik yang masih kurang. Perlu dijelaskan
bahwa kegiatan membersihkan fenomatik bukan termasuk maintenance.
Kegiatan membersihkan ini lebih menjadi tanggung jawab operator yang
sehari-harinya mengontrol, menggunakan dan melihat fenomatik tersebut.
Universitas Indonesia
2. Material
Untuk kecacatan garis ini ada 3 material yang mempengaruhi, yaitu
tinta yang kotor, silinder kasar, dan doctor blade rusak. Sebenarnya diantara
ketiganya yang termasuk dalam material sebagai bahan baku proses
hanyalah tinta. Namun menurut supervisor yang membimbing peneliti,
slinder dan doctor blade termasuk kategori material karena merupakan
atribut yang terpisah dari mesin serta dapat di-restock. Baiklah, untuk
material tinta, kesalahan yang sering terjadi yang menyebabkan hasil
cetakan menjadi bergaris adalah tinta yang kotor. Penyebab kejadian ini
adalah mungkin saja karena operator tidak memeriksa tinta dengan baik dan
teliti, baik saat tinta sudah hendak digunakan pada printing maupun saat
tinta baru tiba di gudang. Selain itu juga bisa karena proses penyimpanan
material (sistem pergudangan) yang kurang baik.
Selanjutnya adalah silinder yang kasar. Silinder merupakan cetakan
gambar prototype artikel yang menjadi acuan dalam menyetak gambar.
apabila silinder kasar, maka pada hasil cetakan pada film akan timbul garis
sebagai salinan dari permukaan silinder. Adapun penyebab dari silinder
kasar ini adalah karena krum (lapisan luar silinder) kotor yang berasal dari
supplier dan bertanggungjawab langsung terhadapnya. Sehingga apabila
ditemukan ada silinder yang kasar, perusahaan langsung mengklaimnya
kepada supplier dan supplier harus membersihkan krum tersebut baru
kemudian dikembalikan ke perusahaan. Namun masalahnya disini adalah
bahwa kondisi kasar tidaknya silinder tidak bisa diperiksa dengan mata
telanjang karena ukurannya yang sangat kecil. Maka mau tidak mau setiap
silinder harus di-trial terlebih dahulu saat proses start awal printing. Apabila
hasil dari sampel bergaris, maka pasti ada kesalahan pada silinder.
3. Manusia
Jenis gejala, modus dan penyebab untuk kategori manusia pada insiden
kacacatan garis yang terjadi pada proses printing adalah serupa dengan
insiden sebelumnya. Hal ini karena pada umumnya faktor manusia untuk
setiap proses adalah sama, yang membedakan adalah mesin, metode dan
materialnya. Jadi pada intinya yang menjadi penyebab timbulnya insiden
Universitas Indonesia
cacat garis adalah operator yang tidak kompeten, kondisi fisik operator yang
sedang tidak baik dan operator yang tidak teliti dalam mengontrol jalannya
proses. Detail mengenai akar penyebab dari maisng-masing penyebab itu
dapat dilihat pada analisis sebelumnya untuk insiden gulungan tidak rata.
4. Metode Kerja
Metode kerja yang salah dalam proses printing yang secara langsung
menyebabkan timbulnya garis adalah kesalahan pencampuran tinta baru dan
bekas dan operator tidak menggunakan saringan tinta. Komposisi standar
antara tinta baru dan tinta bekas adalah 80% dan 20%. Jadi tinta bekas yang
digunakan tidak boleh lebih dari 20% tinta keseluruhan. Apabila terlalu
banyak digunakan tinta bekas, dikhawatirkan tinta menjadi kotor karena
tinta bekas yang merupakan tinta sisa proses printing sebelumnya itu
memiliki kemungkinan sudah kotor. Meski begitu tinta bekas itu tetap dapat
digunakan selama tidak melewati batas ambang komposisi pencampuran.
Penggunaan kembali material sisa ini adalah sebagai salah satu upaya untuk
efesiensi penggunaan material dan mengurangi jumlah material yang harus
terbuang sia-sia.
Selain itu ada pula kesalaha metode yang berupa ketidakpenggunaan
saringan tinta saat proses printing. Saringan tinta ini berfungsi untuk
mencegah tinta yang sedang/ akan digunakan tidak tercampur dengan tinta
dari proses printing sebelumnya yang secara tidak sengaja masih bersisa
dalam wadah tinta karena mungkin tidak selesai dibersihkan. Akibatnya
tentu saja tinta menjadi kotor dan bisa saja kombinasi warna juga ikut
berubah walaupun kemungkinannya sedikit.
5. Lingkungan
Sama halnya dengan kategori manusia, kategori lingkungan kerja ini
juga memiliki gejala, modus dan penyebab kecacatan yang serupa dengan
insiden sebelumnya. Penyebab-penyebab itu antara lain gangguan suara,
gangguan listrik, kotor, dan suhu yang terlalu tinggi. Perbedaannya hanya
terdapat pada faktor gangguan suara yang mana insiden kecacatan ini terjadi
pada proses printing dengan mesinnya yang lebih berisik dan bising. Jadi
gangguan suara yang terjadi pada proses ini lebih besar.
Universitas Indonesia
Kupingan Masuk
1. Mesin
Diantara proses lainnya, proses laminating yang menggunakan mesin
EC-3 ini merupakan proses yang paling rumit dan membutuhakn setting
yang lebih akurat serta memiliki banyak variable noise yang terus
mengganggunya. Kondisi mesin yang masih bagus dimana setiap part-nya,
termasuk sistem jaringan inti mesin, masih berfungsi dengan baik
merupakan hal yang sangat penting. Adapun dua penyebab utama dari
kategori mesin yang mempengaruhi munculnya insiden kupingan masuk
adalah resin goyang dan silet pemotong kupingan tumpul.
Kupingan adalah bagian sisa dari film yang ada dikanan-kirinya yang
akan dipotong saat proses laminating sesuai dengan batas garis yang telah
ada. Nah kadang kala terjadi insiden dimana kupingannya yang sudah atau
belum terpotong itu secara tidak sengaja terlipat kedalam film sehingga
membuat permukaannya menjadi lebih tebal. Untuk menangani hal ini
operator harus menyetting kembali posisi-posisi deckle root yang ada
dimesin. Penjelasan lebih lanjut mengenai setting deckle root dapat dilihat
pada kategori mesin.
Sementara itu silet pemotong kupingan yang tumpul juga dapat
menajdi salah satu penyebabnya. Silet yang tumpul membaut potongan
menjadi tidak rapih atau bahkan kupingan jadi tidak terpotong. Penyebab
kejadian ini adalah bisa karena kualitas silet yang memang sudah kurang
bagus dari awal part datang dari supplier dan bisa juga karena operator tida
teliti untuk memeriksa silet setiap lima menit. Pemeriksaan ini perlu untuk
melihat apakah silet sudah memotong dengan benar dan apabila ternyata
pisau terlihat tumpul, maka pisau langsung diganti.
2. Material
Dua material utama yang digunakan pada proses laminating adalah
resin PP Cosmoplene dan Mastebatch. Oleh karena itu kondisi setiap
material ini mempengaruhi baik tidaknya proses yang berlangsung. Untuk
material resin, penyebabnya adalah resin lembab atau terlalu basah. Hal ini
dapat disebabkan oleh proses penyimpanan yang salah dimana resin tidak
Universitas Indonesia
diletakkan ditempat yang jauh dari jangkauan air atau kemungkinan basah
oleh satu dan lain hal yang bisa saja tidak dapat dikendalikan seperti hujan
atau banjir. Akibat dari resin yang lembab ini adalah saat dipanaskan dengan
temperatur yang sudah sesuai, resin malah menjadi terlalu cair dan meluber
kemana-mana. Maka untuk menangani hal ini setting temperature harus
dimodifikasi kembali yang mana hal itu tidaklah mudah, dan apabila salah
penyettingan akan menimbulkan insiden cacat lainnya yang tidak
diharapkan.
Sementara itu material masterbatch juga bisa kotor. Hal ini terjadi
karena material handling yang salah dan operator tidak memeriksa material
dengan baik. Adapun satu penyebab lainnya dari insiden kupingan masuk
adalah kesalahan WIP printing trimming. Saat proses pencetakan terdapat
kemungkinan gambar artikel yang terlalu dominan ke kanan atau ke kiri
sehingga terdapat kemungkinan kupingan dimasing-masing sisi tidak sama
besarnya. Hal ini disebut sebagai sisi lineslit tidak simetris. Akibatnya
untuk proses laminating tentunya dibutuhkan setting deckle root yang lebih
teliti agar kedua sisi pinggiran itu dapat disamakan dan dipotong dengan
tepat. Penjelasan lebih lanjut tentang setting deckle root akan dijabarkan
pada kategori metode kerja. Runutan kejadian ini kembali membuktikan
bahwa setiap proses saling berkaitan satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa
customer dari proses printing adalah proses laminating sehingga printing
harus berusaha keras untuk menghasilka output yang benar sebagai input
laminating. Kemudian customer proses laminating adalah slitting dimana
laminating harus menghasilkan lembaran film yang memiliki ketebalan yang
sesuai dan tidak bervariasi sehingga memudahkan kerja proses slitting dalam
menggulung dan memotong-motong film menjadi roll-roll keci.
3. Manusia
Jenis gejala, modus dan penyebab untuk kategori manusia pada insiden
kacacatan kupingan masuk yang terjadi pada proses laminating ini adalah
serupa dengan dua insiden sebelumnya. Hal ini karena pada umumnya faktor
manusia untuk setiap proses adalah sama, yang membedakan adalah mesin,
metode dan materialnya. Jadi pada intinya yang menjadi penyebab
Universitas Indonesia
4. Metode Kerja
Sebagian besar kemungkinan penyebab terjadinya kupingan masuk
pada kategori ini adalah akibat setting yang tidak sesuai. Setting yang
dimaksud disini adalah setting suhu, setting deckle root dan setting
kecepatan lembaran film (line speed). Setting temperature menjadi salah
satu aspek yang terpenting dalam proses laminating. Temperature ini adalah
untuk mencairkan resin dan juga untuk proses pengeleman resin dengan
film. Ada banyak indicator suhu yang harus disetting oleh operator yang
mana peneliti tidak mengetahui rinciannya. Namun meski telah di-setting
sesuai dengan standard yang sudah ditetapkan, tidak jarang hasil laminasi
menjadi tidak sesuai harapan yaitu ada yang jendol, lembek, keriput, dsb.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor noise pada proses ini.
Selanjutnya adalah setting deckle root yang berfungsi untuk mengatur
lebarnya kupingan yang akan dipotong. Setting ini juga berfungsi untuk
mengontrol penyebaran resin cair pada lapisan film agar tidak terlalu
meluber atau menumpuk pada satu tempat tertentu. Lalu yang terakhir
adalah setting kecepatan putaran lembaran film. Operator juga harus teliti
dalam melakukan setting kecepatan putaran lembaran film yang merupakan
kecepatan putaran dari silicon rol saat berputar membawa lembaran film.
Kecepatan putaran screw dapat dipengaruhi oleh kecepatan putaran
lembaran film (Line Speed) karena semakin cepat lembaran film berjalan,
maka resin juga harus semakin cepat keluar sebelum menimbulkan keluaran
dengan pelapisan resin yang tidak merata.
5. Lingkungan
Sama halnya dengan kategori manusia, kategori lingkungan kerja ini
juga memiliki gejala, modus dan penyebab kecacatan yang serupa dengan
dua insiden sebelumnya. Penyebab-penyebab itu antara lain gangguan suara,
Universitas Indonesia
gangguan listrik, kotor, dan suhu yang terlalu tinggi. Namun yang
membedakannya adalah bahwa untuk proses ini, faktor suhu sangat
berpengaruh. Temperatur mesin yang harus di-setting juga dipengaruhi oleh
suhu lingkungan saat itu. Apabila cuaca sedang panas, maka operator harus
sedikit mengurangi temperature mesin dan begitu juga sebaliknya. Selain itu
mesin EC-3 yang didalamnya terdapat proses pencairan resin, menyebabkan
area sekitar proses laminaring menjadi sangat panas. Hal ini pasti
mengganggu pekerja.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dari diagram CFME yang telah dibuat, yang menjadi karakteristik yang
akan dicari penyebab (cause), modus kegagalan (failure mode) dan efeknya
adalah kondisi gulungan tidak rata, garis dan kupingan masuk. Hal ini serupa
dengan bagian kepala pada diagram sebab-akibat. Bagian kotak yang paling atas
adalah akar penyebab masalah atau sumber variasi dari yang menyebabkan
terjadinya ketiga insiden kecacatan. Sementara itu, kotak sebelum akar
permasalahan adalah yang menjadi modus kegagalan dan kotak yang sesudah
modus kegagalan adalah efeknya. Jadi yang diambil kedalam tabel FMEA adalah
3 kotak terakhir dari masing-masing cabang yang ada di diagram CFME.
Teknik CFME ini sangat penting untuk mengidentidikasikan akar penyebab
masalah sehingga penanganan masalahnya langsung dilakukan pada akar masalah.
Diagram CFME penting agar tidak terjadi kesalahan, misalnya yang seharusnya
menjadi modus kegagalan dinyatakan sebagai efek atau yang seharusnya menjadi
efek sinyatakan sebagai modus kegagalan.
Baiklah, setelah diagram CFME selesai dibuat dan dianalisa, maka langkah
selanjutnya adalah membuat tabel FMEA.
Universitas Indonesia
Tingkat
Skala Possible Failure Rate Parameter Satuan
Occurrence
Banyak waste berkali-kali
5 Very High setiap harinya (terus- > 30 Kejadian/ Tahun
menerus)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Hasil pengolahan FMEA untuk Insiden Gulungan Tidak Rata
setting tension break tidak tegangan gulungan operator tidak ahli tidak ada 4 3 4 48
sesuai terlalu kencang tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 4 16
operator tidak ahli tidak ada 3 3 4 36
setting kuku macan tidak pas keregangan tidak rata
tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 4 16
stok material kuku macan habis kesalahan pemesanan material tidak ada 4 2 3 24
kuku macan rusak
maintenance kurang/ salah tidak mengikuti SOP tidak ada 2 2 2 8
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dari kegagalan ini adalah operator yang tidak ahli. Hal ini bisa disebabkan
oleh kurangnya pengalaman dan oleh pemahaman yang kurang mengenai
berbagai prosedur pelaksanaan proses produksi.
Garis
1. Lapisan luar Silinder kotor
Dalam insiden kecacatan garis, modus kegagalan yang memiliki nilai RPN
paling besar adalah lapisan luar silinder yang kotor. Lapisan luar yang kotor
ini menyebabkan silinder menjadi kasar dan saat film dicetak timbul garis
sebagai salinan dari permukaan yang kasar itu. Adapun penyebab potensial
dari kegagalan ini adalah kesalahan dari supplier itu sendiri. Untuk
menanganinya perusahaan harus mengklaim kerusakan yang terjadi dan
mengembalikan silinder ke supplier. Silinder kemudian diperbaiki oleh
supplier dan dikirim kembali ke perusahaan setelah bersih. Apabila
kesalahan supplier seperti ini hanya terjadi sesekali dan supplier juga
merespon dengan baik, maka perusahaan masih dapat mempertahankan
supplier tersebut. Namun jika tidak, akan lebih baik bila perusahaan mencari
supplier pengganti. Hal ini karena silinder ini merupakan komponen yang
Universitas Indonesia
Kupingan Masuk
1. Setting temperatur belum sesuai
Setting temperature adalah modus yang paling signifikan mempengaruhi
benar tidaknya proses laminating yang berlangsung. Apabila temperatur
tidak sesuai atau pas maka suhu mesin akan menjadi terlalu panas/ dingin.
Ada banyak bagian mesin yang harus di-setting temperaturnya dan masing-
masing bagian memiliki fungsinya sendiri. Salah satunya adalah T-Die yang
berfungsi untuk menurunkan lelehan resin. Semakin tinggi suhu cetakan,
semakin banyak resin yang dicurahkan, sehingga lapisan semakin tebal.
Demikian yang terjadi sebaliknya bila suhu diturunkan. Hal seperti inilah
yang harus dipikirkan oleh operator atau orang-orang yang ahli mesin
laminating untuk menetapkan suhu optimal bagi masing-masing bagian
sehingga semua proses berjalan dengan yang diharapkan. Dua penyebab
potensial untuk modus ini adalah operator yang tidak mengikuti SOP dan
Universitas Indonesia
kondisi mesin yang tidak berjalan sesuai setting temperature yang sudah
dilakukan. Dari hasil RPN, penyebab yang memiliki ranking paling besar
adalah penyebab yang kedua yaitu kondisi mesin dengan nilai 80.
4.2.4.Usulan Perbaikan
Memasuki tahap berikutnya setelah melakukan analisa dan identifikasi
penyebab dengan fisgbone diagram, CFME dan FMEA, maka dilakukan upaya
perbaikan dengan mengusulkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan terhadap
sebab-sebab permasalahan tersebut. Tujuannya tentu saja agar penyebab-
penyebab itu dapat diminimalisir bahkan dihilangkan sehingga perusahaan dapat
mengefisiensikan dan mengoptimalkan setiap proses produksi dan material-
materialnya sehingga jumlah waste pun berkurang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
teknisi itu tidak mengetahui penyebabnya. Mereka juga menyarankan agar mesin
tersebut diganti dengan yang baru atau paling tidak perusahaan memebeli mesin
yang baru sebagai pembanding dengan mesin yang ada saat ini. Dengan melihat
perbedaan hasil lamimnating dan penyetingan, mungkin akan dapat diketahui apa
sebenarnya “penyakit” yang diderita oleh mesin EC-3 yang ada sekarang.
Universitas Indonesia
terjadinya cacat garis. Sementara itu pada proses laminating, perlu dibuat
peringatan mengenai setting-setting mesin yang harus dilakukan oleh operator.
Seperti yang kita ketahui, setting temperatur adalah hal yang paling crucial pada
proses ini, maka perlu dibuat papan peringatan atau informasi yang memuat
tentang rentang suhu yang digunakan oleh mesin agar setting temperatur oleh
operator tidak terlalu melenceng jauh dari standarnya. Operator juga perlu
diingatkan untuk memeriksa pisau laminating setiap 5 menit untuk memastikan
kondisi pisau yang masih bagus dan tidak tumpul, serta apakah proses
pemotongan kupingan berjalan dengan benar sesuai dengan garis potong yang
sudah ada. Hal ini karena tidak jarang potongan kupingan melenceng baik terlalu
ke dalam maupun terlalu keluar sehingga membuat lebar kupingan disetiap sisi
menjadi berbeda-beda. Yang terakhir yaitu proses slitting, perlu dibuat papan
peringatan tentang setting tekanan pada tension break dan kuku macan. Khusus
untuk kuku macan, operator juga harus selalu mengontrol kondisi part mesin yang
satu ini karena meski setting kerenggangan kuku macan sudah benar tapi ternyata
kondisinya sudah rusak, hasil penggulungan juga pasti tidak bagus dan mungkin
menjadi tidak rata ataupun kendor.
Pada intinya poka yoke yang dibuat adalah berdasarkan kesalahan-
kesalahan kerja operator yang telah diidentifikasi pada fishbone diagram dan tabel
FMEA di atas. Dengan berbagai papan peringatan dan informasi yang tersedia di
lapangan itu, diharapkan operator dapat lebih disiplin dalam melaksanakan
tugasnya menjalankan dan memeriksa mesin.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada salah satu plant PT.
Samudra Montaz yang terletak di Cikarang selama bulan Mei – Juli 2010 dan
diolah serta dianalisa dengan metode FMEA, dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
- Material yang paling mempengaruhi biaya adalah OPP Film, PP
Cosmoplene dan Tinta. Waste dari ketiga material itu yang harus dianalisa,
dievaluasi dan kemudian berusaha diminimalisir. Sementara itu, kuantitas
sisa material hasil pengumpulan data historis dan pengamatan di lapangan,
tidak jauh berbeda dari hasil survey kuesioner.
- Persentase waste material OPP film rata-rata sebesar 0.53%, material tinta
0.94% dan material cosmoplene sebesar 0.23%. Nilai ini cukup kecil dan
sudah berada dibawah batas target waste yang telah ditetapkan perusahaan
yaitu sebesar 5%. Meski begitu, sesekali terjadi pula insiden yang tidak
terkendali dengan jumlah waste yang cukup besar yaitu 7% hingga 10%.
- Kecacatan yang terjadi adalah karena kecacatan yang ditimbulkan oleh
kecacatan Lainnya yang saling berhubungan. Kecacatan pada proses
printing dapat menyebabkan kecacatan pada proses laminating, kecacatan
pada proses laminating menyebabkan kecacatan pada slitting, dan begitu
seterusnya.
- Setiap proses memiliki insiden kecacatan masing-masing, dan untuk
memudahkan upaya penanganan masalah agar upaya penanganan ini dapat
menyentuh seluruh proses yang dilalui oleh artikel, maka dari setiap proses
dipilih 1 insiden yang paling dominan menghasilkan waste. Berikut ini
adalah 3 jenis kecacatan yang dominan terjadi dilapangan berdasarkan hasil
diagram Pareto:
1. Gulungan artikel tidak rata pada proses slitting
2. Timbul garis pada hasil penyetakan diproses printing
3. Adanya kupingan yang masuk pada proses laminating
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.2 Saran
Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam pemilihan
parameter waste maupun tahap pelaksanaan. Dalam penelitian ini, waste hanya
dilihat dari sisi material dan tidak termasuk mesin dan aspek lingkungan, sehingga
besarnya energi yang digunakan oleh mesin selama proses produksi tidak dihitung
atau diperhatikan. Oleh karena itu akan lebih baik jika jumlah waste ini juga
dihitung dari jumlah energi, air, sampah, transportasi, emisi dan keanekaragaman
hayati (biodiversity) yang terpakai yang termasuk di dalam The seven green
wastes. Selain itu dari 7 lean waste yang ada, pada penelitian ini hanya diamati 3
jenis waste yaitu produk cacat (defects), proses yang tidak sesuai (Inappropriate
processing), dan transportasi yang tinggi (Excessive transportation).
Penelitian ini dilakukan hanya sampai pada tahap analisa dan rencana
perbaikan/ pemberian usulan perbaikan (improvement) dan belum sampai pada
tahap implementasi. Hasil penelitian ini masih berupa hasil analisa, sehingga
dibutuhkan tindakan selanjutnya yaitu implementasi untuk membuktikan
keefektifitasan upaya minimalisasi waste. Selain itu nilai pengurangan waste juga
belum dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini karena belum adanya 2 kondisi yang
dapat dibandingkan, yaitu kondisi aktual dan kondisi setelah perbaikan dilakukan,
untuk menghitung besarnya keuntungan atau penghematan yang bisa didapatkan.
Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya perlu ditambahkan tahap
implementasi dan tahap evaluasi dari usulan-usulan perbaikan yang diberikan.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Gaspersz, V., 2002, Total Quality management, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Kramer, 1996, A Quality Control for Food Industry, Yogyakarta: The Avi
Publishing Company.
Tague, Nancy R., 2005, The Quality Toolbox Second Edition, Milwaukee: ASQ
Quality Press.
Yang, Kai & El-Haik, Basem, 2003, Design for Six Sigma, United States of
America: McGraw-Hill.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 KUESIONER
KUESIONER
A. Data Responden
Jenis Kelamin :
Umur :
Lama pengalaman kerja :
Departemen :
Jabatan :
-TERIMA KASIH-
Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap 40 orang karyawan PT. SMPI yang berasal dari
berbagai jabatan, mulai dari pekerja hingga manager departemen.
OPP Film
Kuantitas Waste responden persentase
0-2% 24 60.0%
3-5% 14 35.0%
6-8% 2 5.0%
9-11% 0 0.0%
12-14% 0 0.0%
>15% 0 0.0%
40 100.0%
PP Cosmoplene
Kuantitas Waste responden persentase
0-2% 29 72.5%
3-5% 6 15.0%
6-8% 5 12.5%
9-11% 0 0.0%
12-14% 0 0.0%
>15% 0 0.0%
40 100.0%
Tinta
Kuantitas Waste responden persentase
0-2% 18 45.0%
3-5% 8 20.0%
6-8% 14 35.0%
9-11% 0 0.0%
12-14% 0 0.0%
>15% 0 0.0%
40 100.0%
Berikut ini adalah daftar biaya pembelian material-material, untuk membuat artikel indomie
Sotomie, yang telah mengalami pembulatan nilai untuk memudahkan perhitungan.
% dari Harga
No Jenis Material Harga Material Akumulatif
Material
1 OPP Film Rp 176,267,900.00 43.86% 43.86%
2 PP Cosmoplene Rp 123,854,080.00 30.82% 74.68%
3 OPP Red Rp 450,000.00
4 OPP Green Rp 12,480,000.00
5 OPP Medium Rp 5,695,000.00
6 OPP White Rp 4,920,000.00
TINTA
13 Methyl Rp 2,880,000.00
14 Toluene Rp 9,360,000.00
Total Rp 22,880,000.00 5.69% 98.73%
15 Paper core Rp 5,100,000.00 1.27% 100.00%
TOTAL Rp 401,893,980.00
Dari table di atas dapat dilihat bahwa, material yang mempengaruhi 80% biaya material adalah 3
material berikut ini:
1. OPP Film
2. PP Cosmoplene
3. Tinta
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat persentase waste/ overusage material untuk setiap produksi
artikel Indomie rasa Sotomie selama bulan Januari hingga Mei 2010.
Selanjutnya nilai persentase yang memiliki nilai minus (-), peneliti ubah menjadi 0%. Hal ini
karena nilai minus berarti tidak ada overusage material yang terjadi―bahkan mungkin saja
berlebih―sehingga nilai diubah menjadi 0 agar tidak mempengaruhi nilai persentase lainnya.
Maka setelah diubah, persentase waste/ overusage material selama bulan Januari hingga Mei
2010 menjadi sebagai berikut:
Dari tabel diatas diperoleh rata-rata persentase waste untuk masing-masing material. Rata-rata
persentase waste untuk 3 jenis material yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. OPP Film : 0.53%
2. PP Cosmoplene : 0.94%
3. Tinta : 0.23%
Ket:
Tanda strip (-) menunjukkan bahwa data tidak ditemukan
waste
1 mesin GR 6
(meter jumbo)
1.1 missprint 470
1.2 garis 1250
1.3 tinta kering 200
1.4 kotor/ bayang 0
1.5 warna unstandard 0
1.6 start awal 750
1.7 bercak tinta 0
1.8 keriput tinta 0
1.9 sobekan printing 200
1.1 bekas lap cylinder 124
1.11 lain-lain mesin GR6 500
total 3494
waste
2 mesin EC-3
(meter jumbo)
2.1 jendol/ lembek 500
2.2 delaminasi 0
2.3 keriput laminasi 250
2.4 PP bolong 0
2.5 transparan 0
2.6 pitch unstandard 0
2.7 bintik laminasi 40
2.8 sobek laminasi 0
2.9 start awal 500
2.10 kupingan masuk 920
2.11 berat unstandrad 0
2.12 lain-lain mesin EC-3 0
total 2210
waste
4 mesin slitting
(meter jumbo)
4.1 gulungan tidak rata 2200
4.2 gulungan kendor 950
4.3 potongan tidak simetris 1000
4.4 joint unstandard 0
4.5 meter kurang 140
4.6 keriput slitting 0
4.7 lain-lain mesin slitting 0
total 4290
%
No. Insiden Kecacatan %
Kumulatif
4.1 gulungan tidak rata 12.69% 12.69%
1.2 garis 12.32% 25.01%
1.1 missprint 11.55% 36.56%
1.6 start awal 8.82% 45.38%
2.10 kupingan masuk 8.47% 53.85%
2.1 jendol/ lembek 8.28% 62.14%
2.3 keriput laminasi 6.79% 68.93%
2.9 start awal 4.19% 73.12%
4.2 gulungan kendor 4.11% 77.23%
2.11 berat unstandrad 3.92% 81.16%
4.3 potongan tidak simetris 3.06% 84.22%
2.2 delaminasi 2.95% 87.17%
1.8 keriput tinta 2.05% 89.22%
1.9 sobekan printing 1.86% 91.09%
4.4 joint unstandard 1.58% 92.66%
2.7 bintik laminasi 1.54% 94.21%
1.3 tinta kering 1.35% 95.55%
1.10 bekas lap cylinder 1.29% 96.84%
4.5 meter kurang 1.24% 98.08%
1.11 lain-lain 0.75% 98.83%
1.5 warna unstandard 0.59% 99.42%
1.4 kotor/ bayang 0.33% 99.75%
2.12 lain-lain 0.25% 100.00%
1.7 bercak tinta 0.00% 100.00%
2.4 PP bolong 0.00% 100.00%
2.5 transparan 0.00% 100.00%
2.6 pitch unstandard 0.00% 100.00%
2.8 sobek laminasi 0.00% 100.00%
4.6 keriput slitting 0.00% 100.00%
4.7 lain-lain 0.00% 100.00%