Anda di halaman 1dari 9

PENENTUAN PUSAT PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH PESISIR

PANTAI DAN LAUT


Oleh : Ir Kartika Listriana

Wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik


yang berbeda dengan wilayah daratan.
Karakteristik khusus wilayah laut menyangkut
sifat dinamis sumber yang relatif sukar untuk
diprediksi eksistensinya, apalagi jika dilihat dalam
kurun waktu tertentu, misalnya keberadaan ikan,
mangrove, terumbu karang, dll. Secara ekologis
wilayah pesisir dan laut juga tidak bisa dibatasi secara administratif. Wilayah pesisir dan
laut seyogyanya dapat diakses oleh masyarakat umum (open access) dan kepemilikannya
tidak bisa secara mutlak dikuasai satu pihak tertentu (common property). Hal ini ternyata
cenderung menimbulkan problematika yang cukup kompleks dalam pengelolaannya.
Konflik pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan laut merupakan salah satu isu negatif
yang sering muncul akibat banyaknya sektor dan pihak yang saling memprioritaskan
kepentingannya, seperti pariwisata, perhubungan laut, perikanan, pertambangan,
masyarakat umum maupun swasta. Oleh karena itu, penataan ruang wilayah pesisir dan
laut mutlak dilakukan.

Mengikuti perkembangan ilmu perencanaan wilayah dan kota maupun praktek penerapan
rencana wilayah dan kota yang berkembang di Indonesia, wilayah pesisir dan laut belum
sepenuhnya mendapat perhatian khusus. Dibentuknya Departemen Kelautan dan
Perikanan yang mengakomodasi satu unit kerja yaitu Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil-Ditjen Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil ternyata cukup signifikan
mengembangkan dan menerapkan konsepkonsep penataan ruang wilayah pesisir dan laut,
sehingga saat ini banyak pihak yang mulai memperhatikan penataan ruang wilayah
pesisir dan laut sebagai suatu hal yang penting. Penataan ruang wilayah pesisir dan laut
termuat dalam suatu produk rencana tata ruang yang diharapkan menghasilkan tujuh
materi pokok sebagai keluarannya, yaitu: (i) strategi pemanfaatan ruang; (ii) rencana
struktur tata ruang; (iii) rencana kawasan lindung yang terdiri dari zona preservasi/zona
inti, zona konservasi, dan zona penyangga ; (iv) rencana pola pemanfaatan ruang yaitu
rencana zonasi pemanfaatan misalnya zona wisata bahari, permukiman,perikanan, dsb.;
(v) rencana kawasan tertentu dan prioritas; (vi) rencana pembangunan sarana/ prasarana
(infrastruktur); serta (vii) rencana investasi. Struktur Tata Ruang berfungsi memberi
kerangka pengembangan bagi wilayah pesisir dan laut, dan merupakan suatu wujud
struktural yang menggambarkan hirarki pusat pengembangan suatu kawasan, mulai dari
penentuan pusat pengembangan primer, sekunder, tersier maupun lokal.

Di dalam Tata Ruang juga tergambar interaksi antar zona yang ditunjukkan dengan
penentuan jaringan transportasi misalnya rencana pengembangan jaringan transportasi
darat dan laut, rencana pengembangan alur pelayaran, dan rencana pengembangan
dermaga/ pelabuhan. Penentuan suatu pusat pengembangan ternyata memerlukan suatu
kajian mendalam yang terkait dengan faktor-faktor pendukungnya serta kriteria-kriteria
pusat pengembangan tersebut. Selama ini, pusat pengembangan suatu kawasan atau
wilayah lebih berorientasi kepada kriteria atau indikator pusat pengembangan yang
berorientasi di wilayah daratan. Penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan
laut mempunyai kriteria atau indikator yang berbeda dengan wilayah daratan, karena
perbedaan karakteristiknya. Perbedaan karakteristik utama yang sangat menonjol antara
pusat pengembangan di wilayah daratan dengan pusat pengembangan di wilayah pesisir
dan laut dapat ditunjukkan melalui sifat keterkaitan antara desa dengan kota sebagai
karakteristik utama pembangunan di wilayah daratan. Di wilayah daratan, tumbuh dan
kembangnya desan sangat tergantung pada kemampuan kotanya yang berperan sebagai
pusat pengembangan.

Sementara, wilayah laut dan pesisir dapat berkembang dan tumbuh tanpa melalui
dorongan atau rangsangan dari kota. Penentuan faktor pusat pengembangan di kawasan
pesisir akan didekati melalui pengembangan konsep pusat-pusat pelayanan yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu Pusat Pertumbuhan dalam ruang ekonomi
(Perroux), Pusat Pertumbuhan dalam dimensi geografis (Boudeville), Ukuran, lokasi,
distribusi dan pengelompokkan kegiatan ekonomi (Christaller & Losch), spread-
backwash effect (Myrdal), dan trickling down-polarization effect (Hirschman). Pusat-
pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut dapat diindikasikan oleh berkembangnya
suatu kawasan atau wilayah yang menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi, pusat-pusat
pelayanan jasa dan pusat-pusat transportasi laut. Lokasi yang ditetapkan sebagai pusat
pengembangan merupakan penggerak kegiatan bagi kawasan-kawasan lain di sekitarnya
atau bahkan berpengaruh pada wilayah yang lebih luas. Karakteristik khusus dari
pengembangan wilayah pesisir dan laut ternyata mempengaruhi dasar pemikiran untuk
memformulasikan suatu mekanisme standar yang dapat diterapkan untuk menentukan
suatu pusat pengembangan.

Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan suatu dasar teknis dalam memutuskan suatu
arahan pengembangan yang mempertimbangkan perhitungan-perhitungan kuantitatif
maupun kualitatif sehingga memberikan hasil yang dapat meminimalisasi dampak-
dampak negatif yang biasanya muncul akibat suatu keputusan/kebijakan, misalnya
degradasi lingkungan, banjir, dll. Penentuan pusat-pusat pengembangan bertujuan untuk
menyusun suatu kebijakan dalam rangka mengambil keputusan untuk menetapkan suatu
lokasi di wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan dan diharapkan
dapat memberikan ‘trickling down effect’ kepada wilayah di sekitarnya. Secara makro,
penentuan pusat pengembangan ini dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi
regional maupun nasional serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penentuan pusat-pusat pengembangan memiliki beberapa sasaran, yaitu: mengidentifikasi
faktor-faktor, variabel dan indikator yang mempengaruhi penentuan pusat pengembangan;
merumuskan formulasi perhitungan analisis penentuan pusat pengembangan ;
merumuskan kebijakan pengembangan suatu wilayah berdasarkan analisa kuantitatif ;
menetapkan kriteria pusat pengembangan ; menentukan lokasilokasi yang potensial untuk
dikembangkan; dan merumuskan keterkaitan fungsi antar pusat-pusat pengembangan .
Pemilihan Metode Analitic Hierarchy Process (AHP)
Seperti telah dipaparkan diatas bahwa penentuan pusat-pusat
pengembangan di wilayah pesisir dan laut agak berbeda
dengan penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah
darat akibat perbedaan karakteristiknya. Oleh karena itu
hirarki yang dikembangkan untuk pusat-pusat pengembangan
di wilayah pesisir dan laut akan mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan hirarki di wilayah daratan. Ada suatu
kemungkinan, sebuah desa dapat menjadi pusat
pengembangan meski tidak mempunyai hirarki secara
langsung dengan kota-kota besar lainnya, tetapi justru
memiliki hirarki langsung dengan kota-kota di luar negeri.
Sebagai contoh, misalnya Kep. Karimata di Kalimantan Barat
yang mempunyai jalur ekspor hasil perikanan langsung ke
Hongkong. Hal ini juga mempengaruhi kompleksitas faktor
yang mempengaruhi penentuan suatu pusat pengembangan,
terutama di wilayah pesisir dan laut. Melihat latar belakang tersebut, maka salah satu
metode yang relevan untuk penentuan pusat pengembangan adalah menggunakan
Analitic Hierarchy Process (AHP). Proses hirarki analitik adalah suatu model yang luwes
yang memungkinkan kita mengambil keputusan dengan mengkombinasikan
pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis.

Ada tiga prinsip dasar dari Proses Hirarki Analitik, yaitu: menggambarkan dan
menguraikan secara hirarkis, yang kita sebut menyusun secara hirarkis yaitu memecah-
mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah; pembedaan prioritas dan
sintesis, yang kita sebut penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen
menurut relatif pentingnya ; dan konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen
dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu
kriteria yang logis. (sumber : Pengambilan Keputusan, Thomas L. Saaty) Hirarki
merupakan alat mendasar dari pikiran manusia. Mereka melibatkan pengidentifikasian
elemen-elemen suatu persoalan, mengelompokkan elemen-elemen itu ke dalam beberapa
kumpulan yang homogen, dan menata kumpulan-kumpulan ini pada tingkat-tingkat yang
berbeda. Hirarki yang paling sederhana berbentuk linier, yang naik atau turun dari tingkat
yang satu ke tingkat yang lain. Sementara itu hirarki yang paling kompleks berupa
jaringan (network) dengan berbagai bentuk elemen yang saling berinteraksi. Dalam
penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini, AHP digunakan
sebagai dasar untuk menentukan bobot dari masing-masing faktor, variabel, maupun
indikator yang mempengaruhi keputusan untuk menentukan pusat pengembangan di
wilayah pesisir
dan laut ini.

Faktor Pendukung Kawasan


Berdasarkan analisa secara akademis, ada beberapa faktor yang dapat mendukung suatu
kawasan, khususnya wilayah pesisir dan laut menjadi pusat pengembangan bagi kawasan
lainnya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan suatu kawasan menjadi pusat
pengembangan adalah struktur ekonomi, aksesibilitas, potensi sumber daya, infrastruktur,
kebijakan pemerintah (political will), dan kondisi fisik Secara hirarki, faktor-faktor
tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak variabel. Penjabaran variabel yang
mendukung faktor tersebut tentunya sangat terkait pula dengan tujuan utama yaitu
penentuan pusat pengembangan. Struktur ekonomi dipengaruhi oleh skala kegiatan, yaitu :
pelayanan dan kapasitas produksi (stock assesment) ; dominasi kegiatan, yaitu variasi
kegiatan dan jumlah tenaga kerja ; dan tenaga kerja, yaitu kualitas tenaga kerja dan
ketersediaannya. Sementara faktor aksesibilitas dipengaruhi oleh variabel : waktu (cepat
atau lambat), dan jarak (jauh atau dekat). Faktor potensi ekonomi dipengaruhi oleh :
pusat koleksi distribusi yang terdiri dari volume bongkar muat, besaran pasar (bisa layani
daerah lain) dan pusat pengembangan, yaitu jumlah transaksi dan produksi eksisting.
Faktor infrastruktur dipengaruhi oleh transportasi laut, darat dan udara (ketersediaan
moda dan jalurnya, serta kualitasnya) ; infrastruktur penunjang (kelengkapan dan kualitas
infrastruktur) ; dan jasa (fasilitas telekomunikasi, kualitas utilitas dan infrastruktur jasa).
Faktor kebijakan pemerintah dipengaruhi oleh rencana investasi (stabilitas ekonomi dan
konsistensi kebijakan) dan keputusan politik (keamanan dan legal sistem). Lalu faktor
yang terakhir, yaitu kondisi fisik dipengaruhi oleh topografi (ketersediaan dan
kepemilikan lahan), dan geologi (bencana dan kekuatan lahan).
CONTOH ANALISIS PENENTUAN PUSAT PENGEMBANGAN DI WILAYAH
PANTAI BARAT SUMATERA DENGAN METODE CLUSTERING
seluruh indikator pada masing-masing lokasi studi. Hasil total data terbobot tersebut
merupakan skor indeks yang dimiliki oleh masing-masing lokasi; (5) Mengurutkan skor
dari yang terendah sampai yang tertinggi; (6) Menjumlah seluruh data terbobot untuk
seluruh indikator pada masingmasing lokasi studi. Hasil total data terbobot tersebut
merupakan skor indeks yang dimiliki oleh masing-masing lokasi. (7) menyusun interval
kelas untuk masing-masing cluster dan mengelompokkan lokasi-lokasi pada wilayah
studi berdasarkan kesesuaian indeks masing-masing lokasi dengan interval kelas yang
telah dibentuk. Pengelompokkan pusat pengembangan wilayah pesisir pada wilayah
pesisir Sumatera ini merupakan contoh obyek kasus yang dijadikan sampel untuk
menginformasikan bagaimana teknis penilaian dengan metode clustering melalui
penilaian faktor-faktor pusat pengembangan yang telah dihasilkan dari metode AHP yang
telah dilakukan pada analisis sebelumnya. Sehingga, apabila terdapat kejanggalan yang
terlihat pada output adalah akibat adanya kesalahan dalam proses input data, karena data
dan informasi yang diproses masih berupa hasil data dan informasi berdasarkan asumsi-
asumsi yang dibangun oleh tim analisis karena adanya keterbatasan waktu dan kurangnya
data yang diperoleh.

APLIKASI MODEL ANALISIS PENENTUAN PUSAT PENGEMBANGAN


Ruang lingkup wilayah studi adalah kawasan pesisir barat Sumatera yang terdiri dari 19
kota/kabupaten yang terdiri dari Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh selatan,
Medan, Sibolga, Nias, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Padang, Padang PAriaman,
Bengkulu, Bengkulu selatan, Bengkulu Utara, Bandar Lampung, Sabang, Pesisir Selatan,
Lampung Barat, dan Tanggamus. Dalam membantu mengidentifikasikan kelompok pusat
pengembangan dapat menggunakan metode clustering dengan teknik pengelompokkan
melalui metode statistik sederhana yakni dengan menentukan interval kelas indeks.
Tahapan yang dilakukan adalah: (1) Menginventarisasi data mentah dari berbagai sumber
baik dari data sekunder ataupun dari data lapangan; (2) Melakukan penilaian data secara
proporsional per masing-masing indikator yakni dengan membagi data mentah dari suatu
faktor pada suatu wilayah dengan jumlah keseluruhan jumlah data mentah dari semua
lokasi studi khusus untuk faktor tersebut. Hal yang sama dilakukan untuk penentuan data
proporsional pada wilayah lain dan faktor-faktor yang lain pada masingmasing lokasi
studi; (3) Menghitung data terbobot yakni dengan mengalikan data proporsional yang
telah dihasilkan dengan bobot pada masing-masing faktor di masing-masing lokasi studi;
(4) Menjumlahan seluruh data terbobot untuk

KABUPATEN KLUNGKUNG
Metode analisis penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini telah
diterapkan pada analisis pekerjaan penyusunan rencana tata ruang pesisir dan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Klungkung-Bali. Berikut ilustrasi output yang dihasilkan pada
wilayah studi:

PULAU JAWA

Metode analisis penentuan pusat pengembangan


di wilayah pesisir dan laut ini telah pula
diterapkan pada analisis pekerjaan penyusunan
rencana tata ruang pesisir dan kelautan nasional
(regional marine planning) wilayah Pulau Jawa.
Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan
merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi
sebagai stimulan pengembangan wilayah pesisir
dan kelautan, dengan kemampuan melayani
kebutuhannya sendiri, bahkan mampu
mendukung pertumbuhan ekonomi bagi daerah
lain di sekitarnya. Tujuan penentuan Hirarki
Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan
adalah untuk meningkatkan keterkaitan (intra dan antar) wilayah dan keterkaitan ekonomi,
sekaligus merangsang peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kegiatan-kegiatan usaha
pesisir. Dalam rangka penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah
Pulau Jawa, maka digunakan sejumlah pertimbangan (asumsi) sebagai berikut:

Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat keterhubungan (aksesibilitas) yang tinggi,


baik secara internal (dala kawasan), maupun terhadap wilayah-wilayah lain,
khususnya dengan wilayah pesisir lainnya dan wilayah daratan melalui keberadaan
Sistem Jaringan Jalan Darat. Dengan demikian Pusat Pengembangan Pesisir dan
Kelautan yang terpilih memiliki kemampuan yang baik dalam mendukung mobilitas
dan distribusi manusia dan barang.
Kabupaten/Kota yang memiliki potensi ekonomi, dengan demikian dapat terjalin
suatu keterpaduan antara kawasan yang berfungsi sebagai pusat produksi dengan kota
sebagai pusat jasa dan pengolahan, sekaligus pusat distribusi hasil produksi dan
pengolahan.
Kabupaten/Kota yang memiliki potensi sebagai inlet-oulet wilayah pesisir, baik
dalam lingkup regional, nasional dan internasional melalui keberadaan dan kinerja
Pelabuhan Laut yang berada pada kota bersangkutan. Dengan demikian Pusat
Pengembangan Pesisir dan Kelautan yang terpilih memiliki kemampuan yang tinggi
sebagai gerbang keluar-masuk manusia dan barang dalam lingkup regional, nasional
dan internasional.
Kabupaten/Kota yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan (PKN, PKW dan PKL)
berdasarkan kebijakan penataan ruang nasional. Dengan demikian Pusat
Pengembangan Pesisir dan Kelautan yang terpilih memiliki keselarasan dan
konsistensi dengan struktur ruang wilayah nasional dimasa yang akan datang.
Kabupaten/Kota dengan kondisi fisik dan lingkungan pesisir dan laut yang
mendukung pengembangan aktivitas kegiatan usaha pada sektor kelautan dan
perikanan.
Kabupaten/Kota dengan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya yang mendukung
pengembangan wilayah pesisir dan laut.

Proses penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa
dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan nominasi (daftar) pusat-pusat
pengembangan yang akan dinilai kemampuannya sebagai Pusat Pengembangan Pesisir
dan Kelautan. Penentuan nominasi pusat-pusat pengembangan didekati berdasarkan
satuan administrasi Kabupaten/kota di wilayah pesisir Pulau Jawa. Sehingga secara
keseluruhan terdapat 60 Kabupaten/ Kota pesisir yang ditetapkan sebagai nominasi pusat-
pusat pengembangan pesisir dan kelautan. Proses penilaian terhadap Kabupaten/Kota
pesisir untuk ditentukan hirarkinya sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di
Wilayah Pulau Jawa yang terdiri dari ‘Pusat Primer’, ‘Pusat Sekunder’, ‘Pusat Tersier’
dan ‘Pusat Lokal’. Adapun proses penilaian tersebut dilakukan berdasarkan sejumlah
variabel, indikator, dan kriteria serta parameter penilaian. Sehingga dihasilkan hasil akhir
penilaian nominasi kotakota sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan Sebagai
hasilnya, dari 60 Kabupaten/Kota pesisir yang dinominasikan sebagai Pusat
Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa terpilihlah tiga Pusat Primer
yang terdiri dari Jakarta, Surabaya dan Cilacap, dan secara keseluruhan telah mewakili
wilayah pesisir utara dan pesisir selatan Pulau Jawa. Sedangkan kabupaten/ kota yang
terpilih sebagai Pusat Sekunder ada enam kota pesisir, yaitu Kabupaten Serang (Banten),
Kota Cirebon, Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), Kota Semarang (Jawa Tengah),
Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur). selanjutnya, didapati
pula 14 Kabupaten/Kota pesisir lainnya sebagai Pusat Tersier yang tersebar di pesisir
utara dan pesisir selatan Pulau Jawa, dan 37 lainnya terpilih sebagai Pusat Lokal.

Anda mungkin juga menyukai