Mengikuti perkembangan ilmu perencanaan wilayah dan kota maupun praktek penerapan
rencana wilayah dan kota yang berkembang di Indonesia, wilayah pesisir dan laut belum
sepenuhnya mendapat perhatian khusus. Dibentuknya Departemen Kelautan dan
Perikanan yang mengakomodasi satu unit kerja yaitu Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil-Ditjen Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil ternyata cukup signifikan
mengembangkan dan menerapkan konsepkonsep penataan ruang wilayah pesisir dan laut,
sehingga saat ini banyak pihak yang mulai memperhatikan penataan ruang wilayah
pesisir dan laut sebagai suatu hal yang penting. Penataan ruang wilayah pesisir dan laut
termuat dalam suatu produk rencana tata ruang yang diharapkan menghasilkan tujuh
materi pokok sebagai keluarannya, yaitu: (i) strategi pemanfaatan ruang; (ii) rencana
struktur tata ruang; (iii) rencana kawasan lindung yang terdiri dari zona preservasi/zona
inti, zona konservasi, dan zona penyangga ; (iv) rencana pola pemanfaatan ruang yaitu
rencana zonasi pemanfaatan misalnya zona wisata bahari, permukiman,perikanan, dsb.;
(v) rencana kawasan tertentu dan prioritas; (vi) rencana pembangunan sarana/ prasarana
(infrastruktur); serta (vii) rencana investasi. Struktur Tata Ruang berfungsi memberi
kerangka pengembangan bagi wilayah pesisir dan laut, dan merupakan suatu wujud
struktural yang menggambarkan hirarki pusat pengembangan suatu kawasan, mulai dari
penentuan pusat pengembangan primer, sekunder, tersier maupun lokal.
Di dalam Tata Ruang juga tergambar interaksi antar zona yang ditunjukkan dengan
penentuan jaringan transportasi misalnya rencana pengembangan jaringan transportasi
darat dan laut, rencana pengembangan alur pelayaran, dan rencana pengembangan
dermaga/ pelabuhan. Penentuan suatu pusat pengembangan ternyata memerlukan suatu
kajian mendalam yang terkait dengan faktor-faktor pendukungnya serta kriteria-kriteria
pusat pengembangan tersebut. Selama ini, pusat pengembangan suatu kawasan atau
wilayah lebih berorientasi kepada kriteria atau indikator pusat pengembangan yang
berorientasi di wilayah daratan. Penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan
laut mempunyai kriteria atau indikator yang berbeda dengan wilayah daratan, karena
perbedaan karakteristiknya. Perbedaan karakteristik utama yang sangat menonjol antara
pusat pengembangan di wilayah daratan dengan pusat pengembangan di wilayah pesisir
dan laut dapat ditunjukkan melalui sifat keterkaitan antara desa dengan kota sebagai
karakteristik utama pembangunan di wilayah daratan. Di wilayah daratan, tumbuh dan
kembangnya desan sangat tergantung pada kemampuan kotanya yang berperan sebagai
pusat pengembangan.
Sementara, wilayah laut dan pesisir dapat berkembang dan tumbuh tanpa melalui
dorongan atau rangsangan dari kota. Penentuan faktor pusat pengembangan di kawasan
pesisir akan didekati melalui pengembangan konsep pusat-pusat pelayanan yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu Pusat Pertumbuhan dalam ruang ekonomi
(Perroux), Pusat Pertumbuhan dalam dimensi geografis (Boudeville), Ukuran, lokasi,
distribusi dan pengelompokkan kegiatan ekonomi (Christaller & Losch), spread-
backwash effect (Myrdal), dan trickling down-polarization effect (Hirschman). Pusat-
pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut dapat diindikasikan oleh berkembangnya
suatu kawasan atau wilayah yang menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi, pusat-pusat
pelayanan jasa dan pusat-pusat transportasi laut. Lokasi yang ditetapkan sebagai pusat
pengembangan merupakan penggerak kegiatan bagi kawasan-kawasan lain di sekitarnya
atau bahkan berpengaruh pada wilayah yang lebih luas. Karakteristik khusus dari
pengembangan wilayah pesisir dan laut ternyata mempengaruhi dasar pemikiran untuk
memformulasikan suatu mekanisme standar yang dapat diterapkan untuk menentukan
suatu pusat pengembangan.
Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan suatu dasar teknis dalam memutuskan suatu
arahan pengembangan yang mempertimbangkan perhitungan-perhitungan kuantitatif
maupun kualitatif sehingga memberikan hasil yang dapat meminimalisasi dampak-
dampak negatif yang biasanya muncul akibat suatu keputusan/kebijakan, misalnya
degradasi lingkungan, banjir, dll. Penentuan pusat-pusat pengembangan bertujuan untuk
menyusun suatu kebijakan dalam rangka mengambil keputusan untuk menetapkan suatu
lokasi di wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan dan diharapkan
dapat memberikan ‘trickling down effect’ kepada wilayah di sekitarnya. Secara makro,
penentuan pusat pengembangan ini dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi
regional maupun nasional serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penentuan pusat-pusat pengembangan memiliki beberapa sasaran, yaitu: mengidentifikasi
faktor-faktor, variabel dan indikator yang mempengaruhi penentuan pusat pengembangan;
merumuskan formulasi perhitungan analisis penentuan pusat pengembangan ;
merumuskan kebijakan pengembangan suatu wilayah berdasarkan analisa kuantitatif ;
menetapkan kriteria pusat pengembangan ; menentukan lokasilokasi yang potensial untuk
dikembangkan; dan merumuskan keterkaitan fungsi antar pusat-pusat pengembangan .
Pemilihan Metode Analitic Hierarchy Process (AHP)
Seperti telah dipaparkan diatas bahwa penentuan pusat-pusat
pengembangan di wilayah pesisir dan laut agak berbeda
dengan penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah
darat akibat perbedaan karakteristiknya. Oleh karena itu
hirarki yang dikembangkan untuk pusat-pusat pengembangan
di wilayah pesisir dan laut akan mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan hirarki di wilayah daratan. Ada suatu
kemungkinan, sebuah desa dapat menjadi pusat
pengembangan meski tidak mempunyai hirarki secara
langsung dengan kota-kota besar lainnya, tetapi justru
memiliki hirarki langsung dengan kota-kota di luar negeri.
Sebagai contoh, misalnya Kep. Karimata di Kalimantan Barat
yang mempunyai jalur ekspor hasil perikanan langsung ke
Hongkong. Hal ini juga mempengaruhi kompleksitas faktor
yang mempengaruhi penentuan suatu pusat pengembangan,
terutama di wilayah pesisir dan laut. Melihat latar belakang tersebut, maka salah satu
metode yang relevan untuk penentuan pusat pengembangan adalah menggunakan
Analitic Hierarchy Process (AHP). Proses hirarki analitik adalah suatu model yang luwes
yang memungkinkan kita mengambil keputusan dengan mengkombinasikan
pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis.
Ada tiga prinsip dasar dari Proses Hirarki Analitik, yaitu: menggambarkan dan
menguraikan secara hirarkis, yang kita sebut menyusun secara hirarkis yaitu memecah-
mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah; pembedaan prioritas dan
sintesis, yang kita sebut penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen
menurut relatif pentingnya ; dan konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen
dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu
kriteria yang logis. (sumber : Pengambilan Keputusan, Thomas L. Saaty) Hirarki
merupakan alat mendasar dari pikiran manusia. Mereka melibatkan pengidentifikasian
elemen-elemen suatu persoalan, mengelompokkan elemen-elemen itu ke dalam beberapa
kumpulan yang homogen, dan menata kumpulan-kumpulan ini pada tingkat-tingkat yang
berbeda. Hirarki yang paling sederhana berbentuk linier, yang naik atau turun dari tingkat
yang satu ke tingkat yang lain. Sementara itu hirarki yang paling kompleks berupa
jaringan (network) dengan berbagai bentuk elemen yang saling berinteraksi. Dalam
penentuan pusat-pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini, AHP digunakan
sebagai dasar untuk menentukan bobot dari masing-masing faktor, variabel, maupun
indikator yang mempengaruhi keputusan untuk menentukan pusat pengembangan di
wilayah pesisir
dan laut ini.
KABUPATEN KLUNGKUNG
Metode analisis penentuan pusat pengembangan di wilayah pesisir dan laut ini telah
diterapkan pada analisis pekerjaan penyusunan rencana tata ruang pesisir dan pulau-pulau
kecil di Kabupaten Klungkung-Bali. Berikut ilustrasi output yang dihasilkan pada
wilayah studi:
PULAU JAWA
Proses penentuan Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa
dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan nominasi (daftar) pusat-pusat
pengembangan yang akan dinilai kemampuannya sebagai Pusat Pengembangan Pesisir
dan Kelautan. Penentuan nominasi pusat-pusat pengembangan didekati berdasarkan
satuan administrasi Kabupaten/kota di wilayah pesisir Pulau Jawa. Sehingga secara
keseluruhan terdapat 60 Kabupaten/ Kota pesisir yang ditetapkan sebagai nominasi pusat-
pusat pengembangan pesisir dan kelautan. Proses penilaian terhadap Kabupaten/Kota
pesisir untuk ditentukan hirarkinya sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan di
Wilayah Pulau Jawa yang terdiri dari ‘Pusat Primer’, ‘Pusat Sekunder’, ‘Pusat Tersier’
dan ‘Pusat Lokal’. Adapun proses penilaian tersebut dilakukan berdasarkan sejumlah
variabel, indikator, dan kriteria serta parameter penilaian. Sehingga dihasilkan hasil akhir
penilaian nominasi kotakota sebagai Pusat Pengembangan Pesisir dan Kelautan Sebagai
hasilnya, dari 60 Kabupaten/Kota pesisir yang dinominasikan sebagai Pusat
Pengembangan Pesisir dan Kelautan di Wilayah Pulau Jawa terpilihlah tiga Pusat Primer
yang terdiri dari Jakarta, Surabaya dan Cilacap, dan secara keseluruhan telah mewakili
wilayah pesisir utara dan pesisir selatan Pulau Jawa. Sedangkan kabupaten/ kota yang
terpilih sebagai Pusat Sekunder ada enam kota pesisir, yaitu Kabupaten Serang (Banten),
Kota Cirebon, Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), Kota Semarang (Jawa Tengah),
Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur). selanjutnya, didapati
pula 14 Kabupaten/Kota pesisir lainnya sebagai Pusat Tersier yang tersebar di pesisir
utara dan pesisir selatan Pulau Jawa, dan 37 lainnya terpilih sebagai Pusat Lokal.