Anda di halaman 1dari 13

ABSTRAK

Kota Tegal memiliki potensi pengembangan di sejumlah bidang, antara lain perikanan,
hutan bakau, tempat pendaratan ikan, pelabuhan niaga, pariwisata, dan industri, karena
letaknya yang berada di pesisir pantai. Dari segi ekonomi, pengembangan potensi tersebut
dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, jika komponen ini
diabaikan, hal ini sering kali menimbulkan dampak buruk dari sudut pandang ekologi, seperti
berkembangnya berbagai masalah lingkungan di sepanjang pantai. Pantai Alam Indah
merupakan salah satu tempat wisata yang banyak terdapat di Kota Tegal. Namun daya tarik
wisata kota ini belum tertata dengan baik atau tertata rapi dalam hal pemanfaatan ruang,
sehingga berdampak pada menurunnya daya tarik wisata kota serta kualitas ekosistem dan
sumber dayanya.

Gagasan “kota tepi laut” menekankan prinsip keberlanjutan saat merencanakan lokasi tepi
laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mengkarakterisasi jalur yang
diambil dalam pengorganisasian dan pertumbuhan ide waterfront city di destinasi wisata
Pantai Alam Indah Tegal. Untuk memberikan penjelasan, gambaran, dan solusi yang lebih
menyeluruh terhadap permasalahan di Pantai Alam Indah, digunakan pendekatan penelitian
deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penataan ruang tepi pantai Alam Indah
mempertimbangkan pemanfaatan lahan dan bangunan, parkir dan sirkulasi, ruang terbuka,
jalur pejalan kaki, kegiatan penunjang, penandaan, pelestarian, dan konservasi. Sementara
itu, infrastruktur, arsitektur, fasilitas, dan kegiatan terkait pariwisata menjadi fokus
pengembangan tepi laut. Temuan ini diyakini dapat mempengaruhi citra baru destinasi
wisata Pantai Alam Indah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat.

Kata Kunci : Penataan, Pengembangan, Objek Wisata, Waterfront

PENDAHULUAN

Pariwisata berkontribusi pada perluasan perekonomian dengan menghasilkan uang,


peluang kerja baru, dan meningkatkan efisiensi bagian perekonomian lainnya. Masyarakat,
dunia usaha, dan pemerintah semuanya mempunyai tanggung jawab untuk merencanakan
industri pariwisata sesuai prinsip berkelanjutan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
destinasi pariwisata dengan dampak rendah terhadap lingkungan dan perekonomian dapat
dikembangkan secara maksimal dengan memanfaatkan sumber daya alamnya dengan
sebaik-baiknya. Terdapat beberapa tingkatan penerapan perencanaan sektor pariwisata,
mulai dari yang paling nasional hingga yang paling lokal. Setiap tingkatan mencakup
semuanya, berkonsentrasi pada serangkaian faktor dan pertimbangan yang terpisah.
Selain pertimbangan-pertimbangan tersebut, tujuan utama dari kajian Pantai Alam
Indah ini adalah untuk memajukan wisata pantai sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah
Kota Tegal tentang Perubahan Atas Peraturan Nomor 4 Tahun 2012 yang mengatur tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tegal Tahun 2011–2031. Operasi komersial, jasa, dan
industri yang aman, menyenangkan, produktif, dan ramah lingkungan akan mendorong visi
Kota Tegal menjadi Kota Maritim, sesuai rencana induk kota. Terkait RUU Pariwisata, telah
diterbitkan Surat Keputusan DPD RI 47/DPD RI/III/2012-2013.

Menurut pasal 66, Kawasan Kepentingan Strategis (KSK) adalah fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 huruf c. Termasuk
kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (3) huruf e yang luasnya
kurang lebih 16 (enam belas) hektar, serta Kecamatan Tegal Barat dan Tegal Timur,
meliputi:

a. Wilayah pesisir Kabupaten Tegal Barat dan Kabupaten Tegal Timur merupakan
kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup;

b. Pembangunan pesisir dilakukan untuk mengoptimalkan wilayah pesisir berupa:

1) Menjaga kelestarian hutan mangrove sebagai area perlindungan bagi ragam


kehidupan alam.
2) Melakukan upaya untuk melindungi wilayah-wilayah yang rentan terhadap
bencana alam.
3) Melindungi area yang memiliki peran krusial dalam menentukan perubahan warna
alam dan berdampak secara luas pada kelangsungan kehidupan.

Gambar 1. Pantai Alam Indah

Konsep waterfront city merupakan salah satu cara untuk menata pengembangan
industri pariwisata di kawasan Pantai Alam Indah. Pengertian waterfront dalam ilmu bahasa
adalah suatu lokasi yang berada di tepi perairan. Waterfront mengacu pada setiap tempat
yang menjadi perbatasan antara daratan dan perairan (danau, sungai, atau laut). Gagasan
kota tepi laut telah lama digunakan di banyak negara, yang mengacu pada wilayah yang
dibatasi oleh perairan, baik itu danau, sungai, atau laut. Dalam Munandar (2013), Ellison
menulis. Salah satu pilihan pengembangan kawasan waterfront yang mampu mendorong
aktivitas ekonomi, mempunyai kualitas lingkungan tinggi, dan tertata adalah konsep
waterfront city. Meskipun memerlukan pengeluaran finansial yang besar, mengembangkan
kawasan ide kota tepi laut mungkin bisa menjadi alternatif untuk melakukan perencanaan
wilayah yang luas. Strategi alternatif bagi perencanaan tata ruang wilayah pemerintah
adalah pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir.

Gambar 2. Pantai Alam Indah

KAJIAN PUSTAKA

Suwarti dan Yuliamir (2017) menyatakan bahwa terdapat tiga elemen krusial yang
diperlukan dalam proses pengembangan sektor pariwisata, yaitu:

1. Manusia, adalah sebagai pelaku utama yang bertanggung jawab dalam


melaksanakan segala aktivitas di sektor pariwisata.

2. Tempat, adalah unsur fisik yang menjadi tempat atau wadah untuk berbagai kegiatan
pariwisata.

3. Waktu, adalah Berapa lama waktu yang diperlukan oleh seorang wisatawan dalam
perjalanan menuju tempat wisata tersebut.

Suryadana dan Ocktavia (2015:5) menyatakan bahwa dalam satu atau lebih wilayah
administratif terdapat beberapa lokasi geografis atau wilayah yang dianggap sebagai tujuan
pariwisata. Tempat-tempat tersebut mempunyai aspek daya tarik wisata yang saling
berkaitan, seperti fasilitas, komunitas, aksesibilitas, dan wisatawan. saling bahu membahu
dan saling meningkatkan untuk mewujudkan suatu kegiatan wisata. Untuk menjadi
destinasi yang diinginkan wisatawan, suatu tempat harus menarik bagi industri pariwisata
dan mampu mengakomodasi kebutuhan pengembangannya. Kebutuhan tersebut
didasarkan pada hal-hal berikut:

1. What to see, dalam suatu objek wisata, perlu adanya elemen atau atraksi yang
memiliki keunikan dan membedakannya dari daerah lainnya. Aspek "What to see" ini
mencakup berbagai daya tarik wisata, kegiatan, seni, dan pemandangan alam yang
menarik untuk dinikmati oleh pengunjung.

2. What to do, dalam suatu objek wisata, selain menyajikan elemen yang dapat dilihat,
penting juga untuk menyediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan
merasa betah dan enggan meninggalkan objek wisata tersebut.

3. What to buy, destinasi wisata juga seharusnya dilengkapi dengan fasilitas belanja,
terutama untuk barang-barang pernak-pernik dan kerajinan yang bisa dijadikan oleh-
oleh oleh para wisatawan untuk dibawa pulang ke tempat asalnya.

4. What to arrived, dalam destinasi wisata, aspek aksesibilitas melibatkan pertimbangan


tentang bagaimana cara mengunjungi daya tarik wisata tersebut, jenis kendaraan yang
dapat digunakan, dan estimasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan wisata
tersebut.

5. What to stay, dalam destinasi wisata, penting juga untuk mempertimbangkan tempat
tinggal sementara bagi para wisatawan selama mereka berlibur. Oleh karena itu,
diperlukan fasilitas penginapan, termasuk hotel bintang lima maupun penginapan
sederhana.

James Rouse memperkenalkan gagasan kota tepi laut pada abad ke-19 dengan tujuan
menghidupkan kembali kawasan industri di sepanjang pantai di Boston, San Francisco, dan
kota-kota Amerika lainnya. Secara linguistik, “waterfront” mengacu pada suatu lokasi di
dekat laut atau sebagian daratan yang berbatasan dengan suatu perairan (Munandar, 2013).
Menurut Rivai Notanubun (2017), waterfront city merupakan kawasan tempat
berlangsungnya berbagai aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi di sepanjang tepi daratan
dan lautan. Pada kota waterfront, pembangunan diarahkan pada air, dan model pengelolaan
wilayah dikembangkan untuk mendukung berbagai aktivitas masyarakat dalam konteks
sosial, ekonomi, dan waterfront.

METODE PENELITIAN

a. Teknik Pengumpulan Data

Metodologi penelitian deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Sugiyono


(2016) mengartikan metode deskriptif kualitatif sebagai pendekatan penelitian yang mana
peneliti menggunakan triangulasi, atau kombinasi, sebagai alat utama proses pengumpulan
data untuk mengevaluasi data dan menghasilkan temuan penelitian kualitatif yang
mengutamakan makna di atas generalisasi. Tujuan dari metodologi penelitian ini adalah
untuk memperjelas, mengkarakterisasi, dan memberikan analisis mendalam terhadap
permasalahan yang diteliti. Analisis yang disajikan bersifat deskriptif dan kualitatif,
memanfaatkan interpretasi teoritis terhadap fakta dan sudut pandang penulis untuk
menentukan arah tata letak dan pengembangan ide waterfront city di kawasan objek wisata
Pantai Alam Indah. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang sudah dipublikasikan dan diperoleh secara tidak langsung. Bersumber dari beberapa
publikasi ilmiah yang sebelumnya telah dipublikasikan secara elektronik mengenai gagasan
waterfront city, data sekunder yang digunakan bersifat kualitatif. Hanya data relevan dan
dianggap sah yang dipilih. Selain data publikasi ilmiah, penulis juga memanfaatkan
informasi dari situs resmi pemerintah daerah terkait, dalam hal ini Pemerintah Kota Tegal.
Proses pengumpulan data melibatkan membaca, memahami, dan mengevaluasi materi
yang dirilis sebelumnya. Publikasi ini mencakup informasi tentang bagaimana konsep kota
tepi laut telah diterapkan di berbagai lokasi.
b. Metode Analisis

Tahap selanjutnya, setelah selesainya wawancara dan pengujian data primer dan
sekunder, adalah mengevaluasi dan mendiskusikan hasilnya. Analisis data didefinisikan
oleh Sugiyono (2020:131) sebagai berikut: mengorganisasikan data ke dalam kategori-
kategori, mendeskripsikannya ke dalam unit-unit, mensintesiskannya, dan
mengorganisasikannya ke dalam pola-pola. Kemudian, Anda harus memilih apa yang
penting untuk dipelajari, mengumpulkan data dari wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, serta membuat kesimpulan Anda dapat dipahami dengan jelas oleh diri
sendiri dan orang lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Wisata Bahari
Desa Mintaragen yang merupakan salah satu lokasi pesisir pantai di Kabupaten Tegal
Timur memiliki ciri geooseanografi sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai sektor
wisata bahari. Selain itu, sejumlah masyarakat pesisir Kabupaten Tegal Timur mempunyai
potensi untuk memperoleh pendapatan dari usaha kerajinan tangan dengan menghasilkan
barang-barang yang dapat dijual di toko kerajinan destinasi wisata.

2. Kawasan komersial
Ruang perkantoran, hotel, restoran, dan kawasan pemukiman dengan kepadatan
rendah semuanya merupakan bagian dari desain utama kawasan komersial untuk
mendorong aktivitas perusahaan. Tegal Timur bisa menarik investasi lebih banyak jika
memiliki banyak pusat perbelanjaan.

3. Industri kecil
Penting untuk melestarikan potensi usaha kecil dalam bentuk kerajinan tangan,
terutama karena dapat melengkapi operasional pariwisata bahari. Disarankan agar 113 unit
industri rumah tangga yang tersebar di kawasan pemukiman tetap digabung dengan
kawasan pemukiman. Perahu tradisional, pengepakan udang, pengawetan hasil laut
(penggaraman dan pengasapan), serta pengolahan udang merupakan beberapa produk dari
sektor kerajinan ini.

4. Permukiman
Lingkungan perumahan dengan kepadatan rendah hingga menengah yang dibangun
menggunakan pola grid dan berorientasi pada target adalah gaya arsitektur yang diusulkan
untuk wilayah ini, yang juga akan mencakup utilitas dan layanan tambahan. Sementara itu,
kawasan pemukiman dengan kepadatan menengah hingga tinggi yang dirancang dengan
menggunakan strategi berorientasi tren dan dilengkapi dengan fasilitas dan utilitas yang
sesuai berlokasi di luar wilayah yang berkembang pesat.

Arah Penataan Ruang Objek Wisata Pantai Alam Indah Berdasarkan


Konsep Waterfront City
Suatu daya tarik wisata harus mempunyai keunikan baik dari segi bentuk, lokasi, dan
ciri-ciri lain yang akan mempengaruhi cara pemanfaatan lahan, fungsi lahan, dan aktivitas
terkait lainnya. Oleh karena itu, memiliki strategi perencanaan tata ruang sangatlah penting.
Suatu sistem perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian penataan ruang dikenal dengan
istilah penataan ruang. Tujuan penataan ruang adalah menata segala sesuatunya secara
rapi dan sistematis guna meningkatkan daya tarik destinasi wisata.
Kawasan tepi laut dimaksudkan sebagai pusat kegiatan wisata dan kelautan, didukung
oleh kegiatan perdagangan dan jasa, prasarana umum, dan perumahan, sesuai dengan
aturan RDTRW Kota Tegal Tahun 2012 (Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012).
Arah penataan kawasan waterfront meliputi (Shirvani dalam Firmansyah, 2014):
1. Tata guna lahan (land use) dan tata bangunan (building form and massing)
Tata guna lahan merupakan pandangan luas tentang perencanaan kota. Kebijakan
penggunaan lahan kota tepi laut difokuskan pada pemanfaatan lahan yang tersedia secara
berkelanjutan dan efisien. Sedangkan isi suatu bangunan tingginya, koefisien lantai, garis
batas, bahan bangunan, dan lain-lain diorganisasikan dalam denahnya. Baik struktur
maupun lingkungan sekitarnya dipengaruhi oleh denah bangunan. Bangunan dan
lingkungan sekitarnya mendapat manfaat dari pengembangan tepi laut yang terencana
dengan baik. Pantai Alam Indah memerlukan konstruksi dan perencanaan penggunaan
lahan yang spesifik lokasi dan fungsi. Idealnya, kawasan komersial dan ekonomi terletak
jauh dari pantai dan dekat dengan tempat parkir wisata. Batas pantai ditetapkan sebagai
zona perlindungan lokal sesuai aturan. Lebarnya ditentukan oleh bentuk dan kondisi fisik
pantai, paling sedikit harus berjarak 100 meter dari titik pasang tertinggi (Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2012).
2. Sirkulasi dan parkir (circulation dan parking)
Sirkulasi dan parkir adalah unsur penting dalam perencanaan wilayah. Pola aktivitas
kawasan akan langsung dibentuk oleh parkir dan sirkulasi. Jalan raya utama, jalur sepeda,
jalur pejalan kaki, dan fitur penghubung lainnya di kawasan tersebut semuanya dianggap
sebagai bagian dari sirkulasi dalam konteks ini.
3. Ruang terbuka (open space) dan jalur pedestrian (pedestrian ways)
Tujuan dari perencanaan ruang terbuka adalah untuk menyatukan manusia dan alam.
Sebaliknya, jalan setapak dirancang untuk memudahkan berjalan kaki dan mendorong orang
untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ada taman dan bumi perkemahan yang disiapkan
untuk penggunaan ruang terbuka oleh para tamu.
4. Aktivitas pendukung (activity support)
Aktivitas pendukung yaitu kegiatan yang memfasilitasi keterlibatan masyarakat.
Kegiatan pendukung tersebut dapat dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi non-fisik dan
fisik kawasan. Kegiatan pendukung yang berfokus pada air, seperti olahraga air, sangat
penting bagi gagasan tepi laut. Hal ini juga dapat terwujud secara budaya dalam bentuk
pertunjukan karya seni, ritual adat, dan kearifan lokal lainnya.
5. Penandaan (signage)
Tujuan penandaan adalah untuk memudahkan pengenalan kawasan.
Rambu jalan, papan informasi, peta lokasi, dan bahan lainnya dapat digunakan sebagai
penanda.
6. Preservasi (preservation) dan konservasi (conservation)
Konservasi mengacu pada praktik melestarikan fitur alami suatu kawasan meskipun
mengalami perubahan penggunaan, sedangkan preservasi mengacu pada praktik
melestarikan kawasan pemukiman dan bangunan bersejarah tanpa mengubahnya. Ruang
terbuka dapat diciptakan dengan memperoleh properti yang dulunya digunakan oleh
saudagar di kawasan Pantai Alam Indah, zona hijau dengan mengakuisisi lahan di area
sungai, dan area parkir dan berdagang dengan mengakuisisi lahan di area kolam. Upaya
untuk melestarikan kawasan alami mungkin juga berfokus pada pemulihan hutan pinus
sesuai tujuan semula. Selain itu, dermaga kecil dapat dibangun untuk digunakan perahu.
Arah Pengembangan Objek Wisata Pantai Alam Indah
Berdasarkan Konsep
Waterfront City
Transformasi Pantai Alam Indah menjadi kota tepi laut berpedoman pada tujuan
awalnya sebagai tepi laut rekreasi. Porsi daya tarik wisata yang dikembangkan Kota Tegal
yang dapat dimanfaatkan secara rutin sebagai sarana prasarana dan fasilitas pariwisata
dibatasi paling banyak 40% dari total luas wilayah, dengan ruang terbuka hijau minimal 10%
dari luas wilayah dan termasuk lahan parkir yang memadai. fasilitas. Anda harus
mempertimbangkan faktor-faktor terkait kenyamanan, keamanan, keselamatan, ketertiban,
kebersihan, dan daya tarik selama prosedur (Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012).
Bidang infrastruktur, arsitektur, amenitas, dan kegiatan pariwisata merupakan arah
pengembangan yang memungkinkan.
1. Infrastruktur
Tepi laut merupakan aset infrastruktur karena keterbukaan dan keserbagunaannya,
namun juga sangat rentan terhadap bahaya baik dari manusia maupun alam. Jalan-jalan
utama menuju destinasi wisata, saluran air dan limbah, tempat pembuangan sampah,
tanggul untuk menghindari banjir dan gelombang pasang, serta ROB semuanya harus
dibentengi dan ditata untuk mengantisipasi hal ini.
2. Arsitektur
Dari segi desain, penciptaan atraksi wisata berbasis ide waterfront city harus mampu
menyediakan ruang yang estetis dan nyaman. Bentuk kawasan, norma (aturan masyarakat
setempat), zonasi (keterpaduan antara aktivitas darat dan perairan), kenampakan (citra
kawasan ditinjau dari budaya dan sejarah), serta pengelolaan waktu (orientasi
pengelompokan kegiatan wisata) menjadi faktor utama yang mempengaruhi berkontribusi
terhadap nilai estetika dan kenyamanan (Conoras, 2016). Terdapat dua zona yang dapat
dibedakan dalam objek wisata Pantai Alam Indah, yaitu:
a. Zona 1 yaitu berlokasi di kawasan daratan yang meliputi: areal parkir, taman/ruang
terbuka hijau, kawasan wisata kuliner, kawasan perbelanjaan (cinderamata),
panggung pertunjukan, resort dan penginapan, kafe dan masjid
b. Zona 2 yaitu di bidang perairan yang meliputi tempat penyeberangan sungai dan
olahraga air seperti selancar dan kano.
3. Fasilitas
Fasilitas pendukung interpretatif dan tepi laut merupakan bagian dari lingkungan
binaan konsep tepi laut. Tujuan dari fasilitas interpretasi kota adalah untuk mengedukasi
pengunjung tentang tepi laut. Terdapat kebutuhan untuk membangun fasilitas interpretasi
seperti peta wilayah, papan petunjuk arah, dan jenis struktur informasi lainnya. Sementara
itu, fasilitas pendukung waterfront merupakan fasilitas yang dapat membuat tamu merasa
aman dan nyaman. Selain itu, demi menjaga dan meningkatkan kualitas ekosistem, fasilitas
pendukung juga harus memikirkan komponen-komponen ekosistem. Fasilitas pendukung
tersebut antara lain adalah tempat pertunjukan, gazebo, area berkemah, taman, jalan
setapak, tempat olah raga air, perahu/kano dan pilihan angkutan umum lainnya bagi
wisatawan. Wisatawan dapat yakin bahwa fasilitas ini akan membuat masa menginap
mereka di tepi pantai lebih menyenangkan dan aman.

4. Aktivitas Wisata

Jenis daya tarik wisata dan barang-barang yang merupakan bagian dari gagasan kota
tepi laut harus dipertimbangkan ketika mengembangkan kegiatan pariwisata, dan
keberlanjutan harus selalu dipertimbangkan. Kegiatan yang dibuat dapat dimodifikasi untuk
memenuhi tuntutan lingkungan.
Dalam hal ini, telah dimodifikasi untuk mengakomodasi aktivitas budaya dan non-
budaya penduduk setempat di dekat Pantai Alam Indah. Salah satu acara budaya tersebut
adalah upacara sedekah laut. Sedangkan kegiatan non-budaya seperti menunggang kuda,
ATV, jalan-jalan di sungai, kano, wisata perahu, dan olah raga air lainnya dapat dilakukan
dengan menggabungkan lokasi darat dan laut.

KESIMPULAN DAN SARAN


Perlu adanya penataan kawasan di sekitar objek wisata Pantai Alam Indah, mengingat
kondisi fisik kawasan pantai yang ada menunjukkan kurang berkualitas. Meskipun
demikian, geologi dan lingkungan kawasan sangat kondusif bagi pertumbuhan destinasi
wisata pesisir.

Ringkasnya, aksesibilitas dan sirkulasi akan meningkat sebagai respons terhadap


jumlah wisatawan dan perpindahan penduduk, yang akan meningkat karena infrastruktur
dan fasilitas transportasi yang ada saat ini menjadi kurang akomodatif. Ide waterfront city
destinasi wisata Pantai Alam Indah dikembangkan dan disusun dengan menggunakan
strategi terpadu dan metode community engagement. Pemanfaatan tanah dan bangunan,
parkir dan lalu lintas, ruang terbuka, jalur pejalan kaki, kegiatan pendukung, penandaan,
pelestarian, dan konservasi semuanya ditangani dengan perencanaan tata ruang. Pada saat
yang sama, infrastruktur, arsitektur, fasilitas, dan kegiatan terkait pariwisata menjadi fokus
pembangunan, yang dipandu oleh evaluasi hukum dan kebijakan sesuai dengan arahan
perencanaan tata ruang saat ini dan ketersediaan lahan pesisir.

Sebagai bagian dari penilaian komprehensif terhadap FIM, penting untuk


memasukkan dan meningkatkan FIM sejalan dengan persyaratan kegiatan yang
direncanakan. Beberapa zona pengembangan perlu ditetapkan di kawasan Pantai Alam
Indah berdasarkan potensi yang ada. Hal ini akan memungkinkan optimalisasi nilai potensi
lahan sekaligus melestarikan dan meningkatkan aset yang ada serta membangun
hubungan fungsional dan interaksi antara berbagai aktivitas. Pada saatnya nanti, kami akan
merevisi setiap rencana zona pengembangan wilayah pesisir mengingat banyaknya
kesulitan yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
A.J, Mulyadi. 2012. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: Raja Grafindo Ali Hasan. 2014.
Green Tourism Pariwisata. Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA, Yogyakarta.
Jurnal Media Wisata Vol. 12 No.1

Andrasmoro, D. (2018). Peran Waterfront City Pada Industri Pariwisata Taman Alun Kapuas
Kota Pontianak. Jurnal SwarnabhumI : Jurnal Geografi Dan Pembelajaran Geografi,
3(1), 36. https://doi.org/10.31851/swarnabh umi.v3i1.1709

BAPPEDA Kota Tegal. 2010. Studi Penanganan Rob di Kota Tegal (Paket 1). Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Kota Tegal

Conoras, M. A. M. (2016). Penerapan Prinsip Waterfront City Pada Objek Wisata Pantai Ake
Sahu Kota Tidore Kepulauan. Jurnal Archipelascape, III(2), 11–17.
Dian Permana, dkk. 2013. Pengaruh Diferensiasi Green Tourim Terhadap Kepuasan
Pengunjung di Pulau Sikuai. Tourism and Hospitality Essentials Journal, Vol. 3 No.
1, Hal. 437-450 Pendidikan Volume 1, Nomor

Firmansyah. (2014). Arahan Penataan Kawasan Waterfront City Sambas. Jurnal TeknikSipil
Untan, Vol. 14 No. 1.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2019). Kementerian Kelautan


dannPerikanan.https://kkp.go.id/artikel/12993-laut-masa-depan-bangsa-mari
jagabersama

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. (2008). Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI 2008. 1–20.

Munandar, M. W. A. (2013). Evaluasi Konsep Design Banten Waterfront City Kecamatan


Kasemen. Planesa, 4(02), 212965. https://media.neliti.com/media/pub
lications/212965-evaluasi-konsep design-banten-waterfront.pdf

Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang WilayahKota
Tegal Tahun 2011-2031

Prameswari, Y. P. (2018). Waterfront City Development. 3(1), 51–72.


https://doi.org/10.14710/jiip.v3i1.3 233

Riki Ruspianda. 2019. Program Pengembangan Kawasan Pariwisata Pantai Purus Kota
Padang. JPS Volume 1, Nomor 1, Februari Rulyanti Susi Wardhani. 2016. Green
Tourism Dalam Pengembangan Pariwisata Bangka Belitung. Prosiding Seminar
Nasional INDOCOMPAC, Jakarta

Rivai Notanubun, and M. M. (2017). Kajian Pengembangan Konsep Waterfront City di


Kawasan Pesisir Kota Ambon. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota, 13(2), 243–
255.

Soekartawi. 2005. Agroindustri: Dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta: PT. Grafindo
Persada
Soemaryani. 2016. Pentahelix Model To Increase Tourist Visit To Bandung And Huan
Resource Development. Academy Of Strategic Management Journal, Vol. 15 No.3
Sunaryo, Bambang, 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep
dan Aplikasinya Indonesia. Yogyakarta: Gava Media

Wiriantari, F. (2021). Penataan Danau Buyan Sebagai Upaya Pengembangan Pariwisatadan


Pemberdayaan Masyarakat Desa. Vastuwidya, Vol. 4 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai