Kota Tegal memiliki potensi pengembangan di sejumlah bidang, antara lain perikanan,
hutan bakau, tempat pendaratan ikan, pelabuhan niaga, pariwisata, dan industri, karena
letaknya yang berada di pesisir pantai. Dari segi ekonomi, pengembangan potensi tersebut
dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, jika komponen ini
diabaikan, hal ini sering kali menimbulkan dampak buruk dari sudut pandang ekologi, seperti
berkembangnya berbagai masalah lingkungan di sepanjang pantai. Pantai Alam Indah
merupakan salah satu tempat wisata yang banyak terdapat di Kota Tegal. Namun daya tarik
wisata kota ini belum tertata dengan baik atau tertata rapi dalam hal pemanfaatan ruang,
sehingga berdampak pada menurunnya daya tarik wisata kota serta kualitas ekosistem dan
sumber dayanya.
Gagasan “kota tepi laut” menekankan prinsip keberlanjutan saat merencanakan lokasi tepi
laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mengkarakterisasi jalur yang
diambil dalam pengorganisasian dan pertumbuhan ide waterfront city di destinasi wisata
Pantai Alam Indah Tegal. Untuk memberikan penjelasan, gambaran, dan solusi yang lebih
menyeluruh terhadap permasalahan di Pantai Alam Indah, digunakan pendekatan penelitian
deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penataan ruang tepi pantai Alam Indah
mempertimbangkan pemanfaatan lahan dan bangunan, parkir dan sirkulasi, ruang terbuka,
jalur pejalan kaki, kegiatan penunjang, penandaan, pelestarian, dan konservasi. Sementara
itu, infrastruktur, arsitektur, fasilitas, dan kegiatan terkait pariwisata menjadi fokus
pengembangan tepi laut. Temuan ini diyakini dapat mempengaruhi citra baru destinasi
wisata Pantai Alam Indah dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat.
PENDAHULUAN
Menurut pasal 66, Kawasan Kepentingan Strategis (KSK) adalah fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 huruf c. Termasuk
kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (3) huruf e yang luasnya
kurang lebih 16 (enam belas) hektar, serta Kecamatan Tegal Barat dan Tegal Timur,
meliputi:
a. Wilayah pesisir Kabupaten Tegal Barat dan Kabupaten Tegal Timur merupakan
kawasan strategis daya dukung lingkungan hidup;
Konsep waterfront city merupakan salah satu cara untuk menata pengembangan
industri pariwisata di kawasan Pantai Alam Indah. Pengertian waterfront dalam ilmu bahasa
adalah suatu lokasi yang berada di tepi perairan. Waterfront mengacu pada setiap tempat
yang menjadi perbatasan antara daratan dan perairan (danau, sungai, atau laut). Gagasan
kota tepi laut telah lama digunakan di banyak negara, yang mengacu pada wilayah yang
dibatasi oleh perairan, baik itu danau, sungai, atau laut. Dalam Munandar (2013), Ellison
menulis. Salah satu pilihan pengembangan kawasan waterfront yang mampu mendorong
aktivitas ekonomi, mempunyai kualitas lingkungan tinggi, dan tertata adalah konsep
waterfront city. Meskipun memerlukan pengeluaran finansial yang besar, mengembangkan
kawasan ide kota tepi laut mungkin bisa menjadi alternatif untuk melakukan perencanaan
wilayah yang luas. Strategi alternatif bagi perencanaan tata ruang wilayah pemerintah
adalah pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir.
KAJIAN PUSTAKA
Suwarti dan Yuliamir (2017) menyatakan bahwa terdapat tiga elemen krusial yang
diperlukan dalam proses pengembangan sektor pariwisata, yaitu:
2. Tempat, adalah unsur fisik yang menjadi tempat atau wadah untuk berbagai kegiatan
pariwisata.
3. Waktu, adalah Berapa lama waktu yang diperlukan oleh seorang wisatawan dalam
perjalanan menuju tempat wisata tersebut.
Suryadana dan Ocktavia (2015:5) menyatakan bahwa dalam satu atau lebih wilayah
administratif terdapat beberapa lokasi geografis atau wilayah yang dianggap sebagai tujuan
pariwisata. Tempat-tempat tersebut mempunyai aspek daya tarik wisata yang saling
berkaitan, seperti fasilitas, komunitas, aksesibilitas, dan wisatawan. saling bahu membahu
dan saling meningkatkan untuk mewujudkan suatu kegiatan wisata. Untuk menjadi
destinasi yang diinginkan wisatawan, suatu tempat harus menarik bagi industri pariwisata
dan mampu mengakomodasi kebutuhan pengembangannya. Kebutuhan tersebut
didasarkan pada hal-hal berikut:
1. What to see, dalam suatu objek wisata, perlu adanya elemen atau atraksi yang
memiliki keunikan dan membedakannya dari daerah lainnya. Aspek "What to see" ini
mencakup berbagai daya tarik wisata, kegiatan, seni, dan pemandangan alam yang
menarik untuk dinikmati oleh pengunjung.
2. What to do, dalam suatu objek wisata, selain menyajikan elemen yang dapat dilihat,
penting juga untuk menyediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan
merasa betah dan enggan meninggalkan objek wisata tersebut.
3. What to buy, destinasi wisata juga seharusnya dilengkapi dengan fasilitas belanja,
terutama untuk barang-barang pernak-pernik dan kerajinan yang bisa dijadikan oleh-
oleh oleh para wisatawan untuk dibawa pulang ke tempat asalnya.
5. What to stay, dalam destinasi wisata, penting juga untuk mempertimbangkan tempat
tinggal sementara bagi para wisatawan selama mereka berlibur. Oleh karena itu,
diperlukan fasilitas penginapan, termasuk hotel bintang lima maupun penginapan
sederhana.
James Rouse memperkenalkan gagasan kota tepi laut pada abad ke-19 dengan tujuan
menghidupkan kembali kawasan industri di sepanjang pantai di Boston, San Francisco, dan
kota-kota Amerika lainnya. Secara linguistik, “waterfront” mengacu pada suatu lokasi di
dekat laut atau sebagian daratan yang berbatasan dengan suatu perairan (Munandar, 2013).
Menurut Rivai Notanubun (2017), waterfront city merupakan kawasan tempat
berlangsungnya berbagai aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi di sepanjang tepi daratan
dan lautan. Pada kota waterfront, pembangunan diarahkan pada air, dan model pengelolaan
wilayah dikembangkan untuk mendukung berbagai aktivitas masyarakat dalam konteks
sosial, ekonomi, dan waterfront.
METODE PENELITIAN
Tahap selanjutnya, setelah selesainya wawancara dan pengujian data primer dan
sekunder, adalah mengevaluasi dan mendiskusikan hasilnya. Analisis data didefinisikan
oleh Sugiyono (2020:131) sebagai berikut: mengorganisasikan data ke dalam kategori-
kategori, mendeskripsikannya ke dalam unit-unit, mensintesiskannya, dan
mengorganisasikannya ke dalam pola-pola. Kemudian, Anda harus memilih apa yang
penting untuk dipelajari, mengumpulkan data dari wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, serta membuat kesimpulan Anda dapat dipahami dengan jelas oleh diri
sendiri dan orang lain.
2. Kawasan komersial
Ruang perkantoran, hotel, restoran, dan kawasan pemukiman dengan kepadatan
rendah semuanya merupakan bagian dari desain utama kawasan komersial untuk
mendorong aktivitas perusahaan. Tegal Timur bisa menarik investasi lebih banyak jika
memiliki banyak pusat perbelanjaan.
3. Industri kecil
Penting untuk melestarikan potensi usaha kecil dalam bentuk kerajinan tangan,
terutama karena dapat melengkapi operasional pariwisata bahari. Disarankan agar 113 unit
industri rumah tangga yang tersebar di kawasan pemukiman tetap digabung dengan
kawasan pemukiman. Perahu tradisional, pengepakan udang, pengawetan hasil laut
(penggaraman dan pengasapan), serta pengolahan udang merupakan beberapa produk dari
sektor kerajinan ini.
4. Permukiman
Lingkungan perumahan dengan kepadatan rendah hingga menengah yang dibangun
menggunakan pola grid dan berorientasi pada target adalah gaya arsitektur yang diusulkan
untuk wilayah ini, yang juga akan mencakup utilitas dan layanan tambahan. Sementara itu,
kawasan pemukiman dengan kepadatan menengah hingga tinggi yang dirancang dengan
menggunakan strategi berorientasi tren dan dilengkapi dengan fasilitas dan utilitas yang
sesuai berlokasi di luar wilayah yang berkembang pesat.
4. Aktivitas Wisata
Jenis daya tarik wisata dan barang-barang yang merupakan bagian dari gagasan kota
tepi laut harus dipertimbangkan ketika mengembangkan kegiatan pariwisata, dan
keberlanjutan harus selalu dipertimbangkan. Kegiatan yang dibuat dapat dimodifikasi untuk
memenuhi tuntutan lingkungan.
Dalam hal ini, telah dimodifikasi untuk mengakomodasi aktivitas budaya dan non-
budaya penduduk setempat di dekat Pantai Alam Indah. Salah satu acara budaya tersebut
adalah upacara sedekah laut. Sedangkan kegiatan non-budaya seperti menunggang kuda,
ATV, jalan-jalan di sungai, kano, wisata perahu, dan olah raga air lainnya dapat dilakukan
dengan menggabungkan lokasi darat dan laut.
Andrasmoro, D. (2018). Peran Waterfront City Pada Industri Pariwisata Taman Alun Kapuas
Kota Pontianak. Jurnal SwarnabhumI : Jurnal Geografi Dan Pembelajaran Geografi,
3(1), 36. https://doi.org/10.31851/swarnabh umi.v3i1.1709
BAPPEDA Kota Tegal. 2010. Studi Penanganan Rob di Kota Tegal (Paket 1). Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Kota Tegal
Conoras, M. A. M. (2016). Penerapan Prinsip Waterfront City Pada Objek Wisata Pantai Ake
Sahu Kota Tidore Kepulauan. Jurnal Archipelascape, III(2), 11–17.
Dian Permana, dkk. 2013. Pengaruh Diferensiasi Green Tourim Terhadap Kepuasan
Pengunjung di Pulau Sikuai. Tourism and Hospitality Essentials Journal, Vol. 3 No.
1, Hal. 437-450 Pendidikan Volume 1, Nomor
Firmansyah. (2014). Arahan Penataan Kawasan Waterfront City Sambas. Jurnal TeknikSipil
Untan, Vol. 14 No. 1.
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. (2008). Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI 2008. 1–20.
Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Tegal Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang WilayahKota
Tegal Tahun 2011-2031
Riki Ruspianda. 2019. Program Pengembangan Kawasan Pariwisata Pantai Purus Kota
Padang. JPS Volume 1, Nomor 1, Februari Rulyanti Susi Wardhani. 2016. Green
Tourism Dalam Pengembangan Pariwisata Bangka Belitung. Prosiding Seminar
Nasional INDOCOMPAC, Jakarta
Soekartawi. 2005. Agroindustri: Dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta: PT. Grafindo
Persada
Soemaryani. 2016. Pentahelix Model To Increase Tourist Visit To Bandung And Huan
Resource Development. Academy Of Strategic Management Journal, Vol. 15 No.3
Sunaryo, Bambang, 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep
dan Aplikasinya Indonesia. Yogyakarta: Gava Media