Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo Semarang
Disusun Oleh :
Amri Muharam NPM. 113170005
Ananda Liza Putri Sarah NPM. 113170006
Casnia NPM. 113170014
Intan Rensiska NPM. 112170043
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
Bulla Vesikel
b) Makula dan patch
Makula adalah lesi kulit yang datar dimana terjadi perubahan
warna kulit yang dapat berbatastegas atau samar dibandingkan dengan
kulit sekitarnya dengan ukuran <0,5 cm, sedangkan patch berukuran
>0,5 cm.
Patofisiologinya yaitu makula hiperpigmentasi terjadi karena
peningkatan sekresi melanin. Makula hipopigmentasi terjadi karena
penurunan atau tidak adanya sintesis melanin. Makula eritem terjadi
karena dilatasi pembuluh darah, ekstravasasi sel-sel darah
merahkepermukaan kulit.
Makula Patch
c) Papul, nodul dan plak
Papul adalah massa solid dengan ukuran <0,5 cm, sedangkan
nodul berukuran >0,5cm. Adapun plak adalah suatu lesi dengan
peninggian yang permukaannya datar di banding dengan kulit normal
dibawahnya.
Patofisiologinya terjadi karena peradangan yang sebagian besar
terjadi di dermis. Kemudiankomponen-komponen peradangan tersebut
membentuk masa yang solid.
Urtika
f) Pustula
Pustula adalah lesi kulit yang terisi dengan pus dibagian
epidermis. Patofisiologinya terjadi karena infeksi bakteri
menyebabkan penumpukan eksudat purulen yang terdiridari pus,
leukosit dan debris.
Pustula
g) Abses
Abses adalah efloresensi sekunder
berupa kantong berisi nanah di
dalam jaringan misalnya abses bartholini dan abses banal.
Patofisiologinya terjadi akumulasi bahan-bahan purulen di bagian
dalam dermis atau jaringan subkutan.
Abses
2) Lesi sekunder
a) Sikatriks
Sikatriks/ scar adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis
dan dermis yang sudah hilang. Jaringan ikat ini dapat lebih cekung
dari kulit sekitarnya (sikatriks atrofi), dapatlebih menonjol (sikatriks
hipertrofi), dan dapat normal (uetrofi/luka sayat). sikatriks
tampaklicin, garis kulit dan adneksa hilang. Patofisiologinya yaitu
terjadi karena proliferasi jaringan fibrosa digantikan oleh jaringan
kolagen setelah terjadinya luka atau ulserasi.
Sikatrik
b) Erosi
Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. kulit
tampak menjadi merahdan keluar cairan serosa, misalnya pada
dermatitis kontak. Patofisiologinya yaitu terjadi karena adanya trauma
sehinggga terjadi pemisahan lapisan epidermis denganlaserasi rupture
vesikel atau bula dan nekrosis epidermal.
Erosi
c) Likenifikasi
Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan
kulit tampak lebih jelas. Patofisiologinya yaitu terjadi karena
perubahan kolagen pada bagian superficial dermis menyebabkan
penebalan kulit.
Likenifikasi
d) Eksoriasi
Eksoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris
sehingga kulit tampakmerah disertai bintik-bintik perdarahan.
ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima. Patofisiologinya yaitu
terjadi karena adanya lesi yang gatal sehingga di garuk dan dapat
menyebabkan perdarahan.
Eksoriasi
e) Krusta
Krusta adalah onggokan cairan darah, nanah, kotoran, dan obat
yang sudah mongering diatas permukaan kulit misal impetigo
krustosa. Krusta dapat berwarna hitam, merah atau coklat.
Patofisiologinya yaitu terjadi karena ketika papul, pustul, vesikel dan
bulla mengalami ruptur atau pecah cairan atau bahan-bahan yang
terkandung di dalamnya akan mengering.
Krusta
f) Atrofi
Atrofi adalah pengurangan ukuran sel, organ atau bagian tubuh
tertentu. Patofisiologinya yaitu penurunan jaringan ikat retikuler
dermis sehingga menyebabkan penekanan permukaan kulityang
reversible.
Atrofi
Berbagai istilah ukuran, susunan kelainan/ bentuk serta penyebaran
dan lokalisasi dijelaskan berikut ini. Ukurannya yaitu :
(1) Miliar yaitu sebesar kepata jarum pentul
(2) Lentikular yaitu sebesar biji jagung
(3) Numular yaitu sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah
(4) Plakat yaitu plaque, lebih besar dari nummular.
Susunan kelainan/ bentuk yaitu :
(1) Liniar yaitu seperti garis lurus
(2) Sirsinar/ anular yaitu seperti lingkaran
(3) Arsinar yaitu berbentuk bulan sabit
(4) Polisiklik : bentuk pinggiran yang sambung menyambung
(5) Korimbiformis yaitu susunan seperti induk ayam yang dikelilingi
anak-anaknya.
Bentuk lesi yaitu :
(1) Teratur misalnya bulat, lonjong, seperti ginjal dan sebagainya.
(2) Tidak teratur yaitu tidak rnernpunyai bentuk teratur.
Penyebaran dan lokalisasi yaitu :
1. sirkumskrip : berbatas tegas
2. difus : tidak berbatas tegas
3. genaralisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh
4. regional : mengenai daerah tertentu badan
5. universalis : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%- 100%)
6. solitar : hanya satu lesi
7. herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster
8. konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu
9. diskret : terpisah satu dengan yang lain
10. serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti oleh
penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan
11. irisformis : eritema berbentuk bulat lonjong dengan vesikel warna
yang lebih gelap di tengahnya.
12. simatrik : mengenai kedua belah badan yang sama
13. bilateral : mengenai kedua belah badan
14. unilateral : mengenai sebelah badan
2 B. TERANGKAN DAN TATALAKSANA ACNE
a. Pengertian akne
Penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustule, nodus, dan kista pada
tempat predileksinya
b. Klasifikasi
Klasifikasi yang dibuat oleh Plewig dan Kligman dalam buku mereka
yaitu :
1) Akne vulgaris dan varietasnya
- Akne tropikals
- Akne fulminan
- Piderma fasiale
- Akne mekanika, dan lainnya
2) Akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya
- Akne kosmetika
- Pomade akne
- Akne klor
- Akne akibat kerja
- Akne detergen
3) Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya
- Solar comedones
- Akne radiasi (sinar X, kobal)
Penggolongan ini membedakannya secara jelas dengan kelainan secara
jelas dengan kelainan yang irip akne, erupsi akneiformis, akibat induksi
obat yang digunakan secara lama, misalnya kortikostreroid, ACTH,
INH, iodide dan bromide, vitamin B12, difenil hidantoin,
trimetadion,Phenobarbital.
Pada akne vularis terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak
kelenjar, akibat pengaruh berbagai penyebab. Pada akne venenata
terjadi penutupan oleh massa eksternal. Pada akne fisis, saluran keluat
menyempit akibat radiasi sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar
radioaktif.
c. Etiologi dan pathogenesis akne vulgaris
1) Perubahan pada keratinisasi dalam folikel yang biasanya berlangsung
longgar berubah menjdai padat sehingga sukar epas dari saluran foikel
tersebut.
2) Produksi sebum yang meningkat yang menyebabkan penigkatan unsure
komedogenik dan inflamatogeik penyebab lesi akne.
3) Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya proses
inflamasi folikel dalam sebu dan kekekntalan sebum yanh penting pada
pathogenesis penyakit.
4) Peningkatan jumlah flora folikel yang berperan pada proses kemotaktik
inflamasi serta pembentukan enzim lipolitik pengubah fraksi lipid
sebum.
5) Terjadinya respons hospes berupa pembentukan circulating anibodies
yang memperberat akne.
6) Peningkatan kadar hormone androgen, anabolic, kortikosteroid,
gonadotropin serta ACTH yang ungkin menjadi faktor penting kegiatan
kelenjar sebasea.
7) Terjadinya stress psikik yang dapat memicu kegiatan kelenjar sebasea,
baik secara langsung atau mulai rangsangan terhadap kelenjar hipofisis.
8) Faktor lain; usia, ras, familial, makanan, cuaca/musim yang secara tidak
langsung dapat memacu peningkatan proses pathogenesis.
d. Gejala klinis
Tempat predileksi akne vulgaris adalah dimuka, bahu, dada bagian atas,
dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan atas,
dan glutea kadang-kadang terkena. Erups kulit polimorfi, dengan gejala
predominan salah satunya, komedo, papul, yang tidak beradang dan
pustule, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa gatal, namun
umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetis. Komedo adalah gejala
patognomonik bagi akne berupa papul miliar yang tengahnya mengandung
sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsure meanin
sisebut komedo hitam atau komedo terbuka. Sedang bila berwarna putih
letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsure melanin disebut
sebagai komedo putih atau komedo tertutup.
e. Gradasi
Gradasi menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan
pengobatan. Ada berbagai pola pembagian gradasi penyakit akne vulgaris
yang dikemukakan, salah satunya sebagai berikut :
1) Komedo dimuka
2) Komedo, papul, pustule, dan peradangan lebih dalam dimuka.
3) Komedo, papul, pustule, dan peradangan lebih dalam dimuka, dada,
punggung.
4) Akne konglobata.
f. Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai
massa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya
kadang berwarna hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan
massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti
dengan jaringan ikat pebatas massa cair sebum yang bercampur dengan
dara, jaringan mati, dan keratin yang lepas.
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jassad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan pathogenesis penyakit dapat dilakukan dilaboratorium
mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, amun hasilnya sering
tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula dilakukan
untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas
meningkat dank arena itu pada pengobatan dan pencegahan digunakan cara
untuk mencegahnya.
g. Diagnosis banding
1) Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya
kortikosteroid, INH, barbiturate, bromide, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, ACTH, dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule
mendadak tanpa adanya komedo dihampir seuruh bagian tubuh. Dapat
disertai demam dan dapat terjaddi disemua usia.
2) Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisis. Umumnya lesi
monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat
predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsang fisisnya.
3) Rosasea, merupakan penyakit peradangan kronik didaerah muka
dengan gejala eritema, pustule, telangiektasis dan kadang-kadang
disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat komedo kecuali bila
kombinasi degan akne.
4) Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejal
klinis polimorfi eritema, papul, pustule, disekitar mulut yang terasa
gatal.
h. Penatalaksanaan
Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obat
topical, obat sistemik, bedah kulit atau ombinasi cara-cara tersebut.
1) Pengobatan topical
- Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit, sulfur (4-8%), resorsinol
(1-5%), asam salisilat dan lain-lain. Kemudian digunakan pula asam
alfa hidroksil, misalnya asam glikolat(3-8%). Obat lain ialah
retinoid. Efek samping obat iritan dapat dikurangi dengan cara
pemakaian yang berhati-hati dimulai dengan konsentrasi yang
paling rendah. Retinoid ialah suatu molekul yang secara langsung
atau melalui konversi metabolic mengikat dan mengaktifkan
reseptor asam retinoid. Sediaannya ada tiga ialah krim 0.025%,
0.05% dan 0.01%; solusio 0.05%. Obat yang lebih baru ialah gel
atau lotion adapolin dan gel atau krim tazarotin0.1%.
- Antibiotika topical yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam
folikel yang berperan dalam etiopatogenesis akne vulgaris, misalnya
oksi tetrasiklin (1%), eritrimisin (1%), klindamisin fosfat (1%).
- Antiperadangan topical, salap atau krim kortikosteroid kekuatan
ringan atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi
kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid 10mg/cc) pada esi
nodulo-kistik.
- Lainnya, misalnya etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan
jasad renik.
2) Pengobatan sistemik
- Antibakteri sistemik, tetrasiklin (250mg-1.0mg/hari), azitromisin
250-500mg seminggu 3 kali, eritromisin 4x250mg/hari, dan
trimetroprim-sulfnetoksazol untuk akne yang parah dan tidak
responsive dengan obat lain, karena efek sampingnya. Obat lain
ialah klindamisin dan dapson (50-100 mg sehari).
- Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara
kompetitif menduduki reseptor organ target dikelenjar sebasea,
misalnya estrogen (50mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau
antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini ditujukan
untuk penderita wanita dewasa akne vulgaris beradang yang gagal
dengan terapi yang lain. Kortikosteroid sistemik iberikan unruk
menekan peradangan dan menekan sekresi kelenjar adrenal,
misalnya prednisone (7,5mg/hari) atau deksametason (0,25-
0,5mg/hari).
- Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai
antikeratinisasi (50.000ui-150.000ui/hari) sudah jarang digunakan
karena efek sampingnya. Isotretinoin (0,5-1mg/kgBB/hari)
merupakan derivate retinoid yang menghambat produksi sebum
sebagai pilihan pada akne nodulokistik atau konglobata yang tidak
sembuh dengan pengobatan lain.
- Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non-steroid/ibuprofen
(600mg/hari) dapson (2x100mg/hari), seng sulfat (2x200mg/hari).
3) Bedah kulit
- Bedah skalpe digunakan untuk meratakan sisi jaaaringan parut yang
menonjol atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik
yang dalam.
- Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah
pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi
yang dapat mempercepat penyembuhan.
- Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan
jaringan parut yang berbenjol.
- Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk
mempercepat penyembuhan radang.
- Dermebrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi
pasca akne yang luas.
4) Terapi terbaru
Spironolakton (aldakton, spiraktin) adalah steroid sintetik dan diuretic
lemah, dapat menambah efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen
dan antiandrogen terhadap akne, apabila akne yang disertai geala sebore
dan atau hipertrikosis. Dosis yang diberikan adalah 50-100mg/hari
selama 6-9 bulan dan dapat diulangi setelah tenggng 3 hari. Efek
samping yang harus dicermati ialah hipotensi, sehingga dosisnya harus
diturunkan menjadi 25mg/hari.
5) Terapi sinar
Terapi sinar biru adalah terapi akne dengan memakai sinar biru
(panjang gelombang 420nm) yang dapat membasmi P.acne dengan cara
merusak porfirin dalam sel bakteri.
Photodynamic therapy (PDT) merupakan hal terbaru yang diujicobakan
pada pasien akne, terdiri atas 2 tahap/langkah terapi, yaitu pemberian
photosensitizer secara topical, oral atau intraena yang akan ditangkap
oleh sel target dalam jaringan hiperproliferatif (kelenjar sebasea),
kemudian diaktivasi menghasilkan oksigen oleh sumber sinar. Terapi
masih dalam penelitian
i. Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik. akne vulgaris umumnya sembuh
sebelum mencapai usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap
sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu dirawat-inap
dirumah sakit.
Tabel Perbedaan reaksi ringan dan berat pada reaksi lepra tipe 1 dan tipe 2.
*) Apabila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf
dikategorikan sebagai reaksi berat.
Positif Sejati
Positif sejati (true positive) pada T.S.S. ialah penyakit
treponematosis yang menyebabkan tes nontreponemal dan tes treponemal
positif. Penyakit tersebut ialah penyakit tropis/subtropis seperti frambusia,
bejel dan pinta. Tes serologik yang dapat membedakan sifilis dengan
infeksi oleh treponema yang lain belum ada.
Menilai T.S.S. harus berhati-hati, harus ditanyakan apakah
penderita berasal dari daerah frambusia, di samping diperiksa apakah
terdapat tanda-tanda frambusia atau bekasnya.
Tabel. Hasil positif palsu pada tes FTA-Abs
Aplikasi pemeriksaan serologik
Pada sifilis primer, jika sarana pemeriksaan mikroskopik tidak ada,
tetapi hasil tes nontreponemal reaktif dan disertai lesi yang khas, maka hal
ini juga merupakan indikasi pengobatan. Pada umumnya hasil tes
nontreponemal inisial 30-50% negatif, maka tes harus diulang setelah 1
minggu, 1 bulan dan 3 bulan. Jika setelah 3 bulan hasil tes tetap
nonreaktif, maka diagnosis sifilis dapat dikesampingkan.
Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan dengan menemukan T.
pallidum dalam lesi atau dalam kelenjar getah bening. Diagnosis juga
ditegakkan berdasarkan ditemukannya lesi yang khas disertai titer tes
reagin > 1/16. Hampir semua penderita sifilis sekunder menunjukkan hasil
tes nontreponemal reaktif, mungkin 2% diantaranya menunjukkan reaksi
lemah sebagai akibat fenomena prozone, yaitu setelah serum diencerkan
akan terdeteksi titer 1/16 atau lebih. Pada pasien dengan lesi tidak khas
dan/atau titer tes nontreponemal << 1/16, harus dilakukan tes
nontreponemal ulang dan tes treponemal konfirmasi.
Pasien dengan tes nontreponemal dan treponemal reaktif tanpa
gejala klinik dan tanpa riwayat penyakit yang jelas, kemungkinan terkena
sifilis laten. Adanya kemungkinan positif palsu dapat disingkirkan dengan
mengulang tes segera dan selanjutnya setiap 6 bulan. Insidensi hasil positif
palsu tes nontreponemal meningkat pada pasien berumur diatas 60 tahun
dan pada pasien lebih muda yang menderita lupus atau penyakit
autoimun/kolagen lainnya. Jika pasien pada tahun sebelumnya diketahui
menunjukkan tes serologi nonreaktif atau menunjukkan gejala sifilis
primer atau sekunder, maka pasien dikategorikan menderita sifilis laten
awal; diluar itu semua, pasien dikategorikan menderita sifilis laten lanjut
dan harus waspada terhadap kemungkinan neurosifilis asimtomatik. Dalam
kasus yang demikian, ± 20% menunjukkan hasil tes nontreponemal
nonreaktif.
Jika tidak diketahui berapa lama pasien menderita sifilis atau jika
ada dugaan pasien menderita sifilis lanjut, maka dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan cairan otak atau liquor. Pada neurosifilis
asimtomatik hasil tes serum nontreponemal dan/atau treponemal reaktif,
sel darah putih dalam liquor 5/mm2 dan hasil tes VDRL liquor reaktif.
Pasien dengan sejarah pengobatan sifilis yang adekuat dan
dikhawatirkan terkena reinfeksi perlu pengobatan ulang, jika pada
pemeriksaan lesi yang ada pada saat itu menunjukkan hasil positif dalam
mikroskop lapangan gelap atau ada kenaikan titer tes serologi ≥ 4 kali atau
baru terjadi kontak seksual dengan penderita sifilis awal.
Untuk menegakkan diagnosis sifilis pada orang yang pernah
mendapat pengobatan sifilis, perlu menemukan T. pallidum dalam
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau mendeteksi adanya kenaikan
titer 4 kali pada tes nontreponemal. Sementara pasien yang pernah kontak
dengan penderita sifilis awal harus diberikan pengobatan, jika tes
nontreponemal reaktif dan tes treponemal juga reaktif pada pemeriksaan
berikutnya.
Mengenai pemantauan efektifitas pengobatan, dapat dilakukan
dengan tes nontreponemal kuantitatif, interval waktu 3 bulan, selama
paling sedikit satu tahun. Dengan pengobatan adekuat pada sifilis primer
dan sekunder, seharusnya terjadi perubahan titer paling sedikit 4 kali
penurunan setelah 3 sampai 4 bulan dan 8 kali penurunan setelah 6 sampai
8 bulan. Pada umumnya setelah tahun pertama pengobatan, pasien dengan
sifilis awal akan menunjukkan penurunan titer sampai tidak terdeteksi.
Pada pengobatan pasien dengan sifilis laten atau stadium lanjut, penurunan
titer akan terjadi secara bertahap, sedangkan 50% diantaranya akan
menunjukkan titer rendah yang menetap setelah 2 tahun.
Tabel. Interpretasi pemeriksaan serologik sifilis
Etiologi
Penyebabnya yang utama ialah staphylococcus aureus dan streptococcus B
hemolyticus, sedangkan staphylococcus epidermidis merupakan penghuninormal
di kulit dan jarang menyebabkan infeksi.
Faktor predisposisi
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan misalnya; kekurangan gizi,anemia, penyakit kronik,
neoplasma ganas ,diabetes mellitus.
3. Telah ada penyakit lain di kulit karena terjadi kerusakan diepidermis, maka
fungsi kulit pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya
infeksi.
Klasikasi
1. Pioderma Primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,
penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.
2. Pioderma Sekunder
Pada kulit telah ada penyakit kulit yang lain, gambaran klinisnya tak khas
dan mengikuti penyakit yang telah ada. Jika penyakit kulit disertai pioderma
sekunder disebut impetigenista, contohnya; dermatitis impatigenista,scabies
impetigenista. Tanda impetigenista, ialah jika terdapat pus,pustule, krusta
berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening
regional,leukositosis,dapat pula disertai demam.
Pengobatan umum
1. Sistematik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan pioderma. Berikut ini
disebutkan contoh-contohnya.
a) Penisilin g prokain dan semisitetiknya
- Penisilin g prokain
Dosisnya 1,2 juta per hari i.m. obat ini tidak dipakai dengan dosis
tinggi, dan makin sering terjadi syok anafilaktik.
- Ampisilin
Dosisnya kali 500 mg, diberikan sejam sebelum makan.
- Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampisilin, kelebihannya lebih praktis karena
dapat diberikan setelah makan. Jugaa cepat diabsorbsi dibandingkan
dengan ampisilin sehingga konsentral dalam plasma lebih tinggi.
b) Golongan obat resisten-penisiline
Yang termasuk golongan ini contohnya; okasilin, kloksasilin, dikloksilin,
perhari sebelum makan. golongan obat ini mempunyai kelebihan karena
juga berkhasiat bagi staphylococcus aureus yang telah membentuk
penisilinase.
c) Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 kali 500 mg perhari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 kali 150 mg sehari per os. Pada
infeksi untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-
penesilinase. Efek samping yang di sebut kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah penulis temukan. Linkomiskin agar
tidak karena potensi antibakterialnya lebih sedikit, pada pemberian per oral
tidak terlalau dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.
d) Eritromisin
Dosisnya 4 kali 500 mg perhari per os. Efektivitasnya kurang
dibandingkan dengan linkomisin/klindimisin dan obat golongan penisilin
resisten-penesilinase dan obat golongan penisilin. Obat ini cepat
menyebabkan resisistensi sering member rasa tak enak di lambung.
e) Sefalosporin
Pada pioderma yang betat atau yang tidak member renspons dengan obat-
obatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin . Ada empat generasi
yang berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, Juga generasi
Iv. Contohnya sefadroksil yang generasi 1 dengan dosis untuk orang
dewasa 2 kali 500% mg atau 2 kali 100 mg perhari.
2. Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengobatan
pioderma. Obat topikal anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hiversensitivitas, contohnya
ialah basitrasin,neomisin, dan mipirosin. Niomisin juga berkasiat untuk kuman
negative-gram. Neomisin , yang di negeri Barat dikatakan sering menyebabkan
sensitisasi, menurut pengalaman penulis jarang, teramisin dan kioramfenikol
tidak begitu efektif,banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat
tersebut sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topikal juga kompres terbuka, contohnya; larutan
permanganas kalikus 1/500, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5%
yang dilarutkan 10 kali. Yang terakhir ini lebih efektif hanya pada sebagian
kecil mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempuyai kekurangan
karena mengotori seprei.
Pemeriksaan Pembantu
Pada pemeriksaan laboratorik terdapat leukositosis. Pada kasus-kasus
yang kronis dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada
kemungkinan penyebabnya bukan stafilokokus atau streptokokus melainkan
kuman negative-gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat menyokong, invivo
tidak selalu sesuai dengan in vitro.
Bentuk Pioderma
Berbagai bentuk pioderma akan di bicarakan satu persatu.
A. Imfetigo
a. Definisi
Imfetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas dan epidermis)
b. Klasifikasi
Terdapat 2 bentuk ialah imfetigo krustosa dan impetigo bulosa.
1. Impetigo Krustosa
Sinonim
Impetigo kontogiosa, infetigo vulgaris, invetigo tillbury fox.
Etiologi
Biasanya streptococcus B hemolyticus.
Gejala klinis
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak, tempat
redileksi muka,karena di anggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Kelainan kulit ialah eritema dan vesikel yang cepat memecah
sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal
berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak serperti erosi
dibawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh dibagian
tengah.
Komplikasi ; glomerulonefritis (2-5%) yang disebabkan oleh sero tipe
tertentu.
Diagnosis banding
Ektima
Pengobatan
Jika krusta sedikit, dilepaskan dan diberi salap antibiotic. Kalau
banyak diberi pula tibiotik sistemik.
2. Impetigo bulosa
Sinonim
Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet.
Etiologi
Biasanya staphylococcus aurerus.
Gejala klinis
Keadaan umumnya tidak dipengaruhi. Tempat predileksi di ketiak,
dada, pinggung. Sering kali miliaria. Terdapat pada anak dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema,bula, dan bula hipopion.
Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak koleret dan dasarnya masih
eritematosa.
Diagnosis banding
Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koleret dan eritema,
maka mirip dematofitosis. Pana anamnesis hendaknya ditanyakan,
apakah sebelumnya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya ialah
impetigo bulosa.
Pengobatan
Jika terdapat hanya beberapa vesikel/bula, dipecahkan lalu diberi
salap antibiotic atau cairan antiseptic. Kalau banyak diberi pula
antibiotic sistemik. Faktor predisposasi dicari, jika karena banyak
keringat, ventilasi diperbaiki.
3. Imfetigo neonatorum
Penyakit ini merupakan varian impetigo bulosa yang terdapat
pada neonates. Kelainan kulit serupa impetigo bulosa hanya lokasinya
menyeluruh, dapat disertai demam.
Diagnosis banding
Sifilis congenital. Pada penyakit ini bula juga terdapat ditelapak
tangan dan kaki, terdapat pula snuffle nose, saddle nose, dan pseudo
paralisis parrot.
Pengobatan
Antibiotik harus diberikan secara sistemik. Topikal dapat diberikan
bedak salisil 2%
B. Folikulitis
a. Definisi
Radang folikel rambut
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus
c. Klasifikasi
1. Folikulitis superfisialis; terbatas didalam epidermis
Sinonim
Impetigo bockhart
Gejala klinis Tempat predileksi ditungkai bawah. Kelainan berupa
papul atau pastul yang eritamatosa dan tengahnya terdapat rambut,
biasanya multipel.
2. Folikulitis protunda; sampai ke subkutan.
Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya seperti diatas, hanya seraba infitrat di subkutan.
Contohnya sikosis barbe yang berlokas dibibir atas dan di dagu,
bilateral.
d. Diagnosis banding
Tinea barbe, lokalisasinya di mandibula/submandibula, unilateral. Pada
tineo bare sediaan dengan KOH positif.
e. Pengobatan
Antibiotic sistemik/topikal. Cari faktor predisposisi.
C. Furunkel/Karbunkel
a. Definisi
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya . jika lebih daripada
sebuah disebut furunkulosis. Karbunkel ialah kumpulan furunkel.
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus
c. Gejala klinis
Keluhannya nyeri. Kelainan berupa nodus eritematosa berbentuk kerucut,
ditengahnya terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses yang
berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah membentuk fistel. Tempat
predileksi ialah tempat yang banyak friksi, misalnya aksial dan bokong.
d. Pengobatan
Jika sedikit cukup dengan antibiotic topikal. Jika banyak digabung
dengan antibiotic sistemik . kalau berulang-ulang mendapatkan
furunkulosis atau karbunkel, cari faktor predisposisi,misalnya diabetes
militus.
D. Ektima
a. Definisi
Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan
infeksi oleh streptococcus.
b. Etiologi
Streptococcus B hemolyticus
c. Gejala klinis
Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning,biasanya berlokasi di
tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma. Jika
krusta diangkat teryata lekat dan tampak ulkus yang dangkal.
d. Diagnosis banding
Impetigo krustosa, persamaannya, kedua-duanya berkrusta berwarna
kuning, perbedanya impetigo krustosa terdapat pada anak, berlokasi
dimuka, dan dasrnya ialah erosi. Sebaliknya ektima predilekai di tungkai
bawah, dan dasarnya ialah ulkus.
e. Pengobatan
Jika terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotic.
Kalau banyak juga diobati antibiotic sistemik.
E. Pionikia
a. Definisi
Staphylococcus aureus dan/atau streptococcus B hemolyticus.
b. Gejala klinis
Penyakit ini didahului trauma. Mulainya infeksi pada lipat kuku, terlihat
tanda-tanda radang, kemudian menjalar ke metrics dan lempeng kuku
(nail plate), dapat terbentuk abses subungual.
c. Pengobatan
Kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika
terjadi abses subungual kuku diekstraksi.
F. Erisipelas konsitusi
a. Definisi
Erysipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh
streptococcus, gejala utamanya ialah eritema berwarna cerah. Dan
berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi.
b. Etilogi
Biasanya streptococcus B hemolyticus.
c. Gejala klinis
Terdapat gejala konsititusi; demam,malese. Lapisan kulit diserang
ialah epidermis dan dermis. Penyakit ini didahuluka trauma, karena itu
biasanya tempat predileksinya tungkai bawah. Kelainan kulit yang utama
ialah eritema yang berwarna merah cerah, terbatas tegas, dan pinggirnya
meninggi dengan tanda-tanda radang akut. Dapat disertai
edema,vesikel,dan bula. Terdapat leukositosis.
Jika tidak diobati akan menjalar kesekitarnya terutama ke
proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi
elephantiasis.
d. Diagnosis banding
Selulitis, pada penyakit ini terdapat infiltrate di subkutan.
e. Pengobatan
Istirahat, tungkai bawah kaki yg di serang ditinggikan (elevasi), tingginya
sedikit lebih tinggi dari pada letak kor, pengobatan sistemik ialah
antibiotic, topikal diberikal kompres terbuka dengan larutan antiseptic.
Jika di berikan diuretika.
G. Selulitis
Etiologi, gejala konsitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan
laboratorik, dan terapinya sama dengan erysipelas.
Kelainan kulit berupa infiltrate yang diful disubkutan dengan tanda-tanda
radang akut.
H. Flegmon
Flegmon ialah selulitis yang mengalami supurasi. Terapinya sama dengan
selulitis hanya ditambah insisi.
I. Ulkus Piogenik
Berbentuk ulkus yang gambaran klinisnya tidak khas disertai pus diatasnya.
Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman negative-gram,
oleh karena itu perlu dilakukan kultur
J. Abses Multipel Kelenjar Keringat
a. Definisi
Abses multipel kelenjar keringat ialah infeksi yang biasanya disebabkan
oleh staphylococcus aureus pada kelenjar keringat, berupa abses multipel
tak nyeri berbentuk kubah.
b. Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus.
c. Gejala klinis
Didapati pada anak. Faktor predisposisi ialah daya tahan yang menurun
(misalnya;malnutrisi,morbili), juga banyak keringat, karena itu bersama-
sama miliaria. Gambaran klinisnya berupa nodus eritematosa, multipel,
tsk nyeri, berbentuk kubah, dan lama memecah. Lokasinya ditempat yang
banyak keringat.
d. Diagnosis banding
Furunkulosis, pada penyakit ini terasa nyeri batuknya seperti kerucut
dengan pustule di tengah dan relative lebih cepat memecah.
e. Pengobatan
Antibiotik sistematik dan tropical. Ingat faktor predisposisi.
K. Hidraadenitis
a. Definitis
Hidraadenitis ialah infeksi kelenjar apokrin, biasanya oleh
staphylococcus aureus.
b. Etiologi
Staphylococcus aureus.
c. Gejala klinis
Infeksi terjadi pada kelenjar apokrin, karena itu terdapat pada usia
sesuatu akil balik sampai dewasa muda. Sering didahului oleh
trauma/mikrotrauma, misalnya; banyak keringat, pemakaian Deodorant
atau rambut ketiak digunting.
Penyakit ini disertai gejala konstitusi; demam,malese. Rumah
berupa nodus dengan kelima tanda radang akut. Kemudisn dapat
melunak menjadi abses, dan memecah membentuk fistel dan disebut
hidraadenitis supurativa. Pada yang menahun dapat terbentuk abses,fistel,
dan sinus yang mutipel. Terbanyak berlokasi diketiak, juga di perineum,
jadi tempat-tempat yang banyak kelenjar apokrim. Terdapat leukositosis.
d. Diagnosis banding
Skrofuloderma. Persamaannya terdapat nodus, abses, dan fistel.
Perbedaannya, pada hidraadenitis supurativa pada skrofuloderma tidak
terdapat tanda-tanda radang akut dan tidak ada leukositosis.
e. Pengobatan
Antibiotik sistemik. Jika telah terbentuk abses, diinsisi. Kalau belum
melunak diberi kompres terbuka. Pada kasus yang kronik residif kelenjar
apokrin dieksisi.
L. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
a. Definisi
S.S.S.S. ialah infeksi kulit oleh staphylococcus aureus tipe tertentu
dengan cirri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.
b. Epidemiologi
Penyakit itu terutama terdapat pada anak di bawah 5 tahun, pria lebih
banyak daripada wanita.
c. Etiologi
Etiologinya ialah diantaranya staphylococcus aureus grup II faga 52,55
dan/atau faga 71
d. Patogenenesis
Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata,hidung,tenggorok,
dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat efidermolitik
(epidermolin,eksfoliatin) yang beredar diseluruh tubuh, sampai pada
epidermis dan menyebabkan kerusakan , karena epidermis merupakan
jaringan yang rentan terhadap toksin ini. Pada kulit tidak selalu
ditemukan kuman penyebab.
Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan
ekspoliatin. Pada anak-anak dan bayi diduga fungsi ekskreasi ginjal
belum sempurna, karena itu umumnya penyakit ini terdapat pada
golongan orang dewasa diduga karena terdapat kegagalan fungsi ginjal,
atau terdapat gangguan imunologik, termasuk yang mendapat obat
imunosupresif.
e. Gejala klinis
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi di
saluran napas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul ialah
eritema yang timbul mendadak pada muka,leher,ketiak,dan lipat paha,
kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 24-48 jam
akan timbul bula-bula besar berdinding kendur. Jika kulit yang
tampaknya normal ditekan dan digeser kulit tersebut akan terkelupas
sehingga member tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi
pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit
sehingga tampak daerah-daerah erosive. Akibat eidermolisis
tersebut,gambarannya mirip kombusito. Daerah-daerah tersebut akan
mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Deskuamasi
pada daerah yang tidak eritmatosa, yang tidak mengelupas terjadi dalam
waktu 10 hari. Meskipun bibir sering dikenai, tetapi mukosa jarang
diserang. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa
disertai sikatriks.
f. Komplikasi
Meskipun S.S.S.S. dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi pula
terjadi komplikasi, misalnya; selulitis pneumonia, dan septicemia.
g. Pemeriksaan bakteriologi
Jika terdapat infeksi ditempat lain, misalnya disaluran napas dapat
dilakukan pemeriksaan bakteriologik. Juga sebaliknya diperiksa
mengenai tipe kuman,karena S.S.S.S disebabkan oleh staphylococcus
aureus tipe tertentu. Pada kulit, seperti telah disebutkan, tidak didapati
kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin.
h. Histopatologi
Pada S.S.S.S terdapat gambaran yang khas, yakni terlihat lepuh
intraepidermal, cerah terdapat di stratum granulosum. Meskipun ruang
lepuh sering mengandung sel-sel akan tolitik, epidermis sisanya
tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel.
i. Diagnosis banding
Penyakit ini sangat mirip N.E.T. perbedaannya, S.S.S.S. Umumnya
menyerang anak dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit di
muka,leher,aksila dan lipat paha; mukosa umumnya tidak dikenal, alat-
alat dalam tidak diserang, dan angka kematiannya lebih rendah. Kedua
penyaki tersebut agak sulit dibedakan,oleh karena itu hendaknya
dilakukan pemeriksaan histopatologik secara frozen section agar hasilnya
cepat diketahui,karena prinsip terapi kedua penyakit tersebut berbeda.
Perbedaannya terletak pada letak cerah, pada S.S.S.S. stratum
granulosum,sedangkan pada N.E.T di subepidermal. Perbedaan lain, pada
N.E.T. terdapat sel-sel nekrosis di sekitar cerah dan banyak terdapat di
radang.
j. Pengobatan
Perbedaan dengan pengobatan pada N.E.T. maka kortikosteroid
tidak perlu diberikan. Pengobatannya ialah antibiotic, jika dipilih derivate
penisilin hendaknya yang juga efektif bagi staphylococcus aureus yang
membentuk penisilinase, misalnya kloksasilin dengn dosis 3 kali 250%
mg untuk orang dewasa sehari per os. Pada neonates (penyakit ritter)
dosisnya 3kali 50 mg sehari per os. Obat lain yang dapat diberikan ialah
klindamisin dan sefalosporin generasi I. Topikal dapat diberikan
sufratulle atau krim antibiotic. Selain itu juga harus diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektroit.
k. Prognosis
Kematian dapat terjadi,terutama pada bayi berusia 1-10%.
Penyebab utama kematian ialah tidak adanya keseimbangan
cairan/elektrolit dan sepsis.
Obat
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Ultra high (I)Augmented betametasonDiprolene* G,† O G,15, 45, 50 g 15,
Ultra tinggi (I) dipropionate 0,05% Diprolene * † O 45, 50 g
Clobetasol propionatClobex Clobex L, Sh L,59, 118 mL (L);
0,05% Sh 118 mL (Sh) 59,
118 mL (L); 118
mL (Sh)
Olux* Olux * F F 50, 100 g 50,
100 g
Temovate* C, G, O15, 30, 45 g (C,
Temovate * C, G, O O); 15, 30, 60 g
(G) 15, 30, 45 g
(C, O), 15, 30,
60 g (G)
Obat
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Temovate E*C C 15, 30, 60 g 15,
Temovate E * 30, 60 g
Diflorasone diacetateApexicon* OO 15, 30, 60 g 15,
0.05% DiflorasoneApexicon * 30, 60 g
diasetat 0,05%
Fluocinonide Vanos Vanos CC 30, 60 g 30, 60 g
0.1%Fluocinonide 0,1%
Flurandrenolide 4 mcgCordran TT 24” × 3” and
per m 2 FlurandrenolideCordran 80” × 3” rolls 24
4 mcg per m 2 "× 3" dan 80 "×
3" gulungan
Halobetasol propionateUltravate* C, O C,15, 50 g 15, 50 g
0.05% HalobetasolUltravate * O
propionat 0,05%
High (II)Amcinonide 0.1%— - OO 15, 30, 60 g 15,
Tinggi (II) Amcinonide 0,1% 30, 60 g
Augmented Diprolene* LL 30, 60 mL 30,
betamethasone Diprolene * 60 mL
Diprolene AF*C C 15, 50 g 15, 50 g
dipropionate 0.05%
Diprolene AF
Augmented betametason
*
dipropionate 0,05%
Betamethasone Diprosone*‡ O O 15, 45 g 15, 45 g
dipropionate 0.05%Diprosone * ‡
Betametason
dipropionate 0,05%
Desoximetasone Topicort C, O C,15, 60 g 15, 60 g
Desoximetasone 0.25%* O
Topicort
0,25% *
Obat
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Topicort GG 15, 60 g 15, 60 g
0.05%*
Topicort
0,05% *
Diflorasone diacetateApexicon E*C C 15, 30, 60 g 15,
0.05% DiflorasoneApexicon E * 30, 60 g
diasetat 0,05%
Fluocinonide 0.05%Lidex* LidexC,† G,†15, 30, 60 g 15,
Fluocinonide 0,05% * O C, †30, 60 g
G, † O
Halcinonide 0.1%Halog Halog C, O, So15, 30, 60, 240 g
Halcinonide 0,1% C, O,(C, O); 30, 60
Jadi mL (So) 15, 30,
60, 240 g (C,
O), 30, 60 mL
(Jadi)
Medium toAmcinonide 0.1%Cyclocort‡ CC 4, 15, 30, 60 g 4,
high (III)Amcinonide 0,1% Cyclocort ‡ 15, 30, 60 g
Betamethasone Betanate* CC 15, 45 g 15, 45 g
Sedang sampai
dipropionate 0.05%Betanate *
tinggi (III)
Betametason
dipropionate 0,05%
Fluticasone propionateCutivate* OO 15, 30, 60 g 15,
0.005% FlutikasonCutivate * 30, 60 g
propionat 0,005%
Triamcinolone acetonideCinalog*‡ C, O C,15 g 15 g
0.5% AsetonidCinalog * ‡ O
triamcinolone 0,5%
Medium (IVBetamethasone valerateBeta-Val C, L C,14, 45 g (C); 60
and V) SedangBetametason Valerat 0.1%* Beta-L mL (L) 14, 45 g
(IV dan V) Val 0,1% * (C); 60 mL (L)
Obat
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Luxiq 0.12%F F 100 g 100 g
Luxiq 0,12%
Desoximetasone 0.05%Topicort LP*C C 15, 60 g 15, 60 g
Desoximetasone 0,05% Topicort LP *
Fluocinolone acetonideSynalar*‡ C, O C,15, 60 g 15, 60 g
0.025% FluocinoloneSynalar * ‡ O
asetonid 0,025%
Fluticasone propionateCutivate* CC 15, 30, 60 g 15,
0.05% FlutikasonCutivate * 30, 60 g
propionat 0,05%
Hydrocortisone butyrateLocoid* OO 5, 10, 15, 30, 45
0.1% HidrokortisonLocoid * g 5, 10, 15, 30,
butirat 0,1% 45 g
Hydrocortisone probutatePandel Pandel C C 15, 45, 80 g 15,
0.1% Probutate 45, 80 g
hidrokortison 0,1%
Hydrocortisone valerateWestcort* C, O C,14, 45, 60 g (C,
0.2% ValeratWestcort * O O); 120 g (C)
hidrokortison 0,2% 14, 45, 60 g (C,
O); 120 g (C)
Mometasone furoateElocon* C, L, O15, 45 g (C, O);
0.1% MometasoneElocon * C, L, O 30, 60 mL (L)
furoate 0,1% 15, 45 g (C, O),
30, 60 mL (L)
Triamcinolone acetonideKenalog*‡ C, L, O15, 80, 454 g (C,
0.025% TriamcinoloneKenalog * ‡ C, L, O O); 60 mL (L)
asetonid 0,025% 15, 80, 454 g (C,
O); 60 mL (L)
Obat
Potensi Dosage
(kelompok) GenericUmum Merek vehicle Tersedia ukuran
Triamcinolone acetonideTriderm* C, L,†15, 80, 454 g (C,
0.1% AsetonidTriderm * O† C, L,O); 15, 60 mL
triamcinolone 0,1% O†† (L) 15, 80, 454
g (C, O), 15, 60
mL (L)
Low (VI)Alclometasone Aclovate* C, O C,15, 45, 60 g 15,
Rendah (VI) dipropionate 0.05%Aclovate * O 45, 60 g
Alclometasone
dipropionate 0,05%
Desonide 0.05%Desonate GG 15, 30, 60 g 15,
Desonide 0,05% Desonate 30, 60 g
Desowen* C, O C,15, 60 g 15, 60 g
Desowen * O
Lokara Lokara L L 60, 120 mL 60,
120 mL
Verdeso FF 100 g 100 g
Verdeso
Fluocinolone 0.01%— - CC 15, 60 g 15, 60 g
Fluocinolone 0,01%
Hydrocortisone butyrateLocoid* CC 5, 10, 15, 30, 45
0.1% HidrokortisonLocoid * g 5, 10, 15, 30,
butirat 0,1% 45 g
Least potentHydrocortisone 1%, 2.5%— - C, L, O20, 30, 120 g (C,
(VII) LeastHidrokortison 1%, 2,5% C, L, O O); 60, 120 mL
kuat (VII) (L) 20, 30, 120
g (C, O), 60,
120 mL (L)
2. Golongan Aminoglikosida
4. Golongan Kuinolon
No Nama Obat Sediaan
1 Pefloksasin 400 mg
2 Ofloksasin 200 mg , 400 mg
3 Siprofloksasin 250 mg , 500 mg
4 Levoflaksasin 500 mg
5 Getifloksasin 400 mg
6 Norfloksasin 400 mg
5. Golongan Makrolid
No Nama Obat Sediaan
1 Klaritromisin 250 mg , 500 mg
2 Roksitromisin 150 mg
3 Azitromisin basa 250 mg
4 Eritromisin 250 mg
5 Siprofloksasin 500 mg
6. Golongan Sefalosporin
No Nama Obat Sediaan
1 Sefuroksim 500 mg
2 Sefadroksil 250 mg , 500 mg
3 Sefotaksim 1g
4 Na . Seftriakson 1g
5 Na . Sefazolin 1g
6 Sefaklor 500 mg
7 Sefditoren Pivoksil 100 mg
8 Sefpironil 1g
9 Sefdinir 100 mg
7. Golongan Tetrasiklin
Tetapi ada pula yang meskipun telah dirawat dengan baik ulkus tetap
timbul dengan mudah walau hanya berjalan jarak dekat, dan ini memerlukan
perawatan khusus, yang ditujukan untuk mencegah ulkus rekuren.
Tahap ulkus mengancam biasanya terlewati, dan bila diketahui maka
kaki harus diistirahatkan secara absolut (tidak boleh menahan beban,
berjalan atau duduk) dan dilakukan elevasi selama 48-72 jam, untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Penderita diinstruksikan untuk
melakukan perawatan diri dan memakai alas kaki.
Bila ditemukan bula nekrosis, pemecahan bula harus dihindari, dan bila
terpaksa dilakukan dapat dilakukan dengan cara ditusuk dan kulit yang
terluka ditutup dengan kasa steril. Penderita juga dinstruksikan untuk
melakukan perawatan diri dan menggunakan alas kaki pelindung.
Ketika sudah terjadi ulkus yang terbuka, harus ditentukan apakah ulkus
tersebut akut, kronik, dengan komplikasi atau rekuren. Pada ulkus akut
diusahakan secepatnya mengontrol infeksi dan meminimalkan kerusakan
jaringan. Tirah baring, elevasi tungkai, irigasi serta pemakaian antibiotika
bila diperlukan. Tindakan pada kasus ini terbatas hanya untuk mengambil
jaringan yang benar-benar mati dan prosedur drainase, yang harus dilakukan
secara hati-hati. Setelah 10 hari, keadaan dievaluasi kembali.
Ulkus kronik tanpa komplikasi sulit untuk sembuh karena penderita
terus berjalan dan terjadi proses pemecahan jaringan granulasi. Tujuan
pengobatan pada tahap ini adalah melindungi ulkus selama berjalan dan
membiarkan ulkus menyembuh tanpa interfensi. Ini dapat dicapai dengan
menutup luka dengan pembalut plester dan penderita diperbolehkan berjalan
setelah jaringan mengeras. Biasanya dalam waktu 6 minggu ulkus mulai
membaik. Terkadang diperlukan perawatan 6 minggu lagi untuk
mendapatkan hasil kesembuhan yang nyata. Setelah mengangkat pembalut
penderita harus melakukan perawatan diri dan memakai alas kaki
pelindung. Untuk ulkus superfisial, pembalut plester dapat diganti dengan
plester yang mengandung zinc oksida. Plester diganti bila diperlukan
misalnya bila terdapat eksudat atau terlepas.
Plester dipakai sampai 2 minggu setelah luka menyembuh. Selama itu,
jalan harus dibatasi dan penderita harus memakai alas kaki pelindung bila
berjalan. Bial ulkus luas dan bersih penyembuhan dapat dipercepat dengan
melakukan tandur kulit dan dibalut selama 4 minggu untuk melindungi
tandur. Terkadang ulkus sulit menyembuh karena aliran darah ke telapak
kaki berkurang dari yang seharusnya. Pada kasus seperti ini dapat dilakukan
dekompresi neurovaskular tibialis posterior.
Seperti telah disebutkan terdahulu, komplikasi yang sering terajadi
adalah infeksi pada jaringan yang lebih dalam. Pada kasus seperti ini, bila
terdapat fase akut diterapi seperti ulkus akut. Bila sudah teratasi, dilakukan
evaluasi untuk mengidentifikasi komplikasi yang
timbul. Debridement dilakukan untuk infeksi yang lebih dalam. Beberapa
hari setelah prosedur ini dilakukan, ulkus dirawat seperti ulkus tanpa
komplikasi. Pada kasus ulkus seperti bunga kol harus dilakukan
pemeriksaan histopatologi untuk menentukan ganas tidaknya.
Dilakukan eksisi lokal, dan bila diperlukan dilakukan amputasi. Bila
terdapat ulkus dan deformitas, ulkus disembuhkan dahulu, baru kemudian
dilakukan koreksi deformitas.
DAFTRA PUSTAKA
Ariani, Cindy. 2012. Kadar Profil Lipid Serum sebagai salah satu faktor pada
kejadian Psoriasis. Thesis Univeristas Udayana Bali.
Djuanda, Adhi. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi keenam. Badan
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC. Jakarta.