Anda di halaman 1dari 11

STUDI TEKNIK PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DENGAN

METODE INJEKSI CO2 MENGGUNAKAN UJI LABORATORIUM DAN


SIMULASI RESERVOIR
Oleh:
Dita Amanda1, Taufan Marhaendrajana2
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung
Gedung Basic Science Center B Lt.4, Jalan Ganesa No 10
Bandung, 40132, Indonesia
e-mail : (1)dita.amanda@gmail.com, (2) tmarhaendrajana@tm.itb.ac.id

Sari
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi komprehensif terhadap injeksi gas CO2 untuk
meningkatkan perolehan minyak dengan menggunakan uji laboratorium dan simulasi reservoir,
sehingga dapat membantu proses pengambilan keputusan dan evaluasi penggunaan injeksi CO2. Uji
laboratorium dilakukan untuk menentukan TTM, melakukan investigasi perilaku fluida pendesak dan
pengaruhnya terhadap faktor perolehan, serta mengamati pengaruh keberadaan brine di dalam core.
Simulasi dilakukan dalam dua tahap yakni simulasi fluida reservoir dan simulasi reservoir. Simulasi
fluida reservoir bertujuan untuk memodelkan perubahan kelakuan fluida di dalam reservoir dan
simulasi reservoir dilakukan untuk memetakan hasil uji laboratorium pada skala lapangan.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pengamatan komprehensif mengenai proses
pendesakan minyak oleh gas CO2 (swelling, pengurangan viskositas minyak, TTM, dan perbandingan
metode uji laboratorium), perolehan minyak dalam skala laboratorium dan skala lapangan, serta
perbandingan perolehan minyak skala lapangan dalam berbagai skenario injeksi.
TTM yang didapat dari uji laboratorium dan simulasi fluida reservoir adalah 2225 psi. Faktor
perolehan minyak dari uji core flow bernilai 6% lebih rendah daripada hasil uji slim tube akibat
pengaruh heterogenitas pada core. Dalam mendesak minyak, CO2 cenderung berinteraksi dan
mengalirkan brine terlebih dahulu untuk kemudian mendapatkan kontak dengan minyak residual
dalam pori dan mengalirkan minyak ke titik produksi. Pendesakan tersier di laboratorium
menghasilkan efisiensi sebesar 75.4-89% OOIP.
Simulasi fluida reservoir menunjukan penurunan viskositas minyak akibat injeksi CO2 yang
tergantung pada tekanan dan fraksi mol CO2 yang ditambahkan. Sementara fenomena swelling dan
peningkatan tekanan reservoir teramati cukup signifikan sebagai akibat penambahan gas CO2 pada
hidrokarbon. Pengembangan skenario pada simulasi reservoir menghasilkan efisiensi pendesakan
sebesar 57-61% OOIP. Skenario CGI menghasilkan perolehan yang lebih tinggi dari extended
waterflood sementara profil penyapuan CO2 dapat diperbaiki dengan skenario SWAG atau diberikan
tambahan propana.
Kata kunci : CO2, core flow, slim tube, EOR, CGI, SWAG.

Abstract
The objective of this study is to investigate CO2 injection comprehensively to enhance oil
recovery so the application of CO2 injection method in oil field could be well understood. For this
purpose, laboratory experiment and simulation have been used. Study involves experiments in
laboratory to determine MMP, to investigate CO2 behaviour as injectant in relation to recovery factor,
also to investigate brine influence inside core and how it is affecting injection process. Simulation is
performed in two different stages: fluid simulation and reservoir simulation. Fluid simulation is used to
model fluid properties behaviour while reservoir simulation is used to scale laboratory result when
being applied in the field.
This study resulting some key findings of CO2 displacement process (swelling effect,
decrease in viscosity, MMP, and difference in results due to different method applied), recovery
factor, and the best scenario for field development.
MMP to provide effective oil displacement is compared using two different laboratory
experiment method (slim tube and core flow) and fluid simulation. Both slim tube method and core
flow resulted in same number, 2225 psi, nevertheless core flow recovery factor is 6% lower than slim
tube result. In displacement process, CO2 tend to interact with brine prior to contact with residual oil.

1
Hence, brine produced mostly in early stage of displacement followed by oil production. Tertiary
recovery experiments in laboratory resulting increase in recovery until 75.4-89% OOIP.
Fluid simulation showing decrease in oil viscosity as function of injection pressure and mol
fraction of CO2 added in oil. Swelling and increase in reservoir pressure is measured significantly as
CO2 being added consequently. Scenario development using reservoir simulation resulting recovery
factor of 57-61% OOIP. CGI scenario gives higher recovery than those of extended waterflood yet
with poor displacement profile. Profile can be improved using SWAG scenario or by adding propane
to gas injectant.
Keyword: CO2, core flow, slim tube, EOR, CGI, SWAG.

I. Pendahuluan perolehan minyak dan optimisasi proses


Metode peningkatan perolehan minyak injeksi gas CO2 ke depannya.
(Enhanced Oil Recovery) maupun gas dengan
menggunakan injeksi gas telah menjadi salah II. Metode
satu praktek umum di dunia semenjak tahun Data untuk melakukan analisis didapatkan
dengan melakukan uji laboratorium dan
1970-an. Salah satu gas yang sering
simulasi.
digunakan untuk meningkatkan perolehan
adalah gas CO2. Injeksi CO2 merupakan II.1. Uji Laboratorium
metode peningkatan perolehan minyak kedua Uji yang dilakukan di laboratorium dan metode
yang paling banyak dipergunakan di Amerika yang digunakan untuk mendapatkannya
Serikat setelah steam flood karena efek adalah sebagai berikut:
peningkatan perolehan yang signifikan.
1. Data Fisik Fluida
Injeksi Gas CO2 dapat dilakukan pada dua
Minyak yang dipergunakan pada semua
kondisi yakni tercampur dan tidak tercampur. eksperimen adalah minyak mentah
Pada kondisi injeksi di atas tekanan tercampur permukaan (dead oil) tanpa saturasi air
akan didapat harga perolehan minyak yang terlarut mula-mula. Data API dan viskositas
optimal, sementara jika gas CO2 diinjeksikan minyak mentah didapatkan dari data penelitian
pada kondisi di bawah tekanan tercampur terdahulu. Sementara data densitas
maka akan menyebabkan immiscibility atau didapatkan dari pengukuran menggunakan
picnometer dan data komposisi minyak
keadaan tidak tercampur. Pada kondisi tidak
didapatkan dari laboratorium Lemigas.
tercampur harga perolehan minyak yang Sementara gas CO2 yang digunakan adalah
didapat akan lebih rendah dibandingkan gas CO2 murni (99.9%)
kondisi tercampur.
Sebelum metode peningkatan perolehan Tabel 1. Properti Fisik Fluida
o
P = 14.7 psi, T = 60 F
minyak diterapkan maka harus dilakukan Fluida
Densitas (gr/cc) Viskositas (cP)
kajian yang mendalam untuk mengetahui Minyak (API 39.1) 0.8378 2.61396
apakah injeksi CO2 laik digunakan. Kajian Air Formasi 0.998 1.3
yang harus dilakukan mencakup studi
laboratorium untuk menentukan tekanan
tercampur minimum dan mengetahui interaksi
antara CO2 dan minyak, serta simulasi
reservoir untuk memprediksi perolehan minyak
yang didapat dari hasil injeksi. Di Indonesia,
kebanyakan studi yang dilakukan adalah studi
simulasi pada tekanan tidak tercampur
sebagai pendesakan sekunder. Studi
mengenai injeksi CO2 sebagai metode
pendesakan tersier dalam keadaan tercampur,
studi efek saturasi air yang tinggi di reservoir Gambar 1. Komposisi Minyak Uji
terhadap performansi CO2, serta analisis hasil 2. Karakterisasi Core
laboratorium ke dalam skala lapangan perlu Percobaan dilakukan dengan menggunakan
dilakukan untuk mendapatkan gambaran dua alat bantu yaitu slim tube dan core. Tidak
interaksi batuan-fluida terhadap peningkatan seperti slim tube dimana nilai porositas dan

2
permeabilitas telah tersedia, core memerlukan ketiga dilakukan pada daerah di atas titik
prosedur khusus untuk menentukan kedua tercampur.
nilai tersebut. Pada setiap percobaan dilakukan pengamatan
Nilai volume pori (PV) core dapat jumlah minyak dan gas yang terproduksi
diaproksimasi dengan mencatat posisi awal sebagai akibat pendesakan gas CO2. Hasil
dan akhir pompa selama menginjeksikan brine perolehan dari kedua metode kemudian
ke dalam core hingga mencapai tekanan diperbandingkan untuk mendapatkan nilai
operasi. Volume pori merupakan volume MMP dan melihat perbedaan hasil antara
tercatat dikurangi dengan volume pada pipa- kedua metode uji.
pipa evakuasi (dead volume). Porositas
dihitung dengan menggunakan nilai pore 4. Uji Penyapuan Tersier
volume yang telah didapatkan sebelumnya. Eksperimen dilakukan dengan menggunakan
Persamaan porositas yang digunakan adalah core flow. Fluida dan gas injeksi dipompakan
sebagai berikut: menggunakan pompa Ruska pada laju injeksi
yang diinginkan dan tekanan tertentu. Core
ϕ= (1) kemudian dikunci dan dipanaskan pada
temperatur uji. Hasil perolehan ditempatkan di
dalam tabung uji yang dilengkapi dengan
Permeabilitas dihitung dengan menggunakan skala.
hukum Darcy. Core disaturasi oleh brine kemudian didesak
dengan minyak untuk mensimulasikan kondisi
Untuk merencanakan tekanan percobaan inisial. Simulasi pendesakan sekunder
yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan dengan menginjeksikan brine dan
dilakukan perhitungan dengan menggunakan injeksi tersier dilakukan dengan
korelasi dari Yellig Metcalfe dan persamaan menginjeksikan gas CO2.
PRI (Petroleum Research Institute), kedua
korelasi ini diambil karena penitikberatan pada II.2. Simulasi Fluida Reservoir
temperatur dan bukan komposisi minyak. Simulasi fluida dilakukan untuk memodelkan
kelakuan fluida yang digunakan pada uji
Tabel 2. Perhitungan TTM menggunakan laboratorium. Simulasi yang dilakukan antara
korelasi lain adalah pemodelan kelakuan fasa, tuning
Metode T (oF) MMP (psia) equation of state, uji perubahan viskositas
Yellig Metcalfe 158 1981.1 terhadap tekanan dan komposisi CO2, uji
PRI 158 2202.3 perubahan densitas terhadap tekanan dan
komposisi CO2, uji volume minyak sebelum
dan setelah injeksi CO2, dan pemodelan slim
Dari kedua korelasi tersebut didapatkan
tube menggunakan simulasi reservoir untuk
perkiraan tekanan tercampur minimum
mencocokan hasil uji laboratorium dan hasil
sehingga dapat ditentukan titik-titik lainnya
simulasi.
untuk mensimulasikan keadaaan tidak
tercampur dan tercampur.
II.3. Simulasi Reservoir
Simulasi reservoir dilakukan untuk memetakan
3. Penentuan Tekanan Tercampur Minimum
properti uji laboratorium ke dalam skala
(TTM)
lapangan. Dengan catatan skenario yang
Eksperimen dilakukan dengan menggunakan
digunakan pada simulasi reservoir tidak sama
peralatan slim tube dan core flow yang dimiliki
dengan yang dilakukan pada uji laboratorium.
Laboratorium EOR di Teknik Perminyakan
ITB. Kedua peralatan bekerja pada temperatur
o 1. Batasan Simulasi
reservoir (158 F). Minyak contoh dan gas CO2
 Masa pengamatan faktor perolehan dan
dipompakan dengan pompa Ruska pada laju
kumulatif produksi minyak adalah 30 tahun
injeksi tertentu hingga mencapai tekanan
semenjak gas CO2 diinjeksikan.
operasi kemudian dikunci. Hasil perolehan
ditempatkan pada tabung yang memiliki skala.  Tujuan utama dari simulasi adalah analisis
skenario yang memberikan faktor
Percobaan dan pengamatan dilakukan pada
perolehan terbaik.
tiga titik tekanan yang berbeda, percobaan
pertama dilakukan di daerah dimana fluida  Analisis dan optimasi dilakukan tanpa
pendesak (CO2) tidak tercampur dengan fluida mempertimbangkan masalah
contoh minyak di dalam slim tube dan core keekonomian.
flow. Percobaan kedua dilakukan pada daerah
sekitar daerah tercampur dan percobaan

3
2. Asumsi Simulasi tahun ini, injeksi air dihentikan dan CO2 mulai
 Gas CO2 tersedia sebanyak 795 MSCF/d diinjeksikan.
yang merupakan angka rata-rata sumber
CO2 yang ada di Indonesia saat ini. Gas Skenario 2 Simultaneous Water Alternating
CO2 yang diproduksi akan diinjeksikan Gas (SWAG)
kembali ke dalam sumur (Lemigas, 2006). SWAG dilakukan dengan menginjeksikan gas
 Gas CO2 yang digunakan berada dalam CO2 dan air pada saat yang bersamaan
keaadaan murni (100%) sehingga menghasilkan air karbonasi untuk
 Rasio kv/kh = 0.1 menyapu minyak residual. Gas CO2
 Rasio SWAG yang digunakan adalah 2:1 diinjeksikan pada tiga laju yang berbeda, yakni
(Nasir dan Chong, 2009). 50 MSCF/D, 100 MSCF/D dan 250 MSCF/D.
 Gradien rekah formasi adalah 0.7 psi/ft. Laju injeksi air merupakan fungsi dari laju
 Model reservoir yang digunakan adalah injeksi gas dengan persamaan sebagai berikut
seperempat 5-spots dengan ilustrasi ada (Nasir & Chong, 2009) :
Gambar 2 dan Tabel 3. × ×
=
(2)

Pengaruh Penambahan Propana Terhadap


Efisiensi Injeksi CO2
Selain air, perbaikan mobilitas CO2 juga dapat
dilakukan dengan menambahkan propana
pada gas injeksi. Penambahan propana di
dalam solvent sebanyak 1% mol dan
kandungan CO2 sebesar 99 % mol.

4. Analisis Ketidakpastian
Analisis ketidakpastian dilakukan untuk
memperoleh gambaran dampak recovery
factor pada perubahan parameter. Perubahan
Gambar 2. Ilustrasi Lapangan Pada Simulasi parameter yang dilakukan pada penelitian ini
Reservoir. adalah parameter fluida, yakni pengaruh
injeksi CO2 pada fluida rekombinan (live oil)
Tabel 3. Data Input yang Digunakan Pada dan dead oil dengan API berbeda.
Simulasi Reservoir
Parameter Nilai
Perbandingan dengan Pendesakan
Menggunakan Live Oil
Porositas (fract.) 0.3568
Untuk mengetahui performansi pendesakan
Permeabilitas Kv (mD) 240
pada live oil digunakan minyak dengan
Viskositas Air (cP) 1.3 kandungan gas terlarut pada nilai API di atas
Densitas Air (lb/ft3 ) 62.3 dan di bawah API sampel minyak lab (39.1).
Kedalaman (ft) 4500 Live Oil yang digunakan adalah sampel
Tekanan Reservoir (psi) 3500 minyak pada lapangan Y (API 37) dan Z (API
Ketebalan (ft) 60 49).
Temperatur (oF) 158
Perbandingan dengan Dead Oil Berbagai
3. Analisis Sensitivitas API
Skenario 1 Continuous Gas Injection (CGI) Untuk melihat pengaruh pendesakan
CGI dilakukan dengan menginjeksikan CO2 ke menggunakan gas CO2 pada minyak yang
dalam sumur injeksi dengan laju injeksi yang lebih berat (API lebih kecil) tetapi masih
berbeda-beda. Batasan tekanan injeksi adalah berada dalam jangkauan penggunaan CO2,
o
2300 psi untuk memastikan pendesakan yang yakni di atas 22 API. Minyak yang digunakan
terjadi adalah pendesakan tercampur dan adalah dead oil dari lapangan W dan X
sumur produksi diberi batasan water cut dengan nilai API masing – masing 29 dan 31.
sebesar 0.833. Injeksi CO2 dilakukan ketika
laju produksi minyak dengan menggunakan
waterflooding sudah mengalami penurunan
(decline rate) yakni pada tahun 2021. Pada

4
III. Hasil
III.1. Pengujian Tekanan Tercampur
Minimum

Slim Tube
Profil produksi kumulatif ditunjukkan pada
Gambar 3, yakni mencapai kumulatif tertinggi
sebelum gas mencapai ujung slim tube dan
keluar pada tabung produksi. Ketika
breakthrough terjadi maka proses penyapuan
dengan metode injeksi gas menjadi tidak
efektif lagi. Gas akan keluar menuju tabung Gambar 6. Profil Produksi Minyak Core
produksi tanpa menyapu residual oil di dalam Flooding Pada Berbagai Tekanan Uji.
slim tube.
Penentuan TTM
Nilai tekanan tercampur minimum diperoleh
dari perpotongan dua kemiringan pada plot
kurva RF terhadap tekanan operasi atau dapat
juga diperoleh dari menarik garis 95% RF
hingga berpotongan dengan plot kurva.
Hasil uji slim tube dan core flow pada tiga
tekanan uji disajikan pada Tabel 4 sementara
perpotongan kurva RF terjadi pada 2225 psi
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 3. Profil Produksi Kumulatif Slim
Tabel 4. Hasil Uji Slim Tube (ST) dan Core
Tube Pada Tekanan 2000 psi.
Flow (CF)

Gambar 4. Produksi Kumulatif Slim Tube Pada


Berbagai Tekanan Uji.

Core Flow
Hasil uji dengan menggunakan core
ditunjukkan pada Gambar 5. Breakthrough
tampak lebih dini terjadi pada core flow
dibandingkan dengan slim tube.

Gambar 7. Penentuan TTM

Uji Penyapuan Tersier


Hasil pengukuran permeabilitas dan porositas
disajikan pada Tabel 5. Sementara hasil
waterflooding dan CO2 flooding masing-
masing seperti pada Gambar 8 dan Gambar
10. Sementara perbandingan produksi
Gambar 5. Profil Produksi Kumulatif Core kumulatif pada berbagai tekanan uji
Flow Pada Tekanan 2000 psi. digambarkan pada Gambar 9 dan Gambar 11.

5
Tabel 5. Hasil Pengukuran Properti Core
Tekanan (psi) Vp (ml) Vb (ml) K (mD) ϕ (%)
1000 264.15 608.89 240.05 43.38
2000 228.10 608.89 240 37.46
3000 226.88 608.89 240 37.26

Gambar 10. Produksi Kumulatif CO2 Flood

Gambar 8. Profil Produksi Kumulatif


Waterflood.

Gambar 11. Profil Produksi Kumulatif Minyak


Pada Berbagai Tekanan Uji.

Berbeda dengan profil produksi pada


waterflooding dimana minyak terdesak secara
langsung oleh air dan diproduksikan
Gambar 9. Profil Produksi Kumulatif (mencapai titik produksi) pada awal
Waterflood Pada Berbagai Tekanan Uji. pendesakan air, pada pendesakan dengan
CO2 terlihat brine lebih dahulu terproduksi
Tabel 6. Profil Saturasi dan Faktor Perolehan hingga PV injeksi tertentu, kemudian minyak
Waterflooding. mulai terproduksi hingga gas mencapai titik
produksi (breakthrough).
Tekanan RF after WF, Produksi kumulatif pada tekanan 2000 psi
So Sorw
(psi) % OOIP
1000 0.6404 0.2196 64.46
jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua
2000 0.8073 0.2893 67.78
tekanan operasi lainnya, yakni 8.66% di atas
3000 0.8381 0.2468 74.23
faktor perolehan pada tekanan 1000 psi dan
4.85% di atas faktor perolehan pada tekanan
2000 psi. Tekanan 2000 psi adalah tekanan
Dari hasil profil saturasi waterflooding pada
yang mendekati TTM (2225 psi), terlihat
Tabel 6, saturasi minyak tersisa dalam core
bahwa harga faktor perolehan paling besar di
adalah sekitar 0.2. Nilai Sorw cenderung sama
sekitar nilai TTM, kemudian menurun dengan
walaupun nilai permeabilitas,porositas, dan
bertambahnya dan berkurangnya tekanan
tekanan inisial core berbeda, atau dengan
injeksi.
kata lain dapat dikatakan bahwa sebelum
pendesakan tersier dilakukan keadaaan inisial
Tabel 7. Profil Saturasi dan Faktor Perolehan
core adalah identik satu sama lain. CO2 Flooding.
URF
Tekanan RF
Sorw Sorm Swf %
(psi) %OOIP
OOIP
1000 0.2196 0.1439 0.3218 11.02 75.48
2000 0.2893 0.1315 0.2365 19.68 87.46
3000 0.2468 0.1234 0.1619 14.85 89.08

6
Gambar 12. Ultimate Recovery Factor hasil
Core Flooding. Gambar 14. Perubahan Densitas Minyak
Simulasi Fluida Reservoir 3. Swelling
Fluida digabungkan dan persamaan keadaaan Pada Gambar 15 terlihat kenaikan swelling
(EoS) dituning dengan menggunakan data API factor seiring dengan kenaikan tekanan
(39.1). Fluida hasil regresi diuji ketercampuran saturasi dan mol injeksi CO2. Swelling factor
dan menghasilkan nilai TTM yang sama yakni pada keadaan inisial adalah 1. Sebagai akibat
2225 psi dengan menggunakan persamaan dari penambahan gas CO2, hidrokarbon
Peng dan Robinson.
terekstraksi dan mengembang sehingga
volume liquid menjadi lebih besar dari
1. Viskositas keadaan inisial dan swelling factor berharga
Minyak yang digunakan untuk eksperimen
lebih besar dari 1. Pengembangan volume
laboratorium disimulasikan pada tekanan hidrokarbon juga berdampak pada
o
reservoir (158 F) untuk memperlihatkan efek meningkatnya tekanan saturasi.
penurunan viskositas. Eksperimen juga
disimulasikan pada berbagai tekanan untuk
memperlihatkan efek tekanan injeksi pada
penurunan viskositas.

Gambar 15. Swelling Minyak

4. Pemodelan Slim Tube


Gambar 13. Perubahan Viskositas Minyak Hasil simulasi dan hasil uji laboratorium
menunjuk pada nilai TTM yang sama yakni
Efek penambahan CO2 berpengaruh signifikan 2225 psi seperti pada gambar 16 (95% faktor
terhadap penurunan viskositas hingga sekitar perolehan). Matching juga dilakukan dengan
50 % mol. Setelah 50% mol, viskositas minyak hasil core flow pada Gambar 17. Matching
cenderung datar bahkan sedikit naik terutama menghasilkan nilai yang sesuai dengan sedikit
pada tekanan di atas 2000 psi seiring dengan over prediksi pada tekanan 3000 psi yang
penambahan mol CO2. Kenaikan hingga 5% dimungkinkan karena sedikit perbedaan
dari nilai viskositas pad injeksi 50% mol CO2 bentuk core yang digunakan.
terjadi ketika 80% mol CO2 diinjeksikan.

2. Densitas
Densitas minyak akibat penambahan CO2
berbanding terbalik dengan penurunan
viskositas minyak. Densitas minyak cenderung
naik walaupun kenaikannya tidak signifikan,
yakni hanya sekitar 0.5 – 3%.

7
Berdasarkan kurva produksi kumulatif pada
Gambar 18, laju injeksi gas yang dipilih
sebagai base case adalah 300 MSCF/D. Laju
ini dipilih karena nilainya masih jauh dari
asumsi ketersediaan CO2 per hari yakni 795
MSCF/D, serta karena laju ini menghasilkan
faktor perolehan yang paling tinggi yakni
sebesar 57.144% OOIP. Produksi gas CO2
pada sumur produksi akan diinjeksikan
kembali ke dalam reservoir setelah melalui
proses pemisahan CO2 dan N2.
Gambar 16. Perbandingan Hasil Simulasi Skenario base case mampu memberikan
Slim Tube dan Laboratorium. tambahan produksi kumulatif hingga 224.1
MSTB dibandingkan apabila skenario
waterflood diteruskan hingga akhir masa
kontrak. Penambahan faktor perolehan akibat
skenario CGI didapatkan hingga 9.5% dari
perolehan sekunder dan tambahan 7%
dibandingkan dengan extended waterflood.

2. Skenario 2 SWAG
Pada Gambar 19 produksi kumulatif minyak
terlihat dipengaruhi oleh laju injeksi air ke
dalam sumur. Pada laju injeksi gas 250
MSCF/D, breakthrough terjadi sekitar tahun
2031, yaitu 10 tahun setelah gas CO2 mulai
diinjeksikan. Sementara pada laju injeksi gas
Gambar 17. Perbandingan Hasil Simulasi 100 MSCF/D, breakthrough terjadi pada
Core Flow dan Laboratorium. sekitar tahun 2042 atau 21 tahun setelah
injeksi gas CO2 .
Simulasi Reservoir
1. Skenario 1 CGI
Gambar 18 merupakan kurva perbandingan
kumulatif produksi yang menunjukkan bahwa
peningkatan kumulatif produksi berbanding
lurus dengan laju injeksi gas CO2 hingga laju
optimum tertentu. Dalam Gambar 18, keadaan
optimum terjadi pada laju 300 MSCF/d. Ketika
laju diperbesar dari nilai optimum, gas CO2
tidak sepenuhnya terlarut di dalam minyak
residual. Gas yang tidak terlarut kemudian
membuat aliran langsung ke titik produksi
yang berdampak breakhrough terjadi lebih
cepat.
Gambar 19. Profil Produksi SWAG

Penundaan breakthrough menghasilkan


penambahan kumulatif produksi sebesar 7%
dan peningkatan faktor perolehan sebesar 4%
pada tahun 2050. Untuk skenario SWAG pada
reservoir ini, maka laju injeksi 100 MSCF/D
adalah laju yang paling optimum untuk
mendapatkan recovery factor maksimum.

3. Perbandingan Skenario 1 dan 2


Perbandingan dilakukan antara base case
pada skenario CGI dan konfigurasi paling
optimum pada skenario 2. Kasus extended
Gambar 18. Profil Produksi CGI

8
waterflood disertakan sebagai pembanding case dengan penambahan faktor perolehan
relatif. Hasil perbandingan digambarkan pada sebesar 17% terhadap faktor perolehan
Gambar 20. sekunder. Efisiensi penyapuan yang lebih baik
salah satunya disebabkan karena kadar gas
terlarut di dalam live oil hasil proses
rekombinasi.

Gambar 20.Perbandingan CGI dan SWAG

SWAG menghasilkan faktor perolehan yang Gambar 22. Profil Produksi Live Oil
lebih baik dibandingkan CGI dan extended
waterflood. Kenaikkan produksi kumulatif Skenario injeksi CO2 (base case) tidak dapat
skenario SWAG bahkan hingga 20% bila diterapkan pada sampel live oil Z dengan API
dibandingkan dengan waterflooding dan 6% 49. Sampel Z memiliki kandungan hidrokarbon
terhadap CGI. Penambahan air dalam jumlah ringan yang cukup banyak (light oil), sehingga
terbatas yang dilakukan dengan metode gas injeksi langsung diproduksikan bersama-
SWAG mampu memperbaiki profil penyapuan sama dengan produksi gas reservoir. Terlihat
CO2 sehingga breakthrough terjadi lebih tidak terjadi peningkatan produksi minyak
lambat. setelah tahun injeksi gas CO2.

4. Pengaruh Penambahan Propana 6. Perbandingan dengan Dead Oil Berbagai


Hasil penambahan propana (C3H8) terhadap API
kumulatif produksi ditunjukkan pada Gambar Gambar 23 menunjukkan kurva produksi
21. Penambahan propana memperbaiki profil kumulatif dari beberapa sampel minyak
produksi kumulatif CGI dengan tambahan dengan API yang berbeda-beda. Gambar
kumulatif produksi minyak sebesar 3.7% dan menunjukkan performansi CO2 yang menurun
tambahan faktor perolehan sebesar 2.14%. dalam menyapu minyak residual dengan
semakin banyaknya komponen berat di dalam
minyak. Kemampuan CO2 untuk menurunkan
viskositas dan fenomena swelling pada
minyak berat dengan menggunakan skenario
cenderung tidak efektif dibandingkan dengan
kinerja pada minyak ringan.

Gambar 21. Perbandingan profil produksi


dengan penambahan propana

5. Perbandingan dengan Pendesakan


Menggunakan Live Oil
Gambar 22. memperlihatkan profil yang Gambar 23. Profil Produksi Berbagai API
hampir sama antara sampel Y (API 37) dan
base case (API 39.1). Penyapuan yang lebih Meski tidak sebaik performansi base case,
baik terlihat pada sampel Y dibandingkan base injeksi CO2 masih memberikan peningkatan

9
faktor perolehan yang cukup signifikan yakni Calisgan, H., & Akin, S. (2008). Near Critical
12.34% pada sampel X terhadap faktor Gas Condensate Relative
perolehan sekunder, dan 6.34% pada sampel Permeability of Carbonates. The
W. Open Petroleum Engineering Journal
, 30-41.
IV. Kesimpulan Campbell, B. T., & Orr, F. M. (1985). Flow
Berdasarkan seluruh hasil penelitian yang Visualization for CO2/Crude Oil
dilakukan, ditarik beberapa kesimpulan Displacements. SPE Journal of
sebagai berikut : Petroleum Technology , 25 (5), 665-
 Uji slim tube pada TTM (2225 psi) dan 678.
o
temperatur reservoir (158 F) menghasilkan Chang, R. (1994). Chemistry 5th Ed. Mc Graw
efisiensi perolehan minyak sebesar 95%. Hill.
 Uji core flow dapat dilakukan untuk Elsharkawy, A. M., Poettman, F. H., &
mendapatkan nilai TTM dengan perolehan Christiansen, R. L. (1992).
maksimum sebesar 88.4% pada tekanan Measuring Minimum Miscibility
2225 psi. Pressure : Slim Tube or Rising-
 Dengan model kelakuan fasa yang Bubble Method? SPE .
representatif, TTM dapat disimulasikan Green, D. W., & Willhite, G. P. (1998).
dengan simulator komposional dan Enhanced Oil Recovery. SPE.
mendapatkan hasil yang serupa dengan uji Holm, L. W., & Josendal, V. A. (1974).
slim tube. Mechanisms of Oil Displacement by
Carbon Dioxide. Journal of
 Hasil simulasi pendesakan tersier di
Petroleum Technology , 1427-1438.
laboratorium (core flood) menunjukan
Holt, T., Jensen, J., & Lindeberg, E. (1995).
variasi peningkatan faktor perolehan
Underground Storage of CO2 in
sebesar 11-19% akibat injeksi CO2.
Aquifers and Oil Reservoir. Energy
Berdasarkan hasil simulasi pendesakan
Conversion and Management.
tersier di laboratorium, injeksi CO2 laik
Klins, M. A. (1953). Carbon Dioxide Flooding :
untuk dilakukan.
Basic Mechanism and Project
 Uji pendesakan tersier di laboratorium
Design. Boston: IHRDC.
menghasilkan efisiensi perolehan minyak
Kulkarni, M. M. (2003). Immiscible and
dari 75.4% hingga 89% OOIP dan turun
Miscible Gas-Oil Displacement In
menjadi 57% hingga 61% OOIP pada
Porous Media. Lousiana: The Craft
simulasi reservoir.
and Hawkins Department of
 Skenario CGI dengan laju injeksi gas
Petroleum Engineering.
sebesar 300MSCF/D pada tekanan 2300
Lemigas. (2006). CO2 Sequestration Potential
psi dianggap sebagai base case karena
for EOR in Indonesia. Jakarta.
memberikan faktor perolehan minyak yang
Marhaendrajana, T., Gunadi, B., & Suarsana,
paling tinggi (57.14% OOIP) dengan waktu
p. (2005). Potensi Peningkatan
breakthrough yang relatif lambat (12 tahun
Perolehan Minyak Lapangan
setelah injeksi).
Jatibarang Dengan CO2 Flooding.
 Mekanisme SWAG ditawarkan sebagai Jurnal Teknologi Minyak dan Gas
alternatif teknik untuk memperbaiki Bumi , 1.
mobilitas CO2 dan mengeliminasi Martin, F., & Taber, J. (1983). Carbon Dioxide
kerumitan operasi WAG. SWAG Flooding. Journal of Petroleum
menghasilkan kumulatif produksi minyak Technology , 396-400.
yang lebih baik dibandingkan dengan CGI Mungan, N. (1965). Permeability Reduction
dan extended waterflood, yakni sebesar Through Changes in pH and Salinity.
20% dibandingkan waterflooding dan 6% SPE , 1449-1453.
terhadap CGI pada tahun 2050. Nasir, F. M., & Chong, Y. Y. (2009). The Effect
of Different Carbon Dioxide Injection
V. Daftar Pustaka Modes on Oil Recovery. International
Bondor, P. (1992). Applications of Carbon Journals of Engineering and
Dioxide in Enhanced Oil Recovery Sciences , 9 (10), 66-72.
(Vol. 33). Energy Conversion and Negahban, S., & J, K. V. (1992). Development
Management. and Validation of Equation-of-State
Bui, H. L. (2006). Near-Miscible CO2 Fluid Descriptions for CO2/
Application to Improve Oil Recovery. Reservoir-Oil System. SPE
Kansas. Reservoir Engineering , 363-368.

10
Scheuerman, R. F., & Bergersen, B. M.
(1990). Injection Water Salinity,
Formation Pretreatment, and Well
operations Fluid Selection
Guidelines. Journal of Petroleum
Technology , 836 - 845.
Stalkup. (1984). Miscible Displacement : SPE
Monograph Vol 8. AIME.
Tham, B. K., Raif, M. B., Saaid, I. M., & Abllah,
E. (2011). The Effects of kv/kh on
Gas Assisted Gravity Drainage
Process. International Journal of
Engineering & Technology , 11 (3),
153-185.
Tjahjono, W., & Mardisewojo, P. (1994).
Pengaruh Komposisi Minyak,
Temperatur, dan Berat Molekul Pada
Tekanan Tercampur Minimum (TTM)
CO2 Dalam Proses Enhanced Oil
Recovery (EOR). Jurnal Teknologi
Mineral , I (3), 33-57.

11

Anda mungkin juga menyukai