Apa Itu Whistle Blowing by Radhi Fahraesih Abwah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 2 ETIKA REKAYASA C2

RADHI FAHRAESIH ABWAH

03120150247
Apa itu Whistle Blowing ?
Whistle Blowing disini adalah merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang pekerja untuk memberitahukan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan
ataupun atasan secara pribadi kepada pihak lain, baik itu umum ataupun instansi atau atasan yang
berkaitan langsung dengan yang melakukan kecurangan tersebut. Jadi tujuan Whistle Blowing
disini untuk memperbaiki atau mencegah suatu tindakan yang merugikan.

Ada dua macam Whistle Blowing, yaitu :


1. Whistle Blowing Internal, ini terjadi dalam lingkup internal perusahaan, dimana yang melakukan
kecurangan adalah individual di dalam pelusahaan kemudian dilaporkan ke atasan yang
bersangkutan, karena tindakaannya dapat merugikan perusahaan.

2. Whistle Blowing eksternal, Whistle blowing eksternal terjadi ketika seorang karyawan
mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada
masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.

Velasque (2005) menyebutkan bahwa Whistle Blowing eksternal secara moral dibenarkan jika :
a. Ada bukti yang jelas,dan kuat bahwa suatu organisasi melakukan aktivitas yang melanggar
hukum atau berakibat serius pada pihak lain.
b. Usaha-usaha lain telah di lakukan untuk mencegahnya melalui Whistle Blowing Internal dan
gagal.
c. Dapat dipastikan bahwa tindakan Whistle Blowing eksternal akan mampu mencegah kerugian
tersebut
d. Pelanggaran tersebut cukup serius dan lebih buruk di bandingkan akibat tindakan Whistle
Blowing pada diri seseorang, keluarganya, dan pihak-pihak lain.
Whistleblower Kasus Solar PT Ganda Sari Cari Keadilan
TANJUNGPINANG (HK)- Menjadi "whistleblower" dalam kasus dugaan penggelapan solar
bersubsidi di Bintan bukanlah pekerjaan yang ringan, apalagi pemilik perusahaan yang
tersangkut, cukup terkenal di Kepulauan Riau.

Mar adalah mantan karyawan PT Gandasari Tetra Mandiri dan kini menyatakan siap
membongkar kasus dugaan penyelewengan ribuan ton solar bersubsidi yang dilakukan
perusahaannya.

"Whistleblower" per definisi adalah seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi
tindak pidana korupsi di dalam organisasi tempat yang bersangkutan bekerja, dan memiliki akses
informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana tersebut.

Mar mulai menyuarakan pelanggaran yang dilakukan PT Gandasari setelah polisi menyita enam
tanki dan kapal Aditya 01 milik AW, bos Gandasari Tetra Mandiri.

"Saya tahu, yang saya lawan ini bukan pengusaha kecil. Tetapi saya yakin keadilan tidak melihat
harta yang dimiliki seseorang, karena di mata hukum semuanya sama," kata Mar di Rutan
Tanjungpinang, Selasa (16/10) lalu.

Perlawanan Mar terhadap AW mulai terjadi 6 Agustus 2012. Saat itu, AW mengeluarkan surat
menolak pembelian solar bersubsidi sebesar Rp167 juta yang dilakukannya.

Sehari kemudian, PT Gandasari Tetra Mandiri yang diduga tidak memiliki izin penyimpanan,
pengangkutan, pembelian dan penjualan solar itu, melaporkan dirinya ke Polsek Tanjungpinang
Timur.

Mar pun langsung ditangkap, dan diperiksa selama sehari sebelum ditahan di Mapolsek
Tanjungpinang Timur. Proses hukum kini mengalir di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, namun
sidang belum dijadwalkan.

Bagi Mar, perusahaan itu telah mengkriminalisasi dirinya, karena uang tersebut berdasarkan
perintah AW telah digunakan untuk membeli solar bersubsidi sebanyak 75 ton. Solar itu pun
sudah digunakan sebagai bahan bakar kapal Calvin 27 dan Aditya 58 untuk mengangkut alat
pengeruk batu bauksit ke Konolodale, Sulawesi Tengah.

Tetapi Mar dipaksa untuk mengaku kepada penyidik bahwa uang sebesar Rp167 juta itu
digunakan untuk berfoya-foya.
"Setelah mengeluarkan surat penolakan, PT Gandasari membeli solar bersubsidi sebanyak 30
ton," katanya didampingi Herman, pengacaranya.

Solar yang dibeli Mar berasal dari agen penyalur solar subsidi, oknum polisi dan oknum TNI.
Sebenarnya, kata dia, solar itu untuk kepentingan nelayan, bukan untuk industri.

"Itu menjadi penyebab nelayan tidak melaut karena kesulitan mendapatkan solar," ujarnya yang
mulai bekerja di PT Gandasari Tetra Mandiri pada 14 Agustus 2011.

Kasus penggelapan solar bersubsidi itu mengawali "peperangan" Mar dengan AW. Kesempatan
untuk membalas perbuatan AW berstatus sebagai tersangka setelah polisi mengungkap dan
menyita enam bunker dan kapal Aditya 01 di Sei Enam, Bintan, Kepulauan Riau (Kepri).

Mar pun siap menjadi tersangka dalam kasus penyelewengan solar bersubsidi yang dilakukan PT
Gandasari Tetra Mandiri. Namun ia minta AW dan pihak lain yang terlibat dalam kasus itu
mendapat ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.

"Saya siap membeberkan seluruh pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu, tetapi saya minta
jaminan keamanan selama ditahan," katanya.

Mar mengaku mendapat intimidasi sejak ditahan di Polsek Tanjungpinang Timur. Ia diminta
mengaku menggunakan uang PT Gandasari Tetra Mandiri untuk foya-foya.

"Uang itu sudah digunakan untuk membeli solar, bukan untuk foya-foya," kata Mar.

Selain itu, kata dia, Mar yang merupakan saksi kunci dalam kasus penyelewengan solar yang
diduga dilakukan PT Gandasari Tetra Mandiri diminta untuk tidak memberikan keterangan yang
terlalu dalam. Padahal keterangannya telah menyeret sejumlah pihak yang terlibat dalam kasus
itu.

"Saya merupakan orang kepercayaan AW, bos PT Gandasari, yang ditugaskan untuk membeli
solar dari agen penyaluran solar subsidi (APMS) di Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan,"
ungkap Mar.

Mar mengatakan, perdagangan solar bersubsidi untuk kepentingan industri bukan hanya
dilakukan oleh antara perusahaan, melainkan juga oknum polisi dan TNI AL. Solar dari APMS
tidak didistribusikan untuk kepentingan nelayan, melainkan "kencing" di tempat tertentu dan
dijual kepada PT Gandasari.

"Saya sudah berulang kali diperintahkan oleh AW untuk membeli solar bersubsidi tersebut,"
katanya.

Sedangkan kuota untuk masing-masing APMS yang bekerja sama dengan PT Gandasari
menggunakan jasa Tr, yang selalu berhubungan dengan pihak PT Pertamina. "Delivery order"
dibuat oleh TR, kemudian diserahkan kepada PT Pertamina.
Penyelewengan solar bersubsidi itu menyebabkan nelayan tidak dapat melaut lantaran kesulitan
mendapatkan solar.

"Masing-masing APMS mendapat jatah rata-rata 5 ton. Tetapi saya tidak tahu apakah ini
melibatkan oknum di Pertamina atau tidak," katanya.

Mar menambahkan, PT Gandasari membeli solar itu dengan harga Rp6.200-Rp6.700/liter.


Padahal harga solar subsidi untuk nelayan Rp4.500/liter, sedangkan solar untuk industri yang
ditetapkan Pertamina sebesar Rp11.500/liter.

Nama perusahaan itu hanya digunakan untuk membeli solar bersubsidi, sedangkan penjualan
solar menggunakan nama perusahaan lainnya yaitu PT Gandasari Shiping Line.

Kejahatan Luar Biasa

Pengamat ekonomi Provinsi Kepri, Winata Wira berpendapat, penggelapan solar yang diduga
disubsidi oleh pemerintah tidak hanya sebatas pelanggaran pidana biasa, melainkan kejahatan
yang luar biasa.

"Ini kejahatan luar biasa jadi Polri harus didorong untuk berani bertindak maksimal, karena harus
ada efek jera terhadap pelaku. Dan bukan tidak mungkin temuan ini memiliki efek domino
terhadap pelaku lain yang bertindak serupa," ungkap Wira yang juga dosen di Fakultas Ekonomi
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, kemarin.

Penggelapan solar bersubsidi kata Wira tidak hanya merugikan negara, melainkan juga
"memiskinkan" nelayan di Kepri. Nelayan tidak dapat melaut lantaran tidak mendapatkan solar
yang murah untuk menghidupkan mesin pompong.

"Kasus solar bersubsidi ini bukan pertama kali terjadi di Kepri," katanya.

Upaya pengusutan kasus penyalahgunaan dan penyelewengan distribusi BBM subsidi berupa
solar sebagaimana yang ditemukan oleh aparat hukum di Kepri belakangan ini seharusnya dapat
menggunakan standar maksimal. Keseriusan aparat kepolisian lanjut Wira tidak cukup hanya
sebatas komitmen lisan saja, namun diharapkan dapat menggunakan kewenangannya secara luas
dengan memungkinkan diterapkannya UU Tipikor selain UU Migas.

"Seingat kami, Kapolda Kepri sudah pernah menyatakan indikasi kerugian negara yang sangat
besar akibat kasus ini. Itu artinya, Polri tidak perlu ragu lagi untuk menggunakan juga UU
Tipikor sebagai bentuk keseriusan dalam pengusutan kasus ini," ujarnya.

Menurut dia, penggunaan UU Tipikor juga dapat membuka akses yang luas untuk menjerat
kemungkinan terlibatnya oknum pelaku dari unsur aparatur penyelenggara negara. UU Migas
berpotensi hanya menjerat pelaku dari pihak swasta saja ditambah ancaman pidana pada UU
Migas relatif lebih ringan daripada UU Tipikor.

Yang tidak kalah penting, kata dia, selain tuntutan standar maksimal terhadap upaya pengusutan
oleh Polri, semestinya publik dapat menyaksikan adanya "good will" dari sejumlah pihak yang
dapat dikait-kaitkan dengan kewenangan dalam pengaturan penyelenggaraan distribusi BBM
bersubsidi sehingga kasus demikian tidak sampai terjadi.

Tetapi sampai hari ini belum didengar apakah ada tindakan internal organisasi atau instansi yang
sifatnya displin internal. Atau pun atau paling tidak tindakan evaluasi menyangkut tanggung
jawab dan wewenang pembinaan dan pengawasan terhadap penyaluran BBM subsidi baik seperti
BPH Migas, Pertamina maupun instansi non departemen yang anggotanya diduga menjadi
oknum yang ikut terlibat.

"Nalar publik cenderung yakin bahwa ini bukan kejahatan yang dilakukan oleh koorporasi
semata," katanya.

Menurut dia, gerakan "civil society" harus terus diperkuat untuk mengawal pengusutan kasus ini
hingga tuntas.

Penghargaan dari salah satu LSM di Kepri kepada media cetak beberapa waktu yang lalu patut
diapresiasi dalam semangat membangun kekuatan konsolidasi masyarakat agar kasus ini dapat
diusut secara maksimal dan tuntas.

"Ini juga jadi momen konsolidasi pencitraan Polri, tapi pemantauan dan pengawasan oleh
masyarakat terhadap pengusutan kasus ini tidak boleh berhenti. Bila perlu konsolidasi gerakan
masyarakat sipil dimaksimalkan tidak hanya di tataran media dan LSM, melainkan juga bisa ke
kampus-kampus dan masyarakat secara luas," ungkapnya.

Karena itu, kata dia, untuk memberantas penggelapan solar bersubsidi dibutuhkan keberanian
pihak kepolisian untuk membuka akses pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelakunya,
sehingga tidak hanya sebatas dikenakan pada pelanggaran UU Migas melainkan juga UU
Pemberantasan Korupsi.

"Penyediaan BBM subsidi berkaitan dengan beban keuangan negara yang mengalami defisit tiap
tahun karena harus membiayai belanja subsidi yang tidak kecil," katanya.

Tersangka

Sebelumnya, Polres Tanjungpinang menetapkan Bos PT Gandasari Petra Mandiri, Andi


Wibowo sebagai tersangka dugaan kasus penimbunan solar di lokasi tambang Seinam, Kijang,
Kabupaten Bintan, Kepri. Penetapan ini setelah polisi melakukan pemeriksaan saksi-saksi.

Selain saksi, penetapan tersangka ini juga berdasakan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) yang dikirim polisi ke Kejari Tanjungpinang, Selasa (2/10) lalu. Surat itu
bernomor SPDP/58/X/2012/Reskrim atas nama Andi Wibowo dan kawan-kawan.

PT Gandasari merupakan grup perusahaan yang bergerak di beberapa bidang usaha dan jasa
antara lain sektor pertambangan, bongkar muat, agen pengiriman, pemilik
kapal, transportasi dan tim balap motor. Dalam situs resmi perusahaaan ini tertulis mereka
punya slogan Do Better dan Melayani Lebih Baik.

Grup tersebut memiliki sejumlah perusahaan antara lain Gandasari Resources, Gandasari Aditya,
Gandasari Shipping Line, Gandasari Racing Team. Gandasari Resources terlibat dalam
pertambangan bauksit di Bintan dan pertambangan lainnya.Dalam situs ini juga diklaim hasil
tambang telah diekspor ke negara lain seperti China.

Andi Wibowo Komisaris PT Gandasari yang saat ini tersandung kasus dugaan penimbunan BBM
Solar di Seinam Bintan ternyata mempunyai hobi balapan, bukan sekedar hobi ia bahkan sering
terjun langsung diarena balap.

Andy Wibowo, pengusaha muda yang berusai 22 tahun ini dikenal dikalangan dunia balap
sebagai pemodal Gandasari Racing Team (GRT) yang bermain di IndoPrix dan MotoPrix. Tim
ini bahkan diperkuat pembalap Nasional Irwan Ardiansyah. Irwan juga bertindak selaku manajer
GRT, termasuk GRT garuk tanah alias motocross.

Seperti dilansir situs ottosport pada 5 Mei 2012 lalu di Sentul Kecil, Andy Wibowo terlihat
menggunakan wearpack dan menggeber motor balap disirkuit tersebut.

Ia mengaku sangat mencintai balap motor yang merupakan salah satu hobinya yang tidak dapat
ditinggalkan.Tak hanya puas memiliki tim motocross Gandasari Pertamina INK IRC Racing
Team yang sudah berjalan sejak tahun 2010 lalu, Andy Wibowo, sang owner, juga bikin tim
baru, yakni Gandasari Nissin Pertamina Enduro 4T INK Racing Team. Tim ini khusus turun di
Indoprix dengan tunggangan Yamaha. Disamping itu ia juga menggawangi tim balap turing
dengan mengandalkan mobil Honda All New Jazz.

Sementara itu, Polda Kepri hingga kini belum menetapkan satu pun tersangka kasus
penyelewengan solar oleh PT Gandasari sejak penanganan kasus tersebut diambil alih dari Polres
Tanjungpinang.

Dalam kasus ini sebelumnya Polres Tanjungpinang telah menetapkan bos PT Gandasari, Agus
Wibowo jadi tersangka.

Meski belum ada tersangka yang ditetapkan Polda, namun Kapolda Kepri, Brigjen Pol Yotje
Mende saat ditanya wartawan siapa yang berpeluang menjadi tersangka, ia mengaku Direktur
Utama PT Gandasari yang paling bertanggung jawab. Namun pihaknya tidak mau ceroboh
dalam menetapkan tersangka secara buru-buru.

"Dirut PT Ganda Sari yang paling bertanggung jawab. Kita tak mau buru-buru. Insya Allah akan
ada tersangka," kata Kapolda saat ditemui di sela-sela acara sosialisasi MoU Dirjen Pajak dengan
Polri di Planet Holiday Hotel, Batam, Selasa (16/10).

Untuk mengarah adanya tersangka, lanjut Kapolda, saat ini sudah 18 saksi yang dimintai
keterangan, di antaranya dari Pertamina, perusahaan sendiri dan saksi ahli serta sejumlah pihak
yang dianggap mengetahui kasus tersebut.
"Selain saksi dari 4 perusahaan, kita sudah panggil saksi dari pihak lain," tambahnya.

Kapolda menegaskan pihaknya masih terus memanggil sejumlah pihak untuk dimintai
keterangan. "Kami masih terus panggil saksi, karena memang tidak boleh buru-buru," katanya.

Ia berjanji tetap memproses secara hukum semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Namun lanjutnya, ia dan anggotanya tak mau takabur.

"Siapapun yang terlibat, akan kita proses secara hukum," ungkapnya.

Gubernur Kepri Muhammad Sani mengatakan penegak hukum harus dapat membuat jera pelaku
yang menyelewengkan solar.

"Hukum pelakunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menimbulkan efek jera
dan tidak terulang lagi di kemudian hari," katanya.

Ia berharap kasus penjualan solar untuk kepentingan industri yang diduga dilakukan PT
Gandasari milik AW dituntaskan hingga ke akar-akarnya. Kasus itu diharapkan tidak muncul
lagi di kemudian hari.

"Ini kasus yang luar biasa, yang telah merugikan negara dan masyarakat. Kami dari dahulu
inginkan kasus ini tidak terjadi," ujarnya. (ant/cw56/cw57)

Anda mungkin juga menyukai