Rencana Pengembangan Kuliner Nasional PDF
Rencana Pengembangan Kuliner Nasional PDF
PENGEMBANGAN
KULINER
NA SIONAL
2015-2019
RENCANA PENGEMBANGAN
KULINER NASIONAL 2015-2019
: i
Mandra Lazuardi
Mochamad Sandy Triady
Penasihat
Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Pengarah
Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kemenparekraf
I Gde Pitana, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan
Penanggung Jawab
Achyaruddin, Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus, Konvensi, Insentif, dan Event
Agustien Muliawati, Kepala Subdirektorat Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja
Tim Studi
Mandra Lazuardi
Mochamad Sandy Triady
ISBN
978-602-72367-5-2
Penerbit
PT. Republik Solusi
v
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD):
Ayu Mulyadi Rian Farisa
Bondan Winarno Rudi Rustandi Donal
Dinny Mutiah Rudy Harsono
Dony Riyadi Santi Palupi
Evi Shinta
Fajar Ayuningsih Sumaryadi
Fony Sumolang Timotius Agus Rachmat
Hamdan Virginia Kadarsan
Inti Krisnawati Vita Datau
Linda Adimidjaja William Wongso
Minerva Taran Wulan Resnisari
Misriati Yoen Wahyu
Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang penting
dalam mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Ekonomi ini digerakkan
oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di Indonesia, yaitu sumber daya
manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya alam terbarukan yang berlimpah, dan sumber
warisan budaya yang unik dan beragam. Ketiganya menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan
ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Kita secara bersama-sama telah meletakkan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan
membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Kesinambungan upaya
pengembangannya diperlukan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber daya saing
baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup.
Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga
memajukan aspek-aspek non-ekonomi, berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita
dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, dan
mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu, ekonomi
kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup,
pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial.
Kuliner sebagai salah satu dari lima belas subsektor di dalam ekonomi kreatif, merupakan kegiatan
persiapan, pengolahan, penyajian produk makanan dan minuman yang menjadikan unsur
kreativitas, estetika, tradisi, dan kearifan lokal sebagai elemen terpenting dalam meningkatkan cita
rasa dan nilai produk untuk menarik daya beli dan memberikan pengalaman bagi konsumen. Saat
ini masih ada masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan industri kuliner di Indonesia,
termasuk di dalamnya jumlah dan kualitas orang kreatif yang masih belum optimal, ketersediaan
sumber daya alam yang belum teridentifikasi dengan baik, keseimbangan perlindungan dan
pemanfaatan sumber daya budaya, minimnya ketersediaan pembiayaan bagi orang-orang kreatif,
pemanfaatan pasar yang belum optimal, ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan
kompetitif serta kelembagaan dan iklim usaha yang belum sempurna.
vii
Buku ini merupakan penyempurnaan dari Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia
2025 yang diterbitkan pada tahun 2009, di mana kuliner belum masuk ke dalam subsektor
industri kreatif. Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan data dan informasi, telah
dilakukan sejumlah Focus Discussion Group (FGD) dengan semua pemangku kepentingan baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, intelektual, media, bisnis, orang kreatif, dan komunitas
kuliner secara intensif. Hasilnya adalah buku yang menjabarkan secara rinci pemahaman mengenai
industri kuliner dan strategi-strategi yang perlu diambil dalam percepatan pengembangan industri
kuliner lima tahun mendatang. Dengan demikian, masalah-masalah yang masih menghambat
pengembangan industri kuliner selama ini dapat diatasi sehingga dalam kurun waktu lima tahun
mendatang, industri kuliner dapat menjadi industri yang berbudaya, berdaya saing, kreatif, dan
dinamis secara berkelanjutan sebagai landasan yang kuat untuk pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia.
Salam Kreatif
ix
3.3 Struktur Pasar Kuliner.......................................................................................................54
3.4 Daya Saing Kuliner.......................................................................................................... 55
3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Kuliner............................................................ 60
BAB 5 PENUTUP................................................................................................................... 79
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................................80
5.2 Saran................................................................................................................................ 81
LAMPIRAN............................................................................................................................ 83
xi
Daftar Tabel
Tabel 1‑1 Klasifikasi Subsektor Kuliner pada Industri Kreatif.................................................. 4
Tabel 4‑1 Visi Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Kuliner 2015-2019..........................69
Kuliner berkaitan erat dengan proses dalam menyiapkan makanan atau memasak yang merupakan
kegiatan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa antropolog memercayai
bahwa kegiatan memasak sudah ada sejak 250 ribu tahun lalu pada saat tungku pertama kali
ditemukan. Sejak itu, teknik memasak terus mengalami perkembangan. Setiap daerah di penjuru
dunia memiliki teknik memasak dan variasi makanan yang berbeda-beda. Hal ini menjadikan
makanan sebagai suatu hal yang memiliki fungsi sebagai produk budaya. Berangkat dari
pemahaman tersebut, kuliner dijadikan sebuah komoditas industri kreatif berbasis budaya. Hal
ini yang mendorong terciptanya subsektor kuliner menjadi salah satu dari lima belas subsektor
ekonomi kreatif di Indonesia.
Berdasarkan pemahaman tersebut, diperlukan sebuah kesepakatan definisi dari subsektor kuliner
yang sesuai dengan konsep ekonomi kreatif. Hal ini juga didorong oleh masih barunya istilah
kuliner di Indonesia sehingga maknanya masih belum memiliki acuan yang jelas. Selain itu,
diperlukan juga ruang lingkup dari subsektor kuliner di Indonesia yang dijadikan fokus dalam
pengembangan ekonomi kreatif.
Untuk memberikan pemahaman secara menyeluruh dan mendalam mengenai subsektor kuliner,
perlu dilakukan pemetaan terhadap kondisi ideal, yaitu suatu kondisi yang diharapkan terjadi dan
merupakan best practices dari negara-negara yang sudah maju industri kulinernya. Selain itu, perlu
juga dipahami kondisi aktual dari kuliner di Indonesia untuk memahami dinamika yang terjadi.
Pemahaman antara kondisi ideal dan kondisi aktual dapat memberikan gambaran mengenai
kebutuhan dari industri kuliner nasional sehingga dapat berkembang dengan baik, dengan
mempertimbangkan potensi (kekuatan dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan,
ancaman, dan hambatan) yang dihadapi.
Ekosistem kuliner, yaitu sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan
(interdependent relationship) antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dan
lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai tersebut.
Peranan ekonomi kreatif bagi Indonesia sudah semestinya diukur secara kuantitatif sebagai
indikator yang bersifat nyata. Hal ini dilakukan untuk memberikan gambaran riil mengenai
keberadaan ekonomi kreatif yang mampu memberikan manfaat dan mempunyai potensi untuk
ikut serta dalam memajukan Indonesia. Bentuk nyata dari kontribusi ini dapat diukur dari nilai
ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh subsektor pada ekonomi kreatif termasuk kuliner.
Perhitungan kontribusi ini ditinjau dari empat basis, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB),
ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, dan konsumsi rumah tangga yang dihimpun berdasarkan
perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk perhitungan kontribusi
ekonomi kuliner, nilai yang ada pada data BPS tersebut dihitung berdasarkan data Klasifikasi
xiii
Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif 2009 yang hanya memasukkan klasifikasi usaha
kode 56 yaitu usaha penyedia makanan dan minuman, sehingga nilai PDB ini dapat lebih akurat
apabila sudah memasukkan kode KBLI yang sesuai dengan ruang lingkup usulan (Bab 2.2.2
Ruang Lingkup Industri Kuliner), yaitu memasukkan beberapa lapangan usaha pengolahan
makanan dan minuman.
Visi, misi, tujuan dan, sasaran strategis merupakan kerangka strategis pengembangan kuliner
pada periode 2015-2019. Poin-poin tersebut menjadi landasan dan acuan bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam melaksanakan program kerja di masing-masing organisasi atau lembaga terkait
secara terarah dan terukur yang dijabarkan pada Bab 4 Rencana Pengembangan Kuliner Indonesia.
06
18
12
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
JANGK A MENENGAH
PERFILMAN
2015-2019
RENCANA AKSI
11
KERAJINAN 2015-2019
05
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TV & RADIO 2015-2019
17
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
TEKNOLOGI INFORMASI 2015-2019
16
04
PENERBITAN 2015-2019
10
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
PENELITIAN & PENGEMBANGAN 2015-2019 SENI RUPA 2015-2019
09
15
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
Benjamin Franklin
ARSITEKTUR
JANGK A MENENGAH
2015-2019
RENCANA AKSI
“
ARSITEKTUR 2015-2019 MUSIK 2015-2019
08
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH SENI PERTUNJUKAN 2015-2019
14
RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH RENCANA AKSI JANGK A MENENGAH
Oleh karena itu, diperlukan sebuah kesepakatan definisi dari subsektor kuliner yang sesuai dengan
konsep ekonomi kreatif. Hal ini juga didorong oleh masih barunya istilah kuliner di Indonesia
sehingga maknanya masih belum memiliki acuan yang jelas. Selain itu, diperlukan juga ruang lingkup
dari subsektor kuliner di Indonesia yang dijadikan fokus dalam pengembangan ekonomi kreatif.
Di Indonesia belum ada sumber resmi yang menyatakan definisi dari kuliner, baik secara umum maupun
dalam konteks ekonomi kreatif. Secara bahasa, kuliner diserap dari bahasa Inggris: culinary–memiliki arti
sebagai sesuatu yang digunakan dalam memasak atau berkaitan dengan memasak.1 Dalam praktiknya
dikenal istilah culinary arts, yaitu teknik dalam menyiapkan makanan sehingga siap dihidangkan.2
Bila ditinjau dari sisi ekonomi kreatif, belum banyak kajian yang memasukkan kuliner ke dalam sektor
ini karena pada dasarnya makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sudah ada sejak lama.
Produk kuliner pada umumnya masih masuk ke dalam sektor industri makanan dan minuman ataupun
industri penyediaannya, tanpa adanya penekanan bahwa produk kuliner merupakan produk kreatif.
Washington DC,
Italia Mississipi, Amerika Serikat
Amerika Serikat
Cultural & Creative Industry Creative Economy
Creative Sector
Selain Italia, beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti Washington DC dan Mississipi,
sudah memasukkan subsektor kuliner (culinary arts) ke dalam industri kreatif dengan pertimbangan
bahwa mereka memiliki kekayaan dan keunikan dalam bidang tersebut. Selain itu, dunia kuliner
dianggap memiliki perkembangan yang baik dalam hal penciptaan kreasi baru yang ditandai
dengan maraknya kemunculan restoran yang menyajikan kreasi menu baru..
“The subset of the food preparation industry that includes all cooking-related activities in which aesthetics
and creative content are critical elements. The segment includes only locally-owned food establishments,
full-service restaurants, gourmet food shops, and caterers”.3
“Bagian dari industri penyedia makanan yang kegiatannya meliputi semua hal yang terkait dengan
aktivitas memasak yang mana estetika dan kreativitas merupakan elemen yang sangat penting. Segmen
industri ini meliputi restoran lokal, restoran full-service, toko makanan, dan jasa boga.”
“Subset of the food preparation industry in which aesthetics and creative content are what attracts
customers and generates higher prices”.4
“Bagian dari industri penyedia makanan yang mana estetika dan kreativitas merupakan hal utama
yang menarik konsumen serta menyebabkan penetapan harga yang tinggi mungkin untuk dilakukan.”
Kedua definisi di atas menjelaskan bahwa praktik kuliner dalam konteks ekonomi kreatif merupakan
sebuah kegiatan persiapan makanan dan minuman yang menekankan aspek estetika dan kreativitas
sebagai unsur terpenting dalam memberikan nilai tambah pada suatu produk kuliner dan mampu
meningkatkan harga jual. Definisi ini menekankan bahwa tidak seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan makanan dan minuman masuk ke dalam area kuliner pada industri kreatif.
Kuliner saat ini tidak lagi hanya sebatas produk pemuas kebutuhan dasar manusia. Ada unsur lain
(3) The DC Office Planning. (2010). Creative Capital: The Creative DC Action Agenda. Washington DC: The DC Office Planning
(4) Mississippi Development Authority. (2011). Mississippi’s Creative Economy. Mississippi: Mississippi Development
Authority
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan definisi dari subsektor kuliner pada
ekonomi kreatif Indonesia, yaitu:
Dari definisi di atas terdapat beberapa kata kunci, yaitu kreativitas, estetika, tradisi, dan kearifan
lokal yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Kreativitas. Kreativitas yang dimaksud adalah aspek ide baru yang dapat memberikan nilai
tambah pada sebuah makanan dan minuman. Kreativitas ini dapat tertuang melalui kreasi
resep, kreasi cara pengolahan, dan kreasi cara penyajian. Proses kreativitas tidak harus selalu
menghasilkan sesuatu yang 100% baru, namun bisa berupa pengembangan dari sesuatu
yang sudah ada sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan lebih menarik di pasar.
2. Estetika. Estetika yang dimaksud adalah aspek tampilan dari sebuah makanan dan minuman
yang ditata dengan memperhatikan unsur keindahan sehingga menjadikan produk kuliner
tersebut memiliki nilai lebih dan mampu menggugah selera konsumen untuk menikmatinya.
Contohnya adalah menyajikan masakan tradisional khas suatu daerah menjadi lebih modern.
3. Tradisi. Tradisi yang dimaksud adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi
bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan dalam
mengolah dan mengonsumsi makanan dan minuman. Hal yang paling mendasar dari tradisi
adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun
lisan, karena tanpa adanya proses ini, suatu tradisi dapat punah. Unsur tradisi ini sangat
penting dalam menjaga warisan budaya kuliner Indonesia.
4. Kearifan Lokal. Kearifan lokal yang dimaksud adalah identitas suatu daerah
berupa kebenaran yang telah tertanam dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan
lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi
nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Berkaitan
dengan kuliner, kearifan lokal akan membentuk karakter kuliner suatu daerah yang harus
mampu diangkat dan dikenalkan kepada masyarakat luas.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dunia kuliner tidak lepas dari nilai tradisi dan
kearifan lokal suatu daerah karena makanan, terutama di Indonesia, merupakan salah satu warisan
Adanya penajaman konteks kuliner pada industri kreatif dikarenakan oleh adanya usaha kuliner
non-kreatif dalam jumlah besar dalam subsektor kuliner dimana akarnya adalah industri pertanian
serta industri makanan dan minuman. Klasifikasi tersebut menjadikan usaha restoran cepat saji,
restoran dengan menu tetap, dan usaha kuliner standar lainnya tidak masuk dalam subsektor
kuliner pada industri kreatif di negara bagian tersebut.
Pada umumnya industri kuliner didefinisikan lebih ke arah pelayanan makanan dan minuman
(foodservice). Hal ini karena pada area tersebut lebih dibutuhkan kemampuan dan keahlian kuliner
seperti memasak berbagai menu makanan yang dilakukan di dapur dan kemudian menyajikannya
di sebuah piring dengan penataan yang menggugah selera. Seiring perkembangan dunia kuliner,
beberapa klasifikasi mulai memasukkan produk makanan hasil olahan atau kemasan ke dalam
ruang lingkup kuliner, yaitu untuk kategori specialty foods. Berdasarkan The Specialty Food
Association, Specialty Foods didefinisikan sebagai:
“Foods, beverages or confections meant for human use that are of the highest grade, style and/or quality
in their category. Their specialty nature derives from a combination of some or all of the following
qualities: their uniqueness, exotic origin, particular processing, design, limited supply, unusual
(5) Mississippi Development Authority. (2011). Mississippi’s Creative Economy. Mississippi: Mississippi Development Authority
Atau dalam bahasa Indonesia:“Makanan, minuman, maupun permen/olahan gula untuk konsumsi
manusia yang memiliki kelas, model, dan kualitas tinggi pada kelompoknya. Spesialisasi produk yang pada
akhirnya menyebabkan produk-produk ini memiliki kualitas yang tinggi muncul dari kombinasi beberapa
atau seluruh hal berikut: keunikannya, keeksotisan asal mulanya, kekhasan proses pembuatannya, desainnya,
keterbatasan jumlahnya, ketidakumuman penggunaannya, ketidakbiasaan cara pengemasannya, maupun
ketidakbiasaan cara distribusinya.”
Produk makanan khusus ini semakin berkembang saat ini, dengan jumlah produksi yang pada
umumnya tidak terlalu besar, produk ini memiliki keunikan tersendiri yang membutuhkan
kreativitas dalam penciptaannya. Beberapa produk yang termasuk dalam kategori ini adalah
produk makanan yang menggunakan bahan organik atau bahan baku khas dari suatu daerah
yang kemudian dikemas secara menarik. Nilai budaya dan konten lokal suatu daerah juga menjadi
salah satu sumber keunikan produk jenis ini, seperti oleh-oleh makanan khas suatu daerah.
Dari pemahaman di atas, maka ruang lingkup subsektor kuliner di Indonesia dibagi ke dalam
dua kategori utama, ditinjau dari hasil akhir yang ditawarkan, yaitu jasa kuliner dan barang
kuliner. Jasa kuliner (foodservice) yang dimaksud adalah jasa penyediaan makanan dan minuman
di luar rumah. Ditinjau dari aspek persiapan dan penyajiannya, hal ini dapat dibagi ke dalam
dua kategori umum, yaitu restoran dan jasa boga. Restoran adalah tempat penyedia makanan
dan minuman di mana konsumen datang berkunjung, sedangkan jasa boga adalah penyedia
makanan dan minuman yang mendatangi lokasi konsumen.
Barang kuliner yang dimaksud dalam ruang lingkup subsektor kuliner adalah produk pengolahan
makanan dan minuman yang pada umumnya berupa produk dalam kemasan–specialty foods. Produk
ini berbeda dengan barang olahan makanan dan minuman reguler. Specialty foods memiliki keunikan
dibandingkan dengan barang regular. Nilai budaya dan konten lokal suatu daerah dapat menjadi
salah satu sumber keunikan barang kuliner jenis ini, seperti oleh-oleh makanan khas suatu daerah.
Di awal abad ke-18, restoran modern pertama diperkirakan berdiri, tepatnya pada tahun 1765 di Perancis
oleh A. Boulanger. Menu yang ditawarkan di restoran tersebut adalah semangkok sup. Pembukaan
restoran tersebut mendapatkan respon yang sangat baik sehingga selanjutnya ide usaha ini banyak ditiru
oleh para juru masak yang meninggalkan majikan mereka dan kemudian mendirikan usaha yang sama.
Hal ini merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kuliner dunia yang juga disebabkan
oleh terjadinya revolusi Perancis. Keruntuhan kaum bangsawan mengakibatkan mereka tidak dapat
membiayai pengikutnya, termasuk juru masak dan pelayan-pelayannya. Hal inilah yang menjadi salah
satu pendorong lahirnya berbagai usaha penyedia jasa makanan dan minuman di area publik saat itu.
Perkembangan-perkembangan yang terjadi pada periode awal di Perancis ini semakin mengangkat
profesi juru masak. Profesi ini mulai diakui sebagai sebuah profesi modern berkat usaha seorang
juru masak asal Prancis, Antonin Careme, pada awal abad ke-19, yang berhasil menaikkan derajat
profesi ini menjadi lebih terhormat. Dia juga merupakan tokoh yang menemukan seragam para
juru masak (chef ’s uniform) yang dikenal saat ini.7
Di akhir abad ke-19, seorang pakar kuliner Perancis, Georges Auguste Escoffier, membuat sebuah
buku yang berisi lebih dari 5.000 resep masakan Perancis beserta metode pengolahannya. Hingga
saat ini buku tersebut masih sering digunakan sebagai buku standar dalam pendidikan bidang
kuliner. Berbagai lembaga pendidikan bidang kuliner yang ada saat ini merupakan perkembangan
dari berbagai pelatihan memasak informal yang diadakan di lingkungan keluarga, organisasi
militer, dan religious establishment. Awalnya, hal ini didasari oleh adanya kebutuhan untuk
menyediakan makanan dalam jumlah besar sehingga membutuhkan tenaga kerja terlatih untuk
bekerja di dapur. Dari kondisi ini kemudian berkembang lembaga pendidikan yang lebih bersifat
formal dan nonformal, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika.
Pada tahun 1877, Boston Cooking School menjadi sekolah memasak pertama di Amerika.
Selanjutnya pada tahun 1946 berdiri The Culinary Institute of America (The CIA), sebuah sekolah
Pada tahun 1895, di Benua Eropa berdiri Le Cordon Bleu, salah satu sekolah bidang kuliner
tertua dan terkemuka hingga saat ini. Sekolah ini lahir dari sebuah program kursus memasak yang
diberikan oleh para juru masak terkenal di Perancis saat itu hingga berkembang menjadi sebuah
sekolah memasak. Hingga saat ini Le Cordon Bleu telah beroperasi di berbagai negara dengan
jumlah lebih dari 50 sekolah, tidak saja hanya di Eropa, namun hingga Thailand dan Malaysia.9
Perkembangan dunia kuliner di awal abad 20-an semakin membaik, terutama di berbagai negara
Eropa dan Amerika. Berbagai restoran baru lahir dan minat masyarakat untuk menikmati
hidangan berkualitas pun semakin meningkat. Hingga pada tahun 1926, terbit suatu panduan
buku mengenai berbagai restoran yang ada di Perancis yang dikenal dengan nama Michelin
Guide serta memberikan penghargaan berupa Michelin Stars, yaitu sebuah penghargaan atas
kualitas yang dimiliki suatu restoran. Hingga saat ini Michelin Stars menjadi penghargaan paling
bergensi di dunia kuliner. Penghargaan ini menggunakan sistem peringkat sebagai berikut:10
• One star: Restoran yang sangat baik pada kategorinya;
• Two stars: Restoran yang sangat istimewa, layak untuk dikunjungi kembali;
• Three stars: Restoran yang sangat-sangat istimewa, layak dikunjungi secara khusus.
Keberadaan penghargaan seperti ini mampu memicu para juru masak untuk terus berkreasi
menghasilkan karya yang berkualitas dan menjadikan dunia kuliner menjadi lebih menarik.
Seorang juru masak yang berhasil membawa restorannya mendapatkan penghargaan Michelin Star
akan mendapatkan pengakuan internasional yang dapat meningkatkan namanya di dunia kuliner.
Pengaruh kuliner Perancis sangat besar dalam perkembangan kuliner dunia dan bermigrasi ke berbagai
belahan dunia. Julia Child, juru masak asal Amerika, merupakan salah satu orang yang berperan membawa
kuliner Perancis ke Amerika dengan membuat sebuah buku panduan memasak berjudul Mastering the
Art of French Cooking dengan tebal 726 halaman yang sangat populer hingga saat ini. Ia juga memiliki
program memasak yang disiarkan di televisi, The French Chef, disiarkan pertama kali pada tahun 1963
dan bertahan hingga sepuluh tahun kemudian serta meraih Emmy Awards sebagai program edukasi
terbaik saat itu. Pada tahun 2002, kerja keras, dedikasi, dan prestasi Julia Child dalam dunia kuliner
diabadikan di The National Museum of American History. Di museum tersebut ditampilkan sebuah
area yang menggambarkan dapur yang digunakan oleh Julia Child pada program memasaknya di televisi.
Kesuksesan Julia Child pun menjadi inspirasi dalam pembuatan sebuah film bertema kuliner pada tahun
2009 berjudul Julie and Julia dan berhasil mendapatkan beberapa penghargaan.11
Kisah Julia Child merupakan gambaran dari perkembangan dunia kuliner di abad ke-20, saat
dunia kuliner mampu memberikan pengaruh yang kuat dan dapat menjadi objek bagi industri
lainnya–mulai dari penerbitan, pertelevisian, hingga perfilman–dimana kondisi ini semakin maju
di tahun 2000-an hingga saat ini. Kolaborasi dunia kuliner dengan industri media semakin erat,
Perhatian dunia akan kuliner sebagai komoditas potensial dalam industri kreatif semakin meningkat di
abad ke-21. Sejak tahun 2005, UNESCO melalui program Creative City Network (CCN), mendefinisikan
tujuh subsektor dalam cakupan industri kreatifnya di mana kuliner/gastronomi termasuk di dalamnya.
Program CCN ini memfasilitasi proses pertukaran pengalaman, pengetahuan, dan sumber daya antar
anggotanya sebagai jalan untuk mengangkat industri kreatif lokal dan menumbuhkan kerjasama
di seluruh dunia dalam pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Untuk dapat menjadi bagian
dari program ini, khususnya sebagai kota gastronomi, suatu daerah harus memiliki potensi kuliner.
Kriteria yang harus dimiliki oleh kota yang ingin mengajukan diri sebagai kota gastronomi adalah:
1. Berkembangnya kuliner yang merepresentasikan karakter kota/wilayah;
2. Berkembangnya komunitas kuliner dan restoran-restoran tradisional;
3. Penggunaan bahan baku lokal dalam proses memasak tradisional;
4. Pemahaman masyarakat mengenai teknik memasak tradisional dan praktik kuliner yang
bertahan di tengah perkembangan teknologi dan industri;
5. Tersedianya pasar tradisional dan industri makanan tradisional;
6. Adanya tradisi dalam menyelenggarakan festival, penghargaan, kontes, dan kegiatan promosi
kuliner lainnya;
7. Adanya upaya pelestarian lingkungan dan pemanfaatan produk lokal secara berkelanjutan;
8. Adanya upaya pengembangan apresiasi masyarakat, sosialisasi mengenai nutrisi yang
baik di lembaga pendidikan, serta diperhatikannya keragaman sumber daya alam dalam
kurikulum sekolah memasak.12
Chengdu memiliki budaya kuliner yang unik, di mana mampu mengeksplorasi potensi lokal dan
melakukan pelestarian dan pengembangan budaya dengan sentuhan kreativitas. Kekayaan dari kuliner
tradisional Chengdu yang sangat diunggulkan adalah kombinasi cita rasa yang sangat bervariasi ber-
dasarkan lima elemen rasa, yaitu manis, asam, pahit, pedas, dan asin. Selain itu, kota ini juga memiliki
potensi yang kaya dalam sumber daya dan sering mengadakan berbagai program atau festival di bidang
kuliner berskala internasional, seperti International Food and Tour Festival. Visi dari Chengdu sebagai
jaringan kota gastronomi UNESCO adalah membawa kuliner tradisional Sichuan memilki standar dan
kualitas internasional
Selain konsep molecular gastronomy, saat ini mulai dikenal istilah culinology yang merupakan
disiplin ilmu yang menggabungkan culinary arts, food science, dan food technology dengan tujuan
untuk menghasilkan pengembangan produk makanan yang lebih baik yang dapat dikonsumsi
oleh konsumen. Konsep culinology dikembangkan oleh Research Chefs Association (RCA), yang
terdiri dari chefs, food scientists, dan praktisi pada industri kuliner.13 Konsep ini diperkirakan akan
semakin berkembang di masa mendatang karena kualitas dari sebuah makanan akan semakin
diperhatikan terutama dari segi kesehatan. Makanan yang baik adalah makanan yang tidak hanya
enak secara cita rasa, namun juga baik bagi kesehatan, seperti gluten-free cuisine dan penggunaan
bahan baku organik.
Pemanfaatan dan eksplorasi makanan tradisional juga akan semakin berkembang. Hal ini
ditunjukkan oleh kuliner khas Korea, Thailand, dan Spanyol yang semakin mendunia. Kuliner
tradisional ini menjadi media diplomasi yang mulai diperhitungkan, karena makanan dapat
menjadi media bagi orang-orang untuk bersosialisasi dan saling mengenal lebih jauh–Culinary
Diplomacy. Thailand adalah negara pertama yang secara aktif melakukan diplomasi kuliner dengan
program Thai Kitchen to The World, sebuah program untuk memperkenalkan kuliner Thailand
ke dunia internasional. Fenomena terbaru adalah Korea Selatan dengan Kimchi Diplomacy-nya,
sebuah program diplomasi kuliner yang dilakukan untuk mengangkat kuliner tradisional Korea
dan terbukti sukses membawa makanan khas Korea semakin mendunia.14
Saat Perang Dunia I terjadi, pasokan bahan baku utama makanan dari Belanda terputus dan
menyebabkan orang-orang Belanda yang ada di Indonesia mulai mencoba makanan Indonesia
yang kemudian berkembang menjadi menu yang disebut Rijsttafel. Pada dasarnya Rijsttafel bukan
sebuah nama makanan, melainkan cara makan yang memiliki arti sederhana yakni “meja nasi”.
Rijsttafel merupakan bentuk dari penggabungan dua budaya, metode penyajian ala bangsawan Eropa
bersanding dengan sajian masakan nusantara yang bisa mencapai 40 jenis makanan dalam satu
(13) http://www.culinology.org/, diakses 19 Juli 2014 pukul 14.00
(14) Rebecca Sheir. Culinary diplomacy: The nexus of food and diplomacy. http://www.splendidtable.org/story/
culinary-diplomacy-the-nexus-of-food-and-diplomacy, diakses 19 Juli 2014 pukul 20.15
Di tahun 1960-an dan 1970-an, perkembangan dunia kuliner Indonesia dari sisi pendidikan mulai
berkembang dengan berdirinya beberapa lembaga pendidikan tinggi bidang kuliner. Salah satunya
adalah Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB) yang bermula dari didirikannya Sekolah Kejuruan
Perhotelan (SKP) pada tahun 1959 di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.17
Rijsttafel
Sumber: oasisjakarta.com
Pada dasarnya kekayaan potensi kuliner Indonesia ini sudah disadari sangat berharga dan perlu
dilestarikan oleh pemerintah sejak lama. Pada tahun 1967, Departemen Pertanian menerbitkan
sebuah buku masakan yang diberi judul Mustika Rasa.
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa pada tahun 1967, pernah terbit sebuah buku berjudul
Mustika Rasa. Buku ini memuat lebih dari 1.000 resep masakan Indonesia yang berasal dari
Sabang sampai Merauke dan merupakan satu-satunya buku resep kuliner tradisional Indonesia
terlengkap yang pernah ada.
Tak bisa dipungkiri buku Mustika Rasa merupakan bukti prestasi tertinggi dalam pengumpulan
resep-resep kuliner tradisional Indonesia. Buku setebal 1.123 halaman itu dimulai tahun 1960
ketika Menteri Pertanian Brigjen dr. Azis Saleh bertemu Presiden Soekarno. Dalam pertemuan
itu, Soekarno meminta agar diterbitkan kookboek (buku resep) masakan Indonesia yang lengkap.
Popularitas masakan tradisional Indonesia sempat menurun namun kembali bangkit di awal tahun
2000-an saat posisi makanan dan minuman yang merupakan sebuah kebutuhan dasar manusia
mulai bergeser bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Produk makanan dan minuman mulai
menjadi bagian dari gaya hidup baru beberapa kalangan masyarakat dan berubah menjadi sebuah
industri kuliner yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pokok manusia, namun juga memenuhi
kebutuhan lainnya seperti kebutuhan bersosialisasi maupun mengaktualisasikan diri.
Jakarta dan Bandung merupakan kota-kota yang mengalami perkembangan industri kuliner
sangat pesat. Pertumbuhan rumah makan atau restoran di kedua kota tersebut meningkat tinggi
dan menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi sebagai objek wisata. Tren Wisata Kuliner
yang dipopulerkan oleh sebuah tayangan televisi dengan judul yang sama pada tahun 2005
semakin mengangkat potensi dunia kuliner Indonesia. Bondan Winarno, sang pembawa acara
tersebut pun mampu menarik minat masyarakat untuk semakin dekat dengan kuliner khas
Indonesia.
Perkembangan kuliner di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran media. Sejak awal tahun 2000-
an hingga kini, semakin banyak program televisi lokal yang menyiarkan program kuliner, mulai
dari acara memasak hingga kompetisi memasak. Hal ini juga diikuti dengan profesi pendukung
dunia kuliner yang ikut serta mengangkat perkembangan dunia kuliner di Indonesia. Profesi
food photograper, food stylist, hingga food blogger semakin marak berkembang sejak tahun 2010.
Pada tahun 2011, popularitas kuliner tradisional Indonesia mulai diakui oleh masyarakat dunia.
Hal ini ditunjukkannya dengan masuknya beberapa masakan Indonesia–Sate, Nasi Goreng, dan
Rendang–kedalam daftar World’s 50 Best Foods versi CNN dimana Rendang menduduki posisi
pertama.19 Hal ini semakin meningkatkan antusiasme masyarakat Indonesia dan asing untuk
lebih mengenal berbagai kuliner tradisional Indonesia. Upaya pelestarian dan pengenalan ragam
kuliner tradisional Indonesia ini berlanjut dengan Program 30 Ikon Kuliner Tradisional Indonesia
(30 IKTI) yang digagas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2012.
“
“ Rendang menduduki posisi pertama dalam daftar
World’s 50 Best Foods versi CNN
Pemahaman antara dua kondisi tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan industri
kuliner nasional sehingga dapat berkembang dengan baik dengan mempertimbangkan potensi (kekuatan
dan peluang) dan permasalahan (tantangan, kelemahan, ancaman, dan hambatan) yang dihadapi.
Ekosistem kuliner adalah sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan
(interdependent relationship) antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif dengan
lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai kreatif.
Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan ini maka dibuat sebuah peta ekosistem
yang terdiri atas empat komponen utama, yaitu:
1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain)
Rantai nilai kreatif adalah rangkaian proses penciptaan nilai kreatif. Di dalamnya terjadi
transaksi sosial, budaya, dan ekonomi yang terdiri dari proses kreasi, produksi, dan penyajian.
2. Lingkungan Pengembangan (Nurturance Environment)
Lingkungan pengembangan adalah lingkungan yang dapat menggerakkan dan meningkatkan
kualitas proses penciptaan nilai kreatif yang meliputi pendidikan dan apresiasi.
3. Konsumen (Market)
Konsumen adalah pihak yang mengapresiasi dan mengonsumsi produk kuliner yang
dihasilkan dari rangkaian proses pada rantai nilai kreatif.
4. Pengarsipan (Archiving)
Pengarsipan adalah proses preservasi terhadap hasil kreasi kuliner yang dapat diakses dan
dimanfaatkan oleh seluruh pemangku kepentingan (orang kreatif, pemerintah, lembaga
pendidikan, pelaku bisnis, komunitas, dan intelektual) di dalam ekosistem industri kreatif
sebagai media pembelajaran dan sumber inspirasi dalam penciptaan kreasi lainnya.
Melalui ekosistem ini diharapkan proses penciptaan nilai kreatif, aktivitas, output dari setiap
proses, dan peran yang terlibat di dalamnya dapat terpetakan dengan baik sehingga rencana
pengembangan yang dibuat lebih sistematis dan tepat sasaran.
Pertimbangan produk yang dimaksud adalah dasar dari jenis produk yang akan dijadikan
sebuah kreasi. Hal ini dapat ditinjau dari berbagai kategori produk, misalkan apakah
berupa makanan atau minuman, makanan pembuka, makanan utama, makanan penutup,
dan sebagainya. Dari pertimbangan produk ini, kemudian seorang juru masak akan
menggunakan kreativitasnya untuk mengolah menjadi suatu kreasi.
Proses ini tentunya membutuhkan sebuah inspirasi untuk mencapai kreasi yang menarik
dan bercita rasa tinggi. Sumber inspirasi sendiri dapat berasal dari berbagai hal, seperti
buku memasak, media informasi, pengalaman kuliner, dan sebagainya. Berbagai referensi
tersebut akan menciptakan suatu ide yang lekat dengan komposisi bahan baku, harmonisasi
rasa, hingga pengalaman kuliner bagi penikmatnya. Selain ketiga hal tersebut, faktor tradisi
dan kearifan lokal menjadi hal yang dapat juga dipertimbangkan dalam penciptaan ide
untuk kreasi kuliner, terutama dalam konteks tradisional.
2. Eksperimen
Tahap konseptualisasi ide akan menghasilkan sebuah hasil pemikiran kreatif seorang juru
masak yang kemudian perlu dituangkan dalam bentuk nyata. Bentuk penuangan ide ini
berupa eksperimen sang juru masak yang ’dimasak‘ sehingga menjadi suatu kreasi yang sesuai
dengan gambaran awal. Proses eksperimen sendiri dapat berupa proses percobaan di dapur
dengan menggunakan seluruh kemampuan dan pengetahuan kuliner yang dimilikinya.
Oleh karena itu, tingkat kemampuan dan pengetahuan kuliner akan sangat dibutuhkan di
tahap ini, seperti penguasaan berbagai metode memasak dan ragam bahan baku.
Pada proses ini, seorang juru masak akan menggunakan ide yang sudah didapatkannya
tersebut untuk bermain dengan bermacam-macam bahan baku, bumbu, tekstur
makanan, dan juga rasa yang dihasilkan dalam beberapa kali percobaan hingga didapatkan
komposisi yang sesuai. Selanjutnya adalah melakukan tes rasa terhadap beberapa orang
untuk mengetahui pendapat dan masukan mengenai kreasi kuliner yang sudah dihasilkan.
Selain itu juga mulai dipertimbangkan faktor keuangan dari kreasi yang dihasilkan, dari
mulai biaya produksi hingga penentuan harga jual.
(20) Stierand, M, Dörfler, V and MacBryde, J (forthcoming). “Innovation of Extraordinary Chefs: Development Process
or Systemic Phenomenon?”. British Academy of Management Annual Conference, 15-17 September, Brighton.
(21) Michelin-Starred Chefs adalas sebutan untuk para juru masak yang telah mendapatkan penghargaan Michelin Star
(22) Tacit creativity skills adalah suatu keahlian atau kemampuan dari seorang individu yang sulit dipelajari oleh atau dijabarkan
kepada orang lain, hal ini pada umumnya akan menjadi karakter atau keunikan bagi setiap individu terutama orang kreatif
Marco Lim
Sumber: www.marcopadang.com
MARCO LIM
Chef Marco Lim adalah pemilik dari restoran Marco Padang, sebuah restoran yang menyajikan
masakan Padang dengan cita rasa yang autentik. Lahir dan besar di Padang, menjadikan Chef
Marco mengerti betul mengenai ragam masakan dari daerahnya. Di tangannya, aneka masakan
Padang tampil dengan sentuhan estetika yang cantik, sangat menarik dan menggugah selera.
Walaupun diberikan sentuhan modern pada saat penyajiannya, rasa tetaplah asli karena dia
tetap menjaga rasa autentiknya dan bahkan bahan bakunya pun sebagian didatangkan lang-
sung dari Sumatera Barat. Kreasinya ini membuktikan bahwa tradisi kuliner Indonesia dapat
menjadi sumber inspirasi yang tidak ada habisnya untuk terus digali sehingga menghasilkan
kreasi kuliner yang berkualitas internasional namun tetap berkarakter Indonesia.
Sumber: www.gastronomy-aficionado.com
Proses Teknis
Penyajian Makanan/Minuman Penyajian Suasana Faktor Destinasi
Tacit Creativity Skills
Holding Cooking Pre Prep
Restaurant
Sumber Inspirasi Eksperimen (Trial and Eror)
Plating Full-Service Restaurant
Tradisi Pemilik Area
Fine Dining
Finalisasi (Venue Owner)
Kearifan Lokal Proses Manajerial Casual Dining
Fast-Casual Dining
Kreasi Resep Quick-Service Dining
Makanan
Others (Cafe, Bar, Hawker Center, etc)
Kreasi Cara Pengolahan
Caterers
Minuman Private Dining
Kreasi Cara Penyajian
Event
Akses Publik
ARCHIVING KONSUMSI
Pengumpulan
Akses Publik
Penyimpanan Restorasi KONSUMEN
NURTURANCE
Preservasi
Institusi Pemerintah/Media/Komunitas
APRESIASI
Akses Publik
Pendidikan Tata Boga Pendidikan Manajemen Tata Boga Kegiatan Literasi Kuliner Bidang Kuliner
Kebijakan kurikulum
pendidikan
Terlepas dari berbagai kreasi yang ada, rasa tetap merupakan faktor utama dalam hal penciptaan
kreasi kuliner. Hal tersebut ditunjang pula dengan cara penyajian sehingga konsumen akan
mendapatkan pengalaman baru dalam menyantap hidangan. Penciptaan rasa pun terus mengalami
perkembangan, dari mulai penggalian kekayaan makanan lokal, penggabungan cita rasa makanan
beberapa area, hingga pemanfaatan teknologi dalam proses pengolahan makanan. Selain itu, di
era modern seperti ini, proses kreasi pun sangat dipengaruhi oleh perkembangan media informasi.
Pengaruh global produk kuliner dari berbagai negara telah menjadi sumber kreasi bagi para juru
masak di negara lainnya untuk menciptakannya kreasi produk kulinernya sendiri.
Pelaku utama dalam tahap ini tetaplah seorang juru masak karena mereka yang memiliki
kemampuan dalam bidang kuliner. Namun, terdapat juga beberapa aktor penting dalam menggali
dan mengembangkan ide, seperti pengelola restoran, konsumen, hingga komunitas kuliner yang
kerap memberikan inspirasi dalam menciptakan kreasi baru.
Industri kuliner di Indonesia berkembang cukup pesat dalam sepuluh tahun belakangan dan
semakin mampu menghasilkan kreasi kuliner yang sangat beragam. Semakin banyak orang kreatif
kuliner yang lebih berani berkreasi, namun pemanfaatan potensi kuliner tradisional masih kurang
digali secara baik. Hal ini harus mulai diperhatikan karena kuliner tradisional adalah potensi
besar untuk dikembangkan. Berkaca kepada beberapa negara yang sudah mampu menciptakan
kreasi yang berbasis kuliner tradisionalnya hingga mampu menembus pasar internasional—
Jepang dengan sushi, Thailand dengan tom yam, Italia dengan pasta, hingga Perancis dengan
macaroon—menjadikan suatu hal yang sangat mungkin apabila para juru masak di Indonesia
mampu mengangkat kuliner tradisional Indonesia dengan unsur kekinian sehingga mampu
bersaing di pasar internasional.
Proses produksi pada subsektor kuliner adalah proses pembuatan sebuah produk makanan dan
minuman yang dimulai dari proses pencarian bahan baku hingga produk siap untuk disajikan.
Proses ini melibatkan beberapa aktor dalam dunia kuliner dengan berbagai tingkatan keahlian,
seperti juru masak, asisten juru masak, dan sebagainya.
Selain proses produksi yang bersifat teknis, pada tahapan ini juga terjadi proses produksi dalam
hal manajerial atau yang dikenal dengan istilah manajemen tata boga yang dideskripsikan sebagai
kegiatan operasional dalam mengatur restoran sebagai industri bidang kuliner. Hasil proses
produksi ini merupakan makanan dan minuman yang siap untuk disajikan kepada konsumen.
Proses produksi pun mengalami perkembangan yang ditandai dengan semakin bervariasinya produk
kuliner di pasaran. Hal ini pun menandai semakin berkembangnya metode memasak di Indonesia.
Salah satunya adalah perpaduan metode tradisional dan modern yaitu membawa cara memasak
tradisional ke dapur modern. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pembuatan atau bahkan
mempercepat proses produksinya tanpa menghilangkan cita rasa aslinya. Contoh dari alat modern
yang sudah lazim digunakan adalah oven listrik dan panci bertekanan tinggi (high pressure cooker).
Di sisi lain, masih banyak juga profesional di bidang kuliner yang tetap mempertahankan metode
tradisional sesuai dengan aslinya dengan tujuan untuk menjaga rasa dan tradisi, seperti penggunaan
tungku, anglo, pengasapan, hingga proses penyajian yang dilakukan secara tradisional. Hal ini
justru dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen.
Proses penggabungan dua hal ini pun bukan hal baru di Indonesia. Saat elemen tradisional
bertemu dengan modernitas, kuliner Indonesia tetap memiliki cita rasa asli tradisional tetapi
praktis dalam produksinya. Pada umumnya proses ini dapat ditemukan pada restoran-restoran
kelas menengah ke atas dan dilakukan oleh juru masak profesional.
Selain itu, untuk setiap produk yang masuk ke pasar harus melalui proses perizinan yang dikeluarkan
oleh badan sertifikasi sebagai syarat bahwa produk makanan dan minuman tersebut layak
dikonsumsi. Di Indonesia terdapat beberapa sertifikasi terkait produk makanan, seperti sertifikat
halal yang menjadi salah satu sertifikat penting untuk dimiliki di industri kuliner Indonesia.
Penyajian suasana ini pun tidak bisa dipisahkan dengan penyajian makanan. Kedua hal ini sudah
saling menyatu. Hal ini semakin berkembang seiring perubahan gaya hidup dan pandangan akan
sebuah makanan yang lebih dari sekadar kebutuhuan pokok, tetapi makanan sebagai produk sosial.
Oleh karena itu, tampilan menjadi hal yang penting untuk menarik konsumen. Sebuah lokasi usaha
kuliner seringkali menjadi sebuah destinasi wisata sehingga kini kerap terdengar istilah “wisata kuliner”.
Proses penyajian ini akan berbeda sesuai dengan konsep restorannya dan dapat dibedakan menjadi
beberapa kategori, yaitu full-service restaurant, fast-casual dining, quick-service dining, cafe, hawker
center, foodtruck, dan sebagainya. Kategori ini dibedakan berdasarkan jenis makanan yang disajikan,
proses pembuatan, dan proses penyajiannya sehingga akan memberikan pengalaman berbeda
bagi konsumen. Bersantap makan malam di sebuah restoran fine-dining akan sangat berbeda
dengan di sebuah food street center/ hawker center. Namun bukan berarti restoran fine-dining
memberikan kuliner yang lebih baik karena segmentasi dari produk yang ditawarkan berbeda.
Yang terpenting adalah seluruh tempat penyajian tersebut harus memiliki standar kebersihan
dan kesehatan yang terjaga.
Singapura adalah salah satu contoh negara yang memiliki standar dan sistem pengawasan yang
baik bagi seluruh usaha kuliner yang ada. Mulai dari usaha yang berupa kedai kecil di sisi jalan
hingga restoran berskala internasional diwajibkan untuk memiliki standar kebersihan yang sudah
ditetapkan. Hal ini terbukti dengan diakuinya Singapura sebagai salah satu negara dengan street
food terbaik di dunia karena walaupun disajikan di ’jalan‘, namun memiliki cita rasa yang baik
dan tingkat kebersihan yang terjaga. Kondisi ini yang masih sangat perlu diperbaiki di Indonesia.
Negara ini perlu meningkatkan kualitas kebersihan suatu usaha kuliner terlepas dari lokasi dan
skala usahanya. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap konsumen.
Selain itu, keberadaan pemilik tempat usaha (venue owner) di industri kuliner dapat memberikan
imbas positif terhadap pengusaha kuliner. Pengusaha kuliner pada umumnya menyewa suatu
tempat untuk mendirikan usaha restorannya. Pada umumnya venue owner memiliki kebijakan
yang dapat menentukan makanan seperti apa yang dapat masuk ke dalam lokasi usahanya,
tergantung dengan konsep yang diusung oleh venue owner tersebut. Keberadaan venue owner
ini akan membantu para pelaku usaha kuliner untuk mengembangkan bisnisnya karena dapat
memberikan akses kepada konsumen untuk menikmati ragam kuliner. Salah satunya adalah Eat
and Eat, sebuah foodcourt yang menyajikan berbagai jenis kuliner dalam satu area.
Dalam tahapan ini, dukungan kegiatan promosi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap produk kuliner dan mendorong mereka untuk mencobanya. Promosi juga
dapat dilakukan dengan membuat iklan di media. Media cetak merupakan salah satu media yang
sering digunakan, terutama majalah mengenai gaya hidup. Berbagai ulasan mengenai industri
kuliner, seperti ulasan restoran, merupakan salah satu cara dalam mengenalkan bisnis ini. Pada
umumnya tahapan ini akan melibatkan food stylists dan food photographers untuk menjadikan
tampilan produk kuliner lebih menarik saat tampil di iklan.
Pameran dan festival tersebut merupakan salah satu wadah yang cukup efektif dalam mempertemukan
pelaku usaha dan konsumen sehingga menjadikan suatu usaha kuliner—baik yang berskala kecil
hingga besar—mendapatkan perhatian pasar yang mampu meningkatkan usaha menjadi lebih baik.
Dunia maya pun menjadi salah satu media dalam proses komersialisasi. Perkembangan media
informasi memberikan banyak manfaat dan peluang, mulai dari mempromosikan hingga menjual
berbagai produk kuliner. Penggunaan jejaring sosial merupakan salah satu cara yang cukup efektif
Proses komersialisasi bidang kuliner juga mulai dilakukan melalui pengembangan wisata kuliner di
suatu daerah. Mengenalkan produk kuliner sebagai salah satu tujuan wisata yang dapat dinikmati
para wisatawan merupakan cara yang efektif dalam mengembangkan industri kuliner. Proses
promosi ini juga kerap dilakukan melalui media televisi dan cetak.
B. Pasar (KONSUMEN)
Pasar adalah pihak yang menyerap produk kuliner yang dihasilkan. Konsumen yang terdapat di
pasar dapat dikategorikan sebagai dua kelompok besar, yaitu:
1. Konsumen Umum
Konsumen umum adalah kategori konsumen yang membeli dan mengonsumi produk
kuliner sebagai kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pada umumnya, konsumen
kategori ini melakukan konsumsi secara rutin.
2. Konsumen Khusus
Konsumen khusus adalah kategori konsumen yang membeli dan mengonsumsi produk
kuliner dengan tujuan lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan dasar. Alasan yang
biasanya melatarbelakangi konsumen kategori ini dalam membeli suatu produk kuliner
adalah mencari pengalaman, wawasan, atau tuntutan pekerjaan. Wisatawan atau turis
adalah salah satu contohnya. Mereka pada umumnya akan memenuhi berbagai usaha
kuliner yang menjadi ikon suatu daerah.
Dalam pengembangan ekonomi kreatif, tipe konsumen yang perlu ditingkatkan adalah konsumen
khusus karena penyerapan kreasi kuliner akan lebih mudah dilakukan. Suatu usaha kuliner akan
lebih berkelanjutan dan menjadi ikon suatu daerah apabila mampu menarik konsumen tipe ini.
Oleh karena itu, diperlukan juga proses edukasi pasar sehingga konsumen akan lebih mampu
menghargai suatu kreasi kuliner, khususnya kuliner tradisional Indonesia, sehingga harga jualnya
dapat meningkat.
C.1 Apresiasi
Apresiasi dalam bidang kuliner dapat berupa penghargaan dan juga ulasan di media. Apresiasi ini
pada umumnya dapat berasal dari pihak profesional maupun berasal dari komunitas. Penghargaan
di bidang kuliner biasanya berupa penghargaan bagi profesional yang bekerja di sana, baik
penghargaan bagi juru maupun penghargaan bagi restoran terbaik. Selain itu, apresiasi yang
ada dapat berupa ulasan di media yang membahas mengenai suatu hal dalam bidang kuliner,
baik mengenai rasa makanan, pengalaman yang didapat, maupun mengenai profil dari seorang
juru masak. Ulasan pada umumnya berupa artikel di media cetak maupun artikel pada situs di
internet. Tidak jarang ulasan ini akan memberikan peringkat terhadap produk kuliner tersebut.
Salah satu penghargaan bergengsi tingkat dunia di bidang kuliner yang ada saat ini adalah
Michelin Star. Penghargaan ini seringkali disebut Oscar-nya dunia kuliner yang menggunakan
sistem peringkat dengan tanda bintang, dimulai dengan satu hingga tiga bintang. Sistem bintang
dari Perancis ini berasal dari Michelin Red Guide yang sudah ada sejak lebih dari 100 tahun
lalu dan masih menjadi acuan untuk menilai restoran terbaik di dunia. Di balik restoran peraih
Seiring perkembangan teknologi, bentuk apresiasi pun turut tumbuh dan berkembang. Bentuk apresiasi
yang disalurkan melalui media digital semakin mudah dilakukan dan juga diakses. food blog adalah
salah satu wadah apresiasi yang dilakukan melalui media digital yang menyajikan ulasan mengenai
produk kuliner. Tidak jarang beberapa food blog sudah menjadi panduan dalam menentukan pemilihan
produk kuliner. Media televisi pun memberikan kontribusi yang sangat aktif dalam melakukan apresiasi
terhadap dunia kuliner dengan menayangkan program-program kulinernya.
Apresiasi bidang kuliner di Indonesia yang berupa penghargaan masih sangat jarang dilakukan baik
oleh pihak swasta maupun pemerintah. Penghargaan atas prestasi pelaku usaha atau praktisi bidang
kuliner sebagain besar diberikan oleh institusi atau lembaga di luar negeri. Beberapa penghargaan
yang ada di Indonesia diberikan oleh pihak media cetak (majalah) yang menyelenggarakan
penghargaan tahunan, seperti penghargaan restoran terbaik. Kegiatan apresiasi ini diharapkan
akan terus berkembang di Indonesia sebagai salah satu cara untuk menghargai kerja keras para
pelaku di bidang kuliner dan dapat menjadi motivasi untuk terus menciptakan kreasi terbaik
karena dengan adanya hal ini maka secara tidak langsung akan meningkatkan iklim kompetisi
yang sehat untuk selalu menjadi lebih baik.
Namun, bentuk apreasiasi ini diharapkan dapat berupa sesuatu yang tidak saja hanya sekadar
penghargaan di atas kertas, namun juga dapat berupa sesuatu yang mampu memberikan nilai
tambah secara langsung dan berkelanjutan. Sebagai contoh, suatu penghargaan bagi seorang
juru masak yang berhasil mengangkat kuliner tradisional Indonesia menjadi lebih kekinian
akan mendapakan akses sebagai juru masak di berbagai acara kenegaraan. Hal-hal seperti ini
yang masih harus lebih sering dilakukan di Indonesia sehingga upaya pengembangan kuliner
tradisional Indonesia akan lebih dinamis dari segala aspek yang terkait.
C.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam bidang kuliner, terutama terkait
kualitasnya. Hal ini dikarenakan pendidikan berperan sebagai sarana penciptaan orang kreatif dalam
industri kuliner. Secara umum, institusi pendidikan yang ada terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Institusi pendidikan dengan program bergelar.
2. Lembaga pelatihan atau pendidikan bersertifikat.
3. Lembaga pelatihan atau pendidikan nonsertifikat.
Institusi atau lembaga pendidikan mengajarkan berbagai keahlian dan ilmu yang terkait dengan
dunia kuliner dan menghasilkan tenaga ahli di bidang tersebut. Proses pendidikan ini ada yang
bersifat pendek, seperti kursus atau pelatihan, hingga progam bergelar yang rata-rata membutuhkan
waktu tiga sampai empat tahun. Selain mencetak tenaga ahli di bidang kuliner, proses studi ini juga
menghasilkan riset-riset terkait industri kuliner, baik yang bersifat teknis, seperti riset pemanfaatan
teknologi pada kuliner, maupun nonteknis, seperti riset strategi pengembangan industri kuliner.
Industri kuliner di Indonesia semakin berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini ditandai
dengan semakin tingginya minat masyarakat untuk mengikuti studi di bidang kuliner baik secara
Pada umumnya insitusi pendidikan kuliner berada di bawah bidang pariwisata. Untuk tingkat
sekolah menengah, pendidikan kuliner dapat ditempuh melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
bidang tata boga atau jasa boga. Untuk tingkat perguruan tinggi dapat ditempuh melalui Sekolah
Tinggi Pariwisata (STP), universitas yang memiliki jurusan pariwisata, manajemen perhotelan,
ataupun culinary arts. Pendidikan di perguruan tinggi menawarkan program pendidikan mulai
dari tingkat Diploma I (D1).
Berdasarkan data Dikti (2010), terdapat 213 program studi perhotelan dan pariwisata yang
tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan sebagian besar berada di bawah sekolah
tinggi atau akademi pariwisata. Beberapa institusi pendidikan formal yang menyediakan jenjang
pendidikan di bidang kuliner adalah:
• Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
• Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti.
• Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.
• Universitas Kristen Petra (Hotel Management).
• Universitas Bina Nusantara (Hotel Management – Culinary Arts).
• Universitas Ciputra (Culinary Business).
Selain pendidikan formal, terdapat beberapa lembaga pendidikan khusus yang mengajarkan
kemampuan kuliner. Lembaga-lembaga tersebut pada umumnya memberikan jenjang pendidikan
dalam bentuk pelatihan yang bisa diikuti selama kurang lebih 1 bulan hingga 1 tahun. Lembaga
pendidikan atau pelatihan yang ada saat ini, di antaranya adalah Jakarta Culinary Center, Chez
Lely Cooking School, dan Tristar Culinary Institute.
Selain itu, terdapat institusi pendidikan yang merupakan bagian pengembangan bisnis yang
dilakukan oleh usaha-usaha yang berkaitan dengan dunia kuliner, seperti usaha perhotelan. Ada
beberapa perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan yang memiliki lembaga pendidikan di
bidang kuliner guna menciptakan tenaga ahli di bidang kuliner yang memang sangat berkaitan
dalam usaha perhotelan, seperti Lembaga Pendidikan Terapan Panghegar yang dikelola oleh
Hotel Pangegar Bandung.
Kurikulum yang digunakan pada lembaga pendidikan yang ada sebagain besar mengacu pada
kurikulum western food, terutama Perancis, yang diakui sebagai salah satu pusat kuliner dunia.
Hal ini menjadikan lulusan yang dihasilkan menguasai bidang tersebut namun memiliki kendala
saat akan mengolah masakan tradisional Indonesia karena porsi pembelajaran masakan Indonesia
yang kurang atau bahkan tidak ada.
Apabila melihat praktik di negara lain, Thailand sudah memiliki kurikulum yang mempelajari
kuliner tradisional Thailand yang diajarkan secara profesional. Hal seperti ini yang masih perlu
dikembangkan di Indonesia. Di awal tahun 2014, SMK Negeri 1 Kudus telah dijadikan sebagai
Sekolah Menengah Kejuruan pertama di Indonesia yang mewajibkan siswanya untuk dapat
memasak 30 ikon kuliner tradisional Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan lulusan yang
memahami teknik memasak kuliner tradisional Indonesia dengan benar.
D. Pengarsipan
Proses pengarsipan merupakan proses mendokumentasikan perkembangan pada industri kuliner
yang dapat dijadikan referensi di masa mendatang. Proses ini dapat dilakukan oleh pihak akademisi
sebagai materi studi, pemerintah sebagai panduan analisis perkembangan industri, dan juga pihak
asosiasi ataupun komunitas. Hal ini bertujuan agar masyarakat luas dapat memiliki akses untuk
mengetahui informasi atau kondisi mengenai kuliner di Indonesia.
Bentuk pengarsipan lain adalah berupa pendirian museum yang dapat menjadi sarana pengarsipan
dan juga sarana pembelajaran. Salah satu kelebihan dari sebuah museum adalah kemampuan
untuk menyajikan informasi melalui berbagai media, mulai dari melihat, mendengar, merasakan,
bahkan mencobanya langsung. Dalam dunia kuliner, sudah ada beberapa negara yang memiliki
museum terkait budaya dan sejarah kulinernya, salah satunya adalah Hangzhou Cuisine Museum
di Republik Rakyat Tiongkok. Sebuah museum yang didirikan Pemerintah Republik Rakyat
Tiongkok dan menampilkan berbagai replika dari ragam kuliner tradisional, diorama berbagai
praktik kuliner, dan informasi mengenai sejarah dan perkembangan kuliner di sana. Selain itu,
terdapat juga Culinary Arts Museum yang dikelola oleh Johnson and Wales University di Amerika
Serikat. Museum ini memiliki lebih dari 250.000 koleksi dan 60.000 koleksi di antaranya ada
berupa buku resep. Koleksi lainnya berupa berbagai jenis peralatan dapur—tradisional dan juga
modern—dan berbagai dokumentasi visual mengenai berbagai kegiatan terkait praktik kuliner.
Proses pengarsipan yang ada di Indonesia saat ini masih dilakukan secara terpisah oleh setiap aktor
yang membutuhkan. Untuk resep masakan, proses pengarsipan banyak dilakukan dalam bentuk
buku yang diperjualbelikan. Melihat ragam kuliner Indonesia, kegiatan pengarsipan merupakan
hal yang sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian dan pengembangan kuliner tradisional
Indonesia. Potensi budaya kuliner Indonesia yang sangat kaya tersebut tidak akan dapat tergali
dengan baik apabila media untuk mengetahuinya sangat minim. Sistem pengarsipan yang baik
akan mempermudah masyarakat, khususnya orang kreatif kuliner untuk mempelajari kuliner
Indonesia dan bahkan menjadikannya sebuah sumber inspirasi untuk menciptakan kreasi kuliner
yang berkualitas tinggi dan tetap memiliki karakter serta sentuhan unsur tradisional Indonesia.
Fine Dining
Casual Dining
Fast-Casual Dining
INDUSTRI UTAMA
Private Dining
Event PROMOSI
Penyedia bahan baku segar Penyedia jasa desain interior Media Cetak
Peta industri pada Gambar 2-6 mencakup hubungan pelaku industri utama kuliner dalam
rantai nilai dengan pelaku industri yang memberikan suplai (supply) ke pelaku industri utama
(backward linkage) dan pelaku industri yang memberikan permintaan (demand) kepada pelaku
industri utama (forward linkage). Pada tahap kreasi, pelaku utama di tahap ini adalah juru
masak yang pada umumnya dibagi dalam beberapa kategori sesuai keahliannya, yaitu cuisine
chef, pastry chef, baker, dan barista atau bartender. Para juru masak ini yang akan berkreasi untuk
menghasilkan produk kuliner. Kemudian, selain akan diteruskan kepada proses selanjutnya
di rantai utama, terdapat beberapa industri pendukung yang akan memberikan permintaan
terhadap kreasi yang dihasilkan, yaitu penerbitan serta industri pengolahan makanan dan
minuman. Industri penerbitan pada umumnya akan menjadikan hasil kreasi ke dalam bentuk
buku, seperti buku resep yang akan dijual secara komersil. Sedangkan pada industri pengolahan
makanan minuman, hasil kreasi para juru masak ini akan dijadikan formula atau resep untuk
diproduksi menjadi makanan dan minuman olahan, baik dalam skala kecil maupun manufaktur
yang besar.
Pada rantai utama, hasil kreasi akan diteruskan untuk diproduksi oleh restoran atau jasa boga. Pada
tahap ini diperlukan beberapa kebutuhan yang didapat dari beberapa industri pendukung, yaitu
bahan baku segar, bahan baku kering, bahan baku olahan, piranti makan, alat masak tradisional,
dan juga alat masak modern. Keberadaan industri yang mampu menyediakan kebutuhan tersebut
sangat penting bagi keberlangsungan proses produksi di industri kuliner ini. Dua hal utama yang
penting dimiliki oleh para pelaku industri pendukung ini adalah akses dan kualitas. Kemudahan
mendapatkan kebutuhan yang diinginkan akan sangat mempermudah proses produksi dan juga
harus didukung dengan kualitas barang yang baik.
Hasil produksi selanjutnya akan siap untuk disajikan kepada konsumen. Proses penyajian ini
tidak hanya menyajikan makanan yang siap santap namun juga didukung dengan memberikan
pengalaman atau suasana yang menarik. Oleh karena itu, suasana tempat akan memberikan nilai
tambah bagi konsumen. Untuk menyajikan suasana yang menarik diperlukan kemampuan dari
seorang arsitektur dan juga desain interior.
Produk yang dihasilkan industri kuliner juga mendapatkan permintaan dari industri lainnya,
seperti industri televisi dan radio serta industri media cetak dengan menjadikan produk kuliner
sebagai objek bagi program ataupun artikel yang akan diproduksi. Oleh karena itu, saat ini sudah
banyak stasiun TV dan media cetak yang memiliki segmen mengenai kuliner. Selain itu, industri
kuliner pun akan memberikan nilai tambah bagi perkembangan industri pariwisata dengan
memberikan berbagai alternatif sajian kepada para wisatawan.
Untuk mengembangkan industri kuliner, diperlukan media promosi agar konsumen sadar akan
keberadaan suatu produk kuliner. Oleh karena itu peranan media sangat diperlukan, baik dari
media cetak, media elektronik, hingga penggunaan media digital. Promosi melalui media akan
memberikan informasi kepada konsumen dan juga sebagai sarana apresiasi bagi subsektor kuliner
Di bawah ini merupakan penjelasan untuk masing-masing ruang lingkup sesuai KBLI Ekonomi
Kreatif.
56101 RESTORAN
Kelompok ini mencakup jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh
bangunan permanen yang menjual dan menyajikan makanan dan minuman untuk umum di
tempat usahanya, baik dilengkapi dengan peralatan/perlengkapan untuk proses pembuatan dan
penyimpanan maupun tidak dan telah mendapatkan surat keputusan sebagai restoran/rumah
makan dari instansi yang membinanya.
56301 BAR
Kelompok ini mencakup usaha yang kegiatannya menghidangkan minuman keras serta makanan
kecil untuk umum di tempat usahanya dan telah mendapatkan ijin dari instansi yang membinanya.
Usaha bar yang merupakan fasilitas dari hotel bintang dimasukkan dalam subgolongan 5511.
Ruang lingkup subsektor pada KBLI Ekonomi Kreatif masih sangat luas. Oleh karena itu, perlu
ada penambahan kriteria tertentu dalam menentukan apakah sebuah usaha di bidang kuliner
masuk ke dalam konsep ekonomi kreatif. Berdasarkan beberapa literatur, kriteria yang bisa
digunakan dalam menentukan ruang lingkup industri kuliner dalam ekonomi kreatif adalah:
1. Melibatkan juru masak terlatih.
2. Menghasilkan menu baru secara rutin.
3. Menyajikan atau mengandung makanan lokal atau tradisional.
4. Memberikan pengalaman kuliner bagi konsumen.
Selain itu, terdapat penambahan kode yang direkomendasikan untuk masuk ke dalam KBLI
Ekonomi Kreatif Kuliner, yaitu:
• Penambahan satu lapangan usaha baru di kode 56–Penyediaan Makanan Minuman,
yaitu: Pusat Penjualan Makanan dan Minuman
• Penambahan kode 10: Industri Makanan
• Penambahan Kode 11: Industri Minuman sebagai bagian dari kuliner, namun perlu
kajian lebih lanjut untuk memisahkannya dengan hasil olahan industri makanan dan
minuman yang bersifat reguler.
Model bisnis di atas merupakan model bisnis yang berjalan mengikuti proses rantai bisnis pada
ekosistem yaitu dari tahap kreasi hingga penyajian. Namun, sebuah model bisnis pada industri
kuliner bisa terjadi pada tahap kreasi saja yang melibatkan industri media sebagai konsumen dari
model bisnis tersebut. Model bisnis seperti ini dapat dikategorikan sebagai model bisnis media,
yaitu model bisnis yang terjadi saat orang kreatif kuliner (juru masak dan pakar kuliner) sudah
dapat melakukan komersialisasi atas hasil kreasinya melalui kolaborasi dengan industri media,
baik media cetak, televisi, maupun digital. Bentuk dari produk yang dihasilkan berupa buku
resep masakan dan program kuliner yang disiarkan di televisi.
Sudah banyak nama juru masak di dunia kuliner internasional yang juga mengeluarkan berbagai
judul buku resepnya, di antaranya Julia Child, Jamie Oliver, Nigella Lawson, Anthony Bourdain,
dan sebagainya. Di Indonesia, nama Sisca Soewitomo dan juga Bondan Winarno adalah dua dari
sekian nama yang sudah mengeluarkan buku resep, khususnya berbagai resep masakan Indonesia.
Selain itu, program kuliner yang ditayangkan di televisi dapat menjadi target model bisnis kuliner
pada tahap ini. Sudah banyak nama-nama juru masak yang memiliki program televisi sendiri,
bahkan menjadi lebih terkenal berkat program tersebut.
Perhitungan kontribusi ini ditinjau dari empat basis, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB),
ketenagakerjaan, aktivitas perusahaan, dan konsumsi rumah tangga yang dihimpun berdasarkan
perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk perhitungan kontribusi
ekonomi kuliner, nilai yang ada pada data BPS tersebut dihitung berdasarkan data Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Kreatif 2009 yang hanya memasukkan klasifikasi usaha
kode 56 yaitu usaha penyedia makanan dan minuman, sehingga nilai PDB ini dapat lebih akurat
apabila sudah memasukkan kode KBLI yang sesuai dengan ruang lingkup usulan (Bab 2.2.2 Ruang
Lingkup Industri Kuliner), yaitu memasukkan beberapa lapangan usaha pengolahan makanan
dan minuman. Secara umum kontribusi ekonomi subsektor kuliner dapat dilihat pada Tabel 3-1.
RATA-
INDIKATOR SATUAN 2010 2011 2012 2013
RATA
2 Berbasis Ketenagakerjaan
*ADHB = Atas Dasar Harga Berlaku **ADHK = Atas Dasar Harga Konstan
Periklanan; 1%
Seni Rupa; 0%
Desain; 4%
Kerajinan; 14%
Kuliner; 33%
Mode; 28%
Riset & Pengembangan; 2%
Radio & Televisi; 3%
Teknologi Informasi; 2%
Permainan Interaktif; 1%
Rp 208,63 T
-
RATA-RATA PERTUMBUHAN NTB
RATA-RATA PERTUMBUHAN NTB (2010-2013)
INDUSTRI KREATIF (2010-2013) 5.1%
(26) PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi
(27) NTB merupakan nilai lebih yang timbul setelah melalui suatu proses produksi atau nilai produksi (output) di-
kurangi dengan biaya antara
Jika ditinjau dari aspek laju pertumbuhan unit usaha, kuliner memiliki nilai rata-rata pertumbuhan
(1.48%) yang berada di atas nilai rata-rata industri kreatif (0.98%) dan nasional (1.05%). Hal
ini menandakan industri kuliner memiliki perkembangan yang baik dari sisi pertumbuhan
bisnis, sehingga mampu menarik orang untuk membuka usaha di bidang kuliner. Namun, laju
pertumbuhan unit usaha ini tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja subsektor
Poduk kuliner berhasil memberikan kontribusi sebesar 42.42% terhadap total konsumsi rumah
tangga pada industri kreatif. Hal ini merupakan kontribusi terbesar apabila dibandingkan dengan
kontribusi yang diberikan oleh subsektor lainnya, salah satu faktor yang menjadikan tingginya
nilai kontribusi ini karena pada dasarnya produk kuliner merupakan kebutuhan utama manusia,
yaitu pangan atau makanan, karena selain kuliner,mode juga memberikan kontribusi yang besar
sebagai industri yang landasan utama produknya merupakan kebutuhan utama manusia.
Produk kuliner memberikan kontribusi sebesar 9.93% terhadap total nilai ekspor pada industri
kreatif. Hal ini merupakan kontribusi terbesar ketiga setelah industri mode dan industri kerajinan.
Namun, laju pertumbuhan nilai ekspor produk kuliner (3.45%) termasuk rendah bila dibandingkan
rata-rata laju pertumbuhan ekspor industri kreatif secara keseluruhan (7.2%) maupun rata-rata
laju pertumbuhan ekspor nasional (9.9%). Bentuk ekspor dari subsektor kuliner ini secara umum
dapat berupa dua kategori, yaitu 1) warga negara asing yang mengonsumsi makanan dan minuman
di Indonesia dan 2) perusahaan Indonesia yang membuka usaha kuliner di luar negeri. Data ini
menunjukkan bahwa industri kuliner Indonesia masih harus terus dikembangkan agar dapat
meningkatkan pertumbuhan nilai ekspor yang lebih optimal. Perkembangan pariwisata Indonesia
dapat menjadi salah satu media untuk meningkatkan nilai ekspor produk kuliner karena hal ini
akan meningkatkan konsumsi wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia termasuk
konsumsi terhadap produk kuliner.
Kebijakan izin usaha pada umumnya dikeluarkan oleh institusi pemerintah tingkat
daerah. Peraturan atau kebijakan setiap daerah dapat berbeda-beda sesuai keadaan daerah
tersebut. Sebelum mendapatkan izin, pada umumnya terdapat beberapa syarat terkait
standardisasi sebuah usaha, terutama usaha bidang kuliner, seperti standar pelayanan,
kebersihan, operasional, dan sebagainya.
Kebijakan izin usaha untuk usaha restoran diatur oleh peraturan tingkat daerah sesuai
lokasi usaha tersebut. Contohnya, di DKI Jakarta, izin usaha rumah makan atau restoran
berada di bawah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Kepariwisataan, dimana usaha-usaha yang terkait seperti rumah makan, restoran, catering,
salon, hotel, usaha hiburan, dan jasa usaha pariwisata harus memiliki Tanda Daftar
Usaha Pariwisata (TDUP) yang berfungsi sebagai izin operasional usaha. Syarat untuk
mendapatkan TDUP diantaranya adalah salinan IMB yang peruntukkannya untuk usaha
atau kantor, Surat Keterangan Domisili Usaha, dan beberapa kelengkapan lainnya.
Untuk produk kuliner yang berbentuk kemasan dan akan dijual di pasar, maka harus
memiliki izin edar, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan. Dinyatakan dalam Pasal 91 bahwa Pelaku Usaha Pangan wajib memiliki izin edar
yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kecuali bagi produk
pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga. Untuk produk skala rumah
tangga, izin edar cukup berupa Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-
PIRT) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan tingkat Kabupaten/Kota.
Selain izin usaha dan izin edar, terdapat aturan mengenai standardisasi kebersihan
rumah makan dan restoran yang diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1098 tahun 2003. Peraturan ini mengatur persyaratan hygiene sanitasi
rumah makan dan restoran dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari makanan
dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan hygiene sanitasi yang dikelola rumah
makan dan restoran agar tidak membahayakan kesehatan. Pelanggaran terhadap peraturan
ini adalah sanksi administratif yang dapat berupa teguran lisan, terguran tertulis, sampai
dengan pencabutan sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
Jumlah pelaku atau unit usaha kuliner di Indonesia berdasarkan data BPS per tahun 2013,
terdapat kurang lebih tiga juta unit usaha tersebar di seluruh Indonesia. Dengan jumlah yang
sangat banyak ini, tipe persaingannya tetap dikategorikan tidak sempurna, karena walaupun
beberapa usaha kuliner menghasilkan produk yang serupa namun pada dasarnya setiap usaha
memiliki perbedaan dalam beberapa aspek, seperti rasa makanan dan juga adanya perbedaan
selera dari konsumen dalam memilih produk kuliner yang menjadikan beberapa produk serupa
tidak akan bersaing secara langsung di pasar.
Data di bawah ini menggambarkan perkembangan jumlah unit usaha pada subsektor kuliner
di Indonesia, terlihat perkembangan yang positif setiap tahunnya walaupun di tahun terakhir
terjadi penurunan laju pertumbuhan unit usaha.
Struktur pasar kuliner memiliki barrier to entry yang rendah, pelaku usaha baru dapat masuk ke
dalam industri ini dengan mudah. Ada beberapa hal yang menjadikan industri kuliner memiliki
barrier to entry yang rendah, yaitu:
1. Modal yang tidak terlalu besar
2. Perizinan yang cenderung mudah
3. Proses bisnis yang tidak terlalu rumit
Kemudahan ini ditunjukkan dengan tingginya rata-rata tingkat laju pertumbuhan unit usaha
kuliner (1.48%) dibandingkan rata-rata tingkat laju pertumbuhan unit usaha sektor lainnya (0.98%).
Kekayaan sumber daya alam dan keberagaman sumber daya budaya menjadikan kuliner Indonesia
memiliki nilai unggul, walaupun potensi ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dengan baik karena
adanya beberapa faktor penghambat, seperti akses dalam mendapatkan sumber daya alam yang
masih belum baik. Dan hal ini juga kurang diimbangi dengan baik dari sisi sumber daya kreatifnya.
Secara kuantitas, jumlahnya sumber daya manusia di bidang kuliner sudah cukup banyak, namun
yang menjadi isu adalah mengenai sedikitnya sumber daya kreatif yang mengerti dan menguasai
kuliner Indonesia secara baik yang mampu mengembangkan potensi kuliner Indonesia. Salah
satu penyebab utamanya adalah belum masuknya kuliner Indonesia sebagai salah satu materi
pembelajaran di mayoritas institusi pendidikan di Indonesia dan juga belum adanya kurikulum
khusus mengenai kuliner Indonesia, terutama mengenai kuliner tradisional Indonesia.
Aktor kreatif dalam industri kuliner adalah sang juru masak (chef ). Seorang juru masak idealnya
merupakan orang yang mendapatkan ilmu kuliner melalui jenjang pendidikan dan terjun ke
industri untuk mendapatkan pengalaman. Kondisi ini sedikit berbeda bila mengacu kepada kondisi
Indonesia, untuk makanan tradisional masih banyak juru masak yang menguasai menu ini secara
turun temurun di lingkungan keluarga, hal ini akan menjadi kendala saat proses pembelajaran
untuk generasi selanjutnya karena tidak adanya panduan baku. Kondisi ini akan makin menjadi
kendala saat proses pengajaran di jenjang pendidikan formal mengacu pada kurikulum internasional
dan kurang mendalami makanan ataupun teknik memasak tradisional. Kuliner tradisional yang
seharusnya mampu menjadi daya tarik Indonesia, justru kurang menonjol di negeri sendiri.
Dari sisi industri, pada dasarnya industri kuliner sudah terbentuk sejak lama dan terus berkembang.
Data BPS menunjukkan nilai rata-rata pertumbuhan unit usaha kuliner (1.48%) yang berada di
atas nilai rata-rata industri kreatif (0.98%) dan nasional (1.05%). Hal ini menunjukkan minat
industri yang tinggi terhadap usaha kuliner, namun hal ini belum diimbangi dengan kualitas
produk yang dihasilkan. Masih ada isu dalam standar usaha yang belum baik, terutama dari
hygiene sanitasi.
Hal lainnya yang perlu ditinjau adalah pemasaran kuliner Indonesia yang masih lemah, penetrasi
pasar yang belum optimal baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu penyebabnya adalah
lemahnya kelembagaan yang ada. Beberapa pemangku kepentingan masih belum bersinergi
dengan baik untuk mengembangkan industri kuliner, dari sisi pemerintahan pun, beberapa
institusi memiliki program masing-masing yang terkadang menjadi tumpang tindih dan tidak
efektif. Koordinasi yang baik diperlukan untuk menyatukan pihak pelaku usaha, pemerintah,
industri, komunitas, dan juga akademisi dalam mengembangkan daya saing industri kuliner.
Selain itu, analisis mengenai daya saing subsektor di pasar dunia dapat dilakukan dengan
membandingkan data ekspor dan impor sesuai dengan Gambar 3-8. Bentuk ekspor dari subsektor
kuliner ini secara umum dapat berupa dua kategori, yaitu 1) warga negara asing yang mengonsumsi
makanan dan minuman di Indonesia dan 2) perusahaan Indonesia yang membuka usaha kuliner
Oleh karena itu, apabila dibandingkan dengan beberapa negara Asia, posisi industri kuliner Indonesia
masih belum popular dan terkenal di dunia internasional. Beberapa negara asia telah mampu menampilkan
ikon kulinernya di tingkat dunia dan mendapatkan pengakuan dunia, seperti Thailand dengan Tom
Yam, Jepang dengan Sushi, Korea Selatan dengan Kimchi, Singapore dengan Laksa, dan sebagainya.
Beberapa negara yang memiliki industri kuliner yang sudah maju bahkan hingga ke tingkat
internasional memiliki kekuatan dalam upaya mempromosikan kuliner asli negaranya. Contoh paling
dekat adalah Thailand, sesama negara Asia dan sama-sama memiliki ragam kuliner tradisional yang
bervariasi namun sudah maju terlebih dahulu di tingkat internasional dibandingkan dengan Indonesia.
Dukungan pemerintah menjadi faktor penting yang menjadikan Thailand mampu berkembang di
bidang kuliner. Salah satunya adalah dukungan pemerintah dalam membantu mendirikan usaha
kuliner tradisional di luar negeri. Sudah banyak sekali restoran Thailand tersebar di negara-negara
Eropa dan Amerika. Selain itu dalam usaha mengembangkan kuliner tradisional, pemerintah
Thailand mengadakan program Thai Kitchen To The World, sebuah gerakan untuk mempromosikan
kuliner Thailand di mata dunia yang gencar dilakukan oleh hotel dan restoran di Thailand. Program
ini menjadikan hotel atau restoran yang beskala internasional pun menawarkan kuliner tradisional
dengan kualitas dan standar dunia. Hal ini yang dirasa masih kurang diterapkan di Indonesia, masih
banyak hotel dan restoran, khususnya hotel berbintang di Indonesia, lebih menonjolkan kuliner
mancanegara, padahal sebagian besar tamu hotel tersebut berasal dari mancanegara. Seharusnya
hotel-hotel di Indonesia bisa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mempopulerkan masakan
Indonesia di mata dunia.29 Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor yang perlu ditingkatkan apabila
kuliner tradisional Indonesia ingin bersaing di tingkat internasional, yaitu:
1. Dukungan pemerintah yang optimal;
2. Menjamin ketersediaan pasokan bahan baku kuliner tradisional dari Indonesia;
3. Meningkatkan jumlah restoran Indonesia di luar negeri;
4. Meningkatkan juru masak asal Indonesia yang ahli kuliner nusantara.30
Hal-hal di atas dirasa masih kurang dimiliki oleh Indonesia bila dibandingkan negara tetangga,
seperti Thailand yang giat melakukan ekspor bahan baku kuliner tradisional, sehingga mempermudah
pembuatan masakan Thailand di luar area Thailand.
Pada dasarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memilki daya saing yang tinggi.
Hal ini dikarenakan Indonesia memilki beraneka ragam kuliner tradisional yang sangat menarik
jika mampu dikemas dan disajikan sesuai dengan kondisi saat ini ataupun kondisi internasional.
Salah satu buktinya adalah ditetapkannya rendang, nasi goreng, dan sate sebagai makanan terenak
di dunia versi CNN. Hal inilah yang perlu dikembangkan, menciptakan cara yang kreatif dalam
mengembangkan kuliner Indonesia tanpa menghilangkan cita rasa aslinya. Selain itu, saat ini
minat dan antusiasme masyarakat terhadap dunia kuliner semakin tinggi, sehingga hal ini bisa
dijadikan momen yang tepat untuk meningkatkan daya saing industri kuliner Indonesia.
Di Indonesia ini terdapat sekitar 300 etnis yang memiliki keragaman kuliner, namun hanya 10%
saja yang baru digarap. Kekayaan ini dapat dijadikan sebagai senjata utama untuk menghasilkan
kreasi dalam subsektor kuliner. Masakan tradisional Indonesia harus mampu muncul ke
permukaan sehingga dikenal oleh masyarakat luas, tidak saja hanya menjadi masakan daerah
yang disajikan di rumah, namun mampu menjadi daya tarik suatu daerah. Faktor kreativitaslah
yang diperlukan dalam mengangkat masakan tradisional ini sehingga mampu memiliki nilai
tambah untuk dipasarkan.
• Industri yang terus berkembang
Industri kuliner di Indonesia masih terus mampu berkembang, hal ini ditandai dengan
laju pertumbuhan jumlah unit usaha yang berada di atas rata-rata laju pertumbuhan pada
industri kreatif ataupun nasional. Perkembangan yang pesat ini sangat terasa di beberapa
kota di Indonesia, seperti Bandung dan Jakarta. Kedua kota ini memiliki pertumbuhan
industri kuliner yang cukup pesat dalam lima tahun kebelakang. Perkembangan industri
kuliner di Jakarta lebih bersifat variatif, berbagai ragam cita rasa Indonesia bahkan dunia
hadir melalui berbagai unit usaha kuliner yang muncul, mulai dari bentuk kedai makanan
nusantara, warung makan tradisional, restoran fine-dining, hingga dalam bentuk foodtruck.
• Minat dan antusiasme masyarakat terhadap kuliner yang tinggi
Minat dan antusiasme masyarakat terhadap industri kuliner semakin tinggi. Produk
kuliner tidak saja hanya dianggap sebagai produk pemuas kebutuhan dasar namun lebih
dari itu. Sudah banyak masyarakat yang mulai mencari produk kuliner tidak saja hanya
Untuk mengetahui secara lebih mendetail, Tabel 3-2 berikut ini menjelaskan mengenai seluruh
potensi dan permasalahan yang ada di Indonesia.
POTENSI PERMASALAHAN
NO
(Peluang dan kekuatan) (Tantangan, hambatan, kelemahan, ancaman)
2 Sudah ada beberapa SMK dan 2 Belum adanya Buku Ajar khusus masakan
Perguruan Tinggi yang berkerjasama Indonesia yang mengajarkan teknik memasak dan
dengan industri dalam penyerapan resep dari Indonesia
lulusannya
3 Sumber daya manusia yang memiliki 3 Kualitas tenaga pendidik yang belum merata
kompetensi di bidang kuliner sudah
cukup cukup banyak dan teruji
kompetensinya
1 Kekayaan dan keragaman komoditas 1 Akses terhadap bahan baku yang belum baik dan
bahan baku kuliner Indonesia yang stabil
bisa diolah dengan kreasi baru
2 Indonesia kaya akan bahan baku yang 2 Masih sulitnya mendapatkan akses terhadap
beraneka ragam bahan baku lokal yang akan digunakan untuk
membuat produk kuliner tradisional Indonesia
3 Sudah ada berbagai riset yang 3 Hasil riset yang belum terkomersialiasi dengan
melakukan di bidang teknologi baik
pangan yang dapat dikembangkan
4 Sudah ada program 30 Ikon Kuliner 4 Masih kurangnya kegiatan dalam melindungi
Tradisional Indonesia sumber daya budaya yang ada (tidak tersedianya
database kuliner Indonesia)
6 Indonesia memliki potensi yang tak 6 Pengetahuan akan dasar sumber daya budaya
ternilai harganya dalam hal warisan (kuliner tradisional) yang belum baik
kuliner nusantara
3 INDUSTRI
2 Laju pertumbuhan jumlah unit usaha 2 Beberapa proses administrasi yang berkaitan
yang berada di atas rata-rata laju dengan usaha yang rumit, belum dilakukan
pertumbuhan pada industri kreatif secara “satu pintu”
ataupun nasional
4 PEMBIAYAAN
5 PEMASARAN
1 Minat dan antusiasme masyarakat 1 Belum adanya informasi terpercaya yang dapat
terhadap kuliner yang tinggi diakses oleh publik
2 Pasar dalam negeri yang besar 2 Pelayanan ekspor yang masih sulit, terutama
dalam akses dalam membuka usaha kuliner di
luar negeri
3 Pasar luar negeri yang mulai melirik 3 Akses bahan baku kuliner yang masih belum baik,
terutama untuk pasar luar negeri, menjadikan
masalah penting dalam pengembangan jaringan
usaha kuliner
1 Sudah ada usaha penyedia mesin/ 1 Infrastruktur yang belum merata menjadikan
teknlogi dari lokal yang mulai kesulitan dalam mengakses bahan baku
mengembangkan untuk kebutuhan
industri kuliner (alat/mesin pengolah 2 Akses terhadap teknologi/mesin yang dirasa
bahan baku/makanan) masih kurang terjangkau
7 KELEMBAGAAN
4 Makin banyaknya asosiasi wirausaha 4 Belum adanya regulasi mengenai insentif bagi
kuliner dan komunitas kuliner yang penciptaan nilai kreatif (Misal insentif bagi
memperjuangkan kepentingan penggunaan bahan lokal)
wirausaha kuliner.
5 Mulai bermunculannya acara atau 5 Penyebaran informasi dan akses layanan yang
kegiatan bertema kuliner yang belum optimal
meningkatkan kreativitas para orang
kreatif di bidang kuliner (Seperti
Festival, Kompetisi, hingga program
TV)
6 Kuliner mulai dijadikan media 6 Belum adanya regulasi yang tepat mengenai
diplomasi yang efektif pengembangan kuliner Indonesia(misalnya
kewajiban penyajian kuliner Indonesia di area
wisata/hotel)
7 Kuliner Indonesia mulai aktif dalam 7 Belum adanya regulasi yang memudahkan
mengikuti festival internasional baik perluasan pasar, terutama untuk ke luar negeri
yang disponsori oleh pemerintahan
maupun pihak swasta
Pembangunan periode 2015-2019 tetap perlu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi
haruslah inklusif dan berkelanjutan, yaitu meminimasi permasalahan sosial dan lingkungan.
Pembangunan inklusif dilakukan terutama untuk mengurangi kemiskinan, ketimpangan antar
penduduk dan ketimpangan kewilayahan antara Jawa dan luar Jawa, kawasan barat dan kawasan
timur, serta antara kota-kota dan kota-desa. Pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk
memberikan jaminan keberlanjutan manfaat yang bisa dirasakan generasi mendatang dengan
memperbaiki kualitas lingkungan (sustainable).
Tema pembangunan dalam RPJMN 2015- 2019 adalah pembangunan yang kuat, inklusif dan
berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam lima tahun mendatang,
maka fokus perhatian pembangunan nasional adalah:
1. Merealisasikan potensi ekonomi Indonesia yang besar menjadi pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, yang menghasilkan lapangan kerja yang layak (decent jobs) dan mengurangi
kemiskinan yang didukung oleh struktur dan ketahanan ekonomi yang kuat.
2. Membuat pembangunan dapat dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia di berbagai
wilayah Indonesia secara adil dan merata.
3. Menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi dan memiliki tata kelola pemerintah
dan perusahaan yang benar dan baik.
4. Menjadikan Indonesia indah yang lebih asri, lebih lestari.
Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2015-2019 terdapat enam agenda pembangunan nasional,
yaitu: (1) Pembangunan Ekonomi; (2) Pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan
Hidup dan Pengelolaan Bencana (3) Pembangunan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan; (4)
Pembangunan Kesejahteraan Rakyat; (5) Pembangunan Wilayah; dan (6) Pembangunan Kelautan.
Pembangunan Ekonomi Kreatif pada lima tahun mendatang ditujukan untuk memantapkan
pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif
berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.
Tabel 4 - 1 Visi Misi, Tujuan, dan Sasaran Pengembangan Kuliner 2015-2019
Industri kuliner yang berbudaya, berdaya saing, kreatif, dan dinamis secara berkelanjutan
VISI
pengembangan industri
kuliner dengan melibatkan
seluruh pemangku
kepentingan
berkelanjutan
“ “
Industri kuliner yang berbudaya, berdaya saing,
kreatif, dan dinamis secara berkelanjutan sebagai
landasan yang kuat untuk pengembangan Ekonomi
Kreatif Indonesia
Misi 1:
“Menciptakan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis, dan berkelanjutan”
Sumber daya merupakan pondasi utama dari terciptanya sebuah industri yang kokoh. Sumber daya
ini terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, dan juga sumber daya budaya. Oleh karena
itu untuk mencapai visi yang ditargetkan, diperlukan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis,
dan berkerlanjutan.
Misi 2:
“Menciptakan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas”
Untuk mencapai industri kuliner yang sesuai dengan visi, maka diperlukan industri yang
mampu mempu bersaing sehingga dapat terus tumbuh dan berkembang, selain itu kualitas dan
keberagaman kuliner yang dihasilkan pun harus diperhatikan.
Misi 3:
“Menciptakan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamaan unsur budaya dan
kreativitas dalam pengembangan industri kuliner dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan”
Lingkungan yang kondusif diperlukan untuk menjadikan industri kuliner dapat berkembang.
Beberapa aspek penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif adalah peran kelembagaan,
kondisi pasar, ketersedian infrastruktur dan teknologi, serta akes pembiayaan. Lingkungan yang
kondusif ini pun harus tetap mengutamakan unsur budaya dan kreativitas demi mencapai industri
kuliner yang berbudaya dan kreatif.
Secara umum ruang lingkup pengembangan kuliner meliputi jasa kuliner dan barang kuliner.
Jasa kuliner meliputi restoran dan jasa boga, sedangkan barang kuliner merupakan produk
kuliner dalam kemasan. Untuk pengembangan periode ini akan difokuskan pada jasa kuliner.
Perkembangan kuliner di Indonesia dimulai tahun sejak 1600an dengan masuknya pengaruh
budaya asing pada masa kolonial. Seiring waktu, maraknya dunia kuliner dapat dilihat dengan
berdirinya berbagai lembaga pendidikan bidang kuliner sejak tahun 1960an, terbitnya buku
masakan Indonesia pertama berjudul Mustika Rasa di tahun 1967, hingga mulai maraknya usaha
waralaba bidang kuliner di tahun 1990an. Saat ini dapat kita saksikan dengan adanya pengaruh
media sejak tahun 1990an membuat dunia kuliner di Indonesia semakin berkembang. Di tahun
2000an, minat dan antusiasme masyarakat terhadap kuliner semakin tinggi, hingga semakin
populernya istilah wisata kuliner.
Untuk menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses
penciptaan nilai kreatif dengan lingkungan sekitar, dikembangkan peta ekosistem kuliner yang
terdiri atas empat komponen utama, yaitu: rantai nilai kreatif, lingkungan pengembangan, pasar,
dan pengarsipan. Rantai nilai kreatif kuliner terdiri dari proses kreasi, proses produksi, dan proses
penyajian. Lingkungan pengembangan kuliner adalah apresiasi dan pendidikan, di mana kegiatan
apresiasi terhadap kuliner Indonesia dirasa masih sangat kurang. Pasar di dalam industri kuliner
adalah konsumen penikmat kuliner yang dibagi menjadi konsumen umum dan konsumen khusus.
Pengarsipan yang dimaksud dalam kuliner adalah proses mendokumentasikan perkembangan
pada dunia kuliner yang dapat dijadikan referensi perkembangan kuliner di masa mendatang.
Dampak ekonomi dari pengembangan subsektor kuliner dapat dilihat dari peta industri yang
menggambarkan keterkaitan dari suatu proses rantai nilai kreatif ke arah hulu (backward linkage)
dan ke arah hilir (forward linkage). Backward linkage di dalam subsektor kuliner diantaranya
adalah penyedia bahan baku, penyedia piranti makan, penyedia alat memasak, penyedia jasa desain,
penyedia jasa arsitektur, dan lainya. Forward linkage di dalam subsektor kuliner diantaranya
adalah industri tv dan radio, media cetak, industri pariwisata, dan lainnya. Selain digunakan
dalam melihat dampak ekonomi dari subsektor kuliner, rantai nilai kreatif juga digunakan
dalam mengidentifikasi model bisnis yang umumnya terjadi di industri kuliner. Apabila ditinjau
secara unit usaha, model bisnis yang berjalan pada industri kuliner adalah berupa jasa penyedian
makanan dan minuman (restoran atau rumah makan) yang secara umum dibagi ke dalam tiga
kategori, yaitu independent, chain, dan franchise.
Kontribusi ekonomi subsektor kuliner dapat dilihat dari nilai tambah bruto, ketenagakerjaan,
aktivitas perusahaan, konsumsi rumah tangga, dan nilai ekspor. Sebagai contoh dapat dilihat di
Berdasarkan hasil temuan-temuan selama penyusunan rencana aksi jangka menengah di subsektor
kuliner dapat disimpulkan bahwa isu strategis yang muncul adalah sumber daya alam dan budaya
yang beragam, industri yang terus berkembang, minat dan antusiasme masyarakat terhadap
kuliner yang tinggi, pasar dalam negeri yang besar, serta pasar luar negeri yang mulai melirik.
Berdasarkan kondisi kuliner di Indonesia saat ini, tantangan yang mungkin dihadapi, serta dengan
memperhitungkan daya saing serta potensi yang dimiliki dan juga arahan strategis pembangunan
nasional serta pengembangan ekonomi kreatif periode 2015—2019, maka visi pengembangan
kuliner selama periode 2015—2019 adalah “Industri kuliner yang berbudaya, berdaya saing,
kreatif, dan dinamis secara berkelanjutan sebagai landasan yang kuat untuk pengembangan
Ekonomi Kreatif Indonesia”.
5.2 Saran
• Pengembangan subsektor kuliner dalam satu tahun kedepan akan difokuskan pada:
• Mulai menyusun kurikulum yang berbasiskan kuliner tradisional Indonesia.
• Mulai meningkatkan kualitas sistem standarisasi mutu pendidikan.
• Pemberian beasiswa bidang kuliner ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
• Mulai memetakan standar kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja bidang kuliner.
• Mulai memetakan kekayaan kuliner tradisional Indonesia.
• Pemberian insentif dan kemudahan perijinan bagi usaha pelestarian dan pemanfaatan
kekaayan kuliner tradisional Indonesia.
• Peningkatan akses terhadap bahan baku lokal berkualitas yang kompetitif.
• Mulai memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha untuk dapat memenuhi standar nasional
terutama strandar kesehatan dan kebersihan.
• Mulai mengembangkan kebijakan untuk memasukan pengajaran kuliner tradisional
Indonesia di seluruh lembaga pendidikan bidang kuliner di Indonesia.
Untuk penyempurnaan studi dan penulisan buku rencana aksi periode selanjutnya, perlu dilakukan
beberapa hal seperti: meningkatkan intensitas kolaborasi antar pemangku kepentingan di subsektor
kuliner, meningkatkan intensitas komunikasi lintas kementerian/lembaga, dan memutakhirkan
data kontribusi ekonomi dengan perbaikan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
(KBLI) Kreatif.
Lampiran 83
84
MATRIKS TUJUAN, SASARAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SUBSEKTOR KULINER
MISI/TUJUAN/SASARAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
Misi 1: Menciptakan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis, & berkelanjutan
1. Peningkatan sumber daya manusia kreatif bidang kuliner yang berdaya saing dan dinamis
1.1 Meningkatnya kuantitas dan kualitas a Meningkatkan kualitas dan kuantitas 1 Meningkatkan kualitas sistem standardisasi mutu pendidikan
pendidikan bidang kuliner yang lembaga pendidikan yang berorientasi tinggi dan sekolah menengah kejuruan yang terkait dengan
mendukung pengembangan kuliner kepada pengembangan kuliner tradisional pengembangan kuliner tradisional Indonesia
tradisional Indonesia Indonesia
2 Meningkatkan porsi dan akses pemberian beasiswa bidang
kuliner ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi
1.2 Meningkatnya kuantitas dan b Meningkatkan kapasitas orang kreatif 1 Mengidentifikasi dan memfasilitasi pengembangan standar
kualitas orang kreatif bidang kuliner bidang kuliner dengan fokus peningkatan kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja bidang kuliner yang
tradisional Indonesia keahlian dalam kuliner tradisional diakui secara global
Indonesia
2 Memfasilitasi pemberdayaan dan pelatihan juru masak untuk
peningkatan kemampuan dalam mengolah kuliner tradisional
Indonesia dengan standar global
2. Perwujudan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumber daya budaya bagi industri kuliner secara berkelanjutan
2.1 Terciptanya pusat pengetahuan a Mengembangkan sistem pengetahuan 1 Memetakan kekayaan kuliner tradisional Indonesia
sumber daya budaya mengenai mengenai kuliner Indonesia yang akurat
kuliner tradisional Indonesia yang dan dapat diakses dengan mudah 2 Meningkatkan perlindungan dan pelestarian kekayaan kuliner
akurat dan terpercaya serta dapat tradisional Indonesia
diakses secara mudah dan cepat
3 Meningkatkan efektivitas komunikasi tentang budaya kuliner
tradisional Indonesia
2.2 Terciptanya akses untuk b Mengembangkan bahan baku lokal yang 1 Menjamin ketersediaan sumber daya alam yang berkualitas
Lampiran
mendapatkan bahan baku yang kompetitif, berkualitas, dan mudah diakses dan terjangkau
bercirikhas lokal, beragam dan
kompetitif 2 Mengembangkan hasil sumber daya alam unggulan daerah
yang berupa bahan baku kuliner tradisional Indonesia
Misi 2: Menciptakan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
3. Perwujudan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
3.1 Meningkatnya wirausaha kuliner a Memfasilitasi penciptaan dan peningkatan 1 Meningkatkan kemampuan berbisnis para wirausaha untuk
tradisional kuliner Indonesia yang profesionalisme (skill-knowledge-attitude) dapat bertahan di industri kuliner
berdaya saing dan dinamis wirausaha kuliner dan kolaborasi dan
penciptaan jejaring kreatif antar wirausaha 2 Mengenalkan konsep kewirausahaan kepada masyarakat
kuliner di tingkat lokal, nasional, dan global secara berkualitas dan berkelanjutan
3.2 Meningkatnya usaha kuliner a Memfasilitasi penciptaan usaha kuliner 1 Memfasilitasi pengembangan usaha kuliner secara profesional
tradisional Indonesia yang berdaya tradisional Indonesia yang kreatif dan
saing, bertumbuh, dan berkualitas kolaborasi antar usaha kreatif lainnya di 2 Meningkatkan tata kelola industri kuliner dan industri
tingkat lokal, nasional, dan global pendukungnya serta kolaborasi dengan industri lainnya dalam
penciptaan nilai tambah
3.3 Meningkatnya keragaman dan a Memfasilitasi peningkatan kualitas, jumlah, 1 Meningkatkan standar mutu produk kuliner tradisional
kualitas karya kuliner tradisional dan keragaman produk kuliner kreatif Indonesia secara bertahap
Indonesia berbasis kuliner tradisional Indonesia
melalui peningkatan riset, kompetisi 2 Mendorong terciptanya iklim kreatif dalam penciptaan kreasi
kreasi dan pengembangan standar produk baru berbasis kuliner tradisional Indonesia
berdaya saing di tingkat lokal dan global
85
86
MISI/TUJUAN/SASARAN ARAH KEBIJAKAN STRATEGI
Misi 3: Menciptakan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamaan unsur budaya dan kreativitas dalam pengembangan industri kuliner dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan
4.1 Terciptanya regulasi yang a Harmonisasi-regulasi (menciptakan, de- 1 Harmonisasi-regulasi pendidikan untuk meningkatkan kualitas
mendukung penciptaan iklim yang regulasi) yang mendukung pengembangan pendidikan kuliner yang berbasis kuliner tradisional Indonesia
kondusif bagi pengembangan kuliner industri kuliner tradisional Indonesia
tradisional Indonesia 2 Harmonisasi-regulasi pelestarian (perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan) sumber daya alam (bahan
baku lokal) dan sumber daya budaya lokal
Meningkatnya partisipasi aktif a Meningkatkan sinergi,koordinasi, dan 1 Memfasilitasi terciptanya forum komunikasi dan kemitraan
4.2 pemangku kepentingan dalam kolaborasi antar aktor (intelektual, bisnis, antar aktor (intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah)
pengembangan industri kuliner komunitas, dan pemerintah) dan orang maupun antar orang kreatif bidang kuliiner
secara berkualitas dan berkelanjutan kreatif dalam pengembangan kuliner
tradisional Indonesia 2 Memfasilitasi pengembangan dan penguatan komunitas kuliner
yang fokus dalam pengembangan kuliner tradisional Indonesia
di dalam dan di luar negeri
4.3 Meningkatnya apresiasi kepada a Memfasilitasi dan memberikan 1 Mendukung dan mengadakan kegiatan apresiasi bidang kuliner
orang/karya/wirausaha/usaha penghargaan kepada orang/karya/ yang berkelanjutan dan bergengsi
kuliner tradisional Indonesia di wirausaha/usaha kreatif berbasis kuliner
dalam dan luar negeri tradisional Indonesia 2 Mendukung dan mengadakan festival/kompetisi/forum yang
mengembangkan kuliner tradisional Indonesia
Meningkatkan komunikasi keberadaan 3 Memfasilitasi gerakan dan komunikasi aktif mengenai kuliner
orang/karya/wirausaha/usaha kreatif tradisional Indonesia untuk peningkatan konsumsi kuliner
berbasis kuliner tradisional Indonesia tradisional Indonesia
Lampiran
5. Perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
5.1 Meningkatnya penetrasi dan a Meningkatan akses pasar di dalam dan luar 1 Mendukung pelaku usaha dalam melakukan penetrasi pasar di
diversifikasi pasar karya kuliner negeri yang mampu memperluas sebaran dalam dan luar negeri
tradisional Indonesia di dalam dan produk kreatif berbasis kuliner tradisional
luar negeri Indonesia 2 Mengembangkan potensi kuliner di daerah
6.1 Meningkatnya ketersediaan a Meningkatkan akses orang kreatif 1 Memfasilitasi dan meningkatkan mutu layanan lembaga
pembiayaan bagi industri kuliner terhadap pembiayaan yang sesuai pembiayaan bagi industri kuliner
yang sesuai,mudah diakses dan
kompetitif 2 Memfasilitasi akses pendanaan bagi wirausaha kuliner
tradisional Indonesia berpotensi
7. Peningkatan infrastruktur dan teknologi yang dapat menunjang pengembangan industri kuliner
7.1 Meningkatnya infrastruktur dan a Menjamin ketersediaan infrastruktur 1 Meningkatkan kualitas infrastruktur transportasi dan
teknologi yang dapat menunjang transportasi, telekomunikasi, dan energi infrastruktur telekomunikasi terutama pada daerah dengan
pengembangan industri kuliner potensi wisata kuliner
b Meningkatkan kolaborasi antar 1 Mengembangkan kerja sama riset dan teknologi pangan antar
pemangku kepentingan dalam melakukan institusi pendidikan, pemerintah, dan bisnis mendukung untunk
pengembangan teknologi bidang kuliner pengembangan industri kuliner
87
88
MATRIKS INDIKASI STRATEGIS PENGEMBANGAN KULINER
MISI/TUJUAN/SASARAN INDIKASI STRATEGIS
Misi 1: Menciptakan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis, & berkelanjutan
1. Peningkatan sumber daya manusia kreatif bidang kuliner yang berdaya saing dan dinamis
1.1 Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan bidang kuliner yang a Adanya kurikulum berbasis kuliner tradisional Indonesia
mendukung pengembangan kuliner tradisional Indonesia
b Adanya peningkatan dalam pemberian beasiswa bidang kuliner
c Adanya direktori ahli masak kuliner tradisional Indonesia yang kompeten
d Adanya direktori wirausaha dan orang kreatif kuliner yang menjadi tenaga
pengajar
1.2 Meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif bidang kuliner tradisional a Adanya hasil pemetaan standar kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja
Indonesia bidang kuliner yang diakui secara global
b Adanya standar kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja bidang kuliner yang
diakui secara global
2. Perwujudan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumber daya budaya bagi industri kuliner secara berkelanjutan
2.1 Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya budaya mengenai kuliner a Adanya hasil pemetaan kekayaan kuliner tradisional Indonesia
tradisional Indonesia yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara
mudah dan cepat b Adanya direktori kekayaan kuliner tradisional Indonesia
2.1 Terciptanya akses untuk mendapatkan bahan baku yang bercirikhas lokal, a Adanya peningkatan akses mendapatkan bahan baku
Lampiran
beragam dan kompetitif
b Adanya hasil pemetaan potensi bahan baku unggulan daerah
c Adanya akses yang baik dalam mendapatkan bahan baku unggulan daerah
Misi 2: Menciptakan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
3. Perwujudan industri kuliner yang berdaya saing, tumbuh, beragam, dan berkualitas
3.1 Meningkatnya wirausaha kuliner tradisional kuliner Indonesia yang berdaya a Adanya peningkatan jumlah wirausaha yang mengalami peningkatan
saing dan dinamis kemampuan kreasi dan produksi
3.2 Meningkatnya usaha kuliner tradisional Indonesia yang berdaya saing, a Adanya peningkatan jumlah usaha kuliner tradisional Indonesia yang memiliki
bertumbuh, dan berkualitas standar nasional maupun global
3.3 Meningkatnya keragaman dan kualitas karya kuliner tradisional Indonesia a Adanya peningkatan jumlah produk kuliner tradisional Indonesia yang sesuai
dengan mutu standar atau tersertifikasi
Misi 3: Menciptakan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamaan unsur budaya dan kreativitas dalam pengembangan industri kuliner dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan
4.1 Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi a Adanya naskah rumusan kebijakan dalam bentuk Norma, Standar, Prosedur,
pengembangan kuliner tradisional Indonesia dan Kriteria (NSPK) bidang kuliner
b Adanya Prosedur Operasi Standar (POS) berkaitan dengan sektor kuliner yang
dihasilkan
89
90
MISI/TUJUAN/SASARAN INDIKASI STRATEGIS
4.2 Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan a Adanya forum komunikasi dan kemitraan antar aktor industri (intelektual,
industri kuliner secara berkualitas dan berkelanjutan bisnis, komunitas, dan pemerintah) maupun antar orang kreatif bidang kuliner
yang berkelanjutan
4.3 Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kuliner a Adanya apresiasi/pernghargaan yang bergensi bagi orang/karya/wirausaha/
tradisional Indonesia di dalam dan luar negeri usaha kuliner yang rutin diadakan
5. Perluasan pasar di dalam dan luar negeri yang berkualitas dan berkelanjutan
5.1 Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kuliner tradisional a Adanya pusat informasi kondisi pasar kuliner yang dapat diakses oleh publik
Indonesia di dalam dan luar negeri
b Adanya peningkatan jumlah sentra kuliner di berbagai daerah
6.1 Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri kuliner yang a Adanya peningkatan mutu layanan lembaga pembiayaan bagi industri kuliner
sesuai,mudah diakses dan kompetitif
b Adanya wirausaha kuliner yang berpotensi yang mendapatkan akses
pembiayaan
7. Peningkatan infrastruktur dan teknologi yang dapat menunjang pengembangan industri kuliner
7.1 Meningkatnya infrastruktur dan teknologi yang dapat menunjang a Adanya peningkatan infrastruktur di daerah potensi wisata kuliner
pengembangan industri kuliner
b Adanya peningkatan jumlah penelitian dan pengembangan yang
dimanfaatkan dalam mengembangkan sektor kuliner
Lampiran
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 1: Meningkatnya kuantitas dan kualitas pendidikan bidang kuliner yang mendukung pengembangan kuliner tradisional Indonesia
2 Peningkatan kualitas b Menerapkan standar mutu pendidikan yang Kementerian Pendidikan dan x x x x x
sistem standarisasi bersesuaian dengan kebutuhan dunia usaha Kebudayaan
mutu pendidikan dan standar internasional
5 Pemberdayaan e Menyusun basis data wirasuaha dan orang Kementerian Pendidikan dan x x
wirausaha dan kreatif bidang kuliner; Memberdayakan para Kebudayaan; Kementerian Pariwisara
orang kreatif bidang wirausaha dan orang kreatif bidang kuliner dan Ekonomi Kreatif
kuliner dalam proses sebagai tenaga pengajar
pendidikan
91
92
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 2: Meningkatnya kuantitas dan kualitas orang kreatif bidang kuliner tradisional Indonesia
1 Pemetaan standar a Membangun dan mengevaluasi standar Kementerian Tenaga Kerja dan x x
kompetensi dan kompetensi dan sertifikasi tenaga kerja Transmigrasi; Kementerian Pariwisara
sertifikasi tenaga kerja bidang kuliner yang sesuai dengan dan Ekonomi Kreatif
bidang kuliner kebutuhan dunia usaha dan standar
internasional; Menerapkan standar
kompetensi yang bersesuaian dengan
kebutuhan dunia usaha dan standar
internasional;
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 3: Terciptanya pusat pengetahuan sumber daya budaya mengenai kuliner tradisional Indonesia yang akurat dan terpercaya serta dapat diakses secara
mudah dan cepat
2 Pembuatan media b Penguatan pusat informasi kuliner Kementerian Pariwisata dan Ekonomi x x x x x
informasi kuliner tradisional Indonesia yang dapat diakses Kreatif; Kementerian Komunikasi dan
tradisional Indonesia baik secara langsung maupun online Informatika; Pemerintah Daerah
(Pusat Informasi
Kuliner Tradisional
Indonesia)
3 Pemberian insentif dan c Memberikan insentif bagi pihak yang Kementerian Pendidikan dan x
kemudahan perijinan melakukan kegiatan pelestarian kuliner Kebudayaan; Kementerian Pariwisara
bagi usaha pelestarian tradisional Indonesia; Memberikan dan Ekonomi Kreatif; Pemerintah Daerah
dan pemanfaatan kemudahan perijinan dalam memperoleh
kekaayan kuliner data untuk kebutuhan penelitian dan
tradisional Indonesia pengembangan
SASARAN 4: Terciptanya akses untuk mendapatkan bahan baku yang bercirikhas lokal, beragam dan kompetitif
93
94
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 5: Meningkatnya wirausaha kuliner tradisional kuliner Indonesia yang berdaya saing dan dinamis
1 Fasilitasi peningkatan a Memperbanyak program pendidikan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi x x x
keterampilan- pelatihan bagi wirausaha kreatif bidang Kreatif; Kementerian Perindustrian;
pengetahuan-sikap kuliner; Meningkatkan kualitas pendidikan Kementerian Negara Koperasi dan
wirausaha dengan dan pelatihan dengan melibatkan praktisi Usaha Kecil dan Menengah; Pemerintah
menghadirkan mentor dunia usaha kuliner dengan menawarkan Daerah
bisnis bidang kuliner insentif yang tepat; Meningkatkan peran
berpengalaman di serta swasta dalam menyediakan wahana
tingkat nasional dan pengembangan kapasitas wirausaha kreatif
global bidang kuliner
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 6: Meningkatnya usaha kuliner tradisional Indonesia yang berdaya saing, bertumbuh, dan berkualitas
2 Pemetaan kesenjangan b Memetakan kondisi industri saat ini untuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi x x
yang terjadi di mengidentifikasi kesenjangan dalam setiap Kreatif; Kementerian Perindustrian;
industri kuliner untuk tahapan di industri kuliner; Meningkatkan Kementerian Perdagangan; Kementerian
meningkatkan tata tata kelola industri untuk menghilangkan Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
kelola industri kesenjangan yang ada; Memberikan Menengah; Pemerintah Daerah
insentif, termasuk insentif fiskal, untuk
pengembangan industri kuliner
3 Fasilitasi akses dunia c Mensosialisasikan berbagai informasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi x x
usaha terhadap bahan tentang ketersediaan bahan baku dan Kreatif; Kementerian Perindustrian;
baku, sumber daya sumber daya kreatif lokal kepada dunia Kementerian Negara Koperasi dan
budaya, dan ahli kuliner usaha; Menyelaraskan program/kegiatan Usaha Kecil dan Menengah; Kementerian
tradisional di daerah lembaga pemerintah dan kementerian yang Pertanian; Kementerian Perikanan dan
yang berkualitas dan terkait dengan pemanfaatan bahan baku Kelautan; Pemerintah Daerah
kompetitif unggulan daerah
95
96
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
1 Fasilitasi peningkatan a Mensosialisasikan standar mutu produk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi x x
kapasitas usaha untuk kuliner kepada dunia usaha; Melakukan Kreatif; Kementerian Perindustrian;
dapat memenuhi usaha penegakan peraturan terkait Kementerian Perdagangan; Kementerian
standar nasional standar produk dan usaha kuliner yang Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
terutama strandar berkelanjutan; Memfasilitasi peningkatan Menengah; Kementerian Kesehatan;
kesehatan dan kapasitas usaha dalam rangka memenuhi BPOM; Badan Standarisasi Nasional;
kebersihan standar produk kuliner Pemerintah Daerah
SASARAN 8: Terciptanya regulasi yang mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan kuliner tradisional Indonesia
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
4 Harmonisasi kebijakan d Melakukan pengawasan dari setiap program Kementerian Koordinator Bidang x x x x x
pengawasan higienitas dan kebijakan yang dilakukan; Melakukan Perekonomian; Kementerian Koordinator
usaha kuliner (terkait proses evaluasi program dan kebijakan Bidang Kesejahteraan Rakyat; Seluruh
dengan kebersihan dan sehingga setiap kebijakan baru yang akan Kementerian dan Lembaga; Pemerintah
kesehatan) dilaksanakan memiliki peningkatan dari Daerah
program dan kebijakan sebelumnya
97
98
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 9: Meningkatnya partisipasi aktif pemangku kepentingan dalam pengembangan industri kuliner secara berkualitas dan berkelanjutan
1 Pembentukan forum a Mengidentifikasi aktor industri kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi x x x
rutin yang melibatkan bidang kuliner (intelektual, bisnis, Kreatif; Kementerian Komunikasi dan
seluruh aktor di komunitas, dan pemerintah) ; Memfasilitasi Informatika; Kementerian Perindustrian;
industri kuliner untuk terbentuknya forum komunikasi dan Kementerian Perdagangan;
membahas isu-isu yang kemitraan yang efektif antar aktor industri Kementerian Negara Riset dan
terjadi maupun antar orang kreatif; Memfasilitasi Teknologi; Kementerian Pendidikan dan
terbentuknya tata kelola forum komunikasi Kebudayaan; Kementerian Pemuda dan
dan kemitraan antar aktor industri maupun Olahraga; Pemerintah Daerah
antar orang kreatif yang efektif
SASARAN 10: Meningkatnya apresiasi kepada orang/karya/wirausaha/usaha kuliner tradisional Indonesia di dalam dan luar negeri
1 Pelaksanaan ajang a Menyusun pedoman pemberian apresiasi/ Kementerian Pariwisata dan Ekonomi x x x
penghargaan bidnag penghargaan; Menyelenggarakan kegiatan Kreatif; Kementerian Perindustrian;
kuliner bergengsi yang apresiasi/pernghargaan yang bergensi Kementerian Perdagangan; Pemerintah
resmi diadakan oleh dengan memberikan insentif yang sesuai Daerah
pemerintah bagi setiap penerima penghargaan
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
99
100
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 11: Meningkatnya penetrasi dan diversifikasi pasar karya kuliner tradisional Indonesia di dalam dan luar negeri
1 Fasilitasi informasi a Melakukan studi dan pemetaan kondisi Kementerian Perdagangan; Kementerian x x
dan kajian mengenai pasar di dalam dan luar negeri; Luar Negeri; Kementerian Perindustrian;
kondisi pasar di dalam Menyebarkan hasil studi dan pemetaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
dan luar negeri yang kepada dunias usaha; Menyediakan pusat Kreatif
dapat diakses oleh informasi yang dapat diakses dengan Pemerintah Daerah
dunia bisnis kuliner mudah
2 Pemetaan kondisi dan b Memetakan kondisi dan potensi industri Kementerian Perdagangan; x x x
potensi industri kuliner kuliner di daerah; Mengumpulkan data Kementerian Negara Koperasi dan
di daerah pelaku usaha kuliner tradisional yang Usaha Kecil dan Menengah; Kementerian
potensial untuk dikembangkan dan diajak Perindustrian; Kementerian Pariwisata
bergabung ke dalam sentra kegiatan kuliner dan Ekonomi Kreatif
Pemerintah Daerah
Lampiran
2015 2016 2017 2018 2019
5 Fasilitasi venue di luar e Melakukan studi dan riset pasar potensial di Kementerian Perdagangan; Kementerian x x
negeri sebagai lokasi luar negeri; Menyusun prosedur pemberian Luar Negeri; Kementerian Perindustrian;
untuk komersialiasi fasilitas; Melakukan proyek percontohan di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
produk kuliner suatu lokasi di luar negeri; Mengevaluasi Kreatif
Indonesia program secara berkelanjutan; Pemerintah Daerah
Mengembangkan fasilitas di berbagai lokasi
di luar negeri
SASARAN 12: Meningkatnya ketersediaan pembiayaan bagi industri kuliner yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif
101
102
TAHUN
SASARAN/RENCANA AKSI DESKRIPSI RENCANA AKSI PENANGGUNGJAWAB
2015 2016 2017 2018 2019
SASARAN 13: Meningkatnya infrastruktur dan teknologi yang dapat menunjang pengembangan industri kuliner
3 Pemberian insentif c Memberikan insentif bagi lembaga riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; x x
yang kompetitif bagi dalam pengembangan teknologi pangan Badan Pengkajian dan Penerapan
lembaga riset/peneliti (food science & food technology) Teknologi; Kementerian Perindustrian;
dalam bidang teknologi Kementerian Pendidikan dan
pangan Kebudayaan; Pemerintah Daerah
4 Peningkatan kerjasama d Menghubungkan hasil riset kepada industri Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; x x x
dan kolaborasi dalam agar dapat dikomersialisasikan secara Badan Pengkajian dan Penerapan
pemanfaatan hasil ekonomis Teknologi; Kementerian Perindustrian;
penelitian dalam Kementerian Pendidikan dan
bidang teknologi Kebudayaan; Pemerintah Daerah
pangan