Anda di halaman 1dari 29

BaNi MusTajaB

mencari hikmah di jagat laduni

MARTABAT TUJUH DALAM SULUK


SUJINAH DAN SERAT WIRID HIDAYAT
JATI (2)
Posted on April 29, 2008 by BaNi MusTajaB

22

8 Votes

L.S. AHMAD
Martabat Ke dua, Martabat Wahdah

Martabat kedua, dari martabat tujuh adalah al-Wahdah, yaitu al-Ta’ayyun Awal. Tingkat perbedaan pertama,
atau awal ada dalam tingkatan ini. Tegasnya mulai adanya batas perbedaan. Tetapi, walau ada tingkat perbedaan
awal, namun Zat-Nya masih dalam keadaan universal yang masih menyatu dalam alam ketuhanan-Nya, yang
disebut al-Martabah Ilahiyyah.

Hal tersebut di atas diiraikan dalam nukilan terjemahan Suluk Sujinah;

Dan martabat kedua adalah Wahdah. Nama-nama sifat yang awal diuraikan. Awalnya ruh yang akan menguraikan
nama-nama roh yang wujudnya masih dalam bentuk hak. Dan Cahaya-Nya dinamakan Nur Muhammadiyah. Wujud
ilmu dari nur adalah ibadah pengetahuan yang sejati. Pada tingkatan ini belum dapat diuraikan. Pengetahuan
sejatinya adalah dalam tingkatan Wahdat. Namun, Pangeran, Allah dalam wujud yang jamak, namun diri-Nya
adalah kehampaan. Tak ada Pangeran selain Allah, ia hanya Allah yang tunggal. Tunggal wujud-Nya. Dia yang
memberikan penghidupan. Dia yang menjadikan sesuatu.

Sementara, menurut nukilan terjemahan Serat Wiirid Hidayat Jati;

Nur Muhammad yaitu cahaya yang terpuji. Diceritakan di dalam Hadist; rupanya seperti burung merak yang
berada di dalam permata putih, dan berada dalam arah Syajaratul Yakin. Itulah hakikat cahaya yang diakui
sebagai tajjalinya zat, berada dalam nukat gaib, merupakan sifat atma yang menjadi tempatnya alam Wahdah.

Sejatinya, ruh adalah pralambang pertama yang mendahului segala penciptaan-Nya. Ruh dalam tingkatan ini bersifat
al-Ruh, yaitu ruh yang universal, atau ruh dalam kejamakan-Nya. Tuhan menciptakan hakikat Muhammadiyah
ibarat penciptaan-Nya terhadap pena yang Agung, yaitu, al Qalam al-Ala. Dan menurut hadist, pertama kali wujud
yang diciptakan Allah adalah ruh.
Di dalam tingkatan ini belum ada penguraian atau pembedaan zat. Zat-Nya adalah sifat kejamakan-Nya.
Bahkan dalam ta-Ayyun awal-Nya, dikenal dengan empat hal yang tak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya,
yaitu, ilmu, wujud, syuhud dan nur. Keempat hal tersebut merupakan satu kesatuan atau manunggal — karena dari
ilmu-Nya, maka, alim dan mak’lum menjadi nyata. Karena wujud, maka, yang mengadakan dan yang diadakan
menjadi nyata, dan syuhud, menjadikan yang melihat dan yang dilihat menjadi nyata. Sementara, karena cahaya-
Nya, maka, yang menerangkan dan yang diterangkan menjadi nyata.

Dan keempat hal tersebut di atas adalah suatu perkembangan Allah dari hakikat yang tidak terinci lewat
hakikat yang mempunyai sifat-sifat, dan pengetahuan-Nya disebut menuju perkembangan pengetahuan tentang
berbagai rincian dari Ada-Nya Allah dalam karya-Nya yang disebut kenyataan ada-Nya Nur Muhammad.

Konsep adanya Nur Muhammad sebagai kenyataan karya Allah dalam tajjali-Nya yang pertama kali
diperkenalkan dan dikembangkan oleh Husin bin Mansur Al-Hallaj, kelahiran Parsi, yang kemudian menjadi tokoh
sentral dalam pengembangan Wadhatul al-Wujud. Menurut Al-Hallaj, adanya alam pada mulanya ialah dari adanya
hakikat Muhammadiyah atau Nur Muhammad. Nur Muhammad adalah asalnya zat yang Hadrah al-’Ama’iyyah
yaitu hadrah yang tidak diketahui. Allah ada dalam kenisbian-Nya, atau, ada-Nya dalam ketiadaan.

Pada perkembangan selanjutnya, para sufi pun percaya bila nabi Muhammad memiliki dua rupa. Rupa
pertama disebut dengan qadim dan yang kedua adalah ajali. Rupa qadim adalah ujud yang terawal dari adanya
segala zat, ia tak terikat atau terpengaruh oleh masa. Dia telah terjadi sebelum terjadinya semua yang ada. Rupanya
yang qadim itulah sumber terciptanya segala nabi-nabi, rasul-rasul dan aulia. Cahayanya menyinari segala
kehidupan dan tak ada cahaya yang lebih terang dari pada Nur Muhammad.

Rupa kedua adalah bersifat Azali. Adalah rupa dari Muhammad yang berujud sebagai manusia yang terikat oleh
masa dan mengalami pemunahan. Ia juga mengalami suka duka, kecewa dan bercita-cita serta bergaul dengan
manusia lainnya.

Sementara, di dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Nur Muhammad adalah tajjali Allah yang kedua. Setelah Allah
bertajjali dalam alam Ahadiyah, kemudian dijadikan Nur Muhammad. Nur tersebut terbuat dari permata putih yang
bening dan berasal dari alam Jabarut. Adapun wujud dari nur tersebut bagaikan burung Merak. Setelah Tuhan
menciptakan Nur Muhammad yang wujudnya bagaikan burung Merak, maka, diletakkan Merak tersebut di dahan
pohon kehidupan yang disebut Syajaratul Yakin.

Nur Muhammad itu adalah bakal wajib dari segala kehidupan yang sifatnya masih gaib, pengertian gaib di sini
adalah, belum dapat dilihat dengan indra sebab sifatnya dalam keadaan batin. Di samping itu, zat Nur Muhammad,
masih dalam kesatuan yang manunggal dengan zat-Nya.

Dengan kata lain, Nur Muhammad atau Hakikat Muhammad merupakan tajjali dari Hayyu — sebab sifat-
sifat kehidupannya disinari dan berasal dari Hayyu (Syajaratul Yakin). Syajaratul atau pohon kehidupan (Hayyu),
adalah sumber mengalirnya sifat-sifat hidup. Hayyu disebut juga dengan kuasa atma. Maka, Hayyu dijadikan
sandaran hidup Nur Muhammad. Namun, keduanya saling mempengaruhi pada kehidupan, hal itu ditamsilkan
dengan pohon tunjung dan air. Artinya, di mana ada tunjung tumbuh dan berkembang, maka, di situ pasti ada
sumber air.

Dalam alam ini, sifat atmanya dalam bentuk kejamakan. Karena jamak, maka, di sini belum ada batas-batas
pemisahan meski sudah adanya kenyataan-kenyataan yang awal yang disebut dengan ta’yun awal.

Martabat Ke tiga, Martabat Wahadiyah

Martabat ketiga di dalam Martabat tujuh adalah Wahadiyah yang biasa diungkapkan dengan kata-kata A’yan
Thabitah (realitas-realitas terpendam). Dan alam ini juga disebut sebagai Hakikat Adam. Ma’lumat Ilahiyah
(ketentuan yang bersifat ketuhanan), al-Ta’ayyun al-Thani (tingkatan perbedaan kedua), al-Ta’ayyunat al-Kuliyyah
(realitas-realitas yang universal), al-Barzakh al-Sughra (batas antara kecil dan besar), al-Falakiyyah al-Uluwiyyah
(kehidupan yang tertinggi), Zakir al-Wujud (zakir segala yang wujud), Hadrah al-Wujud (hadrah yang wujud), dan
Zakir Ilm (ilmu zakir).

Pada martabat ini, Zat-Nya bertajjali lewat nama-nama-Nya yang dikenal dengan Asma ul’Husna di mana
Tuhan mulai muncul dalam al-A’yan Thabitah atau realitas-realitas yang terpendam yang sudah tidak mengandung
kejamakan. Dalam tahap ini, segala sesuatu yang terpendam sudah dibedakan dengan tegas dan terperinci, meskipun
Zat-Nya belum muncul dalam wujud kenyataan.

Di dalam terjemahan Suluk Sujinah tersurat;

Tiada Tuhan selain Allah yang dikatakan sejati, tingkatannya berada dalam Wahadiyah, wujudnya mutlak, meski
dalam kondisi kekosongan akan Diri-Nya. Allah dalam alam Wahadiyah mulai memperkenalkan nama-namanya.
Kalimat yang luhur ditandai dengan kalimat sahadat, yaitu kalimah pengetahuan tentang Diri-Nya, di mana
pengertian kalimatnya dibagi dua. Kalimat pertama adalah pengetahuan tentang hakikat Allah yang mencipta jagat
raya. Sedangkan pengetahuan yang kedua adalah tentang Muhammad. Muhammad adalah panutan manusia.
Muhammad sangat dicintai Allah. Dan keduanya telah menyatu dalam rasa yang tunggal.

Sementara Serat Wirid Hidayat Jati menyuratkan;

Miratul Haya’i, artinya kaca wara’i. Diceritakan di dalam Hadist, bila alam tersebut terdapat di depan Nur
Muhammad. Itulah hakikat pramana, yang disebut rahsa zat, sebagai asmanya atma dan menjadi tempatnya alam
wahadiyah.

Di dalam alam Wahadiyah, Allah dalam kesejatiannya yang dikenal dengan ucapan “tiada Tuhan selain
Allah”. Persaksian keeksistensian-Nya adalah hal yang berada dalam kedudukan yang tertinggi. Wujud Tuhan masih
dalam kekosongan yang mutlak, meski Allah sudah mulai memberikan pengetahuan lewat nama-namanya satu
persatu.

Dalam kalimat persaksian tersebut, keluhuran-Nya terbagi dalam dua pengetahuan. Persaksian yang pertama
mengandung Syahadah Tauhid, sedang yang kedua adalah syahadat Rasul. Pengertian syahadat Tauhid berbunyi;
“Ashadu an la illaha illallah”, yang bermakna saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah. Dan kalimat ini biasa juga
disebut dengan kalimat Taqwa. Allah adalah al-Falakiyyah al-Huliyyah, yaitu, keeksistensiannya berada dalam
tahap tertinggi. Ia adalah kehidupan yang tertinggi.

Sementara, menurut Serat Wirid Hidayat Jati, tajjali Allah yang ketiga adalah Mir’atul Haya’i yang tercipta
dari alam Nur Muhammad. Maka, dalam alam Mir’atul Haya’i yang dipersamakan dengan pramana atau sir atau
rahsa disebut juga sebagai tajjalinya dari alam Nur Muhammad.

Pengertian pramana atau sir adalah suatu zat yang berada dalam tubuh manusia. Zat tersebut tiada turut rasa
sedih, susah, dan juga tidak turut makan dan minum atau segala kegiatan yang berwujud fisik. Makanan dan
minuman utama pramana adalah dzikir, atau menciptakan rasa ingat kepada Allah dengan melakukan do’a-do’a atau
hal-hal yang bersifat religius.

Sejatinya, fungsi utama pramana di dalam tunbuh adalah untuk menegakkan jasmani. Jadi, apabila pramana
berpisah dengan tubuh, maka, tubuh akan menjadi lemah dan lemas, tiada berdaya apa-apa. Hal itu disebabkan
karena pramana adalah rahsa zat, dan pramana mendapat hidup dari Nur Muhammad yang dijadikan sebagai
perantaranya Hayyu.

Martabat Ke empat, Alam Arwah

Martabat yang ke empat dari Martabat tujuh adalah alam al-Arwah (alam ruh) yang hampa bagi manusia
yang juga dinamakan sebagai alam al-Malakut al-adna (alam yang terdiri dari akal dan jiwa yang rendah), Awwal
al-tanazzulat li’l-Dhat al-Mujarrad al-Basit (alam peninggalan terhadap kehampaan yang menengah), al-Martabat al-
Imkaniyyah (martabat kekuatan). Dan alam ini juga biasa disebut sebagai alam al-Af’al (alam perbuatan Allah), al-
Ta-thirat (alam kenyataan), alam Ghayb (alam gaib), alam al-Amr (alam yang diciptakan Allah tanpa perantara), al-
Ashya al-Kawiyyah (segala sesuatu di alam semesta).

Hal tersebut di atas, tersurat dengan apik di dalam Suluk Sujinah;

Hakiki alam arwah dimulai dengan wujud nurani yang disebut af’al, yang sifatnya kudrat kuasa. Zat Nur
Muhammad yang agung mendahului nama dan penciptaan arwah. Nur Muhammad juga dinamakan rasa.
Hakikatnya adalah Rasul Allah, yang sudah menyatu, tunggal.

Yang mana hakiki Muhammad. Ketahuilah oleh kamu dengan jelas, bahwa nama Muhammad adalah ada dalam
kesatuan atau ketunggulan dengan Allah.

Itulah hakikat yang sesungguhnya, dan kemudian bernama Nabi Muhammad. Mengenai kejadian terbentuknya Nur
Muhammad hendaknya dimengerti yang ujud, khayal dan hak. Jangan sembrono.

Sedang Serat Wirid Hidayat Jati menyuratkan;

Ruh Idlafi; artinya nyawa yang jernih. Diceritakan dalam Hadist berasal dari Nur Muhammad. Itulah hakikat
suksma yang dakui keadaan Zat, yang merupakan af’al atma, menjadi tempatnya alam Arwah.

Dalam martabat ini ditandai dengan keberadaan al-Arwah dalam bentuk jamak. Sejatinya, semua ruh
dibentuk dan berasal dari alam al-Arwah. Alam al-Arwah yang berujud nurani adalah alam yang diciptakan oleh
Allah tanpa perantara. Allah menciptakan melalui perbuatan-Nya sendiri yang disebut dengan Af’al — Allah
menciptakan al-Arwah dari uap pilihan yang bersumber dari Jauhar. Di samping itu al-Arwah dibentuk oleh nur,
sifat kebakaan, hayat, ilmu, dan dari alam Uluwwi.

Tentang alam al-Arwah, tak ada sesuatu yang mengetahui keberadaannya. Kerahasiaan dan keberadaan alam
al-Arwah hanya Tuhan yang bisa menyingkap tabirnya. Sebab jika tidak dirahasiakan, maka, sujudlah semua kafir
kepada-Nya, karena semua makhluk hidup yang ada berasal dari alam Uluwwi yang hakikatnya adalah murni.
Dengan kata lain, al-Arwah berasal dari Zat Hakk Ta’ala.

Tegasnya, pengertian alam ruh al-Arwah karena semua arwah terjadi dari padanya di mana wujudnya masih
dalam bentuk kejamakan. Dalam alam ini belum ada individuasi kehidupan bagi makhluk. Oleh karena itu, segala
bentuk kehidupan, baik malaikat, manusia, hewan dan tumbuhan berasal dari alam al-Arwah.

Di dalam sifat al-Arwah yang digolongkan dalam empat kelompok, yakni, Namiya, Mutaharrika, Natika dan
Ruh Kudus. Ruh Namiya adalah membentuk kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Pekerjaannya
memelihara dan menumbuhkan, sedang Ruh Mutaharrika yang kelak bersemayam dalam diri manusia dan hewan.
Sedang Ruh Mutaharikka juga disebut sebagai ruh hewani, sebab semua hewan bergerak karenanya. Sementara, Ruh
Natika yang disebut juga sebagai ruh insani adalah pencipta dan penggerak kehidupan manusia — Ruh Natika
berasal dari alam Amr, tempat asalnya ruh dan nafsu yang merupakan pralambang dari Adam dan Hawa.

Sedang yang disebut dengan Ruh Kudus yaitu Faid nur zat Allah. Ruh di mana merupakan penggerakl bagi
semua nabi dan rasul yang bersifat mu’jizat dan keramat; mereka faham akan semua ma’ani dan batin. Dan
kesemuanya ini dari la’thir ruh Kudus. Disebut fa’id nur zat Allah karena ruh tersebut terbuat dari cahaya pilihan,
maka manusia-manusia tersebut faham dan mengetahui berbagai hal yang tersembunyi, yang bersifat batin sebab
jiwanya tak terpengaruh atau terbebas dari hal-hal yang bersifat batil.

Alam al-Arwah terbentuk dari Tajjali dan penyinaran dari Nur Muhammad dari zat ilahi. Dalam alam kabir
tersebut, alam besar, Nur Muhammad menenrangi segala alam dan nur tersebut semua makhluk Allah hidup dan
bergerak. Nur tersebut meliputi alam, tiada satu daerah pun yang tidak dilingkarinya. Ia yang memelihara alam dan
melingkarinya. Nur Muhammad yang juga hakikat rasa, adalah wali Allah, dan keduanya tak dapat dipisahkan.
Keduanya dalam bentuk nama yang berbeda, namun, hakikatnya adalah kesatuan-Nya. Keduanya ada dalam
kesatuan.

Alam al-Arwah adalah Haakk Taala dengan sifat-sifatnya. Sekalian alam itu A’rad (kejadian-kejadian atau
penciptaan-penciptaan), yang terhimpun pada Zatnya yang Esa. Oleh sebab itu, al-Arwah mempunyai sifat-sifat
Allah, seperti mendengar, melihat, mengerti, berkehendak dan baka.

Alam al-Arwah disebut juga alam kejiwaan, yaitu, tempatnya jiwa dan nyawa berkumpul dalam wujud
kesatuan sebelum manusia menjelma ke dunia. Dalam alam al-Arwah itulah kita mengikat janji dengan Allah dan
mengakui bahwa Dia-lah Allah yang disembah. Tiada yang lainnya! Sedang pengertian majaji, adalah pralambang
dari sifat yang metaforis. Dengan kata lain, majaji dipakai untuk menunjukkan ada-Nya yang Ada yaitu ada-Nya
yang ilahi. Atau, sebagai simbol adanya makhluk sudah menunjukkan adanya Khalik sebagai pencipta — sebab,
makhluk muncul dari adanya yang mengalir, yaitu Zat-Nya yang Ada sebelum zat yang lain ada.

Oleh karena itu, pengertian umum dari konsep majaji bermakna dua. Pertama, adalah penunjukkan pada sang
pencipta, sebagai bukti Allah menciptakan alam Arwah sebagai petunjuk akan keberadaan-Nya. Sedangkan
pengertian kedua adalah hal-hal yang diciptakan-Nya, yaitu, makhluk-makhluk-Nya yang merupakan lambang atau
simbol dari kekuasaan-Nya.

Di dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Ruh Idlafi adalah tajjali Allah yang keempat. Setelah bertajjali dalam
alam Mir’atul Haya’i, kemudian bertajjali dalam bentuk Ruh Idlafi. Ruh Idlafi disebut juga tajjali dari pramana atau
sir. Hal itu disebabkan Ruh Idlafi mendapatkan sinar dari kuasa rahsa atau pramana — sedang letaknya di luar
lingkaran pramana. Dalam martabat tujuh, Ruh Idlafi dipersamakan dengan alam al-Arwah, wujud kejamakan ruh.
Di mana hakikat Ruh Idlafi atau al-Arwah tiada satu pun makhluk yang mentetahui, kecuali Allah yang Khalik. Oleh
karena itu, Ruh Idlafi juga disebut sebagai nyawa atau suksma — dan disebut Ruh Idlafi karena ia berhadapan
dengan Hak Taa’ala. Ruh Idlafi juga sama dengan ruh utusan, ruh yang pancarannya bagaikan mutiara dan
menyinari segala hidup dan kehidupan di dunia. Ruh Idlafi merajai segala sesuatu yang nampak dan sinar-sinarnya
menerangi semesta alam, dan bidang-bidang kenisbian.

Martabat Ke lima, Alam Mitsal

Martabat ke lima dari martabat tujuh adalah alam al-Mithal (alam bentuk), yang diungkapkan sebagai awal
Misal begi bentuk zat yang disucikan dengan makna al-Surah al-Thaniyyah (gambaran kedua) dari al-Tanazzulat li’l
Dhat (peninggalan bagi zat), Surah Jami al-ashya al-Kawaniyyah (gambaran segala sesuatu di alam semesta), Surah
al-Rahman (bentuk Rahman), Surah al-Haq (bentuk hak), Surah al-Illah (bentuk Ilahi), Surah al-Wujud al Ilahi
(bentuk wujud Ilahi), Surah al-Shu’un (bentuk keadaan), Surah al Ula al Zahirah al-Asma (bentuk utama zahir
nama-nama).

Di dalam terjemahan Suluk Sujinah, ajaran martabat tujuh tersebut dapat dilihat pada berikut ini:

Tersebutlah alam bertingkat Mitsal, wujud adam terjadinya alam jagad raya yang bersifat kalam, meski pengucap
dan pencium, pendengaran dan penglihatan belum terbentuk semuanya. Calon terbentuknya, cerminan mulut,
wujud mata, rasa kuping, dan penciuman yang berada dalam hidung.

Sementara, dalam Serat Wirid Hidayat Jati disuratkan:

Kandil: artinya lampu tanpa api, diceritakan dalam Hadist berupa permata yang cahayanya berkilauan, tergantung
tanpa kaitan, itulah keadaan Nur Muhammad, dan tempatnya semua ruh. Adalah hakikat angan-angan yang diakui
sebagai bayangan Zat, yang menjadi bingkai atma dan menkjadi tempatnya alam Mitsal.

Alam Mitsal adalah alam perencanaan tentang perkembangan manusia, di mana tiap diri insan ada di dalam
ilmu Allah. Alam ini adalah alam ide dan merupakan perbatasan antara alam Arwah dan alam jisim. Dan alam
Mitsal adalah sebagai awal wujud fisik manusia dan makhluk lainnya. Walau keadaannya sudah mempunyai sifat,
bentuk dan warna, tetapi belum bisa dikenali baik secara batin maupun lahir.

Pada Serat Wirid Hidayat Jati, Kandil, adalah tajjali Allah yang ke lima. Setelah Allah bertajjali dalam alam
Ruh Idlafi, kemudian bertajjali dalam alam Kandil yang dalam kata bahasa mempunyai arti lampu. Uraian di atas,
angan-angan diibaratkan sebagai Kandil atau lampu yang tergantung tanpa kaitan. Yang bila dipersamakan dengan
aajaran martabat tujuh, Kandil digambarkan sebagai alam Mitsal — nafsu atau kandil merupakan tajjalinya ruh
karena menerima sinar dari suksma atau Ruh Idlafi.

Kandil juga digambarkan sebagai api yang berkobar di tengah lautan, artinya, suatu keajaiban bila api dapat
menyala di tengah-tengah lautan. Oleh karena itu, dalam martabat ini disebut Ayan Mukawiyah, karena telah benar
hidup keadaannya. Dan Nafsu atau Kandil bermakna angkara yang terletak di luar suksma.

Martabat Ke enam, Alam Ajsam

Martabat ke enam adalah Alam Ajsam, atau alam jasmani. Alam ini juga disebut sebagai bagian dari al-
Tanazzulat li’l-Dhat (peninggalan bagi zat), Alam al-Mahsus (alam rasa), Akhir al-Tanazzulat li’l Dhat (akhir
peninggalan bagi zat), yaitu, Alam al-Sufliyyah (alam dunia), al-Anam (manusia), al-Ajsam (jasmani), al-Shahadah
(nyata), al-khalq (manusia), al-Zahir (lahir), al-Kashit (alam terbuka), al-Ajram (tubuh), al-Majsum (terkungkung),
al-Mahsusat (alam rasa).

Di dalam terjemahan Suluk Sujinah ajaran martabat tujuh yang ke enam dapat dilihat pada nukilan di bawah
ini:

Alam Acesan wujudnya itu dipenuhi badan halus semuanya. Tidak ada batasnya. Itu dasar sifatnya. Memang begitu
kenyataannya yang disebut jisim nama wujud. Alam ini masih dalam keadaan gaib. Belum lahir wujudnya. Dan
setelah lahir disebut dengan Insan Kamil. Itulah namanya Rasul Allah.

Sementara, terjemahan Serat Wirid Hidayat Jati menyuratkan;

Dharah artinya permata. Tersebut dalam Hadist punya sinar beraneka warna, kesemuanya ditempati malaikat.
Itulah hakikat budi, yang diakui sebagai perhiasan Zat. Dan merupakan pintu atma. Dharah menjadi tempatnya
alam Ajsam.

Pada Suluk Sujinah, alam Acesan adalah tajjali Allah yang ke enam, yang di dalam martabat tujuh alam
Acesan dipersamakan dengan ajaran alam Ajsam. Alam ini adalah tajjalinya dari alam Mitsal. Wujud alam Acesan
berbentuk segi empat yang dihuni oleh jasmani dalam bentuk halus — alam tersebut teramat luas, sehingga tak
diketahui di mana batas-batasnya. Dan yang mengetahui luas serta batas-batasnya hanyalah Allah Yang Maha
Mengetahui.

Meski wujudnya dalam keadaan gaib, tetapi, alam ini sudah menampakkan bentuk lahir yang ke tiga, yaitu,
wujud yang sudah dapat diindra. Sebab, dasar sifatnya adalah jisim, atau, tubuh dalam bentuk wadag.

Sedang Serat Suluk Hidayat Jati menyebutkan bahwa tajjali Allah yang ke enam disebut dengan Dharah yang
memiliki pengertian atau arti permata. Diceritakan, bahwa permata tersebut mengeluarkan cahaya atau sinar yang
beraneka warna, di mana, setiap warnanya ditempati oleh malaikat yang menjaga pancaran dari sinar tersebut. Dan
disebutkan juga bahwasanya bila hakikat dari Dharah adalah budi, di mana budi dijadikan sebagai perhiasan zat.

Martabat Ke tujuh, Alam Insan Kamil

Martabat ke tujuh adalah Alam Insan Kamil, alam manusia dalam kesempurnaannya. Alam ini disebut juga
sebagai Akhir al-Tanazzulat (akhir peninggalan), Khatim al-Mawjudat (puncak dari segala yang ada) atau gabungan
lahir dan batin, al-Khamsah al-Muhit, yaitu, terbentuknya alam, segala yang bersifat rohani, jasmani dan benda tak
bernyawa. Di dalam alam ini, Insan Kamil adalah wakil Allah di bumi guna mengelola alam beserta dengan segala
isinya. Ia juga bergelar sebagai khalifah di bumi.

Ajaran Insan Kami di dalam martabat tujuh ini bisa disimak di dalam terjemahan Suluk Sujinah di bawah
ini:

Sifat yang terlihat berujud manusia. Wujudnya juga yang bernama mukinat (makanah), yaitu dalam wujud yang
berada di martabat ini. Selesailah penjelasan tentang martabat, dan jumlahnya adalah itu (tujuh). Semua orang
wajib mengerti dan mengetahui. Jika tak mengerti, maka orang itu tergolong kafir, dan belum mengerti sahadat.

Sedang terjemahan Serat Wirid Hidayat Jati menyuratkan:

Hijab: disebut dinding jalal, artinya, tabir yang agung, Diceritakan dalam Hadist timbul dari permata yang
beraneka warna, pada waktu gerak menimbulkan buih asap, dan air. Itulah hakikat jasad, merupakan tempat atma,
menjadi tempatnya alam Insan Kamil.

Dalam Insan kamil, Allah menemukan manifestasi-Nya yang definitif dan sempurna, sebaliknya, dalam Insan
Kamil itu dunia yang ke luar dari Allah menurut garis emanasi yang menurun, dan naik kembali ke Allah. Insan
Kamil (manusia sempurna) adalah merupakan pusat semesta alam serta titik pertemuan antara Allah dan dunia
sebagaimana contoh yang diperagakan dalam garis lurus berikut ini;

Allah

Ahadiyah

Wahdah

Wahadiyah

Alam Arwah

!
Alam Mitsal

Alam Ajsam

Alam Insan Kamil

Berdasarkan uraian di atas, maka, manusia yang sempurna merupakan ulangan atau perkalian numerik
mengenai Akal Awal — karena akal itupun merupakan akibat dari materi Awal yang diterangi oleh cahaya Allah.
Tak pelak, oleh Ibn Arabi, Akal Awal itu dinamakan sebagai manusia Universal Agung. Yaitu, wujud yang telah
mencapai kesempurnaan dengan melalui tujuh tingkatan.

Demikian sekelumit sajian Martabat Tujuh yang diangkat dari Suluk Sujinah dan Serat Wirid Hidayat Jati.
Sudah barang tentu, semuanya tak luput dari kekurangan, maka, akan terasa lebih sempurna bila ada tulisan-tulisan
lain yang akan mampu menambah khasanah perbendaharaan ilmu kita dengan tujuan mencari ridho Allah semata.
Semoga.

Sumber: Majalah Misteri, edisi 412, 20 Januari 2007.

 Share this:
 Digg
 Reddit
 StumbleUpon
 Share

 Blog News/Your News
 Lintas Berita
 Email
 InfoGue
 Print

Ditandai:artikel, opini, serat wirid hidayat jati, sufi, suluk sujinah, tasawuf
Posted in: artikel
← HANTU BAYI-BAYI KORBAN ABORSI MENGHAMPIRIKU
MARTABAT TUJUH DALAM SULUK SUJINAH DAN SERAT WIRID HIDAYAT JATI →
Like
Be the first to like this post.
22 Responses “MARTABAT TUJUH DALAM SULUK SUJINAH DAN SERAT WIRID
HIDAYAT JATI (2)” →
1.

bayumariachi

Mei 28, 2008

Rate This

izin menyimak mas

Balas

2.

BaNi MusTajaB

Mei 30, 2008

Monggo, Mas.

Balas

norinnah

Maret 5, 2010

0
0

Rate This

for me no comment… sebab saya baru memasuki ruangan ini..uhh sungguh


menakjubkan ulasan2 anda berserta dgn ayat2 Quran untuk renungan saya…di
sini saya ingin bertanya adakah anda tahu tentang zikir mata(siir) adakah ia ada
bersangkutan dgn hakikat muhammadiyah.. jika tahu bolih anda perjelaskan…

Balas

3.

dodi guruh

Juni 22, 2008

Rate This

sangat mengesankan..

Balas
4.

anfusihim

Juli 5, 2008

Rate This

WONG URIP NGERTI URIPE


by anfusihim on 02 Nov 2007, 01:45

WONG URIP NGERTI URIPE ORANG HIDUP MENGERTI HIDUPNYA


wong urip iso mati sakjroning urip orang hidup mampu mati didalam hidupnya
wong urip iso balik nang sing gawe urip orang hidup mampu kembali ke yang membuat
hidup
_______________________________ _________________________________
cak kandar – martabat7@telkom.net

Kajian jati diri:

PENCIPTAAN MANUSIA I PERANGKAT MANUSIA & pemberdayaannya I SIFAT


MANUSIA I TUJUAN HIDUP & yang perlu diraih I TANTANGAN yang harus
dihadapi I PEGANGAN HIDUP I JALAN LURUS yang harus ditempuh I manusia
dengan TUHAN I manusia dengan SESAMA I manusia dengan ALAM I
KETELADANAN yang patut ditiru

Demi Masa (1) Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian (2) Kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati tentang
kebenaran serta saling menasihati tentang kesabaran (3) – (QS, 103)

PENCIPTAAN MANUSIA ( 1 )

Ada (ruh) Allah didalam diri kita.


As.Wr.Wb.;

” Maka apabila Aku telah menyempurnakannya dan telah meniupkan kedalamnya ruh-
Ku, maka
tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud ” (QS 15:29)
” Maka bersujudlah para malaikat bersama-sama ” (QS 15:30)
” Kecuali iblis, ia enggan turut bersama mereka yang sujud ” (QS 15:31)

Dari kebanyakan terjemahan yang kita baca di Al Qur’an, saya merasakan keraguan dari
penterjemah -maaf, mereka menambahkan dengan kata (ciptaan) – ruh (ciptaan) Ku –
sehingga pikiran kita digiring pada pemahaman bahwa: yang ditiupkan adalah ruh ciptaan
Allah.
Ini menyimpang dari makna sebenarnya, padahal ini penting bagi pemahaman mengenai
terciptanya diri kita dan sebagai pegangan untuk pemahaman selanjutnya.
Saya kira ayat tersebut diatas sudah secara gamblang menjelaskan bahwa yang ditiupkan
Allah adalah: ruh-KU, ruh-Allah, kenapa kita ragu?
Memang yang ditiupkanNya hanyalah sebagian yang sangat-sangat kecil dari ruh-Nya
yang Mahasuci dan Mahabesar, tapi sekecil apapun dia merupakan bagian dari kesucian,
jadi dia (ruh yang ditiupkan kediri kita) adalah ruh-suci yang mempunyai kesamaan
(meski kecil sekali) dengan ruh-Allah, secara runtun berarti Allah sendiri.
Karena kesamaan ini, ruh-suci lah yang menjembatani komunikasi kita dengan Allah
SWT, tinggal bisakah kita menjaga kesuci-annya agar tak tertutupi oleh kekotoran hati.

Marilah bersujud syukur kehadiratNya atas rahmatNya yang diberikan khusus kepada
kita, rahmat yang tidak diberikan kepada ciptaanNya yang lain.
RahmatNya yang suci inilah yang menempatkan manusia pada derajat tertinggi
dibandingkan semua ciptaanNya ( tak terkecuali malaikat dan setan ).
Karena adanya ruh-suci itulah meski manusia (Adam) terbuat dari tanah kering dari tanah
hitam
(QS 15:26), tapi malaikat dan setan diperintahkanNya untuk tunduk dan bersujud.
Luar biasa, betapa besar cinta Allah pada manusia, tapi sudahkah kita mensyukurinya
dengan menghayati ayat berikut ini:
” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
(mengabdi) kepadaKu ” (QS 51:56)

Kalau Allah mengijinkan, kita akan mengkaji ”ruh-suci” ini lebih dalam lagi karena
merupakan bagian dari diri kita seutuhnya, juga terjemahannya yang banyak terdapat di
Al Qur’an (ruuhi, raaha, ruuhu), dan selalu membingungkan, kadang diartikan ruh (QS
91:8), tapi sering diartikan (malaikat) jibril (yang terkenal: Al Qadr: 4), dll.
Sekian dulu, Wass.Wr.Wb.

PENCIPTAAN MANUSIA ( 2 )

Ruh-suci dijaga oleh ”4” malaikat


As.Wr.Wb.;
Saya tergerak untuk melanjutkan tulisan saya yang pertama – Ada (ruh) Allah dalam diri
kita,
maaf.dan semoga bermanfaat.

Kenapa Ruh-suci harus dijaga ? – Dan kenapa oleh 4 malaikat ?


Ruh suci harus dijaga karena karena “tugas” nya yang amat mulia, dia lah yang
“memotori” proses terbentuknya raga, dari segumpal darah menjadi segumpal daging
danseterusnya sampai menjadi manusia seutuhnya.

” Kemudian Kami menjadikan air mani itu segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal
daging, lalu segumpal daging itu Kami jadikan tulang-tulang, maka kami liputi tulang-
tulang itu dengan daging,
kemudian Kami menjadikannya satu bentuk yang lain. Maha suci Allah, sebaik-baik
pencipta.” (QS 23:14)

Ruh-suci ditiupkan ”pada” segumpal darah yang berada di rahim seorang ibu, Allah tidak
membeda-bedakan apakah ibu tersebut seorang yang bertaqwa, atau seorang yang penuh
dosa, atau dia orang islam, nasrani, hindu, budha dll, bahkan sekalipun dia seorang kafir
….. Maha Bijaksana Allah dengan segala kehendakNya.
Bagaimanapun keadaannya, ibu tetaplah seorang manusia, manusia yang mempunyai
raga, dan didalam raganya itulah ruh-suci berada.Sebaik-baiknya seorang manusia, dia
tidak mampu membendung keberadan iblis (setan) didalam raganya, karena memang
Iblis (setan) menyerang manusia setiap detik dari tempat yang tak ”terlihat”

” Iblis berkata: ” Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan aku sesat, pasti aku
akan menjadikan
mereka (manusia) memandang baik (perbuatan maksiat) dimuka bumi ini, dan pasti aku
akan menyesatkan
mereka semuanya (QS 15:39)
”…. Sesungguhnya setan dan kelompoknya dapat melihatmu dari suatu tempat yang
kamu tidak dapat melihat mereka…..” (QS 7:27).

Karena itulah Allah mengutus malaikat untuk menjaga roh-suci dan ”calon manusia” dari
serangan para iblis (setan) dan kroni-kroninya, sehingga dapat lahir (keluar dari rahim)
sebagai seorang manusia yang suci.

ATH THAARIQ ayat 4 ( 86 : 4 )


4. Tidak ada suatu diri melainkan ada penjaganya.
AL INFITHAAR ayat 10 s/d 12 ( 82 : 10 s/d 12 )
10. Sesungguhnya bagi kamu ada penjaga-penjaga ( pemelihara )
11. yang mulia ( disisi Allah ) yang mencatat.
12. mereka mengetahui apa yang kamu perbuat.
AR RA’DU ayat 11 ( 13 : 11 )
11. Bagi manusia ada ( malaikat-malaikat ) yang selalu mengikuti bergiliran
dimuka dan dibelakangnya, mereka menjaga atas perintah
Allah……………………………………….
QAAF ayat 17, 18 ( 50 : 17, 18 )
17. Ketika dicatat amal perbuatannya oleh dua malaikat, yang duduk disebe
lah kanan dan yang lainnya duduk disebelah kiri.

4 malaikat itu menjaga di: depan, belakang, kiri dan kanan.


Luar biasa sekali kasih Allah yang dilimpahkan kepada kita, bayangkan 1 orang manusia
dijaga oleh 4 malaikat, kenapa kita tidak bersyukur dan mencintaiNya melebihi
segalanya, semoga kita bukan termasuk manusia yang lalai.

Kenapa dijaga 4 malailat, didepan – belakang – kiri – kanan ?


Simak ancaman iblis (setan) terhadap manusia:
” kemudian aku akan mendatangi mereka dari hadapan dan dari belakang mereka, dari
kanan dan dari kiri
mereka.Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at). (QS
7:17)

Sekian dulu dari saya, kalau Allah mengijinkan akan kita sambung lagi dan semoga dapat
menambah keimanan kita semua, amin

Wass.Wr.Wb.

PENCIPTAAN MANUSIA ( 3 )

Memang, ruh adalah urusan Tuhan.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah, ”Ruh itu adalah
urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. ” (QS 17:85)

As.Wr.Wb.;

Membahas soal ruh (suci) memang amat peka dan haruslah hati-hati sekali, jangan
sampai bersinggungan dengan ”koridor” kekuasaan Allah, karena memang kita tidak
mampu kearah sana.
Hal ini saya kemukakan karena banyak pandangan umum yang seolah-olah mengatakan ”
manusia tidak pantas membahas soal ruh, karena ruh adalah urusan Tuhan.
Seperti banyak hal lain, semisal surga – neraka – kiamat dll, ruh memang urusan Tuhan.
Tapi karena menyangkut diri kita, berarti juga urusan kita, maka pantaslah kalau kita
mencari hal-hal yang layak diketahui tentang ruh, karena Tuhan tidak melarang, bahkan
akan memberi sedikit pengetahuan tentang ruh ini, dan yang sedikit itu sudahlah cukup
bagi kita.
Semisal pengetahuan tentang :

– Apa sih ruh itu ? ( bukan terbuat dari apakah ruh itu ? )
– Apa dan sejauh mana perannya terhadap perjalanan hidup kita ?
– Dimanakah ”dia” berada ?
– Bisakah ruh yang awalnya suci menjadi tidak suci lagi karena dosa-dosa yang kita
perbuat ?
Berlanjut pada:
Karena ruh-suci adalah sebagian kecil dari ruh Allah (tulisan saya yang 1), pastilah ”dia”
tetap
suci, lalu siapa yang bertanggung jawab secara langsung akibat dosa-dosa yang kita
perbuat ?,
yang berada di akhirat, dialam barzah (alam kubur), yang disiksa kalau masuk neraka ?
– Ada siir (kerahasiaan) didalam ruh, apakah kerahasiaan itu ?
– Dalam Al Qur’an ada 3 kata yang bersinggungan dan sering membingungkan, yaitu:
1. raaha (ruuhu, ruuhi), 2.anfusihim, 3.nafsiw – apa bedanya ?
– Apakah ruh bisa diberdayakan, sehingga meningkat kesuciannya ?
– dll. yang layak dicari jawabannya.

Menurut saya –maaf, pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas layak kita cari jawabannya
supaya kita tidak termasuk orang-orang yang lalai.
” Dan sungguh Kami telah sediakan untuk (isi) neraka jahanam kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka
mempunyai hati (tetapi) tidak dipergunakan untuk memahami, mereka mempunyai mata
(tetapi) tidak
dipergunakan untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan
untuk mendengar.
Mereka bagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang
lalai ” (QS 7:179)

Sekian dulu, insya Allah hal-hal tersebut diatas akan kita kaji bersama.

Wass.Wr.Wb.

PENCIPTAAN MANUSIA ( 4 )

GENGGAM ERAT JANJI-MU

As.Wr.Wb.;

” Dan ( ingatlah ) ketika Tuhanmu menjadikan keturunan Bani Adam dari sulbi ( tulang
punggung ) mereka dan
Allah mengambil kesaksian atas jiwa-sejati ( anfusihim ) mereka, “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?”, mereka
menjawab “Betul, kami menjadi saksi”.( Kami melakukan ini ) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan:
“ Sesungguhnya terhadap ini ( Keesaan Tuhan ), kami termasuk orang-orang yang lengah
( lalai )” (QS, 7:172)
Pertanyaan yang seharusnya timbul setelah menyimak ayat tersebut diatas adalah:
” Kapan saya pernah ditanya oleh Allah tentang hal ini ( Keesaan Tuhan ) dan saya
menjawab ( berjanji )?,
seingat saya nggak pernah.” Kalau pertanyaan ini dilakukan dengan pikiran, sudah tentu
tidak terjawab atau jawabannya malahan: tidak pernah, karena memang yang berjanji
bukan raga tapi jiwa-sejati kita
{ anfusihim – bukan raaha (ruh suci) }, jiwa-sejati seluruh umat manusia didunia ini.
Kapan itu terjadi ? setelah terbentuknya anfusihim, untuk tepatnya biarlah ini menjadi
rahasia kebesaran Illahi.
Menurut saya yang terpenting bukan kapannya, tapi bagaimana kita menjaga janji itu
agar tidak lepas, karena hal ini akan dipertanyakan dihari kiamat nanti.
Beruntunglah kita menjadi umat Islam, karena janji ini di “angkat kepermukaan” menjadi
persyaratan utama
ke-iman-an kita : La Illaha Illa Allah, sehingga raga dan anfusihim kita mampu bersinergi
untuk memegang teguh janji yang telah di-ikrar-kan, karena tanpa bantuan raga mustahil
anfusihim dapat memegang janji tersebut, karena anfusihim hanya mampu memberi
sinyal-sinyal positif, selanjutnya menjadi urusan raga.

Tapi seberapa beruntungnya kita? Jawabannya cuma Allah yang tahu.


Kita hanya mampu meng-instropeksi diri dan terus berjuang untuk dapat menjadi
manusia yang beruntung,
yaitu:
Orang-orang yang memenuhi janjinya dengan Allah, dan tidak melanggarnya ( 20 )
Orang yang menghubungkan tali kasih-sayang…………………………………..( 21 )
Dan orang-orang yang mampu menahan diri dari hawa nafsunya karena mengharapkan
kerelaan Tuhannya,
mengerjakan shalat, menyumbangkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepadanya
dengan baik dengan cara
sembunyi-sembunyi maupun dengan cara terang-terangan, dan mereka menolak
kejahatan dengan
kebaikan.Mereka yang mempunyai sifat-sifat demikian, itulah yang beruntung
mendapatkan “ Akhir kesudahan
yang baik “ di Akhirat kelak ( 22 ) ( QS. 13 )

Sekian, semoga kita tetap mampu menjaga hati.

Wass.Wr.Wb.

TUJUAN HIDUP & yang perlu didapat

Cahaya-mu untuk berjalan dihari esok

As.Wr.Wb.;

” Dan apakah orang-orang yang sudah mati kemudian Kami menghidupkannya dan Kami
berikan kepadanya
cahaya, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan, sama dengan orang yang dalam
kegelapan yang tidak dapat
keluar dari padanya ? Demikianlah orang-orang kafir itu memendang baik yang mereka
kerjakan. ( QS, 6: 122 )”

- Pada hari ketika kamu melihat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan yang
cahaya mereka bersinar diha-
dapan dan disebelah kanan mereka, ( dikatakan kepada mereka ) ” Pada hari ini ada berita
gembira untukmu,
surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, kekal didalamnya.Itulah kemenangan
yang besar ” ( QS, 57: 12 )
- Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-
orang beriman: ” Tunggulah
kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu ”.Dikatakan: ” Kembalilah
kamu kebelakang dan cari
lah sendiri cahayamu ”.Lalu diadakan diantara mereka dinding yang mempunyai
pintu.Disebelah dalam ada
rahmat dan disebelah luarnya ada siksa. ( QS, 57: 13 ).

” Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah dengan taubat yang semurni-murninya,


mudah-mudahan Tuhanmu
akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu kedalam surga yang
mengalir dibawahnya sungai-
sungai ”, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang beriman
bersama dia, sedang cahaya
mereka memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: ”
Ya Tuhan kami,
sempurnakanlah cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa
atas segalanya ”
( QS, 66: 8 ).

Ayat-ayat diatas secara jelas menggambarkan keadaan di akhirat, kehidupan setelah ”


kematian ”.
Kehidupan yang sesungguhnya bagi setiap diri sejati manusia ( anfusihim ), kehidupan
yang tidak mengenal ” kematian ” lagi – kehidupan yang ” abadi ” sampai kiamat tiba.

Anas ra, berkata bahwa Rasulullah saw. pernah berdoa: ”Ya Allah, sebenarnya tidak ada
kehidupan
yang sesungguhnya kecuali kehidupan akhirat” ( HR, Bukhari & Muslim )

Hidup didunia yang fana ini adalah semata-mata mengharapkan rahmat Allah, agar diri
sejati kita
( anfusihim ) menjadi berdaya sehingga memperoleh kehidupan yang baik di akhirat.
Kenapa kita ( dalam hal ini diri sejati / anfusihim ) harus ber – cahaya ?
Karena hanya dengan cahaya yang bersinar dihadapan dan disebelah kanan itulah kita
mampu berjalan menembus kegelapan yang pekat, kegelapan alam barzah.
Coba bayangkan seandainya kita tidak memperoleh rahmat-Nya, sehingga kita tidak ber-
cahaya,
yang mengakibatkan kita tidak mampu kemana-mana, hanya mampu berdiam diri dalam
kegelapan
selama ber-abad-abad bahkan beribu-ribu tahun sampai kiamat tiba ?
Hidup dalam kesendirian yang gelap-gulita adalah siksaan yang tak terperikan.

” Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang
melalaikan, perhiasan
dan bermegah-megah antara kamu dan berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan
anak, seperti hujan
yang mengakibatkan tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman-
tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.Dan di akhirat ada
azab yang keras dan
ampunan dari Allah serta ke-ridloan-Nya.Dan kehidupan didunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang
menipu ”. ( QS, 57: 20 )
” Wahai manusia, sesungguhnya Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali
kehidupan dunia
memperdayakanmu dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakanmu soal Allah. (
QS, 31: 33 )
” Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk kedalam kubur.Jangan
begitu, kelak kamu akan
mengetahui, dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui, jangan begitu, jika
kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin ”. ( QS, 102: 1-5 )

Marilah dengan penuh keyakinan kita bertaqwa dengan sebenar-benarnya taqwa, semoga
Allah SWT berkenan memberikan cahaya, yang dengan sinarnya kita dapat berjalan,
semoga.

Wass.Wr.Wb.

Balas

5.

dj_djenar musthofa

September 2, 2008

0
Rate This

kitab salafiyah Islam sangat banyak mengungkap ramalan-ramalan mbah Bagus Burham,
Bacalah dan angan2lah saudaraku.
allahumma sholli ala sayidina Muhammad

Balas

6.

Mohammad

Oktober 8, 2008

Rate This

Martabat tujuh itu keluar dari ” Dua Kalimbh Syahadat”


yang keluar dari syahadat yaitu martabat Ahadiyah
Yang keluar dari kalimat ( laa ) yaitu martabat Wahdah
Yang keluar dari kalimah ( Illaha ) yaitu martabat Wahidiyah
Yang keluar dari kalimah ( Ilallah ) yaitu martabat alam arwah
Yang keluar dari kalimah ( Waashaduanna ) yaitu martabat alam Mitsal
Yang keluar dari kalimah ( Muhammad ) yaitu martabat Ajesam
Yang keluar dari kalimah ( Rasulullah ) yaitu martabat alam Insan.
………….
Adapun martabat 7 itu terbagi 4 (empat) yaitu:
ahadiyah dikulit, asal dari tanah
wahdah dihati, asal dari angin
wahidiyah didaging, asal dari air.
Alam roh di Rahasia, asal dari api.

MITSAL ITU BERKEHENDAK RUPA YANG DI DALAM MARTABAT WAHDAH


DAN MEMBERI KEPADA AJESAM DAN INSAN, MAKA SEBENAR BENARNYA
WAHIDIYAH

Balas

tasdik

November 9, 2009

Rate This

Setujuu kenapa Allah menciptakan yang serba tujuh :


ada tujuh hari, ada tujuh kali pitaran tawaf, tujuh kali safa-marwa tujuh ayat al
fateha..tujuh lapis langit dan tujuh tujuh lain…

jika kita bisa mengungkap yang tujuh pasti kita akan mengenal jadi diri kita
sebenarnya..” siapa yang mengenal dirinya dia akan mengenal Tuhannya ( man
arrofa nafsahu.fakod arrofa Rabbahu )

Balas

7.
Thoyib

Oktober 11, 2008

Rate This

Alangkah luas ilmu Allah smoga diberkati

Balas

8.

die colector

Februari 12, 2009

Rate This

pantas dibaca untuk yang mencari jalan untuk “PULANG”.


@
terima kasih Mas
Balas

9.

jack

Maret 22, 2009

Rate This

barang kali ada yang punya info penerus ajaran wirid hidayat jati . saya mint infonya

Balas

10.

alif

April 6, 2009

Rate This
asslm,wr wb
mari sama2 gak usah mbahas apa2 tentang allah, mari kita bahas tentang qur an dan
bagaimana menjadi seorang hamba
ok
@
Waalaikumsalam Wr.wb
terima kasih atas komen dan kunjungannya.

Balas

11.

Anonymous

Mei 16, 2009

Rate This

apakah yang dikatakan rumahku syurga ku. Siapakah selayaknya berada disitu. Bukankah
dari allah kamu datang dan kembali kamu pada allah.Awal agama kenal allah. Tak kenal
maka tak jumpa jalan pulang.

Balas

12.

kangBoed

Mei 19, 2009


0

Rate This

hmm… sungguh indahnya… hidup tetap Eling dalam kesadaran dan Waspodo dalam
menangkap hikmah di balik setiap kejadian… sehingga berhati hati dalam melangkah dan
memutuskan sesuatu… modalnya hanya kepasrahan diri… belajar sabar.. tawakal…
ikhlas dan ridha… serta mulai bersyukur setiap saat… alam semesta akan merespon
dengan indahnya sujud syukur insan hina…
Salam Sayang
Salam Taklim
Salam Sejati…
@
Terima kasih

Balas

13.

mubar

Oktober 23, 2009

Rate This
Assalamualakum….
untuk saudara alif..untuk menjadi hamba maka kita harus mengenal sang pencipta, kalau
sudah kenal baru kita mnyembahnya…jangan menyembah Tuhan kalo kita tidak
menegenalnya. mengenalnya melalui ILMU, ilmu itu bersumber dari Quran dan
hadist…dizaman sekarang ini banyak umat beribadah tanpa ilmu hanya syariatnya saja
atau raganya saja…wajar kalo sekarang banyak masjid-masjid sepi…masjid itu rumah
Allah….ketika kita ke masjid kita ingin bertemu Allah, kita tidak menemukannya..tidk
tau dmn tempatnya….
untuk bang Ahmad…..kayaknya serat wirid hidayat jati ada unsur kejawennya

Balas

14.

Tinggal guharto

November 10, 2009

Rate This

Asslamualiakum ..
Saya sangat terkesan dengan adanya ” SERAT HIDAYA JATI” dan semoga yg sempat
membaca terutama saya ter’ilhami Amiin!!!

Balas

15.

RiMa
Desember 28, 2009

Rate This

Numpang menyimak… ternyata amat sangat membantu untuk bahan persentasi saya
tentang martabat 7… thx a lot.

Balas

16.

indarto3012

Januari 5, 2010

Rate This

met kenal….semua bacaan ini sangat menggugah hati bagai mana dan siapa kita
semestinya….semoga saya dapat selalu belajar lebih mengenal lagi terimakasih
semuanya….akan saya fahami dan renungkan….
Balas

17.

indarto3012

Januari 5, 2010

Rate This

salam kenal semua …..bagus banget pembahasannya …..

Balas

18.

Banyumataram

Juli 20, 2010

Rate This
Luar biasa trimakasih. Ini adalaha kaweuing urip sampai hari akhir. diperlukan
pemahaman dan laku untuk sampe pada maksud dan tujuan. lanjutlan kebersamaan ini
semoga menambah wawasan kita. amin

Balas

19.

al-ikhwan

September 26, 2010

Rate This

Semoga Allah SWT memberi kan taufiq dan hidayahnya kepada kita semua. Amin…….

Balas

20.

Dewi Rianawaty

Desember 18, 2010

0
Rate This

bagus bahasannya, persis seperti yg dibahas guruku, thanks jd tambah paham

Anda mungkin juga menyukai