Anda di halaman 1dari 20

Departemen Keperawatan Gawat Darurat

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY “S: DENGAN TRAKEOSTOMI

DI RUANG ICU RS BHAYANGKARA MAKASSAR

Oleh :

RAHMI SURYANA AMAR, S.Kep


70900117010

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(.......................................) (.........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
Departemen Keperawatan Gawat Darurat

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAKEOSTOMI

Oleh :

RAHMI SURYANA AMAR, S.Kep


70900117010

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(.......................................) (.........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
Departemen Keperawatan Gawat Darurat

RESUME KEPERAWATAN

VUKNUS IKTUM

Oleh :

RAHMI SURYANA AMAR, S.Kep


70900117010

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(.......................................) (.........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
Departemen Keperawatan Gawat Darurat

RESUME KEPERAWATAN

Oleh :

RAHMI SURYANA AMAR, S.Kep


70900117010

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(.......................................) (.........................................)

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR
2018
BAB I
KONSEP MEDIS TRAKEOSTOMI

A. ANATOMI TRAKEA
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin
kartilago. Panjang trakea pada orang dewasa 10-12 cm. Trakea berawal dari
kartilago krikoid yang berbentuk cincin dan meluas ke anterior pada esofagus,
turun ke dalam thoraks dimana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada
karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di
sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak
di atas trakea di setelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah
anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus
rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan
menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat
pada kartilago tiroid dan hioid.

B. DEFINISI TRAKEOSTOMI
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding
depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat
masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta,
Rusmarjono, Soepardi, 2004).
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara
dapat masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams,
1997). Trakeostomi merupakan tindakan operatif yang memiliki tujuan
membuat jalan nafas baru pada trakea dengan membuat sayatan atau insisi
pada cincin trakea ke 2,3,4.
Trakeostomi merupakan suatu prosedur operasi yang bertujuan untuk
membuat suatu jalan nafas didalam trakea servikal. Perbedaan kata–kata yang
dipergunakan dalam membedakan “ostomy” dan “otomy” tidak begitu jelas
dalam masalah ini, sebab lubang yang diciptakan cukup bervariasi dalam
ketetapan permanen atau tidaknya. Apabila kanula telah ditempatkan, bukaan
hasil pembedahan yang tidak dijahit dapat sembuh dalam waktu satu minggu.
Jika dilakukan dekanulasi (misalnya kanula trakeostomi dilepaskan), lubang
akan menutup dalam waktu yang kurang lebih sama. Sudut luka dari trakea
yang dibuka dapat dijahit pada kulit dengan beberapa jahitan yang dapat
diabsorbsi demi memfasilitasi kanulasi dan, jika diperlukan, pada rekanulasi;
alternatifnya stoma yang permanen dapat dibuat dengan jahitan melingkar
(circumferential). Kata trakeostomi dipergunakan, dengan kesepakatan, untuk
semua jenis prosedur pembedahan ini. Perkataan tersebut dianggap sebagai
sinonim dari trakeotomi.

C. FUNGSI TRAKEOSTOMI
Fungsi dari trakheostomi antara lain:
1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi
kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga
mengakibatkan peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih
efektif. Asal lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting
pada pasien dengan gangguan pernafasan
4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus
respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke
perifer oleh tekanan negatif intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk
yang normal.

D. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI TRAKEOSTOMI


Indikasi dari dilakukannya ttrakeostomi antara lain:
1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis,
misalnya pada pasien dalam keadaan koma.
3. Untuk memasang alat bantu pernafasan (respirator).
4. Apabila terdapat benda asing di subglotis
5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas ( misal angina ludwig),
epiglotitis dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui
mekanisme serupa
6. Obstruksi laring yang disebabkan oleh:
 Karena radang akut, misalnya pada laryngitis akut, laryngitis difterika,
laryngitis membranosa, laringo-trakheobronkhitis akut, dan abses laring
 Karena radang kronis, misalnya perikondritis, neoplasma jinak dan
ganas, trauma laring, benda asing, spasme pita suara, dan paralise Nerus
Rekurens
 Sumbatan saluran napas atas karena kelainan kongenital, traumaeksterna
dan interna, infeksi, tumor.
 Cedera parah pada wajah dan leher
 Setelah pembedahan wajah dan leher
7. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
8. Penimbunan sekret di saluran pernafasan. Terjadi pada tetanus, trauma
kapitis berat, Cerebro Vascular Disease (CVD), keracunan obat, serta selama
dan sesudah operasi laring

Sedangkan untuk kontraindikasi dari trakeostomi antara lain adalah


adanya infeksi pada tempat pemasangan, dan gangguan pembekuan darah yang
tidak terkontrol, seperti hemofili.

E. KLASIFIKASI
1. Menurut Lama Pemasangan
a) Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy)
Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher.
Rigiditas cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak
diperlukan tracheostomy tube (canule).
b) Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy)
Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi.
Digunakan tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal
(terutama pada penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama
pelaksanaan MRI Scanning).
2. Menurut Letak Insisi
a) Insisi Vertikal
Dilakukan pada keadaan darurat
b) Insisi Horisontal.
Dilakukan pada keadaan elektif.
3. Menurut Waktu Dilakukan Tindakan
a) Darurat
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.
Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau
dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan
lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu,
kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil. Menggunakan teknik
insisi vertical.
b) Non-Darurat
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang
4-5 cm. Menggunakan teknik insisi horizontal.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

Waktu dilakukan Lama


No. Teknik Insisi
Tindakan Penggunaan

1. Darurat Sementara Vertikal, dibuat di antara cincin trakea 1


dan 2 atau 2 dan 3.

2. Non-darurat Permanen Horizontal, dibuat di antara cincin trakea


2 dan 3 sepanjang 4-5 cm.

F. JENIS TINDAKAN TRAKEOSTOMI


1. Surgical trakeostomi, yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan
dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua
dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2. Percutaneous trakeostomi, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara dan
dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara
cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat
lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak
meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih
kecil.
3. Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan
membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan
kawat dan dilator

G. JENIS PIPA TRAKEOSTOMI


1. Cuffed Tubes; Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar 3. Cuffed Tubes

Gambar 4. Mekanisme kerja cuffed tubes

2. Uncuffed Tubes; Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita


yang tidak mempunyai risiko aspirasi.
Gambar 5. Uncuffed Tubes

3. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam); Dua bagian trakeostomi ini
dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul dalam dapat
dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.
4. Silver Negus Tubes; Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk
trakeostomi jangka panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan
penderita dapat merawat sendiri.

Gambar 6. Silver Negus Tubes

5. Fenestrated Tubes; Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di


sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa bernafas
melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan penderita
untuk dapat berbicara

Gambar 7. Fenestrated Tubes


Ukuran pipa
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 – 12 atau 24 – 44 French.
Trakeostomi umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada. Tabung
dari plastik mempunyai lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang besi.
Tabung dari plastik melengkung lebih baik kedalam trakea sehingga iritasi
lebih sedikitdan lebih nyaman bagi klien.

H. TEKNIK TRAKEOSTOMI
Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat yang perlu
dipersiapkan adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi,
gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting
kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran yang sesuai untuk pasien.
Pasien atau keluarganya yang akan dilakukan tindakan trakeostomi harus
dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi termasuk kematian selama
prosedur tindakan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30°
untuk menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal
dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada
persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan
trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher.
Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan
ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan
krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal
di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau
jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara
kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah
krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima
sentimeter. Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di
bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait
tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang
rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka
tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. Pembuluh darah vena
jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan
ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth
tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini
dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral.
Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.
Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara
cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan
memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang
kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher
pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa. Untuk menghindari terjadinya
komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak
sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit

I. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI


Perawatan trakeostomi meliputi:
1. Pembersihan secret atau biasa disebut trakeobronkial toilet,
2. Perawatan luka pada trakeostomi
3. Perawatan anak kanul
4. Humidifikasi untuk menjaga kelembapan
Tujuan perawatan trakeostomi meliputi:
1. Untuk mencegah sumbatan pipa trakeostomi (pluging)
2. Untuk mencegah infeksi
3. Meningkatkan fungsi pernafasan (ventilasi dan oksigenasi)
4. Bronkial toilet yang efektif
5. Mencegah pipa tercabut
Segera setelah trakeostomi dilakukan :
1. Rontgen dada untuk menilai posisi tube dan melihat timbul atau tidaknya
komplikasi
2. Antibiotik untuk menurunkan risiko timbulnya infeksi
3. Mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat pipa
trakeostomi

Perawatan pasca trakeostomi sangatlah penting, karena sekret dapat


menyumbat dan menimbulkan asfiksia. Oleh karena itu, sekret di trakea dan
kanul harus sering diisap ke luar, dan kanul dalam dicuci sekurang-kurangnya
dua kali sehari lalu segera dimasukkan lagi ke dalam kanul luar. Bila kanul
harus dipasang dalam jangka waktu lama, maka kanul harus dibersihkan dua
minggu sekali. Kain basah di bawah kanul harus diganti untuk menghindari
timbulnya dermatitis. Gunakan kompres hangat untuk mengurangi rasa nyeri
pada daerah insisi. Pasien dapat dirawat di ruang perawatan biasa dan
perawatan trakeostomi sangatlah penting.
J. KOMPLIKASI TRAKEOSTOMI
Komplikasi dini yang sering terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks
terutama pada anak-anak, hilangnya jalan nafas, penempatan kanul yang sulit,
laserasi trakea, ruptur balon, henti jantung sebagai rangsangan hipoksia
terhadap respirasi dan paralisis saraf rekuren.
Perdarahan terjadi bila hemostasis saat trakeostomi tidak sempurna
serta disertaii naiknya tekanan arteri secara mendadak setelah tindakan operasi
dan peningkatan tekanan vena karena batuk. Perdarahan diatasi dengan
pemasangan kasa steril sekitar kanul. Apabila tidak berhasil maka dilakukan
ligasi dengan melepas kanul.
Emfisema subkutan terjadi di sekitar stoma tetapi bisa juga meluas ke
daerah muka dan dada, hal ini terjadi karena terlalu rapatnya jahitan luka insisi
sehingga udara yang terperangkap di dalamnya dapat masuk ke dalam jaringan
subkutan pada saat penderita batuk. Penanganannya dilakukan dengan multiple
puncture dan longgarkan semua jahitan untuk mencegah komplikasi lanjut
seperti pneumotoraks dan pneumomediastinum.
Sedangkan komplikasi pasca trakeostomi terdiri atas kematian pasien,
perdarahan lanjutan pada arteri inominata, disfagia, aspirasi, pneumotoraks,
emfisema, infeksi stoma, hilangnya jalan nafas, fistula trakeoesofagus dan
stenosis trakea. Kematian pasien terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia
dari respirasi. Pasien hipoksia berat yang dilakukan tindakan trakeostomi, pada
awalnya pasien akan bernafas lalu akan terjadu apnea. Hal ini terjadi akibat
deinervasi fisiologis dari kemoreseptor perifer yang dipicu dari peningkatan
tekanan oksigen tiba-tiba dari udara pernafasan
Secara sistematis, komplikasi dari trakeostomi antara lain:
No. Waktu Komplikasi

 Haemorrhage (pendarahan).
 Rasa panas pada jalan nafas
 Cedera pada trakea dan laring
 Cedera pada struktur trakeal
 Emboli udara
1. Intraoperatif
 Apnea
 Henti jantung
 Perforasi
 Ruptur pleura viseralis
 Sumbatan darah/secret

 Emfisema subkutan
 Pneumotoraks / pneumomediastinum
 Tabung berpindah
 Tabung tersumbat
2. Postoperatif
 Infeksi luka
 Trakea nekrosis
 Pendarahan sekunder
 Masalah menelan

 Obstruksi jalan nafas atas


 Infeksi
3. Jangka panjang  Fistula trakeoesofagus
 Stenosis trakea
 Iskemia atau nekrosis trakea

A. Trakea tertekuk ke depan


B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar
C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul
D. Tukak karina karena kateter isap
E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul
( herniasi akibat ditiup berlebihan )
F. Manset kanul terlepas di trakea
G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat
H. Cedera dinding belakang (hati – hati fistel trakeo-esofagus)

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengumpulan data tergantung pada patofisiologi dan/atau alasan untuk
dukungan bantuan ventilasi (trakeostomi), misalnya trauma dada
(pneumothorax, hemothorax).
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : dispnea dengan istirahat ataupun aktivitas
2. Sirkulasi
Tanda : takikardia, frekuensi tak teratur, nadi apical berpindah oleh adanya
penyimpangan medaistinal. TD hiper/hipotensi
3. Makanan/cairan
Gejala : anorexia (mungkin karena bau sputum)
Tanda : pemasangan IV line,
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri area luka trakeostomi, nyeri dada unilateral meningkat karena
batuk atau bernafas
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan
wajah
5. Pernafasan
Gejala : kesulitan bernafas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat
trauma dada.
Tanda : peningkatan frekuensi nafas, kulit cyanosis, penggunaan ventilasi
mekanik (trakeostomi), secret pada selang trakeostomi
6. Hygiene
Tanda : kemerahan area luka trakeostomi
7. Interaksi social
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress pernafasan,
keterbatasan mobilitas fisik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan
posisi selang trakeostomi.
2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk
meneruskan. berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot
pernafasan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan
bypass pertahanan pernafasan atas.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau perubahan
posisi selang trakeostomi.
Tujuan : Tidak ada sekret pada jalan nafas
Kriteria hasil : Ronchi dan wheezing tidak terdengar
Intervensi Rasional
1. Mengauskultasi paru setiap 4 jam 1. Jika ditemukan crackles dan
wheezing dapat mengintrepretasikan
adanya sekret pada jalan nafas
2. Menganjurkan klien untuk tarik 2. Pasien dapat mengeluarkan sekret
nafas dalam dan batuk dengan tarik nafas dalam dan batuk
tanpa suctioning
3. Melakukan fisioterapi nafas jika 3. Untuk membantu pasien
tidak ada kontraindikasi mengeluarkan sekret dengan batuk
4. Membersihkan trakheostomy tube 4. Dengan membersihkan
klien sesuai dengan kebutuhan. trakheostomy, menghindari terjadinya
Berdasarkan jumlah akumulasi secret penumpukan sekret dan agar jalan
5. Melakukan suctioning bila perlu nafas bersih
5. Suctioning membersihkan jalan
6. Melakukan nebulizing nafas dari sekret
6. Nebulizer membantu untuk
mengencerkan secret sehingga lebih
mudah untuk dikeluarkan

2. Pola pernafasan tak efektif/ventilasi spontan, ketidakmampuan untuk


meneruskan. berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, paralisis otot
pernafasan
Tujuan : Pola pernapasan manjadi efektif
Kriteria hasil : RR dalam batas normal, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
Intervensi Rasional
 Selidiki etiologi 1. Penting untuk perawatan, contoh
gagal pernafasan keputusan tentang kemampuan pasien
yang akan datang dan dukungan tepat
ventilator
2. Pasien dengan ventilator dapat
 Observasi pola mengalami hiperventilasi/
nafas. Catat frekuensi, jarak antara hipoventilasi
pernafasan spontan dan nafas 3. Peninggian kepala pasien atau turun
ventilator dari tempat tidur sementara masih
 Tinggikan kepala pada ventilator secara fisik dan
tempat tidur atau letakkan pada kursi psikologik menguntungkan.
ortopedik bila memungkinkan 4. Lipatan selang mencegah pengiriman
volume adekuat dan meningkatkan
 Periksa selang tekanan jalan nafas
trakeostomi terhadap obstruksi, misal 5. Air mencegah distribusi gas dan
terlipat pencetus pertumbuhan bakteri

 Alirkan selang 6. Melatih pasien nafas lambat, lebih


sesuai indikasi, hindari aliran ke dalam, praktik nafas abdomen,
pasien atau kembali ke dalam wadah member posisi yang nyaman dan
 Bantu pasien penggunaan teknik relaksasi dapat
dalam control pernafasan di samping membantu memaksimalkan fungsi
tempat tidur dan ventilasi manual pernafasan
kapanpun diindikasikan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan


bypass pertahanan pernafasan atas.
Tujuan : Memperkecil adanya infeksi sehingga kemungkinan komplikasi
tidak ada
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi Rasional
1. Cuci tangan sebelum melakukan 1. Dengan tangan yang bersih saat
prosedur melakukan prosedur, memperkecil
kemungkinan terjadinya infeksi
2. Monitor dan laporkan adanya tanda- 2. Mengidentifikasi adanya infeksi
tanda infeksi, misalnya demam, dan memperkecil komplikasi
penurunan RR (Respiratory Rate),
dahak kental, peningkatan jumlah sel
darah merah
3. Jaga pemaparan trakheostomy 3. Pemaparan terlalu sering pada
terhadap benda asing trakheostomy mengakibatkan
pneumonia
4. Gunakan teknik steril dalam 4. Agar mikroorganisme tidak dapat
melakukan perawatan trakheostomi masuk ke jalan nafas
dan suctioning
5. Anjurkan untuk diet tinggi kalori 5. Untuk meningkatkan sistem imun
tinggi protein

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk


menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.
Tujuan : Klien mampu berkomunikasi
Kriteria hasil : Interaksi sosial klien berkembang
Intervensi Rasional
1. Beri kesempatan klien untuk 1. Memberikan klien untuk
berkomunikasi mengungkapkan apa yang klien
butuhkan
2. Amati gerak non verbal klien 2. Gerak non verbal mengintepretasikan
perasaan klien
3. Sediakan kertas dan bolpoin jika 3. Pasien bisa berkomunikasi dengan
pasien lemah tidak mampu berbicara menulis di kertas jika lemah
banyak
4. Ajarkan pada pasien yang terpasang 4. Menutup jalur masuknya udara
trakheostomi tentang cara menutup melalui trakheostomi maka pasien
lubang trakheostomi dengan jari yang dapat berbicara
bersih atau tutup yang khusus jika
ingin berbicara
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien


dengan Gangguan Sistem Pernapasan. 2008. Jakarta : Salemba Medika.

Doenges, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC

Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540

Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing


Standard Continuing Education Reader pp18-23

Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing


Standard 15(10), pp 40-43

Anda mungkin juga menyukai