Anda di halaman 1dari 7

Prinsip pertolongan di air :

a. Raih ( dengan atau tanpa alat ).


b. Lempar ( alat apung ).
c. Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
d. Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
Penanganan Korban :
a. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
b. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi
kepala, leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan
untuk menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan
pasanglah sebelum menaikan penderita ke darat.
c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan
untuk memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas
sepanjang perjalanan.
d. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
e. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
f. Berikan oksigen bila ada.
g. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.

Metode Resusitasi Jantung Paru

Dalam menangani korban tenggelam, penolong harus mengutamakan jalan


napas dan oksigenasi buatan. RJP yang harus dilakukan adalah RJP konvensional
(A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respons
darurat.

I. Basic Life Support

Adapun bentuk bantuan hidup dasar yang bisa diberikan dibagi


menjadi dua jenis, yaitu untuk korban sadar dan korban tidak sadar
A. Korban Sadar

1. Penolong tidak boleh langsung terjun ke air untuk melakukan


pertolongan, karena korban dalam keadaan panik dan sangat
berbahaya bagi penolong. Sedapat mungkin, penolong untuk
selalu memberikan respon suara kepada korban dan sambil
mencari kayu atau tali atau mungkin juga pelampung dan benda
lain yang bisa mengapung disekitar lokasi kejadian yang bisa
digunakan untuk menarik korban ke tepian atau setidaknya
membuat korban bisa bertahan di atas permukaan air.
2. Aktifkan sistem penanganan gawat darurat terpadu (SPGDT).
Bersamaan dengan tindakan pertama di atas, penolong harus
segera mengaktifkan SPGDT, untuk memperoleh bantuan atau
bisa juga dengan mengajak orang-orang yang ada disekitar
tempat kejadian untuk memberikan pertolongan.
3. Jika memang ditempat kejadian ada peralatan atau sesuatu yang
bisa menarik korban ketepian dengan korban yang dalam
keadaan sadar, maka segera berikan kepada korban, seperti
kayu atau tali, dan usahakan menarik korban secepat mungkin
sebelum terjadi hal yang lebih tidak diinginkan. Setelah korban
sampai ditepian segeralah lakukan pemeriksaan fisik dengan
terus memperhatikan ABC untuk memeriksa apakah ada cedera
atau hal lain yang dapat mengancam keselamatan jiwa korban
dan segera lakukan pertolongan pertama kemudian kirim ke
pusat kesehatan guna mendapat pertolongan lebih lanjut.
4. Jika tidak ada peralatan atau sesuatu yang bisa menarik korban,
maka penolong bisa segera terjun ke air untuk menghampiri
korban. Tapi harus diingat, penolong memiliki kemampuan
berenang yang baik dan menghampiri korban dari posisi
belakang korban.
5. Jika korban masih dalam keadaan sadar dan bisa ditenangkan,
maka segera tarik (evakuasi) korban dengan cara melingkarkan
salah satu tangan penolong pada tubuh korban melewati kedua
ketiak korban atau bisa juga dengan menarik krah baju korban
(tapi ingat, hal ini harus dilakukan hati-hati karena bisa
membuat korban tercekik atau mengalami gangguan
pernafasan) dan segera berenang mencapai tepian. Barulah
lakukan Pertolongan Pertama seperti pada no. 3 di atas.
6. Jika Korban dalam keadaan tidak tenang dan terus berusaha
menggapai atau memegang penolong, maka segera lumpuhkan
korban. Hal ini dilakukan untuk mempermudah evakuasi,
kemudian lakukan tindakan seperti no 5 dan kemudian no. 3 di
atas.

B. Korban tidak sadar

Seperti halnya dalam memberikan Pertolongan Pertama


untuk korban tenggelam dalam keadaan sadar, maka untuk korban
tidak sadar sipenolong juga harus memiliki kemampuan dan
keahlian untuk melakukan evakuasi korban dari dalam air agar
baik penolong maupun korban dapat selamat.

Adapun tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Segera hampiri korban, namun tetap perhatikan keadaan sekitar


untuk menghindari hal yang tidak diingin terhadap diri penolong.
Lakukan evakuasi dengan melingkarkan tangan penolong ditubuh
korban seperti yang dilakukan pada no. 3 untuk korban sadar.
2. Untuk korban yang dijumpai dengan kondisi wajah berada di
bawah permukaan air (tertelungkup), maka segera balikkan badan
korban dan tahan tubuh korban dengan salah satu tangan penolong.
Jika penolong telah terlatih dan bisa melakukan pemeriksaan nadi
dan nafas saat menemukan korban, maka segera periksa nafas dan
nadi korban. Kalau nafas tidak ada maka segera buka jalan nafas
dengan cara menggerakkan rahang korban dengan tetap menopang
tubuh korban dan berikan nafas buatan dengan cara ini. Dan jika
sudah ada nafas maka segera evakuasi korban ke darat dengan
tetap memperhatikan nafas korban.
3. Ketika penolong dan korban telah sampai ditempat yang aman (di
darat), maka segera lakukan penilaian dan pemeriksaan fisik yang
selalu berpedoman pada ABC. Berikan respon kepada korban
untuk menyadarkannya.
4. Ketika respon ada dan korban mulai sadar, maka segera lakukan
pemeriksaan fisik lainnya untuk mengetahui apakah ada cedera lain
yang dapat membahayakan nyawa korban. Jika tidak ada cedera
dan korban kemudian sadar, berikan pertolongan sesuai dengan
yang diperlukan korban, atau bisa juga dengan mengevakuasi
korban ke fasilitas kesehatan terdekat untuk pemeriksaan secara
medis.
5. Jika tidak ada respon dan tidak ada nafas, segera buka jalan nafas
dengan cara ini, periksa jalan nafas dengan cara look, listen, feel
selama 3-5 detik. Jika tidak ada nafas maka segera berikan bantuan
pernafasan (bantuan hidup dasar) dengan cara ini lalu periksa nadi
karotis. Apabila nadi ada, maka berikan bantuan nafas buatan
sesuai dengan kelompok umur korban hingga adanya nafas spontan
dari korban (biasanya nafas spontan ini disertai dengan keluarnya
air yang mungkin menyumbat saluran pernafasan korban ketika
tenggelam), lalu posisikan korban dengan posisi pemulihan. Terus
awasi jalan nafas korban sambil penolong berupaya untuk
menyadarkan seperti tindakan no. 4 di atas atau mencari bantuan
lain untuk segera mengevakuasi korban.
6. Ketika tindakan no.5 tidak berhasil (tidak ada respon, tidak nafas
dan tidak ada nadi), maka segera lakukan Resusitasi Jantung Paru,
dengan cara seperti ini.

II.Advanced Life Support

D (Drugs) : pemberian obat-obatan.

Pemberian obat-obatan ada yang bersifat penting seperti


adrenalin, natrium bicarbonat, sulfas atropin dan berguna seperti k
tikosteroid. Obat-obatan ini berguna untuk mengatasi keadaan
darurat dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain obat, terapi
cairan juga merupakan langkah penting dalam penanganan korban
tenggelam. Pemberian cairan pada pasien yang tenggelam di air
asin tentu berbeda dengan yang tenggelam di air tawar, karena
perbedaan dari sifat masing-masing jenis air tersebut. Air laut
mempunyai sifat hipertonik sehingga menarik cairan dari ekstrasel
ke intrasel, dan terjadilah hemokonsentrasi, maka dapat diberikan
jenis cairan koloid. Sedangkan yang terjadi pada air tawar adalah
sebaliknya yaitu hemodilusi, sehingga harus diberi cairan yang
bersifat hipotonis seperti NaCl 0,45%

E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya


fibrilasi ventrikel dan monitoring

F (Fibrillation Treatment) : berupa DC Shock untuk


menghilangkan fibrilasi

III.Prolonged Life Support

G (Gauge) : monitoring terus-menerus terhadap sistem pernapasan,


kardiovaskuler dan sistem saraf.
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan
sistem saraf dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dapat dicegah
terjadinya kelainan neurologic permanen.

I (Intensive Care) : perawatan intensif di ICU yaitu tunjangan


ventilasi seperti intubasi, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2
dan tunjangan sirkulasi

Perubahan Kimia dan Fisika

Efek Terhadap Paru

Pada korban tenggelam di air tawar, terjadi perpindahan (absorpsi) air secara
besar-besaran dari rongga alveolus ke dalam pembuluh darah paru. Hal ini
dikarenakan tekanan osmotik di dalam pembuluh darah paru lebih tinggi daripada
tekanan osmotik di dalam alveolus. Perpindahan tersebut akan menyebabkan
hemodilusi. Air akan memasuki eritrosit,sehingga eritrosit mengalami lisis.
Eritrosit yang mengalami lisis ini akan melepaskan ion kalium ke dalam sirkulasi
darah dan mengakibatkan peningkatan kadar kalium di dalam plasma
(hiperkalemi). Keadaan hiperkalemi ditambah dengan beban sirkulasi yang
meningkat akibat penyerapan air dari alveolus dapat mengakibatkan fibrilasi
ventrikel. Apabila aspirasi air cukup banyak, akan timbul hemodilusi yang hebat.
Keadaan ini akan menyebabkan curah jantung dan aliran balik vena bertambah,
sehingga mengakibatkan edema umum jaringan termasuk paru.1-3,11 Aspirasi air
tawar hipotonik dapat mengurangi konsentrasi surfaktan sehingga dapat
menyebabkan instabilitas alveolar sehingga terjadi kolaps paru. Pada inhalasi air
laut, tekanan osmotik cairan di dalam alveolus lebih besar daripada di dalam
pembuluh darah. Oleh karena itu, plasma darah akan tertarik ke dalamalveolus.
Proses ini dapat mengakibatkan berkurangnya volume intravaskular, sehingga
terjadi hipovolemia dan hemokonsentrasi. Hipovolemia mengakibatkan terjadinya
penurunan tekanan darah dengan laju nadi yang cepat, dan akhirnya timbul
kematian akibat anoksia dan insufiensi jantung dalam 3 menit. Keluarnya cairan
ke dalam alveolus juga akan mengurangi konsentrasi surfaktan. Selanjutnya, akan
terjadi kerusakan alveoli dan sistem kapiler, sehingga terjadi penurunan kapasitas
residu fungsional dan edema paru.1-3,11 Akibat lebih lanjut lagi, dapat terjadi
atelektasis karena peningkatan tekanan permukaan alveolar.1 Bila korban
mengalami aspirasi atau edema paru, dapat terjadi acute respiratory distress
syndrome (ARDS). Saluran respiratorik yang tersumbat oleh debris di dalam air
akan menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik dan memicu
pelepasan mediator-mediator inflamasi, sehingga terjadi vasokonstriksi yang
menyebabkan proses pertukaran gas menjadi terhambat.

Efek Terhadap Kardiovaskular

Sebagian besar korban tenggelam mengalami hipovolemia akibat peningkatan


permeabilitas kapiler yang disebabkan oleh hipoksia. Hipovolemia selanjutnya
akan mengakibatkan hipotensi. Keadaan hipoksia ini juga akan mempengaruhi
fungsi miokardium, sehingga dapat terjadi disritmia ventrikel dan asistol. Selain
itu, hipoksemia juga dapat menyebabkan kerusakan miokardium dan penurunan
curah jantung. Hipertensi pulmoner dapat terjadi akibat pelepasan mediator
inflamasi.3

Efek Terhadap Susunan Saraf Pusat

Kerusakan pada susunan saraf pusat berhubungan erat dengan lamanya


hipoksemia, dan pasien dapat jatuh dalam keadaan tidak sadar. Efek lain dari
hipoksia diantaranya adalahdisseminated intravascular coagulation (DIC),
insufisiensi ginjal dan hati, serta asidosis metabolik. Pada penelitian kasus-kasus
hampir tenggelam dilaporkan terdapat kelainan elektrolit yang ringan. Perubahan
yang mencolok dan penting adalah perubahan gas darah dan asam-basa akibat
insufisiensi respirasi, diantaranya adalah hipoksemia, hiperkapnia, serta
kombinasi asidosis metabolik dan respiratorik. Kelainan yang lebih banyak terjadi
adalah hipoksemia. Keadaan yang segera terjadi setelah tenggelam dalam air
adalah hipoventilasi dan kekurangan oksigen. Pada percobaan binatang, tekanan
parsial O2 arterial (PaO2) menurun drastis menjadi 40 mmHg dalam satu menit
pertama, menjadi 10 mmHg setelah 3 menit, dan 4 mmHg setelah 5 menit.1,3
Disfungsi serebri dapat terjadi akibat kerusakan hipoksia awal, atau dapat juga
karena kerusakan progresif susunan saraf pusat yang merupakan akibat dari
hipoperfusiserebri pasca resusitasi. Hipoperfusi serebri paska resusitasi terjadi
akibat berbagai mekanisme, antara lain yaitu peningkatan tekanan intrakranial,
edema serebri sitotoksik, spasme anteriolar serebri yang disebabkan masuknya
kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah, dan radikal bebas yang dibawa
oksigen.

Anda mungkin juga menyukai