Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN SISTEM UROGENITAL

MODUL 4 SKENARIO 1

KELOMPOK 3

Tutor : dr. Dayu Swasti Kharisma, M. Biomed

Disusun oleh : Aldhi putra pradana 2016730006

Edwin fadhil 2016730028


Muhammad fauzi sholeh 2016730067
Anis nurcahyanti 2016730012
Nabila hanifa al-jufri 2016730073
Farah fadhilah fadjry 2016730035
Dina syafaati 2016730026
Dwi ayu nur eida 2016730027
Intan herrdianti savitri 2016730051
Zaria sholatania putri dangga 2016730110
Oetami aghfira marsel 2016730082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.


Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas nikmat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas laporan PBL (Problem Based Learning) dengan baik. Shalawat dan salam marilah
senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW karena beliau telah membawa kita dari zaman
kebodohan hingga ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Dalam tugas laporan PBL kali ini penulis membahas tentang “Modul 4-Luka pada alat kelamin”.
Tugas ini merupakan salah satu laporan pada Sistem Urogenital program studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Tugas laporan ini dibuat bukan hanya untuk
memenuhi syarat tugas saja melainkan untuk tambahan bacaan teman-teman semua.
Dalam proses pembuatan tugas laporan ini tentunya penulis mendapat bimbingan, arahan dan
pengetahuan, untuk itu penulis sampaikan terima kasih kepada dr. Dayu Swasti Kharisma, M. Biomed
selaku tutor pada modul 4 ini.
Pembahasan di dalamnya penulis dapatkan dari buku-buku text book, jurnal, diskusi, dan lainnya.
Penulis sadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaannya. Demikian yang dapat penulis sampaikan, InsyaAllah
laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan
pelajaran bagi teman-teman semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 27 mei 2017

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada Semester 4 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakata, kami mendapatkan mata kuliah sistem Urogenital. Dalam
modul satu pada Sistem Urogential kami mempelajari luka pada alat kelamin yaitu mencakup
definisi (pengertian), etiologi, patogenesis dan patomekanisme, manifestasi klinik, cara
menegakkan diagnosis, tata laksana, komplikasi, serta epidemiologi.

Dalam PBL modul satu ini yaitu mengenai luka pada alat kelamin. Kelompok kami
mengharapkan agar pembaca dapat memahami dan mengaplikasikan ilmu yang didapat yaitu
mengenai luka pada alat kelamin.

1.2. Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari modul luka pada alat kelamin, mahasiswa sistem Urogenital
mampu memahami luka pada alat kelamin yang meliputi definisi (pengertian), etiologi,
patogenesis dan patomekanisme, manifestasi klinik, cara menegakkan diagnosis, tata laksana,
komplikasi, serta epidemiologi.

1.3. Sasaran Pembelajaran

3
1.4.Kegiatan yang Dilakukan dan Keluarannya

Pada saat melakukan PBL, kelompok kami berdiskusi untuk mempelajari kasus-kasus
yang ada di skenario. Kami melakukan pembelajaran dengan mengikuti tujuh langkah (seven
jumps) utuk dapat menyelesaikan masalah yang kami dapatkan.

1.5.Laporan Seven Jumps

Kelompok kami telah melakukan diskusi pada pertemuan pertama dan kami telah
menyelesaikan 5 langkah dari 7 langkah yang ada. Berikut laporan dari hasil yang telah kami
dapatkan :

 LANGKAH 1 (Clarify Unfamiliar)


Skenario

Seorang laki-laki, 21 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan luka pada kepala
kemaluannya. Lesi tersebut mulai kira-kira 10 atau 15 hari lalu dengan papul yang kemudian
pelan-pelan berubah menjadi borok. Pada pemeriksaan fisik ditemukan: temperatur 37 oc, nadi
80x/menit, pernafasan 16x/menit.

Kalimat sulit

 Borok :

Ulkus, luka terbuka pada kulit/sel lendir dan kematian jaringan yang luas dan disertai infasif
kuman saprofit.

 Papul :

Penonjol yang kecil, berbatas tegas dan padat pada kulit.

 Lesi :

Diskontinuitas jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya fungsi suatu bagian.

Kata / kalimat kunci

 Laki-laki 21 tahun
 Luka pada kepala kemaluan
 Lesi dimulai sejak 10-15 hari yang lalu, awalnya papul kemudian menjadi borok
 Pemfis

4
 Suhu : 37ᵒC
 Nadi : 80x/menit
 RR : 16x/menit

 LANGKAH 2 ( Define Problem )


Pertanyaan:
1. Jelaskan anatomi dan histologi terkait dengan keluhan yang diderita pasien!
2. Apa saja faktor risiko terkait keluhan yang diderita pasien?
3. Jelaskan patomekanisme pada skenario!
4. Apa hubungan usia, jenis kelamin dengan keluhan pada skenario?
5. Bagaiaman alur diagnosis pada skenario?
6. Apa saja Diagnosis Banding pada keluhan diskenario?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yag dibutuhkan pada kasus di skenario?
8. Bagaiamana penatalaksanaan farmakologi dan non farmakolgi pada skenario?
9. Bagaiamana pencegahan pada kasus di skenario?
10. Bagaiaman komplikasi dan prognosis dari skenario?

 LANGKAH 3 ( Brainstorme Possible)


Pada saat diskusi kami telah melakukan brain storming dengan cara menjawab pertanyan-
pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Dalam langkah ke-3 ini beberapa pertanyaan yang telah
didapat dari langkah ke-2 telah ditemukan inti jawabannya.

5
 LANGKAH 4 (Mind Mapping)

 LANGKAH 5 ( Sasaran pembelajaran / Learning Objectif)

 LANGKAH 6 ( Belajar Mandiri )


Kelompok kami melakukan belajar mandiri terlebih dahulu untuk mencari dasar
ilmiah, mengumpulkan data-data atau informasi yang dapat membantu meningkatkan
pemahaman dan penerapan konsep dasar yang telah ada yang pada tahap selanjutnya akan
dipersentasikan dan disajikan untuk dibahas bersama.

 LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada pertemuan kedua dan kami
telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya. Semua
anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada saat belajar
mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada Bab II.

6
BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaskan anatomi dan histologi terkait dengan keluhan yang diderita pasien!
2. Apa saja faktor risiko terkait keluhan yang diderita pasien?
3. Jelaskan patomekanisme pada skenario!

7
4. Apa hubungan usia, jenis kelamin dengan keluhan pada skenario?

Sifilis

Berdasarkan umur Berdasarkan Kelompok responden

Dari sini bisa dilihat bahwa berdasarkan usia, sifilis biasanya sering terjadi pada orang
dengan usia dewasa tua sampai dewasa muda. Ini dipengaruhi karena ada nya gaya hidup
khususnya perilaku seks pada usia tersebut.

Ulkus Mole

Herpes genitalis

Pada tahun 2012, jumlah perempuan yang terinfeksi lebih banyak dibanding laki-laki.

8
5. Bagaiaman alur diagnosis pada skenario?
6. Apa saja Diagnosis Banding pada keluhan diskenario?

9
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yag dibutuhkan pada kasus di skenario?

1. Tes sifilis
Pemeriksaan T . Pallidum Mikroskop lapangan gelap (dark field) yaitu dengan
menggnakan sampel dari lesi. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan
identifikasi 1.
Untuk identifikasi selanjutnya yaitu dengan pemeriksaan serologi, pemeriksaan
serologi ini menggunakan sampel serum darah. Untuk pemeriksaan serologi dibagi
menjadi pemeriksaan spesifik dan non spesifik.
Pemeriksaan non spesifik yang biasanya digunakan untuk tes sifilis adan tes vdrl
(veneral diseases research laboratory). Pada pemeriksaaan vdrl, antigen yang
digunakan adalah kardiolipin yaitu ekstra dari hati sapi. Pada pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk skrining.
Pemeriksaan yang spesifik dapat dilakukan dengan TPHA (Treponema Pallidum
Hemoaglutination Assay). Pemeriksaan ini menggunakan antigen dari Treponema.
Hemaglutinasi positif ditandai dengan adanya bulatan berwarna merah
dipermukaan sumur, hasil negatif terlihat seperti titik berwarna merah di tengah
dasar sumur.

10
Tingkatan aglutinasi:

+4 : bulatan merah merata pada seluruh permukaan sumur

+3 : bulatan merah terdapat di sebagian besar permukaan sumur

+2 : bulatan merah yang terbentuk tidak besar dan tampak seperti cincin

+1 : bulatan merah kecil dan tampak cincin terang

+/- : tampak cincin dengan warna bulatan merah yang samar

– : Tampak titik berwarna merah didasar sumur

2. Ulkus Mole
Sampel diambil dari dinding ulkus yg menggaung, Dibuat dengan sediaan hapus
pada gelas objek, pewarnaan Gram.
3. Herpes genital
Sampel diambil dari kerokan jaringan yang diambil dari dasar vesikel yang
diwarnai dengan pewarnaan giemsa ditemuakan sel raksasa multinukleus yang
mengindikasi terdapat herpes virus.

8. Bagaiamana penatalaksanaan farmakologi dan non farmakolgi pada skenario?

Farmakologi
Sifilis
 Konseling
 Periksa dan obati pasangan pasien
 Abstinensia hingga sembuh
Ulkus mole/Chancroid
 Lakukan KIE & Konseling
 Sediakan & Anjurkan Kondom
 Tawarkan konseling & Tes HIV
 Obati pasangan pasien
Herpes Genital
 Lakukan KIE & Konseling
 Sediakan & Anjurkan Kondom
 Tawarkan konseling & Tes HIV, Serta serologi sifilis bila ada fasilitas

11
9. Bagaiamana pencegahan pada kasus di skenario?
Segala jenis aktivitas seksual merupakan faktor risiko penularan sifilis. Walaupun kontak
langsung merupakan faktor risiko utama, tidak selalu lesi dapat terlihat sehingga semua
penderita sifilis dianggap mempunyai potensi menularan sifilis dan harus menggunakan
hubungan seksual yang aman. Penderita asimptomatik yang memerlukan kontrasepsi harus
diberikan pengertian mngenai efikasi barrier untuk mencegah transmisi infesi menular
seksual dan juga HIV. Pasien ini juga memberi pengetahuan tentang perlunya abstinensia
seksual. Pengurangan jumlah partner seksual, dan hubungan seksual yang aman.
Pada penderita sifilis stadium primer, sekunder atau laten awal; abstensia seksual
pada penderita dan partner seksualnya dianjurkan hingga terapi pada keduanya selesai dan
respons sirologis yang memuaskan dicapai setelah pengobatan.
Partner notification, yang bertujuan menemukan kontak seksual penderita sifilis dan
memberikan pengobatan dini harus dilakukan oleh petugas terlatih. Pengobatan dini pada
semua kontak seksual sifilis dini dengan 2,4 juta unit benzathine penisilin dapat dilakukan
walaupun kontak seksual tidak mempunyai kelainan serologis pada saat pemeriksaan karena
sifilis dapat terjadi pada 30% konta seksual yang tes serologisnya negatif. Pengobatan konta
dianjurkan dilakukan pada semua kasus yang kontak seksual dengan penderita sifilis dini
dalam 90 hari terakhir.

10. Bagaiaman komplikasi dan prognosis dari skenario?

Komplikasi dan Prognosis


a. Herpes Genitalis

Berbagai komplikasi pada infeksi HSV, yakni:


1. Superinfeksi bakteri dan jamur.
2. Balanitis: terjadi akibat infeksi bakteri pada ulkus herpetik.
3. Kandidiasis vagina: ditemukan pada 10% wanita dengan herpes genitalis primer,
terutama pada pasien diabetes melitus. Herpes ulseratif dengan lesi keputihan pada
mukosa sulit dibedakan dari infeksi jamur.
4. Infeksi mata, sering terjadi pada anak, disebabkan oleh HSV-1, kecuali pada
neonatus (bisa disebabkan oleh HSV-2), bermanifestasi sebagai konjungtivitis
folikuler unilateral atau keratokonjungtivitis herpetik akut dengan ulkus kornea
dendritik.
5. Infeksi kulit, dapat berupa:
- Eksim herpetikum: terjadi pada individu dengan dermatitis sebelumnya, dapat
terlokalisir (sehingga sulit dibedakan dengan herpes zoster) atau tersebar luas.
Bentuk ini juga dapat terjadi pada pasien dengan kerusakan kulit luas, seperti
luka bakar, sindrom pemfigus, atau Sezary.
- Herpetic whitlow: infeksi HSV pada jari, terjadi pada atau dekat kutikula atau
area lain akibat trauma. Bila area kuku juga terkena, maka akan terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri patogen yang memerlukan insisi dan drainase. Herpetic
whitlow dikaitkan dengan HSV-1 pada pekerja di tempat perawatan kesehatan

12
dan anak-anak akibat paparan saliva dan dengan HSV-2 akibat paparan genito-
digital.
- Herpes gladiatorum: lesi kulit HSV-1 yang tersebar telah ditemukan pada
pegulat yang tertular akibat paparan saliva terinfeksi selama pertandingan.
6. Infeksi viseral
Terjadi akibat viremia dan umumnya dengan keterlibatan multiorgan. Komplikasi
ini bisa terjadi pada infeksi primer asimptomatik ataupun pada pasien
imunokompeten. Pada sebagian besar kasus herpes diseminata, lesi terbatas pada
kulit, namun penyebaran viseral yang fatal dapat terjadi dengan atau tanpa lesi
vesikuler pada kulit. Gambaran klinis yang menonjol adalah hepatitis fulminan,
disertai leukopenia, trombositopenia, dan koagulasi intravaskular diseminata.
Infeksi HSV-1 dan HSV-2 diseminata juga dapat menyebabkan esofagitis,
nekrosis adrenal, pneumonitis interstitial, sistitis, artritis, meningitis, dan
ensefalitis.
7. Infeksi sistem saraf pusat, dapat berupa:
- Meningitis aseptik: berupa meningitis limfositik benigna akut, lebih sering
terjadi pada infeksi HSV-2. Gejala meningeal biasanya mulai timbul 3-12 hari
setelah munculnya lesi genital, mencapai puncaknya 2-4 hari kemudian dan
mereda dalam 2-4 hari sesudahnya. Gambaran sesuai meningitis aseptik dapat
ditemukan pada pemeriksaan cairan serebrospinal. Tanda dan gejala ensefalitis
umumnya tidak dijumpai, dan jarang terjadi gejala sisa neurologis. HSV-2 juga
dapat ditemukan dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) cairan
serebrospinal pasien meningitis limfositik benigna rekuren (Mollaret
meningitis), mengindikasikan kemungkinan HSV sebagai penyebabnya,
sehingga disebut juga sebagai sindrom idiopatik.
- Ganglionitis dan meilitis: infeksi HSV genital dan anorektal dapat disertai
komplikasi, retensi urin, neuralgia, serta anestesia sakral akibat ganglionitis
dan radikulitis. Gejala biasanya mereda dalam 1-2 minggu. Mielitis transversa
jarang terjadi.
- Ensefalitis: berupa suatu acute necrotizing viral encephalitis. Umumnya terjadi
sesudah periode neonatal, biasanya disebabkan oleh HSV-1. Ensefalitis terjadi
sebagai infeksi primer pada 50% kasus dan bisa juga disebabkan oleh infeksi
rekuren atau reinfeksi oleh strain HSV-1 yang berbeda. Gambaran klinisnya,
berupa nyeri kepala, tanda rangsang meningeal, gangguan status mental, dan
kejang umum. Bila terjadi nekrosis fokal pada korteks orbitofrontal, temporal
serta sistem limbik, dapat terjadi anosmia, kehilangan memori, halusinasi
olfaktorius, dan gustatorius serta kejang fokal. Hemiparesis yang memburuk
dengan cepat serta penurunan kesadaran hingga koma bisa terjadi. Pada
beberapa orang, gambaran klinisnya mirip psikosis akut atau delirium tremens.
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal didapatkan pleiositosis sedang dengan
campuran antara sel mononuklear dan polimorfonuklear, jumlah eritrosit
sedang, serta peningkatan kadar protein ringan dengan kadar glukosa normal.
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan pencitraan paling
sensitif, umumnya menunjukkan lesi fokal di area temporal berupa edema dan
penyengatan kontras. Metode non-invasif paling sensitif untuk mendiagnosis
adalah pemeriksaan DNA HSV dengan PCR. Angka kematian cukup tinggi

13
(70%) pada pasien yang tidak diobati, sedangkan pada mereka yang diobati,
insidens gejala sisa neurologisnya cukup tinggi.
8. Herpes genitalis dan kehamilan
Herpes genitalis rekuren: baik pada wanita hamil maupun tidak hamil gambaran
klinisnya sama, meskipun bisa terjadi peningkatan jumlah rekurensi akibat
kehamilan. Herpes genitalis rekuren dijumpai pada 1-2% dari kasus herpes
neonatal. Akan tetapi, adanya lesi genital aktif bukan indikator akurat terjadinya
shedding HSV. Persalinan sesaria direkomendasikan untuk ibu hamil dengan lesi
genital. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
merekomendasikan terapi supresi antiviral untuk semua wanita hamil dengan
riwayat HSV genital rekuren pada 4 minggu akhir kehamilannya. Infeksi genital
primer selama kehamilan: infeksi episode pertama mempunyai konsekuensi lebih
berat untuk ibu dan janinnya, sehingga penting untuk mengidentifikasi wanita yang
berisiko infeksi primer (HSV-2 seronegatif). Wanita hamil dapat mengalami
infeksi diseminata luas dengan mortalitas tinggi (50%). Infeksi pada trimester
ketiga kehamilan dihubungkan dengan infeksi HSV neonatal, hambatan
pertumbuhan intrauterin, dan prematuritas.
9. Penyakit HSV neonatal
Infeksi HSV neonatal disebabkan oleh kontak dengan sekret genital terinfeksi.
Sekitar 90% infeksi didapat saat perinatal, 5-8% didapat kongenital, dan beberapa
diperoleh saat postnatal. Pada 70% ibu, infeksi yang terjadi tidak menimbulkan
gejala. Besarnya risiko penularan dari ibu dengan infeksi primer adalah sekitar
50%. Pada neonatus dan bayi (usia kurang dari 6 minggu), frekuensi infeksi viseral
dan susunan saraf pusat sangat tinggi. Bila tidak diterapi, mortalitasnya sekitar
65% dan bisa timbul gejala sisa neurologis berat. Penyakit dapat mengenai kulit,
mata, atau mulut. Bisa juga muncul sebagai ensefalitis atau penyakit viseral
diseminata yang mengenai paru, hati, jantung, adrenal, dan kulit.
10. Koinfeksi dengan HIV: Berbagai penelitian menunjukkan bahwa adanya antibodi
terhadap HSV-2 akan meningkatkan risiko terinfeksi HIV, tidak tergantung pada
ada atau tidaknya ulkus genital. Penelitian awal di Afrika telah memperlihatkan
penurunan jumlah virus HIV pada pasien yang mendapat terapi untuk infeksi HSV
yang menyertainya; penjelasannya belum ada. Pengetahuan hubungan antara HIV
dan HSV-2 dapat mengubah pendekatan epidemiologis terhadap penyakit menular
seksual di seluruh dunia. Selain itu, herpes genital dikaitkan dengan peningkatan
risiko penularan HIV sebesar 2-3 kali lipat, penularan HIV per tindakan seksual
hingga 5 kali lipat, dan bertanggung jawab terhadap 40-60% infeksi HIV baru pada
populasi dengan prevalensi HSV-2 tinggi. HSV-2 dan HIV telah terbukti saling
mempengaruhi. Infeksi HSV2 meningkatkan risiko penularan HIV baru sekitar 3
kali lipat. Selain itu, pasien dengan koinfeksi HIV dan HSV-2 lebih mungkin
menularkan HIV kepada orang lain. HSV2 merupakan infeksi yang paling sering
terjadi pada pasien HIV, terjadi pada 60- 90% pasien. Gejala klinik infeksi HSV-
2 pada pasien HIV (dan imunokompromais) seringkali lebih berat serta lebih sering
mengalami rekuren. Pada penyakit HIV lanjut, HSV-2 dapat menyebabkan
komplikasi lebih serius, meskipun jarang, seperti meningoensefalitis, esofagitis,
hepatitis, pneumonitis, nekrosis retina, atau infeksi diseminata.

14
Prognosis Herpers Genital :
1. Dubia ad bonam jika diterapi dengan tepat.
2. Dubia ad malam jika terdapat kondisi imunokompromais.
a. Sifilis
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Neurosifilis merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang disebabkan invasi
sawar darah otak oleh Treponema pallidum yang umumnya terjadi pada pasien
sifiis koinfeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV). Neurosifilis
umumnya terjadi pada sifilis tersier, tetapi dapat pula terjadi pada stadium lainnya,
termasuk stadium sekunder. Diagnosis neurosifilis asimtomatik ditegakkan apabila
didapatkan serum venereal disease research laboratory (VDRL) yang positif tanpa
tanda dan gejala neurologis disertai satu dari karakteristik berikut pada
pemeriksaan liquor cerebrospinal (LCS): (1) jumlah leukosit > 10/mm3; (2)
protein total > 50 mg/dL; (3) hasil VDRL reaktif.
2. Sifilis kardiovaskular disebabkan terutama karena nekrosis aorta yang berlanjut
ke katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau
aneurisma, berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut,
akan sangat mudah dikenal.
3. Menyebabkan peningkatan kemungkinan penularan HIV hingga 2-5 kali. Lesi
mudah berdarah sehingga memudahkan penularan virus HIV saat akan melakukan
hubungan seksual.
4. Penularan sifilis dari ibu ke bayi pada saat kehamilan juga akan meningkatkan
risiko keguguran dan kematian bayi beberapa hari setelah melahirkan.
Prognosis Sifilis :
1. Dubia ad bonam pada pengobatan sifilis primer dan sifilis sekunder.
2. Dubia ad malam pada penderita HIV.
3. Tabes dorsalis  progretivitas penyakit berkurang dengan pengobatan.
4. Pada Sifilis Kardiovaskuler memberikan respon yang baik walaupun infark
iskemik masih dapat ditemukan.

b. Ulkus Mole
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Fimosis
2. Parafimosis
3. Fistel Uretra
4. Fistel rektovagina
Prognosis :
1. Dubia ad bonam jka penyakit diterapi dengan tepat.
2. Dubia ad malam jika ditemukan kondisi imunokompremais.
3. Lesi kulit biasanya sembuh dalam waktu 2 minggu dengan pengobatan antibiotik.
4. Chancroid bisa sembuh dan membaik dengan sendirinya.
5. Tidak meluas secara sistemik.
6. Jika nodul kering, nyeri bisa terjadi selama beberapa minggu.
7. Pemaparan kembali dapat menyebabkan kekambuhan.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, maka kelompok kami menyimpulkan bahwa
skenario “Luka pada Alat Kelamin” pada pria usia 21 tahun di skenario diduga
menderita sifilis dengan diagnosis banding Chancroid tetapi masih diperlukannya
pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakan diagnosis.

16
DAFTAR PUSTAKA

Setiati, Siti dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing.

Farmakologi dan Terapi FKUI, Edisi 6, 2016.

Dipiro et al, pharmacology handbook, 2005.

Guyton dan Hall.2011.fisiologi kedokteran.Jakarta:Elsevier

Patofisiologi Penyakit McPhee, Ganong, Edisi 5

Anda mungkin juga menyukai