I. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisai yang baik pada semua klien
(anak) dalam bentuk bermain berkelompok dan sebagai lahan untuk tempat bermain
serta mengurangi trauma hospitalisasi anak terhadap rumah sakit.
IX.
Keterangan :
= Leader = Co-Leader
= Observer = Klien
= Fasilitator
= pembimbing
Catatan : Setting tempat disesuaikan dengan kondisi anak dan mengikut sertakan
peserta tambahan
X. Rencana Pelaksanaan
b. Fasilitator
1) Fasilitator
mendampingi dan
membimbing anak
untuk mencuci tangan
2) Fasilitator
mendampingi dan
membimbing anak
untuk
memperkenalkan diri
3) Fasilitator
memberikan contoh
cara merubah bentuk
playdough
4) Fasilitator dan anak
bersama-sama
bermain palydough
5) Anak diberi
kesempatan untuk
mengungkapkan
benda yang sudah ia
bentuk
6) Memberikan reward
kepada anak yang
bisa mengungkapkan
benda yang sudah
dibentuknya
4. Penutup 10 a. Melakukan evaluasi - Mengikuti dan mencoba
menit pemahaman terhadap - Menjawab salam penutup
terapi bermain yang
sudah dilaksanakan
b. Evaluasi umum
1) Keaktifan anak
2) Respon anak
3) Proses bermain
4) Situasi saat
pelaksanaan
c. Penutup
Mengucapkan terima
kasih dan mengucapkan
salam
3. Kriteria Hasil:
a. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik dan merasa senang
b. Orang tua mendampingi anak sampai selesai
c. Orangtuan mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan kegiatan terapi
bermain
MATERI TERAPI BERMAIN PLAYDOUGH
A. Konsep Hospitalisasi
Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Penelitian membuktikan
bahwa hospitalisasi anak dapt menjadi suatu pengalaman yang menimbulkan trauma, baik
pada anak, maupun orang tua. Sehingga menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat
berdampak pada kerja sama anak dan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit.
Oleh karena itu betapa pentingnya perawat memahami konsep hospitalisasi dan dampaknya
pada anak dan orang tua sebagai dasar dalam pemberian asuhan keperawatan (Supartini,
2002).
Tingkah laku pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dikenal menurut
Stevens tahun 1992 dari :
1. Kelemahan untuk berinisiatif.
2. Kurang/ tak ada perhatian tentang hari depan.
3. Tak berminat (ada daya tarik).
4. Kurang perhatian cara berpakaian dan segala sesuatu yang bersifat pandangan
luas.
5. Ketergantungan dari orang-orang yang membantunya.
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan
berkata-kata, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan melakukan apa yang dapat
dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2000). Bermain adalah kegiatan
yang dilakukan sesaui dengan keinginanya sendiri dan memperoleh kesenangan (Foster,
1989). Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya
yang tidak disadarinya (Miller dan Keong, 1983). Bermain sama dengan bekerja pada orang
dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara
yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan
mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser, 2005).
2. Fungsi Bermain
a) Perkembangan Sensori
Memperbaiki keterampilan motorik kasar dan halus serta koordinasi
Meningkatkan perkembangan semua indra
Mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia
Memberikan pelampiasan kelebihan energi
b) Perkembangan yang intelektual
Memberikan sumber – sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran
Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran, tekstur, warna
Pengalaman dengan angka, hubungan yang renggang, konsep abstrak
Kesempatan untuk mempraktikan dan memperluas keterampilan berbahasa
Memberikan kesempatan untuk melatih masa lalu dalam upaya mengasimilasinya
kedalam persepsi dan hubungan baru
Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan antara
fantasi dan realita
Pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasinya untuk mencipakan
sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya.
d) Dapat beradaptasi secara efektif thp stres karena sakit dan di rawat di RS.
4. Prinsip – prinsip Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995) bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
aktifitas bermain bisa menjadi stimulus yang efektif :
a) Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak memerlukan nutrisi yang
memadai.Asupan atau intake yang kurang dapat menurunkan gairah anak. Anak yang
sehat memerlukan aktifitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun
bermain pasif.Pada anak yang sakit keinginan untuk bermain umumnya menurun
karena energi yang ada dugunakan untuk mengatasi penyakitnya.
b) Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus yang
diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang cukup
untuk mengenal alat-alat permainannya.
c) Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak.Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini sehingga
alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar dan mempunyai unsur
edukatif bagi anak.
3. Jenis kelamin
Pada dasarnya dalam melakukan aktifitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki
atau perempuan namun ada pendapat yang diyakini bahwa permainan adalah salah satu alat
mengenal identitas dirinya. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang
berbeda antara laki – laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
4. Lingkungan yang mendukung
Lingkungan yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang
untuk bermain.
2. Motorik halus
Contoh : Gunting, pensil, bola, balok, lilin, dll.
3. Kecerdasan/ kognitif
Contoh : Buku gambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil, warna, dll.
4. Bahasa
Contoh : Buku bergambar, Buku cerita, majalah, radio, tape, TV, dll.
G. Klasifikasi Bermain
1. Menurut isi permainan
f. Un occupied behaviour
Anak tidak memainkan alat permainan tertentu, tapi situasi atau objek yang ada
disekelilingnya, yang digunakan sebagai alat permainan (Contoh: jinjit-jinjit, bungkuk-
bungkuk, memainkan kursi, meja dsb).
2. Menurut karakter sosial
a. Onlooker play
Anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut
berpartisifasi dalam permainan (Contoh: Congklak/Dakon).
b. Solitary play
Anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat
permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan
temannya dan tidak ada kerja sama.
c. Parallel play
Anak menggunakan alat permaianan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain
tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan lainya tidak ada
sosialisasi. Biasanya dilakukan anak usia toddler.
d. Associative play
Permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak
terorganisasi, tidak ada pemimpin dan tujuan permaianan tidak jelas (Contoh: bermain
boneka, masak-masak).
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, dan punya
tujuan serta pemimpin (Contoh: main sepak bola).
3. Menurut usia
a. Umur 1 bulan (sense of pleasure play)
1) Visual : dapat melihat dgn jarak dekat
2) Audio : berbicara dgn bayi
3) Taktil : memeluk, menggendong
4) Kinetik : naik kereta, jalan-jalan
b. Umur 2-3 bln
1) Visual : memberi objek terang, membawa bayi keruang yang berbeda
2) Audio : berbicara dengan bayi,memyanyi
3) Taktil : membelai waktu mandi, menyisir rambut
c. Umur 4-6 bln
1) Visual : meletakkan bayi didepan kaca, memebawa bayi nonton TV
2) Audio : mengajar bayi berbicara, memanggil namanya, memeras kertas
3) Kinetik : bantu bayi tengkurap, mendirikan bayi pada paha ortunya
4) Taktil : memberikan bayi bermain air
d. Umur 7-9 bln
1) Visual : memainkan kaca dan membiarkan main dengan kaca serta berbicara
sendiri
2) Audio : memanggil nama anak, mngulangi kata-kata yang diucapkan seperti
mama, papa
3) Taktil : membiarkan main pada air mengalir
4) Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat
e. Umur 10-12 bln
1) Visual : memperlihatkan gambar terang dalam buku
2) Audio : membunyikan suara binatang tiruang, menunjukkan tubuh dan
menyebutnya
3) Taktil : membiarkan anak merasakan dingin dan hangat, membiarkan anak
merasakan angin
4) Kinetik : memberikan anak mainan besar yang dapat ditarik atau didorong,
seperti sepeda atau kereta
f. Umur 2-3 tahun
1) Paralel play dan sollatary play
2) Anak bermain secara spontan, bebas, berhenti bila capek, koordinasi kurang
(sering merusak mainan)
3) Jenis mainan: boneka,alat masak,buku cerita dan buku bergambar
g. Preschool 3-5 thn
1) Associative play , dramatik play dan skill play
2) Sudah dapat bermain kelompok
3) Jenis mainan: roda tiga, balok besar dengan macam-macam ukuran
h. Usia sekolah
1) Cooperative play
2) Kumpul prangko, orang lain
3) Bermain dengan kelompok dan sama dengan jenis kelamin
4) Dapat belajar dengan aturan kelompok
5) Laki-laki : Mechanical
6) Perempuan : Mother Role
i. Mainan untuk Usia Sekolah :
1) 6-8 tahun : Kartu, boneka, robot, buku, alat olah raga, alat untuk melukis,
mencatat, sepeda
2) 8-12 tahun : Buku, mengumpulkan perangko, uang logam, pekerjaan tangan,
kartu, olah raga bersama, sepeda, sepatu roda
j. Masa remaja
1) Anak lebih dekat dengan kelompok
2) Orang lain, musik,komputer, dan bermain drama