Anda di halaman 1dari 28

Rangkuman Rekayasa Bioreaktor

BAB 17 - Perancangan Reaktor Fasa Jamak

1. Reaktor Gas-Cair
Reaksi gas-cair umumnya disertai dengan perpindahan panas dan/atau perubahan suhu
sehingga menyebabkan terjadinya perubahan terhadap sifat-sifat sistem. Pada reaksi gas-cair
akan terjadi perbedaan suhu antara fasa bulk (Tb) masing-masing fasa dan interface (Ti) (daerah
yang menjadi pembatas antara kedua fasa). Kesulitan dalam perancangan reaktor ini adalah
mengidentifikasi fenomena fisika dan kimia yang terjadi sepanjang reaksi berlangsung.
Terdapat 3 alasan yang mendasari penguunaan reaksi heterogen antarfluida:
a. Reaksi dapat menghasilkan suatu produk/materi yang diharapkan.
b. Untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari fluida tertentu.
c. Menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap distribusi produk pada suatu reaksi
jamak homogen dibandingkan dengan pada reaksi fasa tunggal.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode desain reaktor gas-cair:
a. Persamaan laju reaksi
Proses perpindahan massa dan laju reaksi kimiawi akan menentukan persamaan laju reaksi
yang menggambarkan reaksi tersebut secara menyeluruh.
b. Kesetimbangan kelarutan
c. Skema kontak

Kinetika Reaksi dan Perpindahan Massa


Misal diasumsikan bahwa gas A yag larut dalam sebuah cairan B, akan tetapi B tidak dapat
memasuki gas. Oleh karena itu, spesi A harus terlebih dahulu bergerak memasuki fasa cair
sebelum reaksi dapat terjadi, sehingga reaksi berlangsung di fasa cair. Persamaa laju reaksi
total harus dihubungkan dengan tahanan perpindahan massa (untuk mempertemukan kedua
reaktan) dan tahanan dari tahapan reaksi kimia. Reaksi gas-cair ditunjukkan sebagai berikut,
A (g→l) + B (l) → P (g atau L)
Terdapat 3 fakor yang harus dipertimbangkan:
a. Apa yang terjadi di film fasa gas
b. Apa yang terjadi di film fasa cair
c. Apa yang terjadi di ruah fasa cair
Terdapat 8 kasus yang mungkin terjadi, diantaranya:
 Kasus A : reaksi mendaak dengan CB rendah
 Kasus B : reaksi mendadak dengan CB tinggi
 Kasus C : reaksi cepat di film fasa cair dengan CB rendah (laju reaksi orde 2)
 Kasus D : reaksi cepat di film fasa cair dengan CB tinggi (laju reaksi orde satu semu)
 Kasus E&F: reaksi dengan laju menengah (tidak terlalu cepat) di film dan ruah fasa
cair
 Kasus G : reaksi lambat di ruah fasa cair, tapi dengan tahanan perpindahan massa
pada bagian film fasa cair
 Kasus H : reaksi lambat tanpa tahanan massa.

Persamaan umum yang digunakan,

1
−𝑟𝐴𝑛 = 𝜌
1 1 𝐻𝐴 𝑎 𝐴
+ +
𝑘𝐴𝑔 𝑘𝐴𝑙 𝐸 𝑘𝐶𝐵 𝑓𝑙

Keterangan:
-rnA : laju pengurangan reaktan A per satuan luas interface
kAg : koefisien perpindahan massa komponen A pada fasa gas
kAl : koefisien perpindahan massa komponen A pada fasa cair
HA : konstanta Henry untuk sistem gas-cair
𝑆 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒
A :𝑉 =
𝑟 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟
𝑉𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑐𝑎𝑖𝑟
fi : 𝑉 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟
𝑟

E pada persamaan diatas meruapakan faktor peningkatan film fasa cair, yaitu rasio
antara laju absorpsi A dari fasa gas ketika reaksi berlangsung di film cair dengan laju
pengambilan spesi A pada perpindahan massa langsung. Nilai E ≥ 1. Besaran E ditentukan
oleh 2 variabel yaitu nilai faktor peingkatan pada kondisi reaksi sangat cepat (Ei) dan
modulus Hatta yang merupakan akar dari konversi maksimum pada film dibandingkan
dengan perpindahan maksimum melewati film (MH).
Gambar 1. Perilaku interface untuk reaksi fasa cair
Gambar 2. Faktor peningkatan film fasa cair (E) untuk reaksi fluida-fluida sebagai fungsi
dari MH dan Ei (Levenspiel, 1999)

Kasus A dan B
Elemen dari fasa cair dapat mengandung antara komponen A atau komponen B, tapi
tidak keduanya. Karena reaktan harus berdifusi terlebih dahulu ke suatu bidang reaksi, maka
laju difusi A dan B akan menentukan laju reaksi, sehingga perubahan pada pA atau CB akan
menggeser bidang reaksi ke suatu arah tertentu. Berikut adalah persamaan laju reaksi
pengurangan A dan B.
−r′′ B 𝑥0 𝑥0
−r ′′ A = = k Ag (pA − pAi ) = k Al (CAi − 0) = k Bl (CB − 0) (2)
𝑏 𝑥 𝑥0 −𝑥

A pada film gas A pada film cair B pada film cair


Dengan :
kBl = koefisien perpindahan massa komponen B pada fasa cair
x0 = jarak atau lebar film fasa cair
x = jarak antarbidang reaksi dengan interface kedua fasa
pAi dan CAi digunakan pada konstanta hukum Henry untuk sistem gas-cair:
pAi = HA CAi
Gambar 1. Profil konsentrasi reaktan pada kasus A (CB rendah) dan kasus B (CB
tinggi), yaitu pada kasus ireversibel sangat cepat dengan orde tertentu

Persamaan (2) dimodifikasi menjadi berikut:


𝐷𝐵𝑖 CB pA
1 𝑑𝑁𝐴 +
′′ 𝐷𝐴𝑖 𝑏 HA
−r A = −𝑆 = 1 1 (3)
𝑑𝑡 +
HA kAg kAl
kBl CB
Persamaan (3) berlaku untuk kasus A, yaitu k Ag pA > 𝑏
kBl CB
Untuk kasus B, yaitu konsentrasi B tinggi atau k Ag pA ≤ , persamaannya menjadi
𝑏

1 𝑑𝑁𝐴
−r ′′ A = − 𝑆 = k Ag pA (4)
𝑑𝑡
Kasus C dan D
Untuk kasus C, bidang reaksi sekarang menyebar membentuk zona reaksi dimana spesi
A dan B dapat terkandung bersama-sama. Raksi berlangsung cepat, zona reaksi berada
semuanya di film cair. Hanya tahanan pada film gas dan film cair yang memengaruhi dan
persamaan laju akan mempunyai orde 2:
1
−r ′′ A = 1H pA (5)
+ A
kAg kAl E

Persamaan (4) dapat disederhanakan menjadi:

1
−r ′′ A = 1 HA pA (6)
+
kAg √𝐷𝐴 𝑘CB
Gambar 2. Skema reaksi gas-cair yang berorde dua dan berlangsung cepat di film cair,
untuk kasus C (CB rendah) dan kasus D (CB tinggi)
Kasus E dan F
Kasus E dan F mempunyai laju reaksi yang menengah dikarenakan limitasi
perpindahan massa. Reaksi berlangsung cukup lambat sehingga ada sebagian A yang
berhasil berdifusi melewati film fasa cair sehingga mencapai ruah fasa cair. Hal ini
menyebabkan reaksi tidak hanya terjadi di film, melainkan juga di ruah fasa cair. Maka,
harus menggunakan reaksi dengan ketiga tahanan.
1
−r ′′ A = 1 H H α pA (7)
+ A+ A
kAg kAl E kCB fi

Berikut adalah skema umum dari kasus E dan F.

Gambar 3. Skema Reaksi gas-cair yang berlangsung di film dan ruah fasa cair dengan
laju menengah, untuk kasus E (CB rendah) dan kasus F (CB tinggi).

Gambar 4. Skema untuk kasus G, di mana masih terdapat seikit tahanan film, dan
kasus H, di mana tidak ada tahanan film
Kasus G
Reaksi berlangsung di ruah fasa cair, tetapi film fasa cair masih memberikan tahanan
terhadap perpindahan spesi A menuju ruah fasa cair. Dalam hal ini, baik film fasa gas, fasa
cair dan ruah fasa cair memberikan hambatan yang ketiganya bertindak seperti hambatan
seri.
1
−r ′′ A = 1 H H α pA (8)
+ A+ A
kAg kAl kCB fi

Kasus H
Pada kasus ini, tahanan perpindahan massa sangat kecil dan dapat diabaikan, sehingga
komposisi A dan B cenderung seragam ketika berada di fasa cair. Dalam hal ini, laju reaksi
hanya di control oleh kinetika reaksi saja, sehingga persamaannya dapat di tulis seperti
berikut ini :
𝑘𝑓1 𝑘𝑓1
−𝑟𝐴′′ = 𝐻 𝑝𝐴 𝐶𝐵 = 𝐶𝐴 𝐶𝐵 (9)
𝐴𝑎 𝑎

Gambar 17.7 Jenis peralatan ntuk kontak antar fluida


Aplikasi pada persamaan design
Secara umum ada 2 jenis kontaktor : kolom (tower yang cenderung tinggi ke atas) dan
tangka. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan dan mendesign kontaktor,
yaitu :
 Pola kontak fluida
 Besaran konstanta perpindahan massa (kg dan kI)
 Laju alir
 Tahanan perpindahan massa (di film gas, film cair dan / ruah fasa cair)
 Tingkat kelarutan
Berikut ini akan dibahas proses penurunan persamaan design bagi kontaktor untuk
reaksi gas-cair :
Perpindahan Massa secara Langsung
A (gas)  A (cair)
Pada kondisi ini, digunakan kondisi operasi counter current dan kondisi tunak
pada sebuha kolom/tower. Gambar 17.8 menujukan skema operasi dari perpindahan masa
secara langsung untuk dua titik tertentu pada operasi counter current. Pada perpindahna
massa secara langsung tanpa reaksi hanya ada satu perpindahan komponen sehingga neraca
massa ditunjukan sebagai berikut :

[𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑔𝑎𝑠] = [𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑐𝑎𝑖𝑟] = −𝑟𝐴′′ 𝑑𝑆
atau
𝐹𝑔 𝜋𝑑𝑝𝐴 𝐹𝑔′ 𝑝𝐴 𝐹𝑙′ 𝐶𝐴
𝐹𝑔 𝑑𝑌𝐴 = 𝐹𝑙 𝑑𝑋𝐴 = (𝜋−𝑝 2
= 𝑑( ) = 𝑑( )
𝐴) 𝜋 𝐶𝑇
𝐹𝑔 𝑑𝑝𝐴 𝐹𝑙 𝑑𝐶𝐴
= = (17.13)
𝜋−𝑝𝐴 𝐶𝑇 −𝐶𝐴

Gambar 17.8 skema operasi perpindahan massa secara langsung pada dua titik tertentu untuk operasi
counter current

Untuk system terlarut CA <<CT dan pA << μ, sehingga 𝐹1 ≈ 𝐹1′ dan 𝐹𝑔 ≈ 𝐹𝑔′ . Dalam hal
ini, persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
𝐹𝑔 𝐹
𝑑𝜌𝐴 = 𝐶1 𝐷𝑐𝐴 = −𝑟𝐴′′ 𝑑𝑆 (17.14)
𝜋 𝑇
Pada semua titik di tower, laju pengurangan A per satuan luas permukaan kontak dapat
dinyatakan sebagai berikut :

1 𝑑𝑁𝐴
−𝑟𝐴′′ = − = 𝐾𝐴𝐺 (𝜌𝐴 − 𝜌 ∗𝐴 ) = 𝐾𝑁 (𝐶𝐴𝑖 − 𝐶 ∗𝐴 ) (17.15)
𝑆 𝑑𝑡

Dimana untuk 𝐾𝐴𝐺 dan 𝐾𝐴𝑙 berlaku persamaan berikut ini :


1 1 𝐻𝐴
= + (17.16)
𝐾𝐴𝑔 𝑘𝐴𝑔 𝑘𝐴𝑙
1 1 𝐻𝐴
= + (17.17)
𝐾𝐴𝑙 𝐻𝐴 𝑘𝐴𝑔 𝑘𝐴𝑙
Keterangan :
𝜌 ∗𝐴 = Tekanan spesi A pada kondisi kesetimbangan dengan fasa cair dari spesi A
(𝜌 ∗𝐴 = 𝐻𝐴 𝐶𝐴 )
𝐶 ∗𝐴 = Konsentrasi spesi A pada kondisi kesetimbangan dengan fasa cair dari spesi A
𝜌
(𝐶 ∗𝐴 = 𝐻𝐴 )
𝐴

Menentukan luas permukaan kontaktor yang diperlukan adalah sebagai berikut :


𝐹𝑔 𝑝𝐴2 𝑑𝑝𝐴 𝐹1 𝑐𝐴2 𝑑𝐶𝐴
𝑆= ∫𝑃𝐴1 = ∫𝐶𝐴1 (−𝑟 ′′)
𝜋 (−𝑟𝐴′′ ) 𝐶𝑇 𝐴
𝐹𝑔 𝑝𝐴2 𝑑𝑝𝐴 𝐹1 𝑐𝐴2 𝑑𝐶𝐴
= ∫𝑃𝐴1
= ∫𝐶𝐴1
(17.18)
𝜋𝐾𝐴𝑔 (𝜌𝐴 −𝜌∗𝐴 ) 𝐶𝑇 𝐾𝐴𝑙 𝐶∗𝐴 −𝐶𝐴 )
Lebih lanjut, volume atau tinggi kolom yang harus digunakan dapat dihitung dengan
rumus :
𝑆 = 𝑉𝑟 𝑎 = ℎ𝐴𝑝 𝑎
Keterangan :
h = tinggi tower
AP = Luas penampang tower

Gambar 17.9 skema operasi reaksi gas-cair anatara spesi A (gas) dengan spesi B (cair) pada sebuah tower
dengan operasi counter current

Perpindahan Massa secara Langsung dengan Reaksi


A (g  l) + Bb (l)  produk (l)
Untuk kasus ini diasumsikan bahwa laju reaksi yang terjadi cukup cepat
sehingga tidak ada spesi A yang tidak bereaksi berhasil memasuki ruah fasa cair, sehingga
reaksi hanya terjadi di film fasa cair. Dengan kata lain, besaran modulus Hatta
diasumsikan tidak jauh lebih kecil dari satu.
Neraca massa untuk spesi A dan B diperoleh dengan mempertimbangkan bahwa
reaktan A terdapat pada fasa gas dan B terdapat pada fasa cair serta A yang memasuki film
fasa cair habis oleh karena reaksi yang terjadi, sehingga persamaannya :

1
[𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑔𝑎𝑠] = [𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑓𝑎𝑠𝑎 𝑐𝑎𝑖𝑟]
𝑏
= [𝐴 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖]
atau
𝐹1 𝑑𝑋𝐵 𝑝 𝐹1 𝐶
𝐹𝑔 𝑑𝑌𝐴 = − = 𝐹𝑔 𝑑 ( 𝐴 ) = − 𝑑 ( 𝐵)
𝑏 𝑝𝑢 𝑏 𝐶𝑈
𝐹′𝑔 𝑝𝐴 1 𝐹′𝑙 𝐶
= 𝑑 ( 𝜋 ) = − 𝑏 𝑑 ( 𝐶 𝐵) (17.20)
𝑟

Untuk kasus aliran counter current, variable Fg digantikan oleh - Fg


Komposisi pada semua titik di tower ditentukan oleh kondisi akhir dengan
mengintegrasikan persamaan (17.20) :

𝐹𝑙 (𝑋𝐵 −𝑋𝐵𝑙 ) 𝑝𝐴 𝑝𝐴1 𝐹 𝐶 𝐶


𝐹𝑔 (𝑌𝐴 − 𝑌𝑙 ) = −
𝑏
= 𝐹𝑔 (
𝑃𝑢

𝑃𝑢1
) = − 𝑏1 𝑑 (𝐶𝐵 − 𝐶𝐵1) (17.21)
𝑢 𝑢1

Persamaan laju reaksi per unit luas permukaan ialah :


𝐹1 𝑑𝑋𝐵
𝐹𝑔 𝑑𝑌𝐴 = − = (−𝑟𝐴′′ )𝑑𝑆 (17.22)
𝑏
Untuk system yang encer berlaku 𝑃𝑢 ≅ 𝜋 dan 𝐶𝑢 ≅ 𝐶𝑇 , sehingga persamaannya adalah :
𝐹𝑔 𝐹1
𝑑𝑝𝐴 = − 𝑑𝐶𝐵 = (−𝑟𝐴′′ )𝑑𝑆 (17.22)
𝜋 𝑏𝐶𝑟

Untuk mendapatkan nilai S, dapat digunakan metode integrasi secara grafis dengan
langkah berikut:
 Mengambil beberapa nilai 𝑝𝐴 (biasanya bagian awal, akhir dan pertengahan reactor), dan
untuk setiap nilai 𝑝𝐴 ditentukan nilai 𝐶𝐵 menggunakan neraca massa
 Mengevaluasi nilai laju reaksi pada setiap titik dengan persamaan:
1
−𝑟"𝐴 = 𝑝
1 𝐻𝐴 𝐻 𝑎 𝐴
+ + 𝐴
𝑘𝐴𝑔 𝑘𝐴𝑙 𝐸 𝑘𝐶𝐵 𝑓𝑙
 Melakukan integrasi secar grafis untuk (1⁄−𝑟" ) vs 𝑝𝐴 , dimana luas area di bawah kurva
𝐴
merupakan besaran (𝑆𝜋⁄𝐹𝑔 )
Berikut merupakan contoh soal untuk menghitung tinggi kolom pada absorpsi langsung
(straight absorption):
Konsentrasi pengotor A dalam udara (π=1 bar=105 Pa) akan dikurangi dari 0,1% (100 Pa) menjadi
0,02% (20 Pa) dengan metode absorpsi dalam air murni. Tentukan ketinggian tower untuk
menjalankan operasi tersebut!

Jawaban:
 Untuk packing yang digunakan, besar koefisien perpindahan massa adalah:
𝑘𝐴𝑔 𝑎 = 32.000 𝑚𝑜𝑙 ⁄ℎ𝑟. 𝑚3 . 𝑎𝑡𝑚
𝑘𝐴𝑙 𝑎 = 0,1/ℎ𝑟
 Kelarutan A dalam air murni dinyatakan dalam koefisien Henry berikut:
𝐻𝐴 = 12,5 𝑃𝑎. 𝑚3 ⁄𝑚𝑜𝑙
 Laju alir fasa cair dan gas per satuan luas penampang tower:
𝐹𝑙 𝐹′𝑙
≈ = 7 × 105 𝑚𝑜𝑙 ⁄ℎ𝑟. 𝑚2
𝐴𝑝 𝐴𝑝
𝐹𝑔 𝐹 ′𝑔
≈ = 105 𝑚𝑜𝑙 ⁄ℎ𝑟. 𝑚2
𝐴𝑝 𝐴𝑝
 Densitas molar liquid pada semua kondisi adalah:
𝐶𝑇 = 56.000 𝑚𝑜𝑙 ⁄𝑚3
 Neraca massa dinyatakan oleh persamaan berikut:
(𝐹𝑙 ⁄𝐴𝑝 ) 𝜋
𝑝𝐴 − 𝑝𝐴𝑙 = (𝐶 − 𝐶𝐴𝑙 )
(𝐹𝑔 ⁄𝐴𝑝 ) 𝐶𝑇 𝐴
Memasukkan beberapa nilai variabel yang diketahui menjadi:
7 × 105 105
𝑝𝐴 − 20 = (𝐶 − 0)
105 56.000 𝐴
0,08 𝑝𝐴 − 1,6 = 𝐶𝐴
 Konsentrasi A di fasa cair saat meninggalkan kolom:
𝐶𝐴2 = 0,08(100) − 1,6 = 6,4 𝑚𝑜𝑙 ⁄𝑚3
 Tekanan pastial A pada kesetimbangan, 𝑃*A dan overall driving force (Δp) untuk absorpsi
fisik dapat dilihat pada tabel C.17.1.1 pada halaman 468. Dari tabel diketahui nilai Δp
konstan sepanjang tower, yaitu 20 Pa.
 Koefisien perpidahan massa keseluruhan untuk spesi A pada fasa gas:
1 1 𝐻𝐴
= +
𝐾𝐴𝑔 𝑎 𝐾𝐴𝑔 𝑎 𝑘𝐴𝑙 𝑎
1 1 12,5
= + = 128,125
𝐾𝐴𝑔 𝑎 0,32 0,1
1
𝐾𝐴𝑔 𝑎 = = 0,0078 𝑚𝑜𝑙 ⁄ℎ𝑟. 𝑚3 . 𝑃𝑎
128,125
 Mengukur tinggi tower (h):
𝑆 (𝐹𝑔 ⁄𝐴𝑃 ) 𝑝𝐴2 𝑑𝑝𝐴
ℎ= = ∫
𝑎𝐴𝑃 𝜋𝐾𝐴𝑔 𝑎 𝑝𝐴1 𝑝𝐴 − 𝑝∗𝐴
100
105 𝑑𝑝𝐴
= ∫ ≈ 513 𝑚
105 × 0,0078 20 20

2. Reaktor Gas-Solid
Reaktor gas-solid merupakan reactor tempat terjadinya reaksi yang melibatkan 2 fasa, yaitu
gas dan solid. Reaksi yang terjadi pada reaktor gas-solid terbagi menjadi dua, yaitu reaksi katalitik
dan reaksi nonkatalitik. Pada reaksi katalitik fasa solid hanya berlaku sebagai katalis yang
memfasilitasi jalannya reaksi yang melibatkan fasa gas, sebaliknya pada reaksi non katalitik fasa
solid bereaksi bersama dengan fasa gas untuk menghasilkan suatu produk, seperti reaksi berikut:

A (gas) + B (solid)  Produk (solid, atau gas, atau solid dan gas)
Beberapa contoh reaksi gas-solid nonkatalitik yang digunakan dalam bidang industri yaitu:
pembakaran atau oksidasi batuan sulfide untuk menghasilkan logam oksida, produksi logam yang
dilakukan dengan mereduksi oksida dari logam tersebut, reaksi nitrogenasi kalsium karbida (CaC2)
untuk memproduksi cyanamida (CaCN2), dan manufaktur karbon disulfide dengan merekasikan
karbon dan sulfur. Pada bidang teknik kimia, reaksi katalitik cenderung lebih sering dijumpai
dibandingkan dengan reaksi nonkatalitik untuk reactor gas-solid.
Jenis reactor yang digunakan untuk menjalankan reaksi gas-solid yaitu: reactor dengan
katalis diam (fixed bed, moving bed), reactor dengan katalis tersuspensi dalam fluida dan bergerak
secara terus-menerus (fluidized bed). Reaktor tersebut digunakan untuk memfasilitasi pertemuan
antara katalis solid dan reaktan gas. Reaktor moving bed adalah reactor intermediet yang
menggabungkan kelebihan dan kekurangan reactor fixed bed dan fluidized bed.
1. Dari pembentukan aliran plug dan dengan beberapa fenoma bypassing yang signifikan,
fenomena ini tentunya cukup menyulitkan ditinjau dari aspek skema kontak yang efektif,
sehingga katalis yang dibutuhkan cenderung sangat banyak untuk mencapai konversi gas
yang tinggi. Selain itu, jumlah intermediet yang terbentuk sepanjang reaksi seri cenderung
rendah. Dalam hal ini, untuk suatu reaksi katalis tertentu yang membutuhkan skema kontak
yang efisien, adalah lebih tepat untuk menggunakan reactor fixed bed.
2. Salah satu kelemahan utama reactor fixed bed adalah lemahnya kontrol terhadap perubahan
suhu, secara khusus pada skala besar, karena redahnya konduktivitas panas untuk system
tersebut. Hal ini menyebabkan terbentuknya titik-titik panas atau bidang panas yang
bergerak, secara khusus untuk reaksi yang sangat eksotermis, di mana keduanya dapat
merusak katalis. Sebaliknya, pencampuran solid yang sangat cepat pada reaksi fluidized
bed memungkinkan kontrol yang stabil terhadap suhu, sehingga mudah untuk
menghasilkan operasi isothermal pada reaksi katalisis. Kesimpulannya, untuk operasi di
mana suhu diharapkan tidak terlalu berubah, karena keberadaan spesi (yang terlibat dalam
reaksi) yang bersifat eksplosif atau berdasarkan pertimbangan distribusi produk, reaktor
fluidized bed dapat menjadi pilihan.
3. Reaktor fixed bed tidak dapat menggunkan ukuran katalis yang sangat kecil, karena
fenomena plugging dan pressure drop yang tinggi, sedangkan reaktor fluidized bed
cenderung fleksibel dalam hal ini. Oleh karena itu, untuk reaksi yang sangat cepat di mana
difusi pada pori katalis dan lapisan film dapat memengaruhi laju reaksi, reaktor fluidized
bed dengan reaktor kontas gas-solid yang tak beraturan dan katalis yang berukuran kecil
akan memungkinkan penggunaan katalis yang lebih efektif.
4. Apabila katalis harus dapat diregenerasukan secara berkala oleh karena fenomena
deaktivasi yang berlangsung cepat, maka solid terfluidasi (yang seolah-olah membentuk
fasa liquid) akan cenderung lebih mudah untuk dipindahkan keluar reaktor. Hal ini
merupakan kelebihan yang sangat mendasar dari reaktor fluidized bed dibandingkan
dengan reaktor fixed bed, untuk jenis katalis seperti diatas.

3. ReaktorFixed Bed
Dalam bentuknya yang paling dasar, reaktor fixed bed terdiri dari sebuah selongsong silinder
berisi sejumlah pelet katalis. Nama lain dari reaktor ini adalah reaktor packed bed. Pada reaktor
ini, reaktan gas dialirkan melewati kolom katalis dan kemudian bereaksi dan berubah menjadi
spesi produk tertentu. Reaktor fixed bed merupakan reaktor yang sangat digunakan dalam berbagai
proses industri, seperti pada produk asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3). Katalis yang
digunakan pada sebuah fixed bed secara umum akan diatur sedemikian rupa menurut salah satu
dari konfigurasi berikut:
1. Sebuah kolom besar (Gambar 17.11 (a)).
2. Sejumlah kolom horizontal yang dipisahkan dengan sejumlah tray vertical untuk
memisahkan kolom-kolom tersebut (Gambar 17.11 (b)).
3. Sejumlah kolom katalis yang dipasang terpisah pada sebuah reaktor besar (Gambar 17.11
(c).
4. Sejumlah kolom terpisah dengan reaktor masing-masing.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan sejumlah kolom katalis biasanya dilakukan
untuk memfasilitasi sebuah kontol terhadap suhu yang baik. Salah satu alasan lain penggunaan
sejumlah kolom untuk satu kasus reaktor katalisis berhubungan dengan fenomena pressure drop
dan untuk memfasilitasi distribusi fluida yang cukup melewati kolom katalis.
Salah satu kelemahan terbesar dari operasi reaktor fixed bed adalah sulitnya proses regenerasi
atau pergantian katalis. Apabila lau deaktivasi katalis cenderung sangat cepat, biaya yang
diperlukan untuk proses regenerasi atau pergantian akan menjadi sangat besar dan tentu sangat
tidak diharapkan dari sudut pandang komersial. Metode regenerasi in-situ menjadi salah satu
pilihan untuk menanganti permasalahn tersebut. Namun demikian, apabila pada suatu proses
industri diperlukan suatu operasi kontinu terjaga dengan baik, maka penggunaan metode ini hanya
bias dilakukan apabila terdapat dua atau tiga reaktor lainnya yang dapat berfungsi secara pararel,
yang tentunya akan memakan biaya. Dalam hal ini, sebuah reaktor fixed bed lebih cocok untuk
proses reaksi katalisis yang menggunakan katalis dengan periode penggunaan yang relatif Panjang.
Salah satu tekik yang dapat digunakan untuk memperpanjang waktu penggunaan katalis adalah
dengan menggunakan kolom katalis yang lebih panjang dari yang dibutuhkan untuk mencapai
konversi tertentu. Pada awalnya, reaksi akan berlangsung pada bagian awal katalis hingga
mencapai tingkat konversi yang diinginkan. Setelah aktivitas katalis menurun, bagian kolom
katalis yang diperlukan untuk mencapai hasil yang sama akan terus bertambah, hingga katalis
hamper semuanya terdeaktivasi sehingga tidak cukup untuk mencapai tingkat konversi yang
diharapkan. Namun demikian, metode seperti ini hanya dapat digunakan untuk beberapa reaksi
tertentu seperti reaksi sintesis ammonia.
Untuk mendesain reaktor fixed bed, diperlukan informasi mengenai mpersamaan kinetika
reaksi untuk menentukan komposisi dari setiap aliran yang terlibat dalam proses reaksi dengan
parameter tertentu. Dalam hal ini, desain reaktor dapat ditinjau menggunakan berbagai model
matematika modern. Pada kasus industri yang sebenarnya, akan menjadi sangat sulit untuk
mendapatkan sebuah bentuk akhir yang cukup sederhana untuk berbagai kondisi operasi, kecuali
untuk kondisi operasi isothermal. Akan tetapi, berbagai teknik numerik dapat digunakan untuk
memprediksi komposisi aliran pada reaktor dengan menggunakan berbagai model. Berikut akan
dibahas terlebih dahulu persamaan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap reaktor fixed bed dibawah
berbagai batasan perpindahan energi, dan kemudian akan didiskusikan mengenai model-model
yang paling sederhana dari karakter reaktor terkait. Hal di atas hanya akan terbatasi pada kondisi
operasi pseudo steady state (contohnya adalah aktivitas katalis yang diasumsikan konstan selama
proses reaksi berlangsung atau selama reaktan gas masih berada dalam reaktor).
Secar umu, terdapat berbagai model reaktor fixed bed. Yang pertama didasarkan pada berbagai
koordinat special reaktor yang ikut dilibatkan pada persamaan desain reaktor. Dalam hal ini, untuk
metode satu dimensi, variasi komposisi dan suhu sepanjang reaktor terjadi sepanjang selongsong
reaktor, sedangkan untuk model dua dimensi variasi dari hal-hal diatas dapat ditemukan pada arah
radial. Model yang kedua dikembangkan dengan memvisualisasikan reaksi yang terdistribusi
sepanjang kolom katalis. Dalam hal ini, model ini dapat bersifat antara pseudo homogeneus atau
pseudo heterogenous. Untuk model pseudo homogeneous, reaksi dianggap berlangsung sepanjang
volume reaktor, bukan terlokalisasi pada permukaan katalis. Dalam hal ini, persamaan laju untuk
model tersebut didapatkan dengan membagi laju pembentukkan produk dari reaksi keseluruhan
per satuan massa katalis dengan densitas bulk dari katalis. Berkaitan dengan desain reaktor fasa
homogen, (biasanya per satuan volume reaktor). Dengan demikian, persamaan desai yang
sebelumnya telag dikembangkan untuk reaktor homogen dapat juga dikembangkan untuk
memperkirakan kinerja reaktor fixed bed. Model pseudo homogeneous dua dimensi dapat juga
dikembangkan apabila terdapat dispersi radial massa dan energi dari reaktor.
Model heterogen dari raktor fixed bed mempertimbangkan keberadaan katalis solid dengan
menggunakan persamaan neraca massa dan energi untuk kedua fasa (gas dan solid). Beberapa tipe
model heterogen dapat dikembangkan tergantung pada tingkat komplikasi yang diharapkan.
Model yang paling dasar hanya mempertimbangkan aliran dalam bentuk plug, tetapi membedakan
fenomena yang terjadi pada fasa bulk dari gas dan dengan yang terjadi pada permukaan luar katalis.
Model tersebut juga dapat dikembangkan dengan meninjau gradien intraparticle dan variasi pada
arah radial dari karakter system. Namun demikian, penggunaan model heterogen dapat dielakkan
dengan mempertimbangkan model pseude homogeneous yang cenderung lebih simple.
Model ini mengasumsikan bahwa fasa gas pada volume terntentu yang berinteraksi dengan
sebuah atau sejumlah pelet katalis dapat dikarakterisasi dengan besaran suhu bulk, tekanan dan
komposisi spesi yang mana hal-hal tersebut cenderung berubah-ubah sepanjang reaktor. Secara
umum, model pseudo homogeneous ini membutuhkan persamaan laju reaksi total yang turut
memperhitungkan limitasi oleh perpindahan massa dan energi (kedua hal ini dapat diabaikan
dengan menggunakan prinsip daerah kinetika pada Bab 10). Persamaan tersebut bersamaan dengan
beberapa kondisi batas dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai persamaan diferensial
untuk neraca, massa dan energi, sehingga menghasilkan suatu persamaan yang menghubungkan
antar kondisi aliran masuk dan keluar reaktor (komposisi dan suhu) dengan volume reaktor yang
dibutuhkan. Biasanya, persamaan-persamaan diferensial tersebut perlu diubah menjadi bentuk
tertentu yang dapat diselesaikan menggunakan metode numeris. Model satu atau dua dimensi dapat
digunakan tergantung pada derajat kecanggihan yang diharapkan, tingkat pendekatan yang
dibutuhkan, dan batasan waktu serta biaya yang tersedia.
Model satu dimensi lebih banyak digunakan untuk tahapan perhitungan desain awal, karena
hasilnya dapat mendekati dengan standar yang diinginkan dan dapat menetukan efek yang
dihasilkan dengan perubahan terhadap parameter desain dan kondisi operasi. Tetapi model dua
dimensi yang memiliki model yang lebih kompleks sehingga dapat menggambarkan infomasi
profil suhu radial di sepanjang kolom katalis. Informasi ini penting untuk diketahui untuk
mengevaluasi potensi terjadinya perubahan terhadap kondisi reaktor yang tidak terprediksi,
masalah deaktivasi katalis, dan pengaruh selektivitas yang signifikan.
Persamaan neraca massa umum untuk spesi A pada model pseudo homogeneous adalah
sebagai berikut.
𝜕 2 𝐶𝐴 𝜕 2 𝐶𝐴 1 𝜕𝐶𝐴 𝜕(𝐶𝐴 𝑢𝑧 ) 𝜕𝐶𝐴
𝐷𝐿 2
+ 𝐷 𝑧 ( 2
+ ) − + 𝑟𝐴 = (17.26)
𝜕𝑧 𝜕𝑅 𝑅 𝜕𝑅 𝜕𝑧 𝜕𝑡
dengan: DL: parameter dispersi material pada arah aksial
DR: parameter dispersi material pada arah radial
uz: kecepatan superfisial pada arah aksial
Pada keadaan steady, tidak terjadi perubahan konsentrasi spesi A sepanjang waktu proses, maka
persamaannya menjadi
𝜕 2 𝐶𝐴 𝜕 2 𝐶𝐴 1 𝜕𝐶𝐴 𝜕(𝐶𝐴 𝑢𝑧 )
𝐷𝐿 2
+ 𝐷𝑧 ( 2
+ )− + 𝑟𝐴 = 0 (17.27)
𝜕𝑧 𝜕𝑅 𝑅 𝜕𝑅 𝜕𝑧
Untuk keadaan nonistermal, diperlukan persamaan neraca energi sebagai berikut
𝜕 2𝑇 𝜕 2 𝑇 1 𝜕𝑇 𝜕(𝜌𝑢𝑧 𝐶𝑝 𝑇) 𝑟𝐴
𝜅𝐿 2 + 𝜅𝑅 ( 2 + )− − (∆𝐻) = 0 (17.28)
𝜕𝑧 𝜕𝑅 𝑅 𝜕𝑅 𝜕𝑧 𝜈𝐴
dengan: 𝜅𝐿 : kondutivitas termal pada arah aksial
𝜅𝑅 : kondutivitas termal pada arah radial
𝜈𝐴 : koefisien stoikiometris untuk spesi A
Model Satu Dimensi (1D)
Asumsi:
 Konsentrasi spesi-spesi yang terlibat dalam reaksi hanya berubah sepanjang arah aksial
 Suhu fluida hanya berubah sepanjang arah aksial
Kelebihan dari model 1D adalah kemudahan untuk mendapatkan estimasi ukuran reaktor
yang dibutuhkan untuk mencapai konversi yang diinginkan dan memiliki kemampuan untuk
menguji pengaruh dari berbagai variabel desain pada perilaku reaktor. Sedangkan kekurangannya
adalah tidak mampu untuk menjelaskan mengenai kemungkinan terjadinya suhu yang sangat tinggi
pada bagian tengah selongsong reaktor. Suhu yang terlalutinggi tersebut tidak diharapkan untuk
terjadi, dimana hal ini terkait dengan stabilitas reakto, selektivitas proses, dan deaktivasi katalis.
Untuk keadaan steady, persamaan umum neraca material dapat diturunkan dari persamaan
(17.27) dan menghilangkan suku yang melibatkan besaran terhadap arah radial, sehigga terbentuk
persamaan
𝜕 2 𝐶𝐴 𝜕(𝐶𝐴 𝑢𝑧 )
𝐷𝐿 − + 𝑟𝐴 = 0 (17.29)
𝜕𝑧 2 𝜕𝑧
Penyederhanaan dapat dilakukan kembali apabila dispersi material pada arah aksial dapat
diabaikan, sehingga
𝜕(𝐶𝐴 𝑢𝑧 )
− 𝑟𝐴 = 0 (17.30)
𝜕𝑧
Mengingat bahwa
𝜋𝐷𝑇 2
𝐹𝐴 = 𝐶𝐴 𝑢𝑧 (17.31)
4
dan
𝜋𝐷𝑇 2
𝑉𝑅 = 𝑧 (17.32)
4
dengan DT: Diameter selongsong reaktor
VR: Volume reaktor
z: panjang reaktor secara keseluruhan
Persamaan (17.30) dapat dimodifikasi menjadi
𝑑𝐹𝐴
− 𝑟𝐴 = 0 (17.33)
𝑑𝑉𝑅
Karena dFA = -FA0dXA, maka persamaan diatas menjadi
𝑋𝐴
𝑉𝑅 𝑋𝐴
=∫ (17.34)
𝐹𝐴0 0 −𝑟𝐴
Persamaan di atas adalah persamaan umum untuk menentukan volume reaktor yang
dibutuhkan untuk mencapai konversi tertentu. Untuk persamaan yang lebih lanjut, dengan
mengalihkan kedua ruas dengan densitas bulk dari katalis (𝜌𝐵 ), sehingga didapatkan persamaan
𝑋𝐴 𝑋𝐴
𝜌𝐵 𝑉𝑅 𝑊 𝜌𝐵 𝑋𝐴 𝑋𝐴
= =∫ =∫ (17.35)
𝐹𝐴0 𝐹𝐴0 0 −𝑟𝐴 0 −𝑟′𝐴
dengan: W = berat katalis di dalam reaktor
-r’A = laju pengurangan A per massa katalis (mol A/g-kat.s)
Berbeda dengan neraca massa, neraca energi keseluruhan untuk model 11 dimensi dari
reaktor packed bed tidak dapat diperlakukan dengan cara yang serupa. Hal ini dikarenakan, suku
yang merepresentikan perpindahan energi pada arah radial juga melibatkan perpindahan panas
melewati dinding reaktor yang perlu diperhitungkan. Neraca energi untuk sepanjang raktor
diferensial (∆r), besarnya perpindahan panas direpresentasikan sebagai
ℎ𝑤 𝜋𝐷𝑇 (𝑇 − 𝑇𝑤 )Δ𝑧 (17.36)
dengan: hw: koefisien transfer panas (biasanya didapatkan melalui persamaan empiris)
Tw: suhu lokal dinding reaktor
Dalam hal ini, persamaan (17.28), dapat dikembangkan menjadi:
𝜕 2 𝑇 𝜕(𝜌𝑢𝑧 𝐶𝑝 𝑇) 4 𝑟𝐴
𝜅𝐿 2 − − ℎ𝑤 (𝑇 − 𝑇𝑤 )(∆𝐻) = 0 (17.37)
𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝐷𝑇 𝜈𝐴
Lebih lanjut, persamaan diatas dapat ditulis ulang menggunakan variabel kecepatan massa
superfisial, G yang relatif konstan sepanjang reaktor:
𝜕 2𝑇 𝜕(𝐶𝑝 𝑇) 4 𝑟𝐴
𝜅𝐿 2 − 𝐺 − ℎ𝑤 (𝑇 − 𝑇𝑤 ) − (∆𝐻) = 0 (17.38)
𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝐷𝑇 𝜈𝐴
Dalam hal ini, besarnya perpindahan panas secara konduksi pada arah aksial relatif lebih kecil
dibandingkan dengan perpindahna entalpi secara konvektif, sehingga persamaan (17.38) menjadi
𝜕(𝐶𝑝 𝑇) 4 𝑟𝐴
𝐺 − ℎ𝑤 (𝑇 − 𝑇𝑤 ) = (−∆𝐻) (17.39)
𝜕𝑧 𝐷𝑇 𝜈𝐴
Persamaan (17.29) dan (17.39) merupakan persamaan yang paling sederhana untuk model
matematis satu dimensi dan reator selongong fixed bed. Persamaan-persamaan tersebut
mengabaikan dispersi longitudinal baik materi maupun energi. Secara esensial, kedua persamaan
tersebut ekivalen dengan mosel aliran plug untuk reaktor homogen. Lebih lanjut, persamaan-
persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi
𝜕(𝐶𝑝 𝑇) 𝑟𝐴
𝐺 = (−∆𝐻) (17.40)
𝜕𝑧 𝜈𝐴
Berikut adalah kondisi-kondisi batas yang harus dipenuhi dalam penyelesaian matematis dari
model 1D adalah
 𝐶𝐴 = 𝐶𝐴0 pada z = 0 untuk semua R
 𝑇 = 𝑇0 pada z = 0 untuk semua R
𝜕𝐶𝐴
 = 0 pada R = 0 untuk semua z
𝜕𝑅

4. Reaktor Moving Bed


Pada reactor jenis ini, fasa gas dilewatkan pada sebuah kolom katalis, di mana katalis
dialirkan masuk dari atas kolom, yang akan turun ke bawah (oleh karena gravitasi) yang
diharapkan membentuk aliran plug, dan kemudian dikeluarkan melalui bagian bawah reactor.
Katalis pellet yang ke luar dari reactor, kemudian dipindahkan secara continue menuju bagian atas
reactor menggunakan peralatan eksternal baik menggunakan pompa solid atau alat mekanik.
Selama proses reaksi berjalan, perlu digunakan sebuah katub (valve) khusus yang dapat digunakan
untuk mengkontrol aliran fasa solid (katalis) dan mempertahankan ketinggian fasa solid pada
tingkat tertentu.
Selain itu, perlu juga diperhatikan supaya desain reactor dibuat agar fenomena perlu juga
diperhatikan supaya desain reactor dibuat agar fenomena bypassing dari kolom katalis oleh fasa
gas tidak terjadi dan supaya terjadi distribusi fasa solid yang merata pada setiap ketinggian tertentu.
Hal inilah yang menyebabkan reactor jenis ini kurang digemari dibandingkan dengan jenis reactor
lainnya, karena cukup merepotkan untuk menghasilkan suatu operasi yang berjalan baik.
Apabila katalis bertahan lama, reactor fixed bed cenderung menjadi pilihan dibandingkan
dengan reactor moving bed. Pada ekstrem sebaliknya, di mana katalis sangat cepat rusak, yang
mana katalis harus diregenerasi dalam kurun waktu hanya beberapa menit saja, reaktor moving
bed (dan reactor fluidized bed) juga sulit untuk diimplementasikan.
Kelemahan utama dari reactor moving bed adalah dalam memfasilitasi perpindahan panas
pada unit reactor atau alat regenerator. Kelemahan ini menyebabkan kesulitan dalam mengontrol
suhu katalis, secara khusus apabila diperlukan upaya pencegahan terhadap deaktivasi katalis akibat
suhu tinggi.
Katalis pada operasi moving bed biasanya memegang peran penting sebagai media
pembawa panas. Energy yang dilepaskan pada proses regenerasi katalis (yang biasanya eksotermis)
dapat digunakan kembali pada reaksi katalik (yang endotermik), sehingga bisa dilakukan
penghematan terhadap biaya energy. Beberapa asumsi yang biasanya diambil pada desain reactor
moving bed adalah:
 Fase gas dan solid membentuk aliran plug
 Tidak terjadi perpindahan massa secara radial
 Partikel mempunyai suhu yang sama dan kapasitas panas konstan

5. Reaktor Fluidized Bed


Pada reaktor ini, fluidisasi terjadi ketika fasa gas bergerak ke atas melewati katalis dengan
kecepatan tertentu yang cukup untuk mengangkat partikel katalis, namun tidak cukup besar hingga
terbawa oleh fasa gas ke luar reaktor. Dalam hal ini, partikel katalis bergerak secara konstan pada
daerah tertentu, dimana terjadi pengadukan yang cukup baik pada arah radial maupun longitudinal
dari kolom katalis. Partikel katalis yang digunakan pada reaktor ini umumnya berukuran kecil,
yaitu 10-300 µm. Distribusi ukuran partikel yang tepat merupakan hal yang penting untuk
menghasilkan fluidisasi yang optimum. Penggunaan kolom besar (rasio antara tinggi terhadap
diameter sebesar 2:1 atau lebih) dengan partikel katalis berukuran sama menyebabkan tingkat
fluidisasi yang buruk karena fenomena bumping, slugging dan spouting. Tetapi, kualitas fluidisasi
dapat ditingkatkan secara berkala dengan menambahkan sejumlah partikel yang masih baik.
Sistem reaktor berukuran besar diperlukan untuk mengakomodasi peralatan perpindahan panas,
separator dengan sistem cyclone dan alat-alat internal lainnya.
Keuntungan dari reaktor ini yaitu, dapat membuat dan mempertahankan suhu yang uniform
di sepanjang kolom katalis. Hal ini diakibatkan oleh aliran fluida yang turbulen di sepanjang kolom,
tingginya kapasitas panas dari partikel katalis dan besarnya luas kontak untuk proses perpindahan
panas antara fasa gas dan solid. Kontrol yang baik terhadap suhu akan meningkatkan selektivitas
reaktor dan memungkinkan operasi pada skala yang besar. Kelebihan lain dari reaktor ini yaitu,
mudahnya proses regenerasi katalis yang dapat menyebabkan efisiensi sistem reaksi meningkat
secara signifikan, secara khusus dalam tingkat keekonomisannya. Selain itu, sirkulasi antara unit
reaktor dengan unit regenerator memungkinkan perpindahan energi dalam jumlah besar antara
kedua unit yang sangat berguna terutama pada reaksi-reaksi katalitik untuk proses perengkahan
dimana reaksi regenerasi yang eksotermik dapat digunakan untuk menyediakan energi yang
dibutuhkan pada reaksi perengkahan yang endotermik. Kelebihan lain dari operasi ini adalah
tingkat kontak antarfasa gas dan solid yang sangat efisien relatif terhadap jenis operasi yang lain
karena ukuran katalis terfluidisasi yang relatif kecil, sehingga dapat menghindari limitasi
perpindahan massa terhadap reaksi pada sistem.
Kelemahan dari reaktor ini yaitu, tidak dapat digunakan untuk katalis yang kaku atau
cenderung mengalami aglomerasi. Selain itu, sangat mungkin terjadi erosi dan kerusakan katalis,
atau bahkan hingga keluarnya katalis dari reaktor akibat kontak oleh aliran fasa gas yang cepat.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan sistem pengumpulan padat, termasuk separator cyclone dan alat
presipitasi elektrostatik untuk meminimalisir tingkat pengurangan katalis dan kontaminasi
terhadap lingkungan. Kelemahan lain dari reaktor ini yaitu, besarnya pressure drop yang dapat
terjadi hingga meningkatkan biaya operasi. Selain itu, reaktor ini sulit untuk menghasilkan aliran
plug dan sering mengalami fenomena bypassing yang dapat menyebabkan kontak yang tidak
efektif dan efisien. Hal ini diatasi dengan menggunakan sejunlah kolom katalis dalam rangkaian
seri atau penggunaan prinsip staging internal.
Dalam melakukan desain reaktor ini, sulit untuk mengembangkan suatu model sistematis
yang menggambarkan interaksi antara fenomena reaksi kimia dengan berbagai peristiwa
perpindahan yang terjadi di dalam reaktor karena banyaknya permasalahan analitis. Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan dalam mendesain reaktor jenis ini yaitu, kemungkinan terjadinya limitasi
oleh perpindahan massa dan panas baik internal maupun eksternal, kompleksitas proses kontak
antarfasa gas dan solid, serta bagaimana kedua fasa terdistribusi di sepanjang reaktor. Dalam
reaktor ini, gelembung-gelembung gas atau daerah dengan kepadatan partikel yang rendah
terbentuk dalam laju yang tak terprediksi dan dapat mempengaruhi tingkat konversi yang dapat
dicapai oleh reaktor. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penanganan dengan menggunakan alat
tertentu untuk membatasi ukuran gelembung, sehingga permasalahan seperti slugging, kontak
yang tidak efektif, dan vibrasi mekanis dapat dihindari.
Faktor-faktor di atas menyebabkan sulitnya pengembangan model analitis dalam men-
definisikan kinerja sistem tersebut sehingga scale up reaktor dari skala laboratorium ke skala
industry yang melibatkan penggunaan baffle, penukar panas (heat exchanger) dan alat internal
lainnya menjadi relatif sangat sulit. Untuk skala industri, desain reakor ini lebih banyak didominasi
oleh korelasi empiris dan pengalaman-pengalaman desain pada alat serupa di sistem lainnya,
terutama peralatan yang terkait dengan distribusi fasa gas, yang mempunyai pengaruh besar
terhadap pola resirkulasi fasa solid dan peristiwa channeling yang mungkin terjadi di sepanjang
kolom katalis.
Kondisi pada reaktor ini terlalu rumit untuk dimodelkan seperti reaktor plug flow atau CSTR,
walaupun mungkin salah satu model ideal dapat digunakan untuk merepresentasikan karakter dari
reaktor fluidized bed, seperti model CSTR bertahap. Karakter dari sistem dapat dianalisis sebagai
aliran plug termodifikasi oleh dispersi pada arah longitudinal, yang mana dapat dijelaskan meng-
gunakan model pseudo-homogeneous. Namun, tidak ada satupun model yang dapat menjelaskan
fenomena yang terjadi pada fluidized bed secara sempurna. Desain reaktor ini lebih banyak
didominasi oleh prosedur-prosedur empiris, secara khusus terkait distributor gas dan konstruksi
bagian dalam reaktor, karena pembentukan gas yang menyebabkan distribusi tidak merata dari
partikel katalis di dalam reaktor, sehingga konversi yang dihasilkan cenderung sulit diprediksi.
Berikut pemodelan untuk reaktor fluidized bed pada kondisi yang paling sederhana. Gambar
17.12 menunjukkan skema dari reaktor fluidized bed dengan beberapa notasi yang berkaitan. Dua
variable tanpa dimensi yang dapat digunakan ke depannya untuk menjelaskan perilaku reaktor
fluidisasi, yaitu:
1/3 1/3
𝜌𝑔 (𝜌𝑠 −𝜌𝑔 )𝑔 𝜌𝑔 2 (𝑅𝑒𝑝 )
𝑑 ∗ 𝑝 = 𝑑𝑝 [ ] 𝑢∗ = 𝑢 [𝜇(𝜌 ] = 𝑅𝑒𝑝 = 𝑢∗ 𝑑 ∗ 𝑝 (17.42)
𝜇2 𝑠 −𝜌𝑔 )𝑔 𝑑∗𝑝
dengan: 𝑑𝑝 = diameter partikel katalis g = konstanta gravitasi (9.8 m/s2)
𝜌𝑔 = densitas fasa gas 𝜇 = viskositas fluida (fasa gas)
𝜌𝑠 = densitas fasa solid

Gambar 17.12 Skema Reaktor Fluidisasi (Levenspiel, 1999)

Kedua besaran di atas dapat digunakan untuk menghitung besaran kecepatan fluidisasi
minimum dan terminal. Kecepatan fluidisasi minimum (𝑢𝑚𝑓 ) adalah kecepatan fasa gas ketika
fasa solid baru mulai terangkat. Persamaan empiris dari Ergun (1952) digunakan untuk
menghitung kecepatan fluidisasi minimum (dalam bentuk tak berdimensi) adalah sebagai berikut:
2 2
150(1 − 𝜀𝑚𝑓 )𝑢∗ 𝑚𝑓 + 1,75(𝑢∗ 𝑚𝑓 ) 𝑑 ∗ 𝑝 = 𝜀𝑚𝑓 3 (𝑑 ∗ 𝑝 ) (17.43)
dengan: 𝜀𝑚𝑓 = fraksi volume void dalam kolom katalis pada saat pertama kali terjadi fluidisasi

Kecepatan terminal (𝑢𝑡 ) adalah kecepatan fasa gas ketika partikel-partikel katalis mulai
terlempar ke luar reaktor. Persamaan empiris oleh Haider dan Levenspiel (1989) untuk partikel
berbentuk bulat untuk kecepatan terminal adalah sebagai berikut:
−1
∗ 18 0,591
𝑢 𝑡 =[ 2 + 1/2 ] (17.44)
(𝑑 ∗ 𝑝 ) (𝑑∗ 𝑝 )
dan untuk partikel dengan bentuk yang tidak teratur dengan tingkat sphericity, Φ𝑠
−1
∗ 18 2,335−1,774Φ𝑠
𝑢 𝑡 =[ 2 + 1/2 ] (17.45)
(𝑑 ∗ 𝑝 ) (𝑑∗ 𝑝 )
Besaran Φ𝑠 , dihitung menggunakan persamaan berikut:
luas permukaan bola
Φ𝑠 = (luas permukaan partikel) (17.46)
untuk volume yang sama

Salah satu model yang umum digunakan untuk menjelaskan reaktor fluidisasi pada kondisi
yang paling sederhana adalah model K-L, dengan beberapa asumsi sebagai berikut:
 Semua gelembung berbentuk bulat sempurna, dengan ukuran yang sama yaitu db. Setiap
gelembung dikelilingi oleh awan (cloud) sebagai pembatas antargelembung dan emulsi dari
fasa padat. Laju fasa gas melewati bagian awan dapat diabaikan karena volume awan yang
relatif kecil dibandingkan dengan volume gelembung. Selain itu, kecepatan gas melewati
gelembung jauh lebih besar dibandingkan dengan kecepatan gelembung melewati emulsi
katalis (𝑢𝑏 ≫ 𝑢𝑒 ).
 Proses reaksi bertahan pada kondisi minimum untuk terjadinya fluidisasi.
 Setiap gelembung akan menyeret katalis yang dibawahnya untuk ikut naik (wake) dan
menyebabkan sirkulasi fasa solid di dalam katalis (katalis yang berada di bawah gelembung
akan naik, sedangkan di bagian lain akan turun). Jika aliran fasa padat yang turun sangat cepat,
maka ada kemungkinan bahwa aliran gas yang naik akan terhambat dan bahkan berhenti, atau
berbalik.
 Laju alir fasa gas naik atau turun di dalam emulsi katalis dapat diabaikan.

Skema dari model ini ditunjukkan pada gambar 17.13. Beberapa notasi yang terkait: 𝐾 =
konstanta perpindahan antarbagian, 𝑏 = gelembung (bubble), 𝑐 = awan (cloud), 𝑤 = katalis
terangkat (wake), 𝑒 = emulsi katalis.
Dalam beberapa kasus mungkin asumsi—asumsi di atas menjadi tidak relevan, karena fasa
gas yang melewati emulsi katalis dianggap stagnan dan tidak bergerak. Secara khusus, untuk kasus
dimana gelembuung dikelilingi oleh awan yang tebal (untuk gelembung yang besar dan tidak
bergerak cepat) atau ketika laju alir fasa gas melewati emulsi cukup besar, maka tentu diperlukan
model yang lebih umum. Namun demikian, untuk kasus dimana gelembung bergerak cukup cepat
melewati kolom katalis, asumsi-asumsi di atas cukup dapat dipertanggungjawabkan.
Gambar 17.13 Skema model K-L untuk reaktor fluidized bed

Selanjutnya, akan dibahas bagaimana mengevaluasi performa reaktor fluidized bed untuk reaksi
katalitik orde satu. Untuk reaksi katalitik orde satu (A → P), berlaku persamaan berikut:

1 𝑑𝑁𝐴
−𝑟𝐴′′′ = = 𝑘 ′′′ 𝐶𝐴 (17.47)
𝑉𝑠𝑜𝑙𝑖𝑑 𝑑𝑡

Dengan:
−𝑟𝐴′′′ = laju pengurangan spesi A per volume fasa solid (molA/m3 solid.s)
𝑘 ′′′ = konstanta lau reaksi (m3/m3 solid.s)

Untuk setiap daerah di kolom katalis akan berlaku sistem berikut:

Spesi A di Transfer: Spesi A di Transfer: Spesi A di


gelembung awan emulsi
δKbc,s-1 δKce,s-1

Reaksi: Reaksi: Reaksi:

f, km, L-1 f, km, L-1 f, km, L-1

Produk di Produk di
Produk di awan
gelembung emulsi

Skema proses di atas menunnjukkan adanya 5 tahananyang pada rangkain seri-paralel.


Dengan mengliminasi variable konsentrasi spesi A di awan dan emulsi, dan mengintegrasikan
(17.48)
persamaan laju reaksi dari awal hingga akhir reaktor akan menghasilkan persamaan berikut:

𝐶𝐴 1 𝐻𝑓
𝑙𝑛 = 𝑓𝑘 𝑘 ′′′ +
𝐶𝐴0 1 1 𝑢0
+ 1
𝛿𝑘𝑏𝑐
𝑓𝑘 𝑘 ′′′ + 1 1
+
[ 𝛿𝑘𝑐𝑒 𝑓𝑘 𝑘 ′′′ ]
dengan: 𝐻𝑓 = Ketinggian reaktor fluidized bed yang dapat dihitung menurut persamaan:
𝑊
𝐻𝑓 = (17.49)
𝜌𝐴(1 − 𝜀𝑓 )

6. Reaktor Gas-Cair-Solid
Kinetika Reaksi dan Persamaan Laju Reaksi
Jenis reaktor terakhir yang akan dibahas adalah reaktor dimana dapat ditemukan 3 fasa material
yang berbeda, yairu gas, cair dan solid. Umumnya fasa soliid berperan sebagai katalis bagi reaksi
yang terjadi antarfasa gas dan fasa cair. Persamaan reaksi umum ntuk reaksi ini adalah

Katalis solid
A (g → l) + bB (l) Produk
Untuk reaksi di atas, berlaku persamaan laju reaksi berikut:
−𝑟𝐴′′′ = 𝑘𝐴′′′ 𝐶𝐴 𝐶𝐵 −𝑟𝐴′′′ = −𝑟𝐵′′′ /𝑏
} 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 (17.50)
−𝑟𝐵′′′ = 𝑘𝐵′′′ 𝐶𝐴 𝐶𝐵 −𝑘𝐴′′′ = 𝑘𝐵′′′ /𝑏

Secara umum, reaktan gas harus melarut terlebih dahulu ke dalam reaktan fasa cair, untuk
kemudian keduanya berdifusi menuju permukaan katalis agar reaksi dapat berlangsung. Dalam hal
ini, tahanan perpindahan sepanjangan interface dari fasa gas dan cair, dan untuk menuju
permukaan katalis akan diikutsertakan dalam persamaan laju reaksi umum. Di lain
pihak, selama berada di ruah fasa gas dan fasa caur, reaktan berpindah tanpa mengalamu (17.51)
tahanan papa pun. Kemudian, kedua reaktan akan brdifusi masuk ked alma internal pori-
pori katalis. Mempertimbangkkan fenomena-fenomena yang terjadi di atas, persamaan laju reaksi
umum (per satuan bolume katalis) untuk reaksi ini dapat ditulis sebagai berikut:
1
−𝑟𝐴′′′ = 𝑝𝐴𝑔
1 𝐻 𝐻 𝐻
+ 𝐴 + 𝐴 + ′′′ 𝐴
𝑘𝐴𝑔 𝑎𝑖 𝑘𝐴𝑙 𝑎𝑖 𝑘𝐴𝑐 𝑎𝑐 (𝑘 𝐶𝐵 )𝐸𝐴 𝑓𝑠
𝐴

Tahanan perpindahan dari Tahanan perpindahan dari


Tahanan perpindahan Tahanan reaksi
fasa gas ke interfce interface ke fasa cair
dari fasa cair ke
permukaan katalis

(17.52)

Tahanan perpindahan dari fasa Tahanan reaksi


cair ke permukaan katalis
1
−𝑟𝐵′′′ = 𝐶𝐵𝑙
1 1
+
𝑘𝐵𝑐 𝑎𝑐 (𝑘 ′′′ 𝐶𝐴 )𝐸𝐵 𝑓𝑠
𝐵

dengan:
𝑎𝑖 = luas permukaan interface fasa gas dan cair per bolume reaktor
𝑎𝑐 = luas permukaan luar fasa soli/katalis per volume kontraktor (untuk katalis yang berbentuk
bola, berlaku ac=6fs/dp)
𝑓𝑠 = muatan fasa solid, yaitu volume partikel solid per volume reaktor
𝐶𝐴 = konsentrasi rata-rata dari spesi A (pada arah radial) di dalam katalis
𝐶𝐵 = konsentrasi rata-rata dari spesi B (pada arah radial) di dalam katalis
𝐸𝐴 = factor efektivitas untuk reaksi orde 1 bagi spesi A dengan konstanta laju reaksi (𝑘𝐴′′′ 𝐶𝐵 )
𝐸𝐵 = factor efektivitas untuk reaksi orde 1 bagi spesi B dengan konstanta laju reaksi (𝑘𝐵′′′ 𝐶𝐴 )

Salah satu dari kedua persamaan di atas dapat digunakan untuk mendefinisikan laju reaksi yang
terjadi. Namun demikian, meskipun semua parameter sistem reaksi (k, a, f, H, dll) diketahi,
persamaan tersebut belum dapat digunakan tanpa melakukan trial and error, karena nilai 𝐶𝐴 dan
𝐶𝐵 tidak diketahui. Akan tetapi, sering kali kasus yang ditemui adalah kasus simolifikasi yang
cukup ekstrem, seperti ppada kasus-kasus berikut:

Kasus 1 : 𝐶𝐵𝑙 ≫ 𝐶𝐴𝑙 Dalam kasus ini, yaitu kasus dimana terdapat reaktan cair B murni dengan
sedikit reaktan gas A yang terlarut, dapat diterapkan bahwa konsentrasi B dimanapun hamoir sama
dengan konsentrasi B pada ruah fasa cair:
𝐶𝐵𝑠 = 𝐶𝐵 ,𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑎𝑙𝑒𝑡 𝑘𝑎𝑡𝑎𝑙𝑖𝑠 = 𝐶𝐵𝑙 (17.53)
Dengan besaran 𝐶𝐵 , reaksi mempunyai orde satu terhadap spesi A, dan persamaan laju
reaksi dapat disimplifikasi menjadi:
1
−𝑟𝐴′′′ = 𝑝𝐴𝑔
1 𝐻𝐴 𝐻𝐴 𝐻𝐴 (17.54)
+ + +
𝑘𝐴𝑔 𝑎𝑖 𝑘𝐴𝑙 𝑎𝑖 𝑘𝐴𝑐 𝑎𝑐 (𝑘 ′′′ 𝐶𝐴 )𝐸𝐵 𝑓𝑠
𝐴
Dengan variable 𝑘𝐴′′′ 𝐶𝐵𝑙 Bernilai konstan

Kasus 2 : 𝐶𝐵𝑙 ≪ 𝐶𝐴𝑙 Dalam kasus ini, yaitu kasus dimana terdapat reaktan cair B yang sangat
encer dengan reaktan gas A yang sangat terlarut dengan tekanan yang tinggi, daoat diterapkan
bahwa konsentrasi A di sepanjang reaktor adalah sama, yaitu:
𝑃𝐴𝑔
𝐶𝐴 = (17.55)
𝐻𝐴
Dalam hal ini, laju reaksi akan mempunyai orde satu terhadap spesi B:
1
−𝑟𝐵′′′ = 𝐶𝐵𝑙 (17.56)
1 1
+ 𝑃𝐴𝑔
𝑘𝐵𝑐 𝑎𝑐
(𝑘𝐵′′′ 𝐻 )𝐸𝐵 𝑓𝑠
𝐴

𝑃𝐴𝑔
dengan variable 𝑘𝐵′′′ bernilai konstan.
𝐻𝐴
Persamaan-persamaan yang telah disederhanakan seperti di atas dapat diterapkan pada
kasus-kasus dimana nilai konsentrasi spesi yang satu bernilai 3 kali atau lebih dari konsentrasi
spesi reaktan lainnya. Salah satu cara untuk menguji apakah kasus-kasus ekstrem seperti di atas
dapat diterapkan adalah dengan mmembandingkan nilai dari laju reaksi pada persamaan (17.54)
dan (17.56). Apabila −𝑟𝐵′′′ ≪ −𝑟𝐴′′′ , maka konsentrasi B sangatlah besar sehingga kasus 1 berlaku.
Sebaliknya jika −𝑟𝐵′′′ ≫ −𝑟𝐴′′′ , maka kasus 2 berlaku. Persamaan-persamaan diatas selanjutnya
dikembangkan unruk mendapatkan dimensi dari reaktor yang dibutuhkan untuk mencapai konversi
reaksi yang diharapkan.

Persamaan Desain Reaktor


Sebelum membahas mengenai jenis-jenis reaktor 3 fasa yang dapat digunakan, terlebih
dahulu akan dijelaskan mengenai penurunan ersamaan yang dapat digunakan untuk mencari
volume reaktor yang dibutuhkan unruk mencapai konversi tertentu. Dalam hal ini, jenis reaktor
manapun dapat diberlakukan sama dengan mempertimbangkan bentuk aliran setiap fasa dan spesi
mana yang berada dalam kondisi berlebih.
Untuk kasus 1, dimana reaktan B berapada pada kondisi berlebih, jenis aliran dari reaktan
B cair tidakk terlalu berpengaruh terhdapa perilaku reaksi. Oleh karena itu, jenis lairan reaktan
dasa gas menjadi sorotan disini. Untuk kasus aliran plug dari reaktan A, berlaku persamaan desain
berikut:
𝑋𝐴
𝑉𝑟 𝑑𝑋𝐴 𝐹𝐵0
=∫ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐹𝐴0 𝑋𝐴 = 𝑋 (17.57)
𝐹𝐴0 0 (−𝑟𝐴′′′ ) 𝑏 𝐵
Dengan nilai −𝑟𝐴′′′ didapatkan sesuai persamaan (17.54).
Untuk kasus 1, dengan reaktan A gas diaduk seperti pada CSTR, berlaku neraca material
berikut:
𝐹𝐵0
𝐹𝐴0 𝑋𝐴 = 𝑋 = (−𝑟𝐴′′′ )𝑉𝑟 𝑓𝑠 (17.58)
𝑏 𝐵
Pada kondisi ini, penyelesaian dapat dilakukan secara langsung dengan mengombinasikan antara
suku ke-1 dan suku ke-3 atau suku ke-2 atau suku ke-3 dari persamaan di atas.
Untuk kasus 2, sama seperti sebelumnya, jenis aliran dari reaktan yang berlebih tidak
menjadi sorotan, sedangkan reaktan yang sedikit, yaitu reaktan B cair menjadi penentu dari
persamaan desain yang digunakan. Untuk kasus aliran plug dari reaktan B, berlaku persamaan
desainn berikut:
(17.59)
𝑋𝐵
𝑉𝑟 𝑑𝑋𝐵 𝐶𝐵
=∫ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 1 − 𝑋𝐵 =
𝐹𝐵0 0 (−𝑟𝐵′′′ ) 𝐶𝐵0
′′′
Dengan nilai −𝑟𝐵 didapatkan sesuai persamaan (17.56).
Intik kasus 2, dengan reakran B gas diaduk seperti pada CSTR, berlaku neraca material
berikut:
𝑉𝑟 𝑑𝑋𝐵
= (17.60)
𝐹𝐵0 −𝑟𝐵′′′
Untuk persamaan di atas, nilai −𝑟𝐵′′′ didapatkan sesuai persamaan (17.56) dan berlaku bahwa
𝐶
𝑋𝐵 = 1 − 𝐶 𝐵 .
𝐵0

Tipe Reaktor Industri


Berikut karakter dua reaktor 3 fasa yang umum digunakan
a. Reaktor Trickle bed
Reaktor trickle bed menggunakan kolom katalis, dimana fasa cair akan mengalir melewati
kolom dan mengisi daerah kosong di antara partikel katalis. Fasa cair akan mengalir turun karena
pengaruh gravitasi dan fasa gas akan mengalir ke atas atau ke bawah (up flow atau down flow)
melewati daerah kosong antara katalis dan fasa cair. Skema co-current dengan aliran ke bawah
menghasilkan distribusi yang merata dari fasa liquid di sepanjang kolom katalis.
Berikut parameter yang perlu dipertimbangkan untuk memilih skema aliran co-current dari
fasa gas dan cair:
 Pressure drop cenderung tinggi pada skema up flow.
 Pencampuran terjadi dengan baik pada up flow, begitu pula dengan fenomena perpindahan
energi, namun konversi yang diberikan cenderung rendah.
 Pada laju up flow rendah, sistem reaktor akan menyerupai bubble coloumn.
 Untuk kondisi yang sama, skema up flow mempunyai koefisien perpindahan massa gas-cair
yang lebih besar.
 Hold up dan rasio fasa cair/solid yang lebih besar untuk skema up flow.
 Untuk reaksi cepat dan eksotermis, perpindahan panas antarfasa cair dan solid lebih efektif
pada skema up flow.
 Flooding menjadi masalah yang harus dicegah pada skema up flow.
Berikut spesifikasi reaktor trickle bed
 Kedalaman 3-6 m.
 Diameter hingga 3 m.
 Terisi oleh partikel solid/katalis berdiameter antara 1/8 hingga 1/32 inci.
 Banyak digunakan pada proses hidrosulfurisasi minyak berat, hidrotreating minyak pelumas
dan reaksi pembuatan butandiol dari asetil dan formaldehid cair menggunakan katalis tembaga
asetaldehid.
Beberapa keunggulan reaktor trickle bed, yaitu:
 Aliran mendekati plugflow, sehingga konversi tinggi dalam reaksi tunggal.
 Rasio fasa cair/solid yang rendah dapat meminimisasi reaksi samping.
 Fasa cair cenderung membentuk film, sehingga tahanan perpindahan massa kecil antara gas-
solid.
 Flooding bukan menjadi masalah.
 Pressure drop kecil.
 Penggunaan energi panas dapat diminimasi karena reaktor dapat dioperasikan pada kondisi
fasa gas sebagian atau sepenuhnya.
Di samping itu, reaktor trickle bed juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu
 Pencampuran panas pada arah radial kurang baik
 Kemungkinan terjadinya distribusi yang tidak merata pada laju alir fasa cair yang rendah
 Ukuran partikel tidak boleh sangat halus karena dapat menyebabkan plugging.
b. Reaktor Slurry
Reaktor slurry mempunyai kemiripan cara kerja dengan reaktor fluidized bed. Reaktor ini
digunakan untuk mempertemukan antara reaktan cair atau larutan yang mengandung reaktan
dengan fasa solid/katalis. Biasanya fasa solid disuspensikan dalam bentuk serbuk atau granular
pada fasa cair untuk memfasilitasi perpindahan material dan penggunaan katalis yang efektif.
Untuk reaktan gas akan dibuat melewati fasa cair, melarut, dan kemudian terdifusi menuju
permukaan katalis. Reaktor slurry dapat ditemukan dalam bentuk reaktor autoclave berpengaduk
sederhana, wadah yang dilengkapi dengan pompa eksternal untuk meresirkulasi fasa cair dan fasa
solid tersuspensi melewati penukar panas eksternal, serta dalam bentuk kolom berisi bubbletray
dengan beberapa tahapan.
Beberapa keunggulan reaktor slurry, yaitu
 Slurry yang teragitasi dengan baik dapat dipertahankan pada suhu yang uniform di seluruh
reaktor, sehingga tingkat selektivitas katalis tidak menurun.
 Tingkat keamanan terhadap reaksi eksotermik dapat mudah dikontrol karena kapasitas panas
yang tinggi sehubungan dengan besarnya massa fasa cair.
 Sirkulasi energi panas menjadi mungkin dalam sistem ini karena koefisien panas yang besar
dalam fasa cair.
 Laju reaksi per satuan berat katalis dapat lebih tinggi karena menggunakan ukuran partikel
solid (katalis) yang kecil.
 Regenerasi katalis yang kontinu dapat dilakukan dengan memindahkan secara kontinu
sebagian slurry katalis, untuk kemudian dipisahkan, diregenerasi, dan dikembalikan ke dalam
reaktor.
Adapun kelemahan dari reaktor ini ialah
 Pencampuran material arah aksial cenderung tinggi sehingga berpotensi untuk menurunkan
konversi reaksi.
 Pemisahan katalis dan produk memerlukan metode filtrasi dengan biaya yang relatif tinggi.
 Tahanan fasa cair tinggi karena fasa cair yang tertahan di katalis banyak.
 Selektivitas proses reaksi berpotensi menurun karena adanya perbandingan fasa cair yang
cenderung lebih besar terhadap katalis daripada yang ada pada reaktor trickle bed, sehingga
laju reaksi samping yang tidak diinginkan akan meningkat.
Beberapa faktor penghambat dalam mendesain reaktor slurry diantaranya
 Kurangnya data yang diperlukan untuk keperluan desain
 Proses pelarutan dan perpindahan massa dapat mempengaruhi laju reaksi yang terobservasi,
sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam desain.
 Sulit dalam memilih cairan pembawa yang mana reaktan aka larut di dalamnya namun tetap
stabil pada suhu yang terus meningkat pada kontak dengan reaktan, produk, dan katalis,
sehingga tidak terjadi penyumbatan.

Anda mungkin juga menyukai