Anda di halaman 1dari 6

KASUS PELANGGARAN ETIKA DAN CYBERCRIME

TUGAS

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Etika Profesi

Disusun Oleh :

ADE TRIS HIDAYAT


NIM : 1321023

AKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER


(AMIK) PURNAMA NIAGA INDRAMAYU
2016
Iklan Deterjen di China Dihujat karena
Rasis
Menampilkan pria berkulit hitam yang berubah jadi pria oriental.
Oleh : Ezra Natalyn

VIVA.co.id – Suatu produk di China menjadi sorotan. Bukan karena kualitasnya,


melainkan karena menampilkan iklan yang dianggap bernuansa rasis.

Iklan deterjen Qiaobi yang diunduh di situs YouTube tersebut spontan mendapatkan
hujatan di media sosial. Bahkan media asing seperti Al Jazeera menyoroti iklan, yang
disebut sebagai "Raw Racism" tersebut.

Isi iklan tersebut menggambarkan seorang perempuan berwajah oriental berkulit putih
yang sedang menyiapkan mesin cucinya. Tak lama muncul seorang pria berkulit gelap dari
ras berbeda mendekati dan diberi semacam kepingan isi deterjen didorong masuk secara
paksa ke dalam mesin cuci.

Tak lama mesin cuci bergetar, saat dibuka si pria yang tampaknya keturunan ras
Afrika tiba-tiba berubah menjadi seorang pria berkulit putih dan oriental. Sang perempuan
lalu menyambutnya.

"China butuh nilai-nilai keragaman," kata akun Cybernazi, salah satu dari banyak
komentar di YouTube.

Analisa dan Solusi

Iklan detergen ini muncul di China melalui youtube dan menyebar dibeberapa akun media sosial,
awalnya iklan ini tidak dipermasalahkan ketika penyebarannya hanya di China yang mempunyai
keberagaman yang sedikit, tetapi iklan ini juga tayang diluar China karena Youtube sendiri bersifat
Global, setelah iklan ini tersebar dan banyak orang yang menonton dan memunculkan tanggapan-
tanggapan yang negatif karena iklan ini benar-benar menonjolkan Rasisme dalam alur promosinya.
Pembuat iklan ini telah meminta maaf kepada publik secara terbuka, tetapi iklan ini masih beredar
dimedia sosial dan masih menyebarkan perbedaan rasis yang jelas.
Jika pelanggaran Rasis ini terjadi di Indonesia maka ada 2 Undang-undang yang dilanggar Yang
pertama Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi Ras dan
Etnis, terutama Pasal 16,
"Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain
berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1,
angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) "
Dan yang kedua adalah Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang berbunyi,
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."
Acaman pidana dari pelanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE ini diatur dalam pasal 45 ayat 2 UU ITE
yaitu penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau dena paling banyak Rp 1.000.000.000 (Satu
miliar rupiah).
Seharusnya dalam pembuatan iklan sendiri harus bisa memilah mana yang harus ditampilkan atau
mana yang tak harus ditampilkan untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran yang menyangkut ras
suku bangsa agar dikemudian hari tidak dipermasalahkan.
Bocah SMP Coba Bobol ATM dan Kartu
Kredit Terinspirasi Film
Senin, 7 September 2015 17:33

POS KUPANG.COM, SEMARANG – Modus pembobolan kartu anjungan tunai mandiri


(ATM) dan kartu kredit menjamur. Yang terbaru adalah memperjualbelikan kartu kredit
atau kartu ATM kloningan beserta PIN (nomor identitas pribadi) di internet.

Alkisah, sekelompok mahasiswa Inggris, Sam, Fordy, Yatesy, dan Rafa melakukan
kejahatan carding kartu kredit (card fraud). Mereka berbelanja menggunakan nomor dan
identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh secara ilegal. Data dicuri dengan berbagai
cara yakni mencuri kartu kredit dari pemiliknya, membuat kloning kartu, dan bekerjasama
dengan seorang oknum karyawan perusahaan kartu kredit.

Ketika membeli barang menggunakan kartu kredit ilegal, Fordy harus menyamar
menggunakan jenggot dan kumis palsu agar tidak dikenali. Kisah nyata empat mahasiswa
tersebut tersebut dikemas dalam sebuah film berjudul 'Plastic' yang dirilis 2014 lalu.

Kisah kejahatan dunia maya tidak hanya terjadi di Inggris. Belum lama ini, Polda Metro
Jaya mengungkap kejahatan kloning kartu debit. Bahkan carder, sebutan pelaku aktivitas
carding, juga telah mengantongi PIN ATM. Saat menguras isi ATM korban, carder
menyamar layaknya Fordy. Tidak menggunakan jenggot dan kumis palsu, tapi pelaku
memakai rambut palsu.

Cerita lain datang dari Jawa Tengah. Seorang anak SMP asal Pemalang, sebut saja Yoga,
ramai dibahas di dunia maya karena menjadi carder. Tribun Jateng mencoba
mengonfirmasi Yoga melalui telepon. Sayangnya nomor dia sudah tidak aktif. Selanjutnya,
Tribun mencoba menghubungi melalui email, namun email gagal diterima.

Dari sebuah forum Kaskus terungkap, Yoga menggunakan kartu kredit milik FW, warga
Jakarta, pada 5 Agustus lalu demi sebuah topi seharga Rp 102.800 yang dibeli di sebuah
toko online. Data kartu kredit diakui Yoga didapat dari sharing informasi di sebuah grup
Facebook.

Namun apes bagi Yoga, FW mendapatkan pesan singkat pemberitahuan pembelian


tersebut. Tidak merasa membeli topi, FW lantas mencari data informasi pembeli dari pihak
toko online. Dan hasilnya data nama, alamat lengkap, nomor telepon, dan email pembeli
didapatkan.

FW lantas menghubungi Yoga melalui pesan singkat, Facebook, dan email. Dalam
percakapan keduanya, Yoga mengaku mendapatkan data kartu kredit FW dari orang lain.
"Pak F sumpah saya enggak tahu apa. Saya dapat cc Pak F dari orang share di grup
(Facebook). Uang sudah refund, saya mengaku salah. Jangan dilaporkan ke sekolah,"
begitu Yoga mengiba agar FW tidak melaporkan kasus ini ke pihak polisi dan sekolah.
Yoga mengatakan dirinya hanya iseng. Pernah sebelumnya mencoba order menggunakan
kartu kredit orang lain namun gagal.

"Saya sudah dua kali mencoba order dari cc di grup tapi gagal. Maaf Pak sekali lagi saya
minta maaf. Saya sangat menyesal dan kapok Pak. Gak tahu bakal kayak begini," kata
Yoga sebelum menutup akun Facebooknya.

Tribun mencoba menelusuri keberadaan website yang menjual kloning kartu debit atau
kredit. Hasilnya cukup mencengangkan.

Tanda XXX

Ada ratusan website yang menyediakan kloning kartu. Namun tidak semua menyediakan
kartu kredit atau debit asal Indonesia. Kebanyakan carder asal Indonesia tidak memilih
kartu warga Indonesia agar tidak mudah tertangkap polisi.

Tribun mencoba masuk beberapa website. Setiap memasuki web, pengunjung harus
melakukan registrasi untuk membuat sebuah akun. Saat registrasi pengunjung harus
mengisi username, password, dan email. Namun ada website hanya memberikan kode
untuk masuk ke toko pembelian.

Setelah registrasi, pengunjung kemudian masuk (login). Ada penjual yang langsung
menunjukkan data nasabah. Namun ada juga pengunjung yang harus mengaktifkan akun
Bitcoin terlebih dahulu dan melakukan sejumlah pembayaran sebelum penjual
memberikan data nasabah.

Tribun mencoba chatting menggunakan bahasa Inggris dengan admin sebuah website
penjual. Ketika ditanya apakah mereka menjual kartu dari Indonesia? Admin
menjawab,"No bro". Tribun kembali bertanya apakah ada orang Indonesia yang membeli
kartu dari website tersebut, admin menjawab singkat, "Yeah."

Ketika ditanya berapa minimum order untuk pembayaran melalui Bitcoin (BTC) dan
Western Union (WU), admin tersebut membalas, "BTC10usd, WU350". Berdasarkan
pencarian www.who.is, lokasi hosting domain website berada di Amerika.

Minimal pembayaran berbeda-beda, melalui Bitcoin minimal pada kisaran 10 sampai 50


dolar AS, MoneyGram minimal 200 dolar AS, sedangkan melalui Western Union minimal
400 dolar AS. Selain itu juga pembayaran bisa melalui Perfect Money, WebMoney, dan
Paymer.

Penjual memberikan data kartu berupa nomor magnetic strip, tanggal expire, nama
pemegang kartu, level kartu, jenis kartu (debit atau kredit), alamat, kota, negara, kevalidan,
dan harga. Namun data tersebut tidak serta merta dibuka seutuhnya. Penjual memberikan
tanda xxx untuk menutupi sebagian data.

Di data tersebut ada kartu beberapa warga asal Jawa Tengah, di antaranya yakni asal
Semarang, Pati, Kebumen, Wonogiri, dan Pekalongan. Rate harga setiap kartu kisaran 7
dolar AS hingga 26 dolar AS. Level kartu yang mulai Infinite, platinum, classic hingga
business. Penjual tidak menjamin besaran uang yang berada di dalam kartu. Carder
melakukan gambling saat membeli kartu tersebut. Dari penelusuran www.who.is, hosting
domain penjual berada di Beijing, Tiongkok. (Tribun Jateng)

Analisa dan Solusi


Dampak alur sebuah film dapat menginspirasi seorang anak SMP untuk melakukan kejahatan
Carding, menggunakan kartu kredit orang lain tanpa ijin yang didapat dari seseorang yang dikenal
di dunia maya, penjualan akun kartu kredit sudah tidak tabu lagi di dunia internet yang banyak
merugikan pemilik kartu kredit itu sendiri, carding banyak dilakukan para jenius informatika yang
tidak memiliki pekerjaan tapi memiliki kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, mereka
menggunakan kepintarannya untuk mendapatkan uang dengan membobol data akun banking dan
menjualnya. Pelaku carding sebenarnya tidak memakai langsung akun yang mereka bobol tetapi
menjualnya ke orang yang mengininkannya karena sangat beresiko ketika pelaku pembobol akun
banking memakai sendiri ankun itu untuk berbelanja.
Dalam menggunakan akun banking haruslah bijak dan jangan mudah terpengaruh olel penawaran-
penawaran sebuah iklan, carding sendiri bisa berbentuk link nyata dari suatu situs e-commerce,
yang terekam oleh para carding, berhati-hati dalam bertransaksi.

Anda mungkin juga menyukai