Anda di halaman 1dari 7

Hitungan jodoh menurut Islam dan Jawa seringkali dibenturkan oleh dua

kepentingan yang berbeda, yaitu umat muslim dan orang Jawa yang masih
memegang teguh ajaran nenek moyangnya terkait dengan primbon ramalan
jodoh berdasarkan neptu dan weton.

Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan tersebut, kami menyuguhkan


beberapa pendapat yang pro dan kontra agar bisa dijadikan sebagai
pertimbangan. Semua keyakinan adalah milik masing-masing individu yang
tidak bisa dipaksakan.

Di daerah Jawa sendiri, banyak umat muslim yang masih percaya primbon
ramalan jodoh, meski tidak semuanya. Beberapa yang yakin pada hitungan
jodoh Jawa sampai tidak jadi menikah, meski saling mencintai, lantaran
hitungan menurut primbon ramalan Jawa buruk yang dikhawatirkan
keburukan terjadi pada masa yang akan datang.

Uniknya, redaksi IslamCendekia.Com menemui beberapa orang yang sudah


menikah dan memiliki anak terpaksa harus bercerai lantaran dampak buruk
terjadi karena dulu mereka melanggar neptu jodoh yang seharusnya tidak
diperbolehkan dalam Jawa.

Jodoh menurut Islam


Dalam Islam, sama sekali tidak disebutkan perhitungan jodoh yang baik. Al
Quran dan Hadis sendiri menyarankan untuk memilih jodoh yang memenuhi
kriteria bibit, bebet, bobot dalam arti kualitas watak dan karakternya,
bagaimana latar belakangnya, termasuk Nabi Muhammad menyarankan
untuk mencari jodoh yang cantik atau tampan.

Hal ini membuktikan bahwa perhitungan jodoh dalam Islam tidak ditemukan.
Bahkan, Al Qur'an surat An Nur ayat 26 secara eksplisit menjelaskan bahwa
wanita keji cocoknya untuk pria keji pula dan sebaliknya. Sementara itu,
perempuan baik jodohnya juga akan mendapatkan laki-laki baik.

Oleh karena itu, banyak para ulama kemudian menyarankan untuk


memperbaiki sikap, karakter dan kepribadian yang baik sesuai tuntunan
ajaran Islam agar jodohnya juga baik.
Dalam Islam, sebelum menentukan untuk menikah, kita tidak diminta untuk
mencari neptu masing-masing jodoh sebagaimana dalam hitungan Jawa,
tetapi Allah menyarankan untuk melakukan sholat istikarah agar diberikan
petunjuk yang baik, apakah si idaman merupakan jodoh terbaik atau tidak.

Bahkan, Allah secara tersurat meminta hambanya untuk berdoa meminta


jodoh sebagaimana dijelaskan dalam QS Al Furqon ayat 74 yang artinya: "Ya
Allah, berikanlah kami anugerah istri dan keturunan kami sebagai
penggembira hati, serta jadikanlah kami imam untuk orang-orang bertakwa."

Jodoh dalam hitungan Jawa


Jodoh dalam hitungan tradisi, adat, dan kebiasaan orang Jawa sangat
diperhatikan. Beberapa orang modern yang tidak percaya pada tradisi mereka
terpaksa harus kawin lari tanpa direstui orang tua lantaran biasanya ortu yang
masih memegang teguh prinsip neptu jodoh.

Menurut Jawa, apabila hitungan jodoh yang didasarkan pada neptu dan weton
itu baik, maka para mempelai akan menjumpai kebahagiaan luar biasa pada
masa yang akan datang hingga menjadi nenek-nenek.

Namun, jika neptu dan weton yang dihitung dengan pemjumlahan masing-
masing ternyata hasilnya jelek, maka rumah tangga ke depan selalu kisruh,
berantakan, bahkan dampak yang lebih mengerikan, ia akan menemui ajalnya
mendahului takdir kematian yang ditetapkan Allah.

Sejumlah ulama Islam yang masih mempertahankan keyakinan dan ajaran


orang Jawa ada juga yang melakukan kolaborasi antara ajaran Jawa dan
Islam. Artinya, setiap orang yang bertanya kepadanya, ia akan melakukan
perhitungan sesuai dengan perpaduan Islam dan Jawa. Ini yang dinamakan
sinkretisasi.

"Sudah banyak buktinya, Mas. Tetangga saya tidak percaya pada hitungan
Jawa pada pernikahannya. Padahal, dia dan suaminya jumlahnya 24 di mana
artinya angka kematian. Setelah punya anak dua, dia tertabrak. Sebelumnya,
ia mimpi dikejar-kejar bola api, sebelum meninggal," ujar Jeng Tatik, pakar
hitungan Jawa asal kota seribu paranormal Pati, Jawa Tengah.
"Bahkan, ada juga yang sudah punya anak dua besar-besar bercerai demi
kebaikan mereka. Pasalnya, mereka saling mencintai dan tidak percaya pada
hitungan Jawa. Setelah berpuluh tahun tidak ada masalah, akhirnya salah satu
di antara mereka selalu bermimpi dikejar Batara Kala atau malaikat kematian.
Menyadari kesalahan itu, tanpa konsultasi dengan ahli hitung Jawa, mereka
memutuskan untuk bercerai. Sampai saat ini, mereka baik-baik saja setelah
bercerai," imbuh Jeng Tatik.

Sampai saat ini, kepercayaan terhadap ramalan primbon perhitungan Jawa


berdasarkan neptu dan weton masih sangat melekat dalam tradisi orang Jawa,
meski mereka beragama Islam dan sepenuhnya percaya pada takdir Allah.
Sejumlah kalangan mempercayai bahwa hitungan jawa adalah formula
pengetahuan yang didapatkan leluhur untuk generasi anak cucu mereka.
(IslamCendekia.Com/Lismanto)

(https://id.wikipedia.org/wiki/Hitungan_jawa)
Baik-buruknya nama, menurut perhitungan Jawa (neptu), didasarkan
pada susunan aksara Jawa (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa,
dha, ja, ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga). Setiap aksara diasumsikan
memiliki nilai berbeda. Ha, da, pa, ma, masing-masing dinilai 1. Na,
ta, dha, ga, nilainya 2. Ca, sa, ja, ba = 3. Ra, wa, ya, tha = 4. Ka, la,
nya, nga = 5.
Angka-angka itu kemudian dipakai untuk menghitung nilai total dari
nama seseorang yang dijumlahkan dari nilai setiap penggalan suku
kata. Contoh, nilai keseluruhan nama Susanto adalah Su (sa=3) +
san (sa=3) + to (ta=2) = 8
Nilai total dari nama itu selanjutnya diproyeksikan pada lima unsur
yang menunjukkan "cocok tidaknya nama", yang meliputi lima
unsur, "Sri", "Lungguh", "Gedhong", "Loro", "Pati".
Menghitungnya dimulai dari satu (Sri), dua (Lungguh), tiga (Gedhong),
empat (Loro), dan lima (Pati). Setiap habis kelipatan lima, hitungan
kembali dimulai dari angka satu (Sri) sampai lima (Pati), begitu
seterusnya. Misal, nilai nama Susanto = 8, dihitung mulai dari satu
(Sri), dua (Lungguh), tiga (Gedhong), empat (Loro), lima (Pati), enam
(Sri), tujuh (Lungguh), delapan (Gedhong).
Jadi, nama Susanto (dengan angka total 8), jatuh pada unsur
"Gedhong". "Artinya, insya Allah, kelak si pemilik nama itu akan
bergelimangan harta dalam hidupnya," jelas Iin SP.
Menurut tradisi Jawa, unsur "Sri", "Lungguh", dan "Gedhong"
dianggap mewakili unsur kecocokan nama. Sebaliknya kalau jatuh
pada unsur "Loro" dan "Pati", nama itu dianggap tidak cocok bagi
yang bersangkutan.
Kelima unsur itu masing-masing memiliki arti konotasi yang berbeda.
"Sri" memiliki arti yang positif (bahagia, kemakmuran, keberuntungan,
mulia, dan sukses segalanya). Juga "Lungguh" dan "Gedhong"
mengandung arti yang positif, yakni baik dalam kedudukan (jabatan)
dan ekonomi (harta), tapi biasanya masih ada kekurangan di sisi lain,
seperti sakit, rumah tangga diselilingi cekcok atau kurang harmonis.
Sebaliknya unsur "Loro" dan "Pati" punya konotasi negatif. Unsur
"Loro" menggambarkan hidup tersendat-sendat, sakit-sakitan, kurang
mujur, banyak sial, banyak menderita. Unsur "Pati" menyimpan makna
umur yang pendek.
Dalam perhitungan nama ala Jawa, huruf hidup (A, I, U, E, O) yang
berdiri sendiri tidak ikut dihitung atau diabaikan (nilainya = nol).
Misalnya, cara perhitungan nama Hariyanto berbeda dengan Ariyanto.
Muslih

(https://shirotholmustaqim.wordpress.com/2010/05/26/pernikahan-dalam-adat-jawa/)

Pernikahan dalam Adat Jawa


Mei 26
Penulis: Al-Ustadz Abul Faruq Ayip Syafrudin

Pernikahan bagi masyarakat Jawa diyakini sebagai sesuatu yang


sakral. Masyarakat Jawa meyakini bahwa saat peralihan dari
tingkat sosial yang satu ke yang lain, merupakan saat-saat
berbahaya. Karenanya, untuk mendapatkan keselamatan hidup,
dilakukan upacara-upacara. Menjadi manten (pengantin)
merupakan bagian dari peralihan itu sendiri. Tradisi yang
berlangsung biasanya berupa petung, prosesi, dan sesaji.

Petung adalah musyawarah untuk memutuskan suatu acara


penting dalam keluarga. Petung dina lazim dilakukan untuk
menentukan hari baik pada acara hajatan, seperti hari penikahan.
Selain melihat calon mempelai dari kriteria bibit (keturunan),
bobot (berat, yakni dilihat dari harta bendanya), bebet
(kedudukan sosialnya: priayi, rakyat biasa, atau status sosial
lainnya), juga ditentukan melalui pasatoan salaki rabi. Pasatoan
salaki rabi adalah pedoman menentukan jodoh berdasar nama,
hari kelahiran, dan neptu (jumlah nilai hari kelahiran dan nilai
pasarannya: Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage). Melalui
perhitungan-perhitungan yang didasarkan Primbon Betaljemur
Adammakna, maka kedua mempelai akan ditentukan baik
buruknya perjodohan.

Selain itu, dalam kehidupan sebagian masyarakat Jawa masih


meyakini peristiwa kejugrugan gunung. Yaitu peristiwa kematian
atau kecelakaan salah satu anggota keluarga dekat mempelai
pengantin. Peristiwa itu diyakini sebagai isyarat buruk dari
pernikahan yang akan dilakukan.

Termasuk kepercayaan baik-buruk dalam masalah pernikahan,


dalam tradisi masyarakat Jawa masih ada yang meyakini bulan-
bulan baik untuk pernikahan yaitu Rejeb dan Besar. Bulan-bulan
buruk yaitu Jumadil Awal, Pasa, Sura, dan Sapar. (Lihat
Ensiklopedi Kebudayaan Jawa, Dr. Purwadi, dkk, Kejawen, Jurnal
Kebudayaan Jawa, Vol. I, No. 2)
Bagaimana pandangan syariat terhadap keyakinan-keyakinan
seperti di atas?
Asy-Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdullah Al-Imam,
menyebutkan bahwa umat tertimpa malapetaka dengan
tathayyur sejak menyimpang dari beribadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Tathayyur adalah (anggapan) kesialan.
Sungguh, orang-orang sesat telah sampai kepada masalah
penetapan kesialan hingga taraf yang membahayakan. Pada
sebagian orang, nasib sial ditentukan karena waktu, hari-hari,
bulan-bulan, atau tahun-tahun. Sebagian lagi menentukannya
dengan angka-angka, misal angka 13. Ada lagi yang menentukan
nasib sial dengan burung, seperti dengan burung hantu, gagak,
dan lainnya. Ketahuilah, tathayyur (menentukan sial tidaknya
sesuatu) adalah termasuk macam kesyirikan (perbuatan
menyekutukan) Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Irsyadun Nazhir ila
Ma’rifati ‘Alamatis Sahir, hal. 85)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫طاَئكمرهمعم كععنند اك نولنككنن أنعكثننرهمعم لن ينععلنمموُنن‬


‫أنلن إكنننماَ ن‬

“Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan


dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
(Al-A’raf: 131)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:

‫ٌ نونماَ كمنناَ إكنل نولنككنن ان يمعذكهبمهم كباَلتننوُكككل‬،‫ك‬


‫ٌ الططيننرةم كشعر ك‬،‫ك‬
‫ٌ الططيننرةم كشعر ك‬،‫ك‬
‫الططيننرةم كشعر ك‬

“Thiyarah adalah syirik. Thiyarah adalah syirik. Thiyarah adalah


syirik. Dan tak seorangpun di antara kita kecuali (sungguh telah
terjadi dalam hatinya sesuatu dari itu), akan tetapi Allah telah
menghilangkannya dengan tawakal (kepada-Nya).” (HR. Abu
Dawud dalam Sunan-nya, no. 3910, dishahihkan Asy-Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin


Abdulwahhab menyatakan (terkait hadits di atas) bahwa hal ini
menjadi penjelas perihal pengharaman thiyarah. Karena hal itu
termasuk syirik, terkait dengan menggantungkan hati kepada
selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dikatakan dalam Syarhus
Sunnah, bahwa thiyarah dikategorikan sebagai syirik karena
mereka meyakini, sesungguhnya thiyarah bisa mendatangkan
manfaat dan menolak mudarat pada mereka, jika mereka telah
mengamalkan apa yang diharuskan. Maka, hal ini seperti mereka
menyekutukan (sesuatu) bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al-
Imam Ahmad rahimahullahu meriwayatkan hadits dari Ibnu ‘Amr,
(bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang
artinya): “Barangsiapa yang mengurungkan keperluannya karena
thiyarah, maka dia telah melakukan kesyirikan.” Para sahabat
bertanya, “Maka, apa kaffarah (tebusan) untuk hal itu?” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

‫ك نولن إكلنهن نغعيمر ن‬


‫ك‬ ‫طعينر إكلن ن‬
‫طعيمر ن‬ ‫اللنهمنم لن نخعينر إكلن نخعيمر ن‬
‫ك نولن ن‬

“Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tidak
ada kesialan kecuali kesialan dari Engkau, dan tidak ada ilah
(sesembahan yang berhak diibadahi) kecuali Engkau.” (Lihat
Fathul Majid, hal. 287)

Mudah-mudahan dengan menjaga prosesi pernikahan dari segala


bentuk kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan, pernikahan pun
jadi diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Biduk rumah tangga
pun siap melaju dengan diiringi keikhlasan, kesabaran, dan
tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wallahu a’lam. Walhamdulillah Rabbil ‘alamin.

Anda mungkin juga menyukai