Anda di halaman 1dari 26

KLIPING

KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM TAHUN 2014

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Drs. Deni Susiyanto, S.Pd.
selaku Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Disusun Oleh:
Asep Maulana

KELAS X AKUNTANSI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN AL-FARIZI BANTARUJEG
2018
KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA TAHUN 2018

1. Komnas HAM soal Wartawan Tewas di Lapas: Ada Pelanggaran HAM


FHR, CNN Indonesia | Sabtu, 28/07/2018 04:05 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM)
menemukan pelanggaran HAM
dalam kematian Muhammad
Yusuf, wartawan yang meninggal
di Lapas Kelas II B Kotabaru, Kalimantan Selatan. Ditemukan ada indikasi
pembiaran dari aparat atas sakit yang diderita korban.
"Telah terjadi pelanggaran HAM dengan cara melakukan pembiaran [by
ommision] atas sakit yang diderita oleh M Yusuf dimana sudah seharusnya atas
dasar pertimbangan medik almarhum diberikan perlakuan yang bersifat khusus,"
kata Wakil Ketua Komnas HAM, Hairansyah dalam konferensi pers di kantor
Komnas HAM, Jakarta, Jumat (27/7).
Menurutnya, Komnas HAM melakukan pengumpulan data secara langsung sejak
27 hingga 30 Juni 2018. Sejumlah pihak diwawancarai, seperti jajaran Polres
Kotabaru, Lapas Kelas II Kotabaru, Kejaksaan Negeri Kotabaru, masyarakat
Pulau Laut Tengah, pengacara serta istri Yusuf.
Saat ditahan, kata Hairansyah, istri Yusuf sudah menjelaskan kepada aparat
bahwa suaminya menderita penyakit berat dan harus dilakukan pengecekan
kesehatan secara rutin di Rumah Sakit.
Namun, informasi mengenai penyakit serius yang diderita Yusuf tidak dijadikan
pertimbangan oleh penyidik Kepolisian, dan pihak kejaksaan, serta pengadilan.
Permohonan penangguhan penahanan pun tidak diberikan.
Selama dalam tahanan pun, pengobatan Yusuf kurang difasilitasi, baik itu oleh
Polres Kotabaru, Kejaksaan Negeri Kotabaru, maupun Lapas Klas II Kotabaru.
Hariansyah mengatakan, Yusuf hanya diberi kesempatan untuk konsumsi obat
dari keluarga sesuai resep dokter. Kurang diperhatikannya penyakit Yusuf, secara
sengaja atau tidak, kata Hatiansyah, telah menyebabkan penurunan kondisi
kesehatan Yusuf hingga berujung pada kematiannya.
"Berdasarkan fakta bahwa tidak ada sikap dari pihak-pihak tersebut yang
berupaya memfasilitasi Yusuf untuk melakukan kontrol rutin ke RS atau dokter
terkait, mengingat penyakit yang diderita oleh Yusuf adalah penyakit yang perlu
mendapatkan perawatan intensif berupa medical check up rutin," tutur
Hairansyah.
Selain itu, sel tempat Yusuf ditahan juga kurang memadai karena terlalu padat. Ini
juga menjadi faktor penyebab menurunnya kesehatan Yusuf selama di dalam
tahanan.
2. Pembunuh Sopir Taksi Online Divonis 20 Tahun Penjara
Berli Zulkanedy
Rabu, 31 Oktober 2018 - 18:33 WIB
PALEMBANG - Terdakwa
perampokan dan pembunuhan
terhadap sopir taksi online
(Grab), Yogi Andriansyah,
divonis 20 tahun penjara saat
sidang di Pengadilan Negeri
(PN) Palembang, Rabu
(31/10/2018). Yogi dinyatakan terbukti bersalah merampok dan membunuh
korban, Aji Saputra.
"Menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Yogi Andriansyah 20
tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Wisnu Wicaksono membacakan
putusan didampingi Hakim Anggota Saiman dan Sartiyono.
Setelah mendengar putusan majelis hakim, terdakwa sempat meminta pendapat ke
penasihat hukum. Namun Yogi akhirnya kembali duduk di kursi pesakitan dan
mengaku menerima keputusan majelis. "Saya menerima," kata Yogi dengan raut
wajah santai.
Sementara JPU di Kejati Sumsel, Kastam menyebut putusan majelis sudah sangat
sesuai dengan tuntutannya. Dia menuntut terdakwa Yogi 20 tahun penjara pada 10
Oktober 2018.
"Saya rasa putusan majelis sudah sesuai dengan tuntutan saya. Pertimbangannya
juga sama, dia masih punya kesempatan memperbaiki diri atas apa yang telah dia
lakukan," kata Kastam.
Untuk diketahui, peristiwa perampokan disertai pembunuhan sadis sopir Grab, Aji
Saputra (25) ini terjadi Rabu 13 Juni 2018 malam atau satu hari sebelum hari raya
Idul Fitri 2018. Saat itu Korban mendapatkan orderan penumpang dari JM
Sukarami tujuan ke Sukabangun II, Palembang.
Dalam perjalanan, korban dihabisi tiga pelaku dengan dijerat bagian leher dan
dada ditusuk pakai obeng. Selanjutnya mayat korban dibuang dekat jembatan di
Kabupaten Musi Banyuasin atau sekitar 3 jam perjalanan dari Kota Palembang.
Esok harinya, mayat korban ditemukan seorang pemancing dalam kondisi tak
berpakaian dan penuh luka. Warga pun sempat mengira korban ditembak, karena
banyak lubang di dadanya.
Polisi langsung bergerak memburu para pelaku. Salah satu pelaku, Bambang,
ditembak mati karena melawan. Adapun pelaku lain, si anak, divonis 10 tahun
penjara oleh mejelis hakim karena masih di bawah umur.
3. Bocah Kelas 5 SD di Rokan Hilir Dibunuh Secara Sadis usai Diperkosa
Banda Haruddin Tanjung
Jum'at, 26 Oktober 2018 - 15:23 WIB
ROKAN HILIR - Seorang
bocah perempuan kelas 5 SD
ditemukan tewas mengenaskan
di kebun kelapa sawit Desa
Tanjung Medan Barat,
Kecamatan Tanjung Medan,
Kabupaten Rokan Hilir
(Rohil), Riau. Hasil pemeriksaan medis, ada luka di kemaluan korban.
Dari hasil penyelidikan polisi, bocah bernama Alika Viana itu merupakan korban
pembunuhan dan pemerkosaan. Pelakunya berinisial HL (32), warga Desa
Tanjung Medan Barat, Kecamatan Tanjung Medan.
Kapolres Rokan Hilir AKBP Sigit Adi Wuryanto mengatakan jenazah korban
ditemukan di sebuah kebun sawit milik warga Desa Tanjung Medan Utara. Saat
ditemukan, korban menggunakan pakaian pramuka.
"Saat ditemukan korban sudah tidak bernyawa dengan pakaian pramuka dan perut
terluka hingga isi perut terburai karena sabetan senjata tajam," kata Sigit Adi
Wuryanto, Jumat (26/10/2018).
Keterangan pihak keluarga menyebutkan, Alika Viana sudah hilang sejak Rabu
(24/10/2018) usai pulang sekolah. Keluarga sudah mencari-cari keberadaan
korban hingga malam hari tapi tidak ditemukan.
Kasus ini terkuak setelah seorang warga bernama Bahari Malau melihat korban
melintas di kebun sawit. Tidak lama dia mendengar suara jeritan anak dari dalam
sawit. Berbekal keterangan saksi, warga dan polisi mencari kebedaan korban di
kebun sawit.
"Kemudian kita mencari siapa pelakunya. Hasil penyelidikan kita, pelaku
mengarah ke HL. Awalnya HL mencoba berkelit, tapi setelah ditemukan satu
helai baju di dalam rumah yang digunakan HL saat itu, ditemukan bekas 5 jari
yang ternyata bekas jari korban. Akhirnya pelaku mengaku telah membunuh dan
memperkosa korban," ucapnya.
4. Polda Metro Jaya Periksa Rizal Ramli
24 Okt 2018, 08:06 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Polda
Metro Jaya akan memeriksa
mantan Menteri Koordinator
Kemaritiman Rizal Ramli terkait
laporan Partai Nasdem soal
tudingan pencemaran nama baik
Surya Paloh. Rizal Ramli
diagendakan menjalani pemeriksaan pukul 12.00 WIB sebagai saksi.
"Iya benar, hari ini pemeriksaan RR, sekitar pukul 12.00 WIB," kata Kabid
Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono kepada merdeka.com, Rabu
(24/10/2018).
Pengacara Rizal Ramli, Johannes Tobing mengaku kliennya akan hadir di
Mapolda Metro Jaya untuk memberikan keterangannya terkait kasus tersebut.
Kedatangannya, ia mengklaim membawa seluruh bukti-bukti yang sudah
disiapkan dalam penyelidikan.
"(Rizal Ramli) Siap memberikan keterangan. Tentu, pasti ada (dokumen, barang
bukti yang akan disiapkan). Harus ada," tegas Johannes.
Pemeriksaan ini merupakan penjadwalan ulang. Sebab, pemeriksaan yang
sedianya dilakukan Senin 22 Oktober 2018 ditunda karena Rizal Ramli
berhalangan hadir.
"Beliau masih ada rapat yang belum bisa ditunda karena ini kan sudah schedule,
jadi kami mohonkan untuk ditunda," kata kuasa hukum Rizal Ramli, Johannes
Tobing, di Mapolda Metro Jaya, Senin 22 Oktober.

Pelaporan Rizal Ramli


Sebelumnya, Partai Nasdem melaporkan mantan Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Rizal Ramli ke Polda Metro Jaya. Laporan itu diduga soal
pernyataannya yang menuding Ketua Umum Surya Paloh berada di balik
kebijakan impor gula, beras, dan garam yang dilakukan pemerintah.
Ketua Badan Advokasi Hukum Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, laporan
tersebut terpaksa dibuat karena tidak ada niat baik dari pihak Rizal Ramli untuk
meminta maaf. Sebab, Rizal Ramli telah diberikan waktu klarifikasi selama 3 x 24
jam.
"Pada prinsipnya kami tidak menutup komunikasi, tetapi kami sampaikan agar
terlebih dahulu menjawab substansi dari somasi yakni mencabut pernyataan yang
tidak benar terkait bapak Surya Paloh," kata Taufik Basari di lokasi, Senin 17
September 2018.
Menurut Taufik, pihaknya telah berupaya menempuh jalan damai dengan cara
meminta Rizal Ramli menarik pernyataannya dan mengklarifikasinya.
"Kemarin ada komunikasi dari ihak Rizal Ramli untuk meminta pertemuan
membicarakan penyelesaian masalah, pada prinsipnya kami tidak menutup
komunikasi," katanya.
Laporan itu diterima polisi dengan nomor TBL/4963/IX/2018/PMJ/Dit
Reskrimum tertanggal 17 September 2018. Rizal terancam Pasal 310 dan atau 311
KUHP dan atau Pasal 27 Ayat 3 junto Pasal 45 Ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
5. Biarkan Anak Dianiaya Kekasih, Ibu Muda Terancam 15 Tahun Penjara
Jum'at, 19 Oktober 2018 - 20:05 WIB
BOGOR - Kasus tewasnya BI
(2), balita yang tewas di tangan
kekasih ibunya memasuki babak
baru. Setelah menahan Gian
Navarra Gunawan alias Dion
(28), sebagai tersangka kasus
penganiayaan dan pembunuhan
anak di bawah umur, kini giliran
DS (26), ibu kandung korban berstatus serupa.
Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse dan
Kriminal Polresta Bogor Kota menetapkan DS sebagai tersangka karena diduga
ikut terlibat dalam kasus meninggalnya BI.
Penetapan ibu kandung korban menjadi tersangka berdasarkan hasil penyidikan,
di mana ibu korban diduga mengetahui dan membiarkan peristiwa penganiayaan
yang dilakukan kekasih gelapnya.
"Semua pelaku sudah ditahan, iya termasuk ibunya karena sudah jadi tersangka
juga. Saat ini mereka ditahan untuk melengkapi berkas berita acara pemeriksaan
(kasus penganiayaan hingga menewaskan balita)," kata Kepala Satreskrim
Polresta Bogor Kota Kompol Agah Sonjaya di Bogor, Jumat (19/10/2018).
Menurutnya, dari hasil pemeriksaan sementara, ibu kandung korban berdalih
kekerasan hingga menyebabkan anak kandungnya tewas serupa dengan
kekasihnya yakni semata-mata untuk mendidik anak. "Mereka terancam hukuman
kurungan 15 tahun penjara," katanya.
Diberitakan sebelumnya, BI dianiaya hingga tewas di sebuah indekos di RT4/15,
Kelurahan Bantarjati, Bogor Utara, Kota Bogor, Selasa 16 Oktober 2018. Aksi
penyiksaan terhadap balita B itu dilakukan Dion sejak satu bulan terakhir.
Kasus ini terungkap bermula saat ibu korban, DS membawa anaknya ke Rumah
Sakit Azra usai tak sadarkan diri akibat penganiayaan yang dilakukan Dion.
6. Dua Anak di Bawah Umur Relawan Yayasan Sosial Disekap dan Dianiaya
Senin, 24 September 2018 - 21:20 WIB
TANGERANG SELATAN -
Kejadian memilukan menimpa
dua anak di bawah umur di
sebuah yayasan sosial di Jalan
Tentara Pelajar, Perigi Baru,
Pondok Aren, Tangerang
Selatan (Tangsel). Mereka
disekap berhari-hari seraya
mendapat penganiayaan dari
pengurus yayasan sosial Husnul Khotimah Indonesia.
Kedua anak malang itu berinisial, SA (16) dan GP (16), Keduanya tercatat pernah
menjadi relawan di yayasan amal tersebut. Saat bertugas, mereka berkeliling
pemukiman dan mendatangi rumah satu-persatu dengan modal amplop kosong
dan brosur yayasan.
Peristiwa tragis itu dimulai saat beberapa pengurus yayasan pada 5 September
2018 lalu memergoki SA dan GP berada di wilayah Jakarta Selatan. Meski sudah
tak menjadi relawan yayasan, keduanya dan seorang remaja yang diketahui
bernama Dona Ardiana (21), terlihat tengah meminta sumbangan dengan brosur
yayasan.
Melihat hal itu, pengurus yayasan bernama Dedi (25), langsung membawa
ketiganya ke kantor yayasan untuk diinterogasi. Disana, Dedi dibantu pengurus
lain, yakni Abdul Rojak (33) dan Haerudin (27), langsung melakukan
penganiayaan.
"Ketiga korban dibawa ke kantor yayasan lalu diintimidasi dan dianiaya.
Penganiayaan itu berupa pemukulan, mata dan mulut korban ditutup lakban,
rambutnya digunduli secara paksa. Salah satu tersangka juga mengarahkan
sepatunya ke mulut korban dengan cara paksa untuk dijilat," ujar Kapolres
Tangsel AKBP Ferdy Irawan, kepada wartawan, Senin (24/9/2018) sore.
Menurut Ferdy, para tersangka mengakui bahwa penganiayaan itu dipicu oleh
ulah korban yang meminta sumbangan mengatasnamakan yayasan. Ketiganya pun
disekap selama lima hari dan diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp18 juta
jika ingin dilepaskan.
"Keluarganya (korban) melapor bahwa korban ini disekap oleh yayasan. Jika
ingin dilepas maka harus menebusnya berdasarkan kerugian yayasan selama
namanya dicatut oleh korban. Lalu kita lakukan penyelidikan. Dua tersangka kami
tangkap dalam waktu berbeda. Sedangkan tersangka Haerudin masih buron,"
katanya.
Informasi yang dihimpun, para pelaku memiliki posisi berbeda-beda di yayasan
yang baru berdiri sekitar dua tahun lalu itu. Pelaku Dedi diketahui bertugas
sebagai pengurus, sedangkan Abdul Rojak sebagai pemilik dan penanggung jawab
yayasan. Sementara aeruddin yang bekerja sebagai pegawai tak tetap Dinas
Perhubungan Kota Tangsel itu berstatus teman dari Abdul Rojak.
Parahnya, dari hasil penyelidikan diketahui jika ternyata hasil penggalangan
donasi amal selama ini digunakan untuk keperluan pribadi para pelaku.
Sedangkan status yayasan masih dalam penelusuran dan menunggu penjelasan
lembaga terkait (Kemenkumham).
"Berdasarkan pengakuan tersangka, rupanya donasi yang terkumpul selama ini
digunakan untuk keperluan pribadi. Per hari mereka minimal mendapat setoran
Rp300 ribu dari satu relawan, nanti hasilnya 70 persen untuk tersangka, sisanya
30 persen untuk relawan itu," jelas Ferdy.
Dua dari tiga korban yang masih dibawah umur itu kini terus didampingi oleh
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota
Tangsel. Sebab penyekapan dan penganiayaan yang dialami keduanya masih
menyimpan trauma mendalam.
Adapun atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal berlapis dengan ancaman
hukuman 15 tahun penjara.
7. Dianiaya Ayah Tiri, Balita Dua Tahun Patah Hidung
Senin, 2 Juli 2018 - 18:46 WIB
DEPOK - SV anak berusia dua tahun mengalami
tindakan kekerasan dan penganiayaan oleh ayah tirinya
RD (28). Akibatnya, SV menderita luka lebam dan
tulang hidungnya patah.
Kini RD yang memiliki pekerjaan sebagai seorang sopir
angkot D-05 Trayek Bojonggede-Terminal Depok harus
berurusan dengan aparat Kepolisian karena diduga
melakukan penganiayaan.
Informasi yang dihimpun, penganiayaan terjadi di rumah
kontrakan Gang Kapuk RT 05/13 Kelurahan
Bojonggede Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor. Kejadian ini berawal
ketika SV digendong oleh RD di rumahnya.
Namun SV tidak mau digendong oleh pelaku sehingga anak tersebut menangis
dan langsung dipukul oleh RD. SV pun mengalami luka lebam di bibir atas dan
bawah.
Ibu kandung korban Mirna Wati mengatakan, SV sering dipukuli oleh ayah
tirinya."Engak hanya SV, saya pun sering dipukuli RD," kata Mirna pada
wartawan Senin (2/7/2018).
Kanit Perlindungan Perempuan Polresta Depok Iptu Nurul Karmilawati
mengatakan, RD yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot D-05 trayek
Bojonggede-Terminal Depok telah ditangkap."Pelaku masih menjalani
pemeriksaan dan sejumlah saksi pun telah dimintai keterangan," ucapnya.
KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA TAHUN 2015

1. Kematian Angeline

Angeline, bocah 8 tahun di Denpasar, Bali, dilaporkan hilang pada 16 Mei 2015
oleh ibu angkatnya Margriet Megawe. Dia dilaporkan raib saat sedang bermain di
halaman rumahnya, Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Denpasar, Bali, pada
pukul 15.00 Wita.

Namun, beberapa waktu berselang, bocah malang itu ditemukan terkubur di dekat
kandang ayam rumahnya pada Rabu 10 Juni 2015. Hasil autopsi jenazah bocah
yang bernama asli Engeline itu menemukan banyak luka lebam di sekujur
tubuhnya. Begitu pula dengan luka bekas sundutan rokok dan jeratan tali di leher
Angeline.

2 orang terdekat Angeline kini menjalani persidangan. Margriet, si ibu angkat, dan
Agustinus Tae, mantan pekerja di rumah itu, harus duduk di kursi pesakitan
karena dituduh sebagai pembunuh bocah malang itu. Hingga kini, persidangan
kedua terdakwa itu masih terus berlangsung dan keduanya saling tuding
menyalahkan.
2. Terlantarnya Bocah Cibubur

Kasus penelantaran anak kembali mencuat pada Mei 2015. Korbannya kali ini
adalah 5 orang anak kandung pasangan Utomo dan Nurindria. Kasus berawal dari
laporan warga tentang anak laki-laki berusia 8 tahun berinisial AD yang sudah
sebulan berkeliaran di sekitar kompleks perumahan.

Selama sebulan bocah tersebut tidur di pos jaga dan mendapat makanan dari
tetangga. Selain itu, ada bekas luka di kaki AD yang menunjukkan masa
penyembuhan lukanya lama akibat pukulan benda tumpul.

Polisi lalu menyelamatkan anak tersebut dan berlanjut penggeledahan rumah


orangtua korban. Polisi mendapati 4 saudari perempuan AD dalam kondisi fisik
yang buruk. Mereka kekurangan gizi dan tengah dalam keadaan tertekan. Polisi
selanjutnya mengamankan orangtua mereka karena adanya dugaan penelantaran
anak.

Dalam pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, kedua orangtua bocah itu positif
menggunakan narkoba. Kini pasutri tersebut menyandang status tersangka
penelantar anak.
3. Pembunuhan Sadis Ibu dan Anak

Sepasang ibu dan anak ditemukan tewas sekitar pukul 17.30 WIB, Kamis 8
Oktober 2015, dalam kondisi mengenaskan di Cakung, Jakarta Timur. Luka sobek
dan pendarahan hebat menjadi penyebab kematian Dayu Priambarita dan Yoel
Immanuel. Korban Dayu (45) terluka di leher kiri, dagu sebelah kanan, punggung
kiri, dada kanan dan bawah ketiak kanan. Sedangkan anaknya, Yuel (5),
mengalami luka terbuka di leher.

Beberapa hari kemudian, polisi menangkap Heri Kurniawan sebagai pembunuh


ibu dan anak itu. Dalam penyelidikan, motif utama Heri membunuh murni karena
hendak merampok isi rumah. Karena aksinya dipergoki korban Dayu Priambarita
dan diteriaki maling, Heri menusukkan pisau ke leher korban. Dengan sisa tenaga,
korban masih berusaha melawan hingga akhirnya tewas usai ditikam berkali-kali
oleh Heri.

Selain dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan 365 KUHP tentang
Pencurian dengan Kekerasan, polisi juga menambahkan jeratan hukum dengan
memasukkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak
dengan ancaman maksimal seumur hidup.
4. Pembunuhan Bocah dalam Kardus

Seorang bocah bernama PNF atau F (9) ditemukan tewas tanpa identitas
terbungkus kardus di Kalideres, Jakarta Barat, Jumat, 2 Oktober 2015. Saat kardus
dibuka, mulut, kaki dan tangan bocah kelas 3 SD 05 Pagi, Rawa Lele itu, dilakban
dengan ketat.
Tidak membutuhkan waktu lama, polisi menciduk Agus Darmawan alias Agus
Pe'a (39) sebagai pembunuh sekaligus pencabul PNF. Jejaknya bisa terlacak
setelah polisi menemukan kecocokan antara DNA pelaku dengan sampel yang
tertinggal di tubuh bocah F.
Sosok Agus bukan orang asing di mata keluarga PNF. Ayah korban merupakan
teman masa kecil Agus. Karenanya, PNF tidak menghindar saat dipanggil
tersangka dalam perjalanan pulang sekolah. PNF menurut saja saat Agus
memintanya masuk dan mengunci pintu bedengnya.
Setelah PNF melepas sepatunya, tangan dan kaki bocah itu diikat menggunakan
kabel charger ponsel dan mulutnya disumpal kaos kaki. Agus selanjutnya
mencabuli bocah anak tetangganya itu dan menjerat lehernya dengan kabel hingga
tewas.
Dalam rekonstruksi diketahui, Agus membakar sejumlah barang bukti, yaitu tas
sekolah, kabel charger dan barang-barang lain milik PNF. Setelah itu rekonstruksi
dilanjutkan ke lokasi pembuangan PNF di Jalan Sahabat, Kamal, Kalideres,
Jakarta Barat yang jaraknya sekitar 7 kilometer dari bedeng Agus.
5. Pembunuhan Siswi SMP Benhil

Tidak ada prasangka buruk di benak AAP (12) saat sang paman, Rizal alias
Anwar, mengajaknya jalan-jalan pada 22 Oktober 2015. Membonceng motor
Rizal, bocah yang masih mengenakan seragam SMP itu hanya menurut saat Rizal
mengarahkan motornya tanpa memberitahu arah.
Setelah 5 jam menempuh perjalanan panjang dan macet dari Bendungan Hilir
Jakarta Selatan, sampailah keponakan dan paman itu di Area Perhutani Jasinga
Bogor pukul 20.00 WIB. Siswi SMP itu lalu diajak Rizal masuk ke dalam area
hutan yang gelap dan sepi. Tak ada lampu penerang jalan di sana, bahkan sinar
bulan tak mampu menembus rimbunnya daun pepohonan yang menjulang tinggi.
Rizal memberhentikan motornya di pinggir jalan yang beralaskan tanah tanpa
mematikan mesin motor agar lampu kendaraan menerangi jalan sekitar. Rizal pun
langsung memaksa korban untuk mau melayani dirinya dengan ancaman akan
meninggalkan AAP jika permintaannya tidak dipenuhi.
Korban yang telah disetubuhi mengancam akan memberitahukan perbuatan Rizal
kepada ibunya. Dirundung rasa takut ketahuan, Rizal mengambil sebongkah batu
kali dan menghantamkannya ke kepala AAP bagian belakang. Untuk memastikan
korban sudah tak bernyawa, Rizal menghantam wajah korban dengan batu hingga
akhirnya nyawa AAP melayang.
6. Hotman Paris Dilaporkan ke Polisi Kasus Pencemaran Nama Baik
CNN Indonesia | Selasa, 25/10/2015

Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara Hotman Paris Hutapea dilaporkan ke Polda


Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik. Laporan tersebut dilayangkan
oleh rekan seprofesinya, Mahidin Jaya pada Senin (24/10).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kommisaris Besar Awi
Setiyono mengatakan dugaan pencemaran nama baik itu terjadi saat keduanya
diundang di sebuah acara talk show bertajuk 'Polemik Pro Penasihat Hukum dan
Pro Jaksa Penuntut Umum' dalam kasus kopi bersianida Jessica Kumala Wongso.

"Iya baru kemarin (laporannya). Yang laporkan pengacara Pak Jaya," kata Awi di
Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat pada Selasa (25/10).
Menurutnya, laporan itu dilakukan terkait ucapan Hotman yang dinilai Jaya tidak
pantas. Dalam acara tersebut, Hotman memotong pembicaraan Jaya dan
memakinya dengan kata-kata tidak sopan, 'Lu nggak pakai otak, pendapat lu
terlalu bodoh, itu bodoh banget, parah banget sih lo, goblok nih orang'.
"Atas kejadian tersebut, pelapor merasa dicemarkan nama baiknya. Selanjutnya
mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpada (SPKT) Polda Metro Jaya
untuk membuat laporan," ucap Awi.
Laporan yang dilayangkan Jaya terdaftar dengan nomor: LP/5164 / X/ 2015/ PMJ/
DITRESKRIMUM. Dalam laporan ini, Hotman terancam dikenakan Pasal 310
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pencemaran Nama Baik
dan Pasal 311 KUHP tentang Fitnah.
"Laporannya tentu kami dalami. Penyidik akan bekerja dengan memeriksa saksi-
saksi terlebih dulu," tutur Awi.
Dihubungi terpisah, Hotman menanggapi laporan yang dibuat Jaya dengan santai.
Ia pun membantah telah mencemarkan nama baik Jaya.
"Itu kan perdebatan di televisi dan ada jurinya. Kalau kita menyatakan pendapat
lawan salah, ya itu tidak mencemarkan nama baik. Karena orangnya di situ. Kan
namanya perdebatan," ujarnya.
Hotman menceritakan, debat panas itu terjadi kala Jaya melontarkan pernyataan
bahwa saksi dah ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum lebih kuat posisinya
ketimbang saksi dan ahli dari kuasa hukum terdakwa.
"Itu salah karena posisi ahli dan saksi dari jaksa penuntut atau pengacara itu sama.
Saya memberi pengertian agar masyarakat jangan sampai salah pengertian " kata
Hotman.
Lebih dari itu, Hotman mengaku tidak akan melaporkan balik Jaya ke polisi. Ia
pun berjanji akan memenuhi panggilan polisi terkait laporan Jaya ini.
"(Dia) pengacara junior, biarkan saja, ini bagian dari proses pembelajaran," tutur
Hotman.
7. Sidang kasus 'perbudakan' di Benjina digelar
18 November 2015

Persidangan terhadap lima warga Thailand dan tiga warga Indonesia terkait
kasus 'perbudakan' ratusan orang Myanmar di Benjina, Maluku, tengah
bergulir di Pengadilan Negeri Tual, sekitar 600 kilometer sebelah tenggara
Kota Ambon.
Para terdakwa ditangkap di Benjina, salah satu desa di Kepulauan Aru, pada
Mei lalu.
Mereka terdiri dari Youngyut Nitiwongchaeron, Boonsom Jaika, Surachai
Maneephong, Hatsaphon Phaetjakreng, dan Somchit Korraneesuk. Adapun ketiga
warga Indonesia ialah Muklis Ohoitenan, Hermanwir Martino, dan Yopi
Hanorsian.
Menurut Edy Toto Purba -selaku hakim ketua dalam sidang di Pengadilan Negeri
Tual- mereka menghadapi gugatan berupa Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor
21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
“Ancaman hukuman menurut pasal itu adalah dipenjara minimal tiga tahun dan
maksimal 15 tahun,” kata Edy kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome
Wirawan.
Selain ancaman hukuman penjara, pasal itu memberi sanksi denda minimal Rp120
juta dan maksimal Rp600 juta.
Edy memperkirakan durasi sidang dapat mencapai Januari 2016 mendatang.
Pasalnya, selain alur sidang yang masih panjang, tim hakim harus memeriksa
sekitar 20 saksi asal Myanmar.
“Terkendala bahasa, tapi dari pihak kedutaan akan menyiapkan penerjemah,”
ujarnya.

Para pekerja disekap


Berdasarkan dokumen persidangan, para terdakwa menawari pekerjaan kepada
banyak orang dari Myanmar dan Thailand.
Kasus perbudakan di Benjina mengemuka setelah kantor berita Associated Press
membuat laporan investigasi.
Menurut laporan itu, sejumlah warga Myanmar didatangkan melalui Thailand
untuk dipaksa bekerja untuk PT Pusaka Benjina Resources.
Di dalam kompleks perusahaan berlantai lima itu terdapat kerangkeng-kerangkeng
untuk mengurung 'budak-budak' asal Myanmar tersebut dan mereka bekerja 20
hingga 22 jam per hari.
Sebagian korban yang bisa diwawancarai AP mengaku akan dicambuk dengan
menggunakan buntut ikan pari beracun jika mengeluh atau mencoba beristirahat.
Salah seorang yang berhasil melarikan diri, Hlaing Min, mengatakan banyak dari
'budak' tersebut yang akhirnya mati di laut.
Thanawuti, seorang nelayan Thailand yang diduga korban perbudakan di
Benjina bercerita ia dipaksa bekerja keras untuk menguras berton-ton ikan di
perairan Maluku dan sekitarnya.
"Kami hanya tidur sangat sebentar. Kami bekerja sampai tangkapan kami penuh.
Kapal dapat menampung berton-ton ikan. Kami selalu bekerja di seputar Perairan
(Teluk) Ambon, dan jaring kami penuh tangkapan dengan sangat cepat."
Bagaimanapun laporan kantor berita AP tersebut sempat dibantah Kapolres
Kepulauan Aru, AKBP Howard Huwae, dengan menyebutnya sebagai 'bohong
belaka' yang dibesar-besarkan media.
KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA TAHUN 2014

1. Kasus Perbudakan, Yuki Si Bos Kuali Divonis 11 Tahun Bui


25 Mar 2014, 16:34 WIB

Liputan6.com, Tangerang - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang


menjatuhkan vonis 11 tahun penjara kepada bos pabrik kuali Yuki Irawan (41).
Yuki Irawan terbukti melakukan penyiksaan dan berbudakan kepada
karyawannya.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, perekrutan,
penyekapan, eksploitasi, penggelapan, dan tanpa izin membuka industri dan tidak
memberitahukan kepada pemerintah," tegas Ketua Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Tangerang Hasiadi Sembiring, saat membacakan vonisnya, Selasa
(25/3/2014).
Yuki yang membuka pabriknya di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi,
Sepatan, Kabupaten Tangerang itu, divonis 11 tahun penjara, denda Rp 500 juta
subsider kurungan 3 bulan penjara.
Mendengar putusan tersebut, Yuki yang mengenakan kemeja putih berompi hijau
tahanan, hanya tertunduk di kursi pesakitan.
Yuki melanggar pasal 24 UU Nomor 25 tahun 1984 tentang Perindustrian, pasal
88 UU Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, pasal 2 UU Nomor 21
tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia, dengan ancaman hukuman di atas 15
tahun penjara.
Putusan ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Yuki
dituntut 13 tahun penjara, dan harus membayar restitusi atau pemulihan mental
dan fisik 62 pekerjanya, sebesar Rp 17 miliar.
Terkait restitusi, hakim menyatakan tidak menerimanya. Sebab, pengajuan
restitusi melalui JPU oleh LPSK tanpa mencantumkan permohonan restitusi.
Mendengar putusan tersebut, tim kuasa hukum Yuki, Slamet Yuwono, langsung
menyatakan banding. "Kami kecewa dengan putusan persidangan. Kami akan
lakukan banding," ujarnya.
Menurut Slamet, selama proses persidangan, hakim maupun anggotanya, banyak
menerima intervensi atau tekanan dari berbagai pihak. "Lihat saja, setiap sidang
pasti ada aksi-aksi dari buruh. Ini seperti bentuk intervensi," tandasnya. (Yus
Ariyanto)
2. Kronologis peristiwa Paniai, 2014

Menurut Kontras, kejadian bermula pada 8 Desember 2014 tengah malam, saat
sebuah mobil hitam melaju dari Enaro menuju kota Madi, diduga dikendarai oleh
dua oknum anggota TNI, dihentikan tiga remaja warga sipil.
Ketiga remaja tersebut meminta lampu mobil dinyalakan karena warga sedang
mengetatkan keamanan jelang natal. Mereka pun menahan mobil tersebut.
Tidak terima ditahan, terduga anggota TNI tersebut kembali ke Markas TNI di
Madi Kota, dan kemudian mengajak beberapa anggota lainnya kembali ke
Togokotu, tempat ketiga remaja tersebut menghentikan mereka.
Mereka pun kembali dan mengejar tiga remaja tadi.
Dua orang lari, satu lainnya dipukul hingga babak belur. Warga lalu melarikan
anak yang terluka tersebut ke rumah sakit.
Keeseokan paginya warga Paniai berkumpul dan meminta aparat melakukan
pertanggung jawaban terhadap remaja yang dipukul.
Warga berkumpul di lapangan Karel Gobay, namun sebelum dilakukan
pembicaraan, aparat gabungan TNI dan Polri sudah melakukan penembakan ke
warga.
Empat orang tewas ditempat, 13 orang terluka dilarikan ke rumah sakit. Satu
orang akhirnya meninggal dalam perawatan di rumah sakit Mahdi.
Kelima orang yang tewas adalah Simon Degei (18 tahun), Otianus Gobai (18
tahun), Alfius Youw (17 tahun), Yulian Yeimo (17 tahun), Abia Gobay (17
tahun). Kesemuanya pelajar di SMA Negeri 1 Paniai.
3. Pembunuhan Ade Sara

Pasangan kekasih, Ahmad Imam Al Hafitd (19) dan Assyifa Ramadhani (19) alias
Sifa telah divonis hukuman 20 tahun bui setelah terbukti terlibat dalam
pembunuhan keji terhadap Ade Sara. Namun sebelum semuanya terungkap di
meja persidangan, keduanya tampil tanpa cela. Jejak mereka tak mencurigakan.
Keduanya bahkan menuliskan ucapan dukacita atas kepergian Ade Sara pada
usianya yang terbilang muda, 19 tahun, lewat akun Twitter masing-masing.
Begitu kecurigaan mengarah kepada mereka, Hafitd dan Syifa menjadi bahan
bully-an dan dicemooh.
Gadis bernama lengkap Ade Sara Angelina Suroto itu jasadnya ditemukan di
bawah kolong jembatan di ruas Tol Bekasi pada Maret 2014 lalu. Penyelidikan
kasus kematiannya mencengangkan. Ade Sara dibunuh oleh mantan pacar dan
temannya. Detik-detik terakhir kematian Ade Sara sempat disetrum, mulutnya
disumpal koran dan lehernya dijerat tali tas hingga tewas.
4. TNI Bakar Juru Parkir Monas

Prajurit Satu (Pratu) Heri, 40 tahun yang terindikasi menggunakan narkoba


merupakan Tamtama Detasemen Markas Pusat Polisi Militer TNI AD yang
terbukti membakar Tengku Yusri, juru parkir di Monumen Nasional. Akibat
ulahnya, Pratu Heri harus mengakhiri masa tugas sebelum waktunya alias dipecat.
Pratu Heri menganiaya Yusri, juru parkir di Monas dengan menyiram bensin dan
membakarnya pada 22 Juni 2014 malam. Sang korban pun meninggal dunia
lantaran luka bakarnya yang cukup parah. Pembakaran dilakukan lantaran Pratu
Heri meminta 'jatah preman' Rp 200 ribu, tapi hanya diberi Rp 50 ribu.
Pratu Heri dipecat pada Senin 7 Juli 2014 di Pusat Polisi Militer TNI AD. Selain
itu, Mahkamah Militer II Jakarta di bawah Mabes TNI juga masih memproses
jadwal persidangan untuk Pratu Heri dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.
5. Ibu Kandung Buang Jasad Anak ke Septic Tank

Warga Desa Yosorati, Kecamatan Sumberbaru Jember, Jawa Timur dihebohkan


terungkapnya kasus pembunuhan sadis yang dilakukan ibu kandung. Adalah
Soleha, ibu kandung ini tega menghabisi nyawa Iin, karena kesal putri
kandungnya yang mengalami keterbelakangan mental memecahkan piring
berisikan makanan.
Pembunuhan sadis itu telah dilakukan Soleha sejak Juli 2012. Kala itu, pelaku
memukul kepala korban dengan benda keras hingga tewas. Lantas jasad sang buah
hati dibuang ke lubang septic tank. Hingga 8 Agustus 2014, kasus ini baru
terbongkar setelah sang suaminya yang baru pulang bekerja dari Malaysia
menanyakan keberadaan putrinya. Akibat perbuatannya, Soleha terancam
hukuman 15 tahun penjara.
6. Mayat Tersumpal Pakaian Dalam

Jasad Dian Dwi Puryani ditemukan mengenaskan di tengah hutan Wisata


Tinjomoyo, Kecamatan Gunungpati Semarang, Jateng. Saat ditemukan pada
Selasa 11 November 2014 sore, mulutnya tersumpal pakaian dalam, begitu juga
lehernya, pun terikat pakaian dalam.
Saat ditemukan seorang pencari rumput bernama Rohmat itu, tangan Dian juga
diikat kuncir rambut, dan korban tidak memakai celana. Ada bercak darah yang
diduga adalah darah menstruasi karena ditemukan juga pembalut di lokasi.
Hingga kini pembunuh ibu dua anak berumur 30 tahun itu masih misteri.
Polisi memeriksa seluruh keluarga Dian, termasuk suaminya, Lilik, yang sudah
pisah ranjang. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak adanya unsur pidana dari
sang suami. Kerabat lain, termasuk ayah Dian juga ikut diperiksa. Jenazah Dian
dikebumikan di pemakaman Gedong Minong, Semararang Kamis 13 November
2014.
7. Mayat dalam Mobil di Bandara Soetta

Sri Wahyuni, ibu 2 anak tewas dengan tragis. Jasadnya ditemukan membusuk di
dalam mobil Honda Freed bernomor polisi B 136 SRI yang terparkir di Terminal
2D Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta pada 19 November 2014 pagi. Saat
ditemukan, wajah wanita berumur 42 tahun itu hampir sulit dikenali karena
kulitnya sudah mulai pecah.
Polisi sempat kehilangan jejak sang pembunuh beberapa hari. Namun polisi
akhirnya menangkap teman dekat Sri, Jean Alter Huliselan (JAH) di Nabire,
Papua. Belakangan diketahui, JAH membunuh dengan cara mencekik leher Sri
dalam mobil di Taman Brawijaya, Jakarta Selatan. Motif pembunuhan ini diduga
lantaran Sri cemburu karena JAH menolong teman perempuannya saat mabuk,
hingga berujung cekcok.
Identitas jenazah Sri terungkap berkat kedatangan pria yang mengaku suaminya
bernama Yan Arief Siregar, saat mendatangi jenazah di RSCM. Yan mengaku, Sri
pergi sejak Jumat 14 November 2014. Saat itu, Sri mengatakan ingin makan
malam bersama anak-anaknya. (Rmn/Mut)

Anda mungkin juga menyukai