Anda di halaman 1dari 4

HUKUM PAJAK

Hubungan Pajak dengan pancasila sila


ke- 4

Disusun oleh :
Agung Muhamad Rizki
Fauziah Shohwatul Islam
Ika Kusumah Dewi
Intan
Lista Puji
Enung
Munaroh
Natali
Pramita

Kelas Khusus Akuntansi


Manajemen
Semester 4
STIE DR.KHEZ MUTTAQIEN
Pajak adalah utang anggota masyarakat kepada masyarakat itu sendiri, dan di Indonesia
falsafah pajak adalah Pancasila dan sila silanya dijabarkan dalam undang undang pajak.
Pajak yang dipungut oleh pemerintah harus berdasarkan undang undang dan hal ini
dilaksanakan berdasarkan sumber hukum formal pajak yang terdapat dalam pasal 23 ayat (2)
UUD 1945 Republik Indonesia yang menyatakan : Segala pajak untuk kegunaan kas negara
berdasarkan undang undang dan juga cerminan dari sila ke empat Pancasila.

Yang mana sifat daripada pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada
pemerintah yang tidak ada imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk. Namun, karena
sifat pajak yang seperti inilah maka pajak dalam kata sehari - hari hampir menyerupai
perampasan, perampokan atau pemberian hadiah, sehingga untuk memberikan paying hukum
kepada kegiatan pemungutan pajak maka harus mendapat persetujuan dari rakyat yang mana
dengan membentuk Undang Undang pajak tersebut. Tetapi, kenapa harus Undang
Undang? hal ini dikarenakan Undang Undang merupakan Produk dari Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) RI yang dipilih secara langsung dan demokrasi oleh rakyat, sehingga apa yang
dibuat dan disetujui oleh DPR maka dianggap rakyat juga setuju.

Namun penerimaan uang pajak tersebut harus digunakan untuk membiayai kepentingan
umum yang diklasifikasikan kedalam pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Dan untuk mengetahui bagaimana penggunan uang pajak tersebut dijalankan, maka
Pemerintah membuat rancangan APBN yang diajukan kepada DPR untuk mendapat
pengesahan dan dituangkan dalam bentuk undang undang, dan kemudian pemerintah
diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban atas penggunaan APBN tersebut untuk
mendapat pengesahan dari DPR dan dimuat dalam undang undang formal.

Dalam pajak ada juga pengecualian, hal ini berdasarkan pada sila kelima Pancasila
yang menyatakan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sehingga pengenaan
pajak harus berdasarkan pada rasa keadilan, sehingga anak anak, wanita dan tidak
mempunyai penghasilan atau pendapatannya berada dibawah pendapatan rata rata yang
ditentukan PPh maka tidak dikenakan pajak. Dan bagi mereka diluar dari hal tersebut
haruslah wajib membayar pajak yang mana hal ini sebenarnya hampir sama dengan zakat.

Pajak dapat dipaksakan dan bersanksi denda dan/ atau sita sedangkan zakat sanksi
berupa Dosa yang akan diperhitungkan saat kita di akhirat bagi mereka yang percaya akan
Tuhan dan cerminan dari sila kesatu Pancasila. Karena sifat pajak yang dapat dipaksakan
maka agar kemanusian yang adil dan beradab yang merupakan cerminan dari sila kedua
Pancasila maka undang undang yang merupakan payung hukum dari pajak haruslah
dirancang dan susun secara hati hati, adil dan lain-lain

Sila Keempat, Kerakyatan Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/ Perwakilan, dimana hal ini tertera dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa semua pajak untuk kegunaan kas Negara berdasarkan UU. Kerakyatan
mengandung arti bahwa rakyat ikut menentukan adanya pungutan yang disebut pajak. Rakyat
dalam ikut menentukan pajak-pajak tidak bertindak secara langsung, melainkan melalui
wakil-wakilnya dalam DPR yang dipimpin secara langsung dan demokratis oleh rakyat
sendiri.

HUBUNGAN SILA KE-4 DENGAN HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA


INDONESIA (WNI) SEHUBUNGAN DENGAN PAJAK

Pancasila merupakan dasar negara. Didalam Pancasila terdapat nilai-nilai dasar yang
mengatur kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara. Termasuk yang terkandung dalam
sila ke-4 pada Pancasila. Nilai-nilai tersebut sangat berhubungan dengan hak dan kewajiban
Warga Negara indonesia (WNI). Tanpa didasarkan pada nilai-nilai Pancasila tersebut maka
tidak akan terpenuhi hak-hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia (WNI).
Pancasila yang digunakan sebagai dasar negara dan ideologi negara. Dimana
Pancasila juga digunakan sebagai tolak ukur dalam berpikir dan bertingkah laku. Sila ke-
empat, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, yang mengandung arti atau makna penerimaan dari rakyat oleh
rakyat, untuk rakyat dengan cara musyawarah dan mufakat melalui lembaga-lembaga
perwakilan. Dimana sila ke-empat memiliki nilai-nilai demokrasi yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai berikut:
1. Kerakyatan
Berarti kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, berarti Indonesia menganut demokrasi.
Yang menjadi dasar hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia (WNI) disini adalah
kekuatan atau kekuasaan rakyat dalam menentukan kepemimpinan dan kedaulatan bangsa
Indonesia.
2. Hikmat kebijaksanaan
Berarti penggunaan pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan
kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur,
dan bertanggungjawab, serta didorong oleh itikad baik sesuai dengan hati nurani. Yang
menjadi dasar hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia (WNI) disini adalah ikut andil
dalam pelaksanaan pencapaian persatuan bangsa dengan sikap yang baik dan positif.
3. Permusyawaratan
Berarti bahwa dalam merumuskan atau memutuskan suatu hal, berdasarkan kehendak
rakyat, dan melalui musyawarah untuk mufakat. Yang menjadi hak dan kewajiban Warga
Negara Indonesia (WNI) disini adalah memperoleh hasil keputusan musyawarah yang
dihasilkan dari keputusan mufakat.
4. Perwakilan
Berarti suatu tata cara mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara, antara lain dilakukan melalui badan perwakilan rakyat. Yang
menjadi hak dan kewajiban Warga Negara indonesia (WNI) disini adalah mendapatkan
perlindungan secara damai dan mentaati aturan-aturan Negara.
5. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggungjawab baik terhadap masyarakat
bangsa maupun secara moral terhadapTuhan yang Maha Esa.
6. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
7. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan adalah
merupakan suatu bawaan kodrat manusia.
8. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelompok, ras, suku
maupun agama.
9. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab.
Dalam kaitannya dengan sila ke-empat ini, maka segala aspek penyelenggaraan Negara
harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakekat rakyat, yang merupakan suatu keseluruhan
penjumlahan semua warga Negara yaitu Negara Indonesia. Maka dalam penyelenggaraan
Negara bukanlah terletak pada suatu orang dan semua golongan satu buat semua, semua buat
satu. Dalam hal ini Negara berdasarkan atas hakikat rakyat ,tidak pada golongan atau
individu. Negara berdasarkan atas permusyawaratan dan kerjasama dan berdasarkan atas
kekuasaan rakyat. Negara dilakukan untuk kepentingan seluruh rakyat, atau dengan lain
perkataan kebahagian seluruh rakyat dijamain oleh Negara. Maka seluruh hak dan kewajiban
Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai rakyat akan terpenuhi kesejahteraannya.

Anda mungkin juga menyukai