Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I

FARMAKOTERAPI PASIEN DISPEPSIA NON ULKUS

Disusun oleh :

Rafael Ega Gilchrist ( G1F013044 )

Sukmawati Marjuki ( G1F013046 )

Nandya Ardya Gharini ( G1F013048 )

Dena Nurbani Azhar ( G1F013052 )

Senandung Nacita ( G1F013054 )

Amalia Nur Khasanah (G1F013056 )

Dosen Pembimbing Praktikum : Tunggul Adi P., M.Sc., Apt.

Nama Asisten : Okky Dian Pratiwi

LABORATORIUM FARMASI KLINIK

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2015
A. Kasus
Tn NN, umur 60 tahun mengeluh perih lambung bagian atas, kembung, pegal,
dan pusing. Tn NN memiliki riwayat penyakit maag.Tn NN tidak memiliki riwayat
alergi dan memiliki gaya hidup makan telat, makan-makanan pedas, dan merokok.
Riwayat penggunaan obat 1 bulan terakhir Tn NN adalah mylanta.
B. Dasar Teori
1. Patofisiologi
Dispepsia adalah kondisi fisik umum yang berkaitan dengan gejala
perut atas yang kompleks termasuk nyeri atau tidak enak pada perut bagian
tengah atas, rasa penuh di perut, cepat kenyang, perut begah dan kembung,
sendawa, dan mual. Prevalensi dyspepsia secara umum tidak diketahui, tetapi
diperkirakan 25-40% kejadian dyspepsia tiap tahun terjadi pada orang dewasa.
(Ringel Y., UNC Division of Gastroenterology and Hepatology).
Merokok merupakan salah satu pencetus terjadinya dyspepsia.
Asap rokok menyebabkan kerusakan sebagian mukosa lambung. Rokok juga
dapat menyebabkan penurunan tekanan springter esofagus bagian bawah
sehingga menyebabkan refluks gastroesofagus dan mengganggu pengosongan
lambung (Moore, 1997).
Gangguan saluran pencernaan dapat disebabkan karena
merokok, penurunan tekanan springter esofagus bawah, stress emosional,
makanan yang memicu sekresi asam lambung berlebih seperti kopi, alergi,
sensitive terhadap merica, cabe, jahe, dan rempah lain. Factor yang lain adalah
kebiasaan makan sambil bicara atau gigi yang tanggal sehingga udara tertelan
ketika makan menyebabkan kembung dan rasa penuh di perut.
Gangguan psikis (ansietas/depresi) dipercaya dapat
menimbulkan sindrom dyspepsia karena dapat meningkatkan sekresi asam
lambung, desmotilitas saluran cerna, inflamasi, hipersensitif viseral (long
Streth GF, 2004).
Berdasarkan penelitian Mei-ling dkk (2015), dispepsia memiliki
hubungan yang kuat dengan sakit kepala, prevalensi yang tinggi dari sakit
kepala telah dilaporkan pada orang dewasa yang mengeluh gejala
gastrointestinal seperti reflux disease, diare, konstipasi dan mual. Mekanisme
patofisiologis yang menjelaskan hubungan antara sakit kepala dan dispepsia,
yaitu terjadinya ketidaknormalan fungsi vagal dan mechanosensory visceral
serta keberadaan neuropeptida. Calcitonin gene-related peptide (CGRP)
merupakan neurotransmitter penting yang menghambat syaraf sensorik dan
memiliki peran pada syaraf aferen viseral di jalur gastrointestinal, yang mana
dapat menyebabkan gejala dispepsia fungsional.
2. Guidline Terapi

C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan


1. Profil Pasien
a. Nama : Tn. NN
b. Umur : ± 60 tahun
c. Jenis Kelamin : Pria
d. Keluhan : Perih lambung bagian atas, kembung, pegal, dan
pusing
e. Riwayat Penyakit : Maag
f. Riwayat Alergi :-
g. Diagnosa : Dispepsia non ulkus
2. Objective
-
3. Assesment
4. Plan
a. Tujuan Terapi
1. Mengatasi gejala-gejala yang ditimbulkan dispepsia non ulkus pada pasien seperti
muntah, kembung, rasa perih, dll.
2. Memberikan terapi penekanan asam lambung.
3. Memberikan terapi non farmakologis pada pasien disertain KIE
4. Meningkatkan kualitas hidup pasien
b. Terapi Non Farmakologis
1. Menghindari makanan tinggi lemak.
2. Makan lebih sering dengan porai yang lebih sedikit.
3. Menghindari makanan yang memicu gejala (makanan asam, pedas).
4. Manajemen stress.
5. Menghindari makanan yang dapat memperburuk gejala dispepsia seperti bawang,
kopi, lada, buah jeruk, rempah-rempah, dan minuman berkarbonasi ( Talley dan
Vakil, 2005).
6. Menghindari alkohol dan rokok, karena asap rokok menyebabkan kerusakan sebagian
mukosa lambung, menurunkan tekanan springter esofagus bagian bawah sehingga
menyebabkan refluks gastroesofagus dan mengganggu pengosongan lambung
(Moore,1997).
7. Menjauhi obat-obat penginduksi seperti: NSAID, Ca Channel Blocker, biphosphonat,
theopylin (Sanaer, J. et al, 2000).
c. Terapi Farmakologis
Terapi dispepsia non ulkus menggunakan pilihan PPI dibandingkan dengan H2RA,
PPI memberikan penekanan asam lambung lebih lama dan kuat sehingga masa penyembuhan
lebih cepat (PPI 4 minggu, H2RA 6-8 minggu) ( Bernardi dan Dipiro, 2008). Untuk pasien
diatas umur 55 tahun sebaiknya melewati esophagugastroduodenoscopi (EGD) terlebih
dahulu untuk hasil endoskopi abnormal maka akan diberikan penyembuhan yang cocok.
Untuk hasil tes normal maka diberikan pengobatan PPI dosis rendah atau suspensi AlMg
(Talley et al, 2005).

Pemilihan obat yang digunakan dalam satu golongan PPI didasarkan pada keamanan
terhadap liver pasien dan sediaan yang beredar di Indonesia. PPI oral yang beredar di
Indonesia adalah omeprazol, lansoprazol dan esomeprazol, namun yang tersedia dalam
bentuk generik hanya lansoprazol dan omeprazol. Dosis yang digunakan lansopazol adalah
15 mg per hari. Lansoprazol lebih aman bagi liver karena tidak memiliki efek hepatotoksik
terhadap liver seperti omeprazol ( Sweetman,2009).

Lansoprazol dalam keadaan asam akan berubah menjadi dua molekul selektif yang
akan bereaksi pada gugus sulfahidril pada H+/K+ATPase yang berperan mentransfer ion H+
keluar dari sel parietal (Neal, 2006). Tn. NN mengalami dispepsia non ulkus. Terapi yang
disarankan adalah Lansoprazole 15 mg/hari.

d. Cara minum obat dan frekuensinya

Hal yang
Nama Obat Jadwal Minum Jumlah Manfaat
diperhatikan
Penekan asam
Kapsul tidak boleh
Pagi 1 jam 1 kapsul 15 lambung (Lacy
Lansoprazole dibuka dan digerus
sebelum makan mg C. F., dkk.,
granulnya
2010)

e. KIE

KIE untuk pasien


- Memberikan jadwal minum obat kepada pasien dan mengingatkan ke pasien bahwa
obat tersebut harus digunakan 1 bulan
- Memotivasi pasien untuk melakukan perubahan gaya hidup (menghindari telat makan,
makan makanan yang pedas, dan berhenti merokok).
f. Monitoring

Monitoring Target
Obat
Keberhasilan ESO Keberhasilan
Nyeri Perut bagian
Lansoprazole Nyeri Perut Diare atau Konstipasi atas dan kembung
tidak kembali lagi

D. Diskusi Bersama Dosen

Pertanyaan Diskusi

1. Apa yang terapi yang diberikan oleh Apoteker kepada pasien dispepsia non ulcer
ketika pasien tersebut belum melakukan uji H.pylori?
2. Mengapa digunakan terapi PPI pada pasien tersebut dengan indikasi dispepsia non
ulcer? Dapatkah dihentikan penggunaan obat ketika pasien sudah merasa sembuh?
(saran terapi yaitu 1 bulan)
3. Apa alasan dipilih obat lansoprazol dalam golongan PPI?

Jawaban Diskusi

1. Tes H. Pylori dilakukan dengan melihat keberadaan faktor risiko serius dispepsia,
seperti umur diatas 50 tahun, disfagia, muntah berkepanjangan, anoreksia, anemia,
penurunan berat badan, dan feses berdarah (Bazaldua OV dan Schneider FD, 1999).
Pada pasien yang kami berikan swamedikasi, kehadiran faktor risiko hanya umur
lebih dari 50 tahun, namun untuk gejala dispepsia masih ringan. Oleh karena itu, tidak
perlu dilakukan tes H.pylori, dan pasien langsung diberikan terapi anti sekretori
seperti yang disarankan, yaitu lansoprazol 15 mg, 1 kali sehari. Apabila respon
pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan, dan bila respon pengobatan buruk
dapat dilakukan pemeriksaan endoskopi atau terapi eradikasi untuk H.pylori.
2. Terapi dispepsia non ulkus terbukti lebih baik dengan PPI pada penelitian case control
dibandingkan dengan plasebo dan H2RA (. Secara umum, H2-RA memiliki onset aksi
yang cepat, kurang dari 1 jam, sedangkan PPI memiliki onset yang relatif lama,
namun PPI memberikan penekanan asam lambung lebih lama dan kuat sehingga
masa penyembuhan lebih cepat (PPI 4 minggu, H2RA 6-8 minggu) ( Bernardi dan
Dipiro, 2008).

3. Thomson (2000) menjelaskan bahwa omeprazol lebih baik dalam mengurangi gejala
dispepsia, dan lebih baik pula dibandingkan antasid dan H2RA, dosis omeprazol 10
mg sebanding dengan penggunaan lansoprazol 15 mg dalam menghilangkan gejala
dispepsia.

Pemilihan obat yang digunakan dalam satu golongan PPI didasarkan pada
keamanan terhadap liver pasien dan sediaan yang beredar di Indonesia. PPI oral yang
beredar di Indonesia adalah omeprazol, lansoprazol dan esomeprazol, namun yang
tersedia dalam bentuk generik hanya lansoprazol dan omeprazol. Dosis yang
digunakan lansopazol adalah 15 mg per hari. Lansoprazol lebih aman bagi liver
karena tidak memiliki efek hepatotoksik terhadap liver seperti omeprazol (
Sweetman,2009). Berhubung pasien kami merupakan pasien dengan usia diatas 50
tahun, maka diberikan lansoprazol untuk menghindari kerusakan liver pasien.
E. Kesimpulan

1. Problem medik pasien sesuai keluhan adalah dispepsia non ulkus.

2. Penatalaksanaan terapi farmakologis untuk mengatasi dispepsia non ulkus adalah


pemberian Lansoprazole 1 x sehari 1 kapsul 15 mg satu jam sebelum makan pagi. Terapi
non farmakologis yang disarankan yaitu mengubah gaya hidup dengan menghindari telat
makan, makan makanan pedas dan berhenti merokok.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Bazaldua OV and Schneider FD .1999. Evaluation and management of dyspepsia. Am


Fam Physician. 60(6),1773—84, 1787-8.
Berardi, R. R., dan Welage. L. S. Di Dipiro dkk. 2008. Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach 7th edition. New York : Mc-Graw Hill.
Briony T. 2001. Manual of Dietetic Practice. Oxford : Blackmell Science Ltd.
Dipiro, dkk. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th Edition. New York : Mc-Graw
Hill.
Lacy C. F., dkk. 2010. Drug Information Handbook 19th Edition. Ohio : Lex-Comp
Inc.
Longstreth. 2004. Functional Dyspepsia. Diakses dari www.uptodate.com. September
2015.
Mei-Ling Sharon Tai, Norbelinda Norhatta, Khean Jin Goh, Foong Ming Moy,
Ramanujam Sujarita, Azman Ahmad Asraff, Qin Zhi Lee, Jiun Hoong Ng,
Eugene Choon Li Tan, dan Sanjiv Mahadeva. 2015. The Impact of Dyspepsia
on Symptom Severity and Quality of Life in Adults with Headache. PLoS One.
10 (1)

Moore MC. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta : Hipocrates.


Neal, M. J. 2006. AEA Glance Farmakologi Medis. Jakarta : Erlangga.
North of England Dyspepsia Guidline Development Group Dyspepsia. Managing
Dyspesia in Adults in Primary Care. 2004. Diakses dari www.nice.org.uk.
September 2015.
Philips S. 2001. Management Dyspepsia. National Prescribing Services Limited,
Sunny Hills.
Sander J, dkk. 2001. Management of Patient with Univestigated Dyspepsia. CMAJ.
164(2).
Sweetman, S. C. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference Pharmaceutical
Press. London, UK.
Talley NJ dan Vakil N. 2005. Management of Dyspepsia. Maerican College of
Gastroenterology. 100 : 2324-2337.
Thomson, A. 2000. Are the Orally Administered Proton Pump Inhibitors Equivalent?
A Comparison of Lansoprazole, Omeprazole, Pantoprazole, and Rabeprazole.
Current Gastroenterology Reports. 2 :482–493.
Dokumen Farmasi Pasien (DFP)

Nama Pasien : Tn. NN

Usia : 60 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

BB/TB :

Keluhan Utama (Subjective)

perih lambung bagian atas, kembung, pegal, dan pusing

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki iwayat penyakit maag

Riwayat Pengobatan

Mylanta (Antasida)

Diagnosis : Dispepsia Non Ulkus

DATA KLINIK (Objective)

Parameter Nilai normal 1 2 3 4 5 6 7


Suhu
Nadi
Nafas
Tekanan Darah

DATA LABORATURIUM

Parameter sATUAN Nilai normal 1 2 3 4 5 6 7


ASSESMENT AND PLAN

Problem Paparan Problem Assesment Rekomendasi


Gejala : perih Gejala-gejala seperti Dispepsia Non Informasi edukasi
lambung bagian atas, nyeri/perih lambung Ulkus gaya hidup (berhenti
kembung, pegal, dan bagian atas, pegal, merokok, pola
pusing sendawa, kembung makan teratur
Riwayat lifestyle : disertai rasa sakit
perokok, makan merupakan gejala
makanan pedas umum dari PUD.
Riwayat Obat : PUD memiliki
Antasida gejala khas berupa
adanya luka dan
perdarahan GI
bagian atas disertai
mual, muntah (Price
SA dan Wilson,
2005). Penyakit
seperti gejala diatas
namun tidak disertai
luka dan perdarahan
GI merujuk pada
penyakit Dispepsia
Non Ulkus (Dipiro
dkk,2005).
Dispepsia
disebabkan perilaku
dan pola makan.
Dispepsia juga
berhubungan dengan
penurunan fungsi GI
pada orang dengan
umur lanjut (Brionu,
T, 2001).

TERAPI

Regimen Tanggal Penggunaan


No Nama Obat
Dosis 1 2 3 4 5 6 7
1 kapsul (15
mg) sehari,
Lansoprazo
1 pagi 1 jam
le
sebelum
makan
2
3
4
5

MONITORING

Nilai Jadwal
No Parameter 1 2 3 4 5
Normal Pemantauan
1
2
3
4
5
6

INFORMASI

- Memberikan Jadwal minum obat pada pasien


- Memotivasi pasien untuk melakukan perubahan gaya hidup yaitu berhenti merokok,
menghindari makanan pedas

Anda mungkin juga menyukai