Anda di halaman 1dari 12

TUGAS RESUME DAN PRESENTASI......

9 Oktober 2017, Presentasi Tanggal 16 Oktober


PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAS, dibagi 7 Kelompok

1. BAB 1 : KETENTUAN UMUM (pasal 1 – ps 3)


2. BAB II: PERENCANAAN (pasal 4 – 37: intinya saja; inventarisasi DAS, penyusunan RP DAS, penetapan
3. BAB III: PELAKSANAAN (ps.38 – ps. 44)
4. BAB IV: MONITORING dan EVALUASI (ps.45 – ps.51)
5. BAB V: PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (ps 52 – ps. )
6. BAB VI: PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (ps.57 – ps.63)
7. BAB VII SD X: SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DAS, PENDANAAN PENUTUP (ps. 64 – ps.69)

TUGAS MINI PROJECT: pengamatan pada suatu DAS kecil ......


16 Oktober 2017 dikumpulkan tanggal 30 Oktober 2017
KELAS DIKELOMPOKKAN MENJADI 7 KELOMPOK UNTUK MELAKUKAN PENGAMATAN
PADA 7 DAS (DAS PLUMBON, DAS MANGKANG, DAS BERINGIN, DAS SILANDAK, BANJIR
KANAL BARAT, BANJIR KANAL TIMUR, KALI ASIN)
1. MEMBUAT BATAS DAS DAN HITUNG MORFOMETRI SUNGAI
2. IDENTIFIKASI KONDISI FISIK DAS (letak DAS, topografi, lereng, tanah)
3. BAGI DAS MENJADI 3: BAGIAN HULU, BAGIAN TENGAH DAN BAGIAN HILIR
4. DESKRIPSIKAN POLA PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA KAWASAN
HULU, TENGAH, DAN HILIR DAS.
5. MENGIDENTIFIKASI BENTUK PENGGUNAAN LAHAN, HITUNG NILAI IPLM (Indeks Penutup Lahan
bervegetasi permanen) = perbandingan luas lahan yang bervegetasi permanen (hutan dan
perkebunan) dengan luas DAS.
6. HITUNG KAPASITAS SALURAN (BAGIAN HILIR SUNGAI)... (Perkiraan_ pelajari Rumus Maning)
7. AMATI SEDIMENTASI SUNGAI
8. CARI DATA TENTANG FLUKTUASI SUNGAI dan KAWASAN BANJIR (wawancara)
9. KALAU ADA WILAYAH HILIR DAS YANG BANJIR, LAKUKAN wawancara tentang kondisi banjir di
wilayah tersebut (jabarkan dari konsep 5 WH)
10. HITUNG KINERJA DAS atau DAYA DUKUNG DAS
DAYA DUKUNG DAS
Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Daya
dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara
berkelanjutan. Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan lahan yang tidak
terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dapat mengakibatkan
peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutup vegetasi, dan percepatan degradasi lahan.
Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik, namun secara sosial ekonomi
menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya dan
penurunan kesejahteraan masyarakat.
DAS yang dipulihkan daya dukungnya adalah DAS yang kondisi lahan serta kuantitas, kualitas
dan kontinuitas air, sosial ekonomi, dan pemanfaatan ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, sedangkan yang perlu dipertahankan adalah yang masih berfungsi sebagaimana mestinya.
Penurunan daya dukung DAS yang ditandai dengan terjadinya banjir, tanah longsor, erosi, sedimentasi
dan kekeringan yang mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat.
Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pada pasal 18 ayat 1 dan 2
menyatakan bahwa kawasan hutan yang ideal dalam suatu wilayah DAS untuk optimalnya manfaat
lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat minimal 30% dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS). Tujuan
penyelenggaraan kehutanan adalah untuk meningkatkan daya dukung DAS dan seluas 30% dari total
luas DAS berupa kawasan hutan. Demikian juga pemanfaatan hasil hutan dan jasa lingkungan pada
semua fungsi kawasan hutan lindung harus dilakukan secara lestari (berkelanjutan) tanpa mengganggu
kelestarian fungsi ekosistem hutan sehingga hutan sebagai bagian dari DAS ikut meningkatkan daya
dukung DAS. Kriteria-kriteria evaluasi kondisi DAS dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut.
a) Tingkat obyektivitas kondisi teknis pengelolaan DAS.
b) Perkembangan sosial politik serta peraturan perundang-undangan yang terkait.
c) Tingkat ketersediaan atau kemutakhiran data pendukung.
d) Tingkat akseptabilitas para pihak.
e) Tingkat daya guna dan hasil guna.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS maka
monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan adalah monitoring dan evaluasi indikator kinerja DAS,
yaitu sistem monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara periodik untuk memperoleh data dan
informasi terkait kinerja DAS. Untuk memperoleh data dan informasi tentang gambaran menyeluruh
mengenai perkembangan kinerja DAS, khususnya untuk tujuan pengelolaan DAS secara lestari, maka
diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS yang ditekankan pada aspek lahan, tata air, sosial
ekonomi, nilai investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah, diuraikan Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Kriteria Kinerja DAS

No Kriteria Sub Kriteria Parameter


A. Lahan 1. Persentase Lahan Luas Lahan Kritis
PLK = x 100%
Luas DAS
Kritis (PLK)
2. Persentase Penutup Luas Penutupan vegetasi
PPV = x 100%
Luas DAS
Vegetasi (PPV)
3. Indeks Erosi (IE) atau Erosi aktual
IE = Erosi yang ditoleransi atau
Nilai Pengelolaan
Lahan (CP)
CP = ∑ (Ai x CPi)/A
B. Kualitas, 1. Koefisien Regim Aliran KRA = Qmax atau KRA = Qmax
Qmin Qa
kuantitas dan (KRA)
kontinuitas 2. Koefisien Aliran k×Q
KAT = CH × A
Air (Tata Air) Tahunan (KAT)
3. Muatan Sedimen (MS) Qs = k x Cs x Q atau MS = A x SDR
4. Banjir Frekuensi kejadian banjir
5. Indeks Penggunaan Kebutuhan Air
IPA = Persediaan Air atau
Air (IPA)
Kebutuhan Air
IPA = atau
Qa

Jumlah Air (Q)


IPA = Jumlah Penduduk
C. Sosial 1. Tekanan Penduduk Luas lahan pertanian
IKL = Jumlah petani
Ekonomi (TP)
2. Tingkat Kesejahteraan TKP didekati dengan persentase keluarga
Penduduk (TKP) (KK) miskin dalam DAS (perbandingan
jumlah KK miskin dengan jumlah KK total)
atau rata-rata pendapatan per kapita per
tahun
3. Keberadaan dan Ada tidaknya suatu aturan masyarakat yang
Penegakan Peraturan berkaitan dengan konservasi

D. Nilai Investasi 1. Klasifikasi Kota Keberadaan dan status kota


Bangunan
2. Nilai Investasi Nilai bangunan air
Bangunan Air (waduk/dam/bendungan/saluran irigasi).

E. Pemanfaatan 1. Kawasan Lindung (KL) Luas liputan vegetasi


KL = Luas kawasn lindung dalam DAS x 100%
Ruang Luas lahan dengan kemiringan 0−25%
2. Kawasan Budidaya KB = x
Wilayah Luas kawasn budidaya dalam DAS
(KB)
100%
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014 tentang
Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Kriteria dan sub kriteria terpilih pada Tabel di atas dalam penerapannya memerlukan
parameter-parameter yang dihitung, dimana hasilnya dikualifikasikan dalam beberapa kelas, dan
setiap kelas diberi skor yang mencerminkan kualifikasi indikator. Metode dan prosedur penerapan
kriteria/ sub kriteria dijelaskan secara lengkap sebagai berikut.
a) Kondisi Lahan
Kriteria kondisi lahan meliputi 3 sub kriteria sebagai berikut.
1) Persentase Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang masuk kategori kritis dan sangat kritis. Lahan kritis
dilakukan untuk mengetahui persentase luas lahan kritis di DAS. Data lahan kritis diperoleh dari
data sekunder hasil identifikasi lahan kritis yang dilaksanakan oleh Kementrian
Kehutanan/Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial/Balai Pengelolaan
DAS.
Cara/ rumus perhitungan:
LLK
PLK = 𝐴 x 100%
Keterangan rumus:
PLK = Persentase lahan kritis
LLK = Luas lahan kritis dan sangat kritis (Ha)
A = Luas DAS (Ha)
Kelas lahan kritis dalam DAS dalam penetapan bobot, skor dan klasifikasi lahan kritis
disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kriteria Penilaian Kondisi Lahan berdasarkan Persentase Lahan Kritis dalam DAS.
No Nilai Presentase Lahan Kritis Skor Klasifikasi Lahan Kritis

1. PLK ≤ 5 0,50 Sangat rendah

2. 5 < PLK ≤ 10 0,75 Rendah

3. 10 < PLK ≤ 15 1,00 Sedang

4. 15 < PLK ≤ 20 1,25 Tinggi

5. PLK > 20 1,50 Sangat tinggi

Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) PLK = Persentase Lahan Kritis

2) Persentase Penutup Vegetasi


Monitoring dan evaluasi penutup vegetasi dilakukan untuk mengetahui persentase luas
lahan berpenutupan vegetasi permanen di DAS yang merupakan perbandingan luas lahan
bervegetasi permanen dengan luas DAS. Data penutup lahan diperoleh dari hasil interpretasi
citra satelit, foto udara dan data Badan Pertahanan Nasional, BAPLAN Kementrian Kehutanan,
BAPPEDA. Vegetasi permanen yang dianalisis adalah tanaman tahunan yang berupa hutan,
semak belukar dan kebun.
LV x 100%
PPV = 𝐴
Keterangan rumus:
PPV = Persentase penutupan vegetasi
LV = Luas penutup lahan vegetasi (Ha)
A = Luas DAS (Ha)
Persentase luas penutup vegetasi dalam DAS menggunakan klasifikasi nilai disajikan pada
Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Kondisi Lahan berdasarkan Persentase Penutup Vegetasi.


No Persentase Penutup Vegetasi Skor Klasifikasi Penutup
dalam DAS Vegetasi

1. 80 < PPV 0,50 Sangat baik

2. 60 < PPV ≤ 80 0,75 Baik

3. 40 < PPV ≤ 60 1,00 Sedang

4. 20 < PPV ≤ 40 1,25 Buruk

5. PPV ≤ 20 1,50 Sangat buruk


Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) PPV = Persentase Penutup Vegetasi

3) Nilai Pengelolaan Lahan (CP)


Monitoring lahan terkait erosi dapat didekati menggunakan nilai pengelolaan lahan dan
tanaman (CP). Penilaian indikator pengelolaan lahan (CP) adalah tingkat pengelolaan lahan dan
vegetasi di DAS, merupakan perkalian antara faktor penutupan lahan/pengelolaan tanaman (C)
dengan faktor praktek konservasi tanah/pengelolaan lahan (P). Penentuan nilai faktor C dan P
sebagai indikator pengelolaan lahan dilakukan seperti pada penentuan nilai faktor C dan P pada
persamaan USLE dengan mengidentifikasi jenis penutupan lahan dan cara pengelolaannya (pola
dan sistem tanam) dari peta penutupan lahan aktual di DAS/Sub DAS. Cara perhitungannya
adalah sebagai berikut.
PL =CxP
CP = ∑ (Ai x CPi)/ A
Dimana:
CP = nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman pada DAS tertentu
CPi = nilai pengelolaan lahan dan tanaman pada unit lahan ke i
Ai = luas unit lahan ke i (ha) pada DAS tertentu
A = luas DAS (Ha)

Untuk mendapatkan tingkat ketelitian nilai penutupan dan pengelolaan lahan yang lebih
baik, maka dilakukan cek lapangan dari obyek-obyek yang dianalisis agar tingkat akurasinya
meningkat. Nilai faktor C dan P (CP) untuk berbagai jenis penutupan dan pengelolaan lahan
ditentukan berdasarkan jenis perlakuan yang disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Faktor Penutup Vegetasi (C) Untuk Berbagai Tipe Pengelolaan Tanaman
No Pengelolaan Tanaman Nilai Faktor
C
1. Tanah Terbuka/ tanpa tanaman 1,000
2. Sawah 0,010
3. Tegalan 0,700
4. Ubi kayu 0,800
5. Jagung 0,700
6. Kedelai 0,399
7. Kentang 0,400
8. Kacang tanah 0,200
9. Padi 0,561
10. Tebu 0,200
11. Pisang 0,600
12. Akar wangi (sereh wangi) 0,400
13. Rumput bede (tahun pertama) 0,287
14. Rumput bede (tahun kedua) 0,002
15. Kopi dengan penutup tanah buruk 0,200
16. Talas 0,850
17. Kebun campur dengan :
a. Kerapatan tinggi 0,100
b. Kerapatan sedang 0,200
c. Kerapatan rendah 0,500
18. Perladangan 0,400
19. Hutan alam :
a. Seresah banyak 0,001
b. Seresah kurang 0,005
20. Hutan produksi :
a. Tebang habis 0,500
b. Tebang pilih 0,200
21. Semak belukar/ padang rumput 0,300
22. Ubi kayu dan kedelai 0,181
23. Ubi kayu dan kacang tanah 0,195
24. Padi dan sorghum 0,345
25. Padi dan kedelai 0,417
26. Kacang tanah dan gude (tanaman polongan) 0,495
27. Kacang tanah dan kacang tunggak 0,571
28. Kacang tanah dan mulsa jerami 4 ton/ha 0,049
29. Padi dan mulsa jerami 4 ton/ha 0,096
30. Kacang tanah dan mulsa jagung 4 ton/ha 0,128
31. Kacang tanah dan mulsa kacang tunggak 0,259
32. Kacang tanah dan mulsa jerami 2 ton/ha 0,377
33. Pola tanam tumpang gilir *) dan mulsa jerami 0,079
34. Pola tanam berurutan **) dan mulsa sisa tanaman 0,357
35. Alang-alang murni subur 0,001
Sumber : Arsyad, 2010.
Keterangan : *) = Pola tanam tumpang gilir (jagung, padi, dan ubi kayu setelah panen
padi ditanami kacang tanah.
**) = Pola tanam berurutan (padi, jagung dan kacang tanah).

Nilai faktor pengelolaan tanaman (P) sesuai tindakan khusus konservasi secara rinci
disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (P) Sesuai Tindakan Khusus Konservasi.
No Pengelolaan Tanaman Nilai Faktor P
1. Teras bangku *)
a. Konstruksi baik 0,04
b. Konstruksi sedang 0,15
c. Konstruksi kurang baik 0,35
d. Teras tradisional baik 0,40
2. Strip tanaman rumput (padang rumput) 0,40
3. Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis
kontur 0,50
a. Kemiringan 0-8% 0,75
b. Kemiringan 9-20% 0,90
c. Kemiringan > 20%
4. Tanpa tindakan konservasi 1,00
Sumber : Arsyad, 2010.
Keterangan : *) = Konstruksi teras bangku dinilai dari kerataan dasar teras dan keadaan talud
teras.
Kriteria hasil penilaian CP ditentukan berdasarkan nilai, bobot dan klasifikasi penutupan lahan yang disajikan
pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kriteria Nilai Tertimbang Pengelolaan Lahan dan Tanaman pada DAS tertentu (CP)
No Nilai CP Skor Kelas Penutupan Lahan
1. CP ≤ 0,1 0,50 Sangat rendah
2. 0,1 < CP ≤ 0,3 0,75 Rendah
3. 0,3 < CP ≤ 0,5 1,00 Sedang
4. 0,5 < CP ≤ 0,7 1,25 Tinggi
5. CP > 0,7 1,50 Sangat tinggi
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) CP = Pengelolaan Lahan dan Tanaman

b) Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air)


Tujuan monitoring dan evaluasi tata air adalah untuk mengetahui perubahan kondisi daya
dukung DAS terkait dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas aliran air menurut ruang dan waktu.
1) Koefisien Aliran Tahunan
Koefisien aliran tahunan (KAT) adalah perbandingan antara tebal aliran tahunan (Q, mm)
dengan tebal hujan tahunan (P, mm) di DAS atau berapa persen curah hujan yang menjadi aliran
(runoff) di DAS. Nilai air limpasan tahunan riil (direct runoff, DRO) yaitu nilai total runoff (Q)
setelah dikurangi dengan nilai aliran dasar (base flow/BF) atau dalam persamaan DRO = Q – BF.
Perhitungan aliran dasar (BF) untuk nilai BF harian rata-rata bulanan = nilai Q rata-rata harian
terendah saat tidak ada hujan (P = ). Apabila nilai aliran dasar diikutsertakan dalam perhitungan
maka nilai koefisien limpasan (C) DAS/sub DAS besarnya bisa lebih dari 1 (>1). Hal ini karena
meskipun tidak hujan, misalnya pada saat musim kemarau, aliran air di sungai masih ada yaitu
merupakan bentuk dari aliran dasar.
Rumus perhitungan:
kxQ
KAT = CH x A
Keterangan rumus:
KAT = koefisien aliran tahunan
K = faktor konversi = (365x86.400)/10
A = luas DAS (ha)
Q = debit rata-rata tahunan (m³/det)
CH = curah hujan rerata tahunan (mm/th)

Klasifikasi penilaian koefisien aliran tahunan ditentukan berdasarkan nilai, skor dan kelas
KAT yang disajikan pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Kriteria Penilaian Koefisien Aliran Tahunan (KAT)


No Nilai Koefisien Aliran Tahunan Skor Kelas KAT
1. KAT ≤ 0,2 0,50 Sangat rendah
2. 0,2 < KAT ≤ 0,3 0,75 Rendah
3. 0,3 < KAT ≤ 0,4 1,00 Sedang
4. 0,4 < KAT ≤ 0,5 1,25 Tinggi
5. KAT > 0,5 1,50 Sangat tinggi
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) KAT = Koefisien Aliran Tahunan

2) Banjir
Banjir dilihat dari besarnya pasokan air banjir yang berasal dari air hujan yang jatuh dan
diproses oleh DTAnya (catchment area), serta kapasitas tampung palung sungai dalam
mengalirkan pasokan air tersebut. Monitoring banjir dilakukan untuk mengetahui frekuensi
kejadian banjir, baik banjir bandang maupun banjir genangan. Data yang diperlukan berupa data
frekuensi banjir yang diperoleh dari laporan kejadian bencana banjir atau pengamatan langsung.
Klasifikasi penilaian kejadian banjir ditentukan berdasarkan nilai, skor dan kelas banjir
disajikan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kriteria Penilaian Kejadian Banjir


No Frekuensi Banjir Skor Kelas Banjir
1. Tidak pernah 0,50 Sangat rendah
2. 1 kali dalam 5 tahun 0,75 Rendah
3. 1 kali dalam 2 tahun 1,00 Sedang
4. 1 kali tiap tahun 1,25 Tinggi
5. Lebih dari 1 kali dalam 1 tahun 1,50 Sangat tinggi
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.

c) Sosial Ekonomi dan Kelembagaan


Monitoring dan evaluasi sosial ekonomi DAS dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
kondisi penghidupan (livelihood) masyarakat serta pengaruh hubungan timbal balik antara faktor-
faktor sosial ekonomi masyarakat dengan kondisi sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) di
dalam DAS.
1) Tekanan Penduduk terhadap Lahan
Tekanan penduduk didekati dengan indeks ketersediaan lahan yang merupakan
perbandingan antar luas lahan pertanian dengan jumlah keluarga petani di dalam DAS.
Cara rumus perhitungan:
A
IKL = P (Ha/kk)
IKL = Indeks ketersediaan lahan
A = Luas baku lahan pertanian di dalam DAS
P = Jumlah petani di dalam DAS

Klasifikasi penilaian indeks ketersedian lahan ditentukan berdasarkan niali, skor dan kelas
tekanan penduduk disajikan pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Klasifikasi Penilaian Indeks Ketersedian Lahan (IKL)


No Selang Ukuran (Ha/KK) Skor Kelas IKL
1. IKL > 4 0,50 Sangat tinggi
2. 2 < IKL ≤ 4 0,75 Tinggi
3. 1 < IKL ≤ 2 1,00 Sedang
4. 0,5 < IKL ≤ 1 1,25 Rendah
5. IKL ≤ 0,5 1,50 Sangat rendah
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) IKL = Indeks Ketersediaan Lahan
2) Keberadaan dan Penegakan Peraturan
Monitoring dan evaluasi keberadaan dan penegakan aturan dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya norma masyarakat, baik formal maupun informal, yang berkaitan dengan
konservasi tanah dan air dan tingkat pelaksanaan dari norma dimaksud dalam kehidupan
bermasyarakat. Adanya norma tersebut dan pelaksanaannya secara luas dalam kehidupan
masyarakat diharapkan memberikan dampak yang baik dalam peningkatan daya dukung DAS.
Data diperoleh dari para tokoh masyarakat dan laporan dari instansi terkait. Standar klasifikasi
penilaian keberadaan dan penegakkan aturan disajikan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Standar Penilaian Keberadaan dan Penegakan Norma


No Keberadaan dan Keberfungsian Skor Kelas
1. Ada, dipraktekkan luas 0,50 Sangat baik
2. Ada, dipraktekkan terbatas 0,75 Baik
3. Ada, tapi tidak dipraktekkan lagi 1,00 Sedang
4. Tidak ada norma pro-konservasi 1,25 Buruk
5. Ada norma kontra konservasi 1,50 Sangat buruk
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.

d) Investasi Bangunan Air


Monitoring dan evaluasi investasi bangunan air untuk mengetahui besar kecilnya sumber
daya buatan manusia yang telah dibangun di DAS yang perlu dilindungi dari kerusakan yang
disebabkan oleh degradasi DAS. Semakin besar nilai investasi dalam suatu DAS maka semakin
penting penanganan konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS tersebut, dengan kata lain
skala pemulihan DAS menjadi sangat tinggi apabila investasinya sangat tinggi dan kondisi biofisiknya
telah mengalami degradasi. Bangunan di DAS yang dimonitor dan dievaluasi meliputi keberadaan
dan status/kategori kota dan nilai terkini bangunan air.
1) Klasifikasi Kota
Monitoring dan evaluasi klasifikasi kota dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan
status/kategori kota di DAS. Data yang diperlukan adalah keberadaan kota di dalam wilayah DAS
serta kategori dari kota tersebut. Informasi keberadaan kota tersebut diperoleh dari peta
RTRWP/RTRWK atau hasil pengamatan. Berdasarkan jumlah penduduknya, kriteria kawasan
perkotaan diklasifikasikan sebagaimana Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Kriteria Kawasan Perkotaan Berdasarkan Jumlah Penduduk.


No Kawasan Perkotaan Jumlah Penduduk
1. Perkotaan Kecil > 50.000 s/d. 100.000 jiwa
2. Perkotaan Sedang 100.000 s/d.500.000
3. Perkotaan Besar > 500.000 jiwa
4. Metropolitan ≥ 1.000.000 jiwa
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.

Apabila dalam satu DAS terdapat lebih dari satu kelas kota, maka dipakai kelas kota yang
tertinggi (skor tertinggi). Klasifikasi penilaian keberadaan Kota ditentukan berdasarkan pada
Tabel 12 berikut.
Tabel 12. Klasifikasi Penilaian Keberadaan Kota.
No Nilai Keberadaan Kota Skor Kelas
1. Tidak ada kota 0,50 Sangat rendah
2. Kota kecil 0,75 Rendah
3. Kota madya 1,00 Sedang
4. Kota besar 1,25 Tinggi
5. Metropolitan 1,50 Sangat tinggi
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.

2) Klasifikasi Nilai Bangunan Air (IBA)


Monitoring dan evaluasi nilai bangunan air dilakukan untuk mengetahui nilai bangunan
air (dalam rupiah) di DAS. Data yang perlu diinventarisir adalah besarnya nilai investasi bangunan
air (waduk, bendungan, saluran irigasi) dalam nilai rupiah. Data nilai investasi diperoleh dari
Kementrian Pekerjaan Umum, Dinas Pengairan, atau Balai Besar Wilayah Sungai. Klasifikasi
penilaian investasi bangunan air ditentukan berdasarkan nilai, skor dan kelas bangunan air yang
dijabarkan pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13. Klasifikasi Penilaian Investasi Bangunan Air (IBA)


No Nilai Investasi Bangunan Air/IBA Skor Kelas
(Rp miliar)
1. IBA ≤ 15 0,50 Sangat rendah
2. 15 < IBA ≤ 30 0,75 Rendah
3. 30 < IBA ≤ 45 1,00 Sedang
4. 45 < IBA ≤ 60 1,25 Tinggi
5. IBA > 60 1,50 Sangat tinggi
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) IBA = Investasi Bangunan Air

e) Pemanfaatan Ruang Wilayah


Monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang wilayah dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
daya dukung lahan sebagai akibat dari kondisi pemanfaatan ruang wilayah DAS. Semakin sesuai
kondisi lingkungan dengan fungsi kawasan maka kondisi DAS semakin baik dan sebaliknya apabila
tidak sesuai fungsinya maka kondisi DAS semakin jelek. Kriteria pemanfaatan ruang wilayah terdiri
dari sub kriteria kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
1) Kawasan Lindung
Monitoring dan evaluasi kondisi kawasan lindung dilakukan untuk mengetahui persentase
liputan vegetasi di dalam kawasan lindung, yang merupakan perbandingan luas liputan vegetasi
di dalam kawasan lindung dengan luas kawasan lindung dalam DAS. Dilakukan dengan mengukur
luas liputan vegetasi di dalam kawasan lindung untuk melihat kesesuaian peruntukan lahan
mengingat kawasan lindung sebagian besar terdiri atas kawasan hutan.
Cara rumus perhitungan:
Luas liputan vegetasi
KL = Luas Kawasan Lindung dalam DAS x 100%
Keterangan rumus:
KL = Persentase luas liputan vegetasi dalam kawasan lindung dibanding dengan luas
kawasan lindung dalam DAS.
Wilayah termasuk kawasan lindung adalah Hutan Lindung dan Hutan Konservasi (Cagar
Alam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Tahura, Taman Wisata Alam dan Taman Nasional) dan
kawasan lindung lainnya. Data diperoleh dari BKSDA, BTN, BPN dan BKPH. Klasifikasi penilaian
kawasan lindung ditentukan berdasarkan nilai, skor dan kelas kawasan lindung yang disajikan
pada Tabel 14 berikut.

Tabel 14. Klasifikasi Penilaian Kawasan Lindung (KL) Berdasarkan Persentase Luas Liputan
Vegetasi terhadap Kawasan Lindung di dalam DAS (%)
No Nilai Luas Liputan Vegetasi Skor Kelas Kawasan
terhadap Kaw. Lindung di dlm Lindung
DAS (%)
1. KL > 70 0,50 Sangat baik
2. 45 < KL ≤ 70 0,75 Baik
3. 30 < KL ≤ 45 1,00 Sedang
4. 15 < KL ≤ 30 1,25 Buruk
5. KL ≤ 15 1,50 Sangat buruk
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) KL = Kawasan Lindung

2) Kawasan Budidaya
Monitoring dan evaluasi kondisi kawasan budidaya dilakukan untuk mengetahui
persentase luas lahan dengan kelerengan 0-25% pada kawasan budidaya, yang merupakan
perbandingan luas total lahan dengan kelerengan 0-25% yang berada pada kawasan budidaya
dengan luas kawasan budidaya dalam DAS. Kelas kelerengan 0-25% adalah paling sesuai untuk
budidaya tanaman sehingga akan cocok berada pada kawasan budidaya. Semakin tinggi
persentase luas unit lahan dengan kelerengan dimaksud pada kawasan budidaya maka kualifikasi
pemulihan DAS semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah presentase luas unit lahan dengan
kelerengan dimaksud pada kawasan budidaya, atau dengan kata lain semakin tinggi persentase
luas unit lahan dengan kelerengan >25% pada kawasan budidaya maka kualifikasi pemulihan DAS
semakin tinggi.
Cara rumus perhitungan:
Luas lahan dengan kemiringan lereng 0−25%
KB = x 100%
Luas Kawasan Budidaya dalam DAS
Keterangan rumus:
KB = Presentase luas lahan dengan kemiringan lereng 0-25% dibanding dengan luas kawasan
budidaya dalam DAS
Klasifikasi penilaian kawasan budidaya menggunakan nilai, skor dan kelas Kawasan
Budidaya yang disajikan pada Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Klasifikasi Penilaian Kawasan Budidaya Berdasarkan Lahan Kemiringan Lereng 0-25%
No Nilai Lahan yang Kemiringan Skor Kualifikasi
Lereng 0-25% di dalam Kaw. Pemulihan
Budidaya
1. KB > 70% 0,50 Sangat rendah
2. 45 < KB ≤ 70 0,75 Rendah
3. 30 < KB ≤ 45 1,00 Sedang
4. 15 < KB ≤ 30 1,25 Tinggi
5. KB ≤ 15 1,50 Sangat tinggi
Sumber: Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/ Menhut-II/ 2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS.
Keterangan : *) KB = Kawasan Budidaya

Anda mungkin juga menyukai