Anda di halaman 1dari 33

Peraturan Direktorat Jenderal Pengendalian DAS

dan Hutan Lindung Nomor: 10 Tahun 2019

Direktorat Pengendalian Kerusakan Perairan Darat


Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
LATAR BELAKANG
1. Air merupakan unsur dasar yang dibutuhkan oleh setiap mahluk
hidup dalam proses dan kelangsungan hidupnya;
2. UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1: Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
3. Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan sumber-sumber air:
jumlah, debit, kualitas dan kontinyuitas;
4. Penggundulan hutan dan alih fungsi lahan tidak selaras pola
ruang: tingginya run off, banjir, kekeringan, sedimentasi, tanah
longsor;
5. Penurunan kuantitas air, ratio debit ketersediaan air pada musim
hujan dan musim kemarau semakin besar fluktuasinya;
6. Ekploitasi air tanah berlebihan: penurunan muka air tanah,
ablesan dan krisis air;
7. Pemanfaatan mata air yang kurang disertai upaya
perlindaungan dan konflik penggunaannya;
8. Keterbatasan data dan informasi terkait mata air;
9. Perlu pengelolaan mata air yang dilakukan secara bijaksana dan
berkelanjutan/lestari;
10. Kebijakan perlindungan mata air: upaya memulihkan, menjaga
dan melindungi kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
Maksud dan Tujuan
Maksud:
 Upaya perbaikan dan peningkatan kualitas dan
kuantitas mata air melalui pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan terhadap
kerusakan mata air serta Kawasan sekitas nata
air dan daerah resapannya.
Tujuan:
 Fungsi dan manfaata mata air lestari dan
berlanjutan untuk kesejahteraan mansyarakat.

3
Ruang Lingkup
Inventarisasi dan Identifikasi
Kerusakan Mata Air.

Rencana Perlindungan Mata Air.

Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan

4
 Mata air adalah tempat air tanah keluar dari bebatuan atau tanah
ke permukaan tanah secara alami.
 Daerah imbuhan mata air adalah daerah yang mempunyai
kemampuan untuk meresapkan air permukaan menjadi air tanah
dan/atau mata air.
 Perlindungan adalah upaya pengendalian kerusakan dengan
kegiatan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
 Sumber mata air adalah suatu tempat yang dapat mengeluarkan
air dari tubuh bumi secara terus menerus.
 Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai
kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga
merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna
sebagai sumber air.
 Aquifer adalah lapisan tanah/batuan di bawah permukaan
tanah yang dapat menyimpan dan mengalirkan air.
 Kriteria kawasaan resapan air adalah curah hujan yang
tinggi, struktur tanah meresapkan air dan bentuk
geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan yang
besar.
 Kawasan sekitar mata air adalah kawasan sekeliling mata
air yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi tata air.
 Kriteria kawasan sekitar mata air adalah sekurang-
kurangnya dengan radius 200 m di sekitar mata air.
Inventarisasi Mata Air:
 Kegiatan penelusuran, pendataan, dan pencacahan
terhadap seluruh aktivitas yang berhubungan
dengan mata air.

Identifikasi Mata Air:


 Kegiatan penelaahan, penentuan dan/atau
penetapan besaran dan/atau karakteristik dari
masing-masing mata air yang dihasilkan dari kegiatan
inventarisasi untuk penilaian kerusakan.
 Identifikasi ini sebagai basis data untuk kegiatan awal
penyusunan rencana perlindungan mata air.
1. Pengumpulan data dan informasi dari instansi
terkait di tingkat pusat/provinsi/kabupaten/kota/
kecamatan/kelurahan/desa (spasial dan tabular).
2. Penentuan mata air prioritas dengan metode
purposive sampling.
3. Pengumpulan data dan informasi dari lapangan dan
sekaligus verifikasi data sekunder yang telah
diperoleh sebelumnya.
4. Penyusunan data dalam basis data dan sistem
informasi.
DATA DAN INFORMASI

Data Umum: Data Biofisik: Data Sosial Ekonomi:


a. Nama Mata Air a. Debit Air (meth: tampung / apung) a. Fungsi dan Peruntukan Mata Air.
b. Lokasi Mata Air b. Kualitas Air: b. Kondisi Sosek Masyarakat (jumlah
c. Tipe Batuan/Tipe Ekosystem • Fisik: kekeruhan, bau, teperatur, kepadatan dan mata pencaharian masy.)
d. Status Kawasan dan TDS. c. Pemanfaatan Mata Air (jumlah KK, luas
e. Status Kepemilikan Lahan • Kimia: pH, DO dan Nitrat. lahan pertanian, dll.)
f. Iklim dan Curah Hujan a. Tipe Batuan/Tipe Ekosistem d. Ketergantungan Masyarakat Terhadap
g. Elevasi b. Kondisi Tutupan Lahan dan Mata Air (jumlah kebutuhan air: liter/hari
h. Topografi/Kelerengan Penggunaan Lahan pada daerah per orang/KK.
i. Tipologi Mata Air sekitar Mata Air (± 200 meter). e. Kearifan Lokal terkait Pelestarian Mata
c. Jenis Pohon dengan nama lokal di Air
sekitar Mata Air (± 200 meter). f. Forum atau Kelembagaan Masyarakat
terkait Pelestarian Mata Air

DATA BASE
MATA AIR
 Menetapkan mata air prioritas untuk dilakukan
penilaian kerusakan mata air sesuai dengan
kepentingannya yaitu:
1. Memiliki pengguna air dari mata air dalam
jumlah yang cukup besar,
2. Rendahnya pengelolaan factor pendukung
kelestarian mata air,
3. Terletak di wilayah pemukiman atau di lahan
bukan kawasan lindung,
4. Kondisi daerah tangkapan airnya rusak.
No. Parameter Penjelasan Kondisi
Baik Terganggu Rusak
1. Kualitas Air DO >6 3–6 <3
TDS < 1000 mg/l 1000 – 1500 > 1500 mg/l
Nitrat ≤ 5 mg/l > 5 – 8 mg/l > 10 mg/l
Total Coliform ≤ 100 101 – 1000 > 1000
(Jml/100 ml)
2. Debit Air Debit air di tahun Debit Debit relatif tetap Terjadi penurunan
bejalan dibandingkan meningkat atau menurun debit signifikan
tahun sebelumnya, pada periode seberar 10% - sebesar >30%
pada musim yang waktu dan 30% pada pada periode
sama tempat yang periode waktu waktu dan tempat
sama dan tempat yang yang sama
sama atau
belum ada data
sebelumnya
3. Tutupan lahan di Luas tutupan vegetasi > 30% 10% – 30% < 10%
daerah imbuhan dibandingan luas
air tanah daerah imbuhan
 Hasil penilaian kerusakan mata air menjadi acuan
perencanaan perlindungan mata air.
 Menentuan batas zona perlindungan mata air: kawasan
daerah resapan/imbuhan (recharge area) mata air untuk
melindungi kuantitas dan kualitas air.
 Pembagian zona tergantung sifat dan karakteristik
kawasan daerah imbuhan mata air seperti jenis dan
karakteristik batuan penyusun kawasan, kondisi hidrologi,
penggunaan dan peruntukan lahan di daerah resapan,
kondisi topografi, lokasi-lokasi sumber bahan polutan, dll.
 Tujuan zonasi perlindungan untuk mempermudah dan
membantu menentukan metode dan jenis pelestarian
dan rehabilitasi yang hendak dilakukan secara cepat
dan tepat.
 Kawasan hulu dari lokasi keluarnya mata air.
 Daerah perlindungan untuk melindungi air dari semua zat
pencemar
 Pengamanan mata air mulai radius 10 – 20 meter dari
sumber.
 Hanya boleh dimanfaatkan sebagai kawasan pelestarian
dan kawasan lindung, yaitu hutan.
 Pembatasan aktivitas (larangan) pada Zona I:
– Harus dipagari dengan jarak minimum 10 m dari sumber
mata air, dan merupakan daerah tertutup bagi umum.
– Air permukaan pada zona ini harus bersih dari semua
subtansi yang dapat menurunkan kualita air
– Semua larangan yang disebutkan pada larangan pada
Zona III dan II.
 Kawasan yang berada lebih ke arah hulu dan
berbatasan langsung dengan Zona I dengan jarak
200 meter ke arah hulu/upstream.
 Parameter menentukan jarak dan luasan adalah
penggunaan dan peruntukan lahan, jenis batuan
dan geologinya, kondisi topografi dan kemiringan
lereng.
 Kegiatan pengolahan lahan secara sangat teratas
dan masih mengizinkan beberapa kegiatan
budidaya pertanian kering, seperti ladang, kebun
tanaman keras dan tumpang sari serta pertanian
dengan pupuk organik.
 Pembatasan aktivitas (larangan) pada Zona II:
– Penggunaan pupuk kandang dan bahan kimia:
pestisida, insektisida, fungisida dll.
– Penggunaan pupuk mineral/pupuk buatan yang
berlebihan
– Adanya SPBU, usaha bengel, pencucian mobil & motor
– Penggalian tanah pada areal relative luas
– Pembangunan jalan raya
– Adanya kandang hewan dalam skala besar, misalnya
peternakan ayam, sapi, babi dll.
– Adanya kolam renang, daerah perkemahan dan
fasilitas oleh raga
– Semua larangan yang disebutkan pada Zona III.
 Kawasan yang berada pada bagian hulu setelah
kawasan Zona II tapi tidak terdapat batasan jarak dan
besaran luasan.
 Penentuan batasan zona III ditentukan oleh kondisi di
lapangan dengan data primer pengamatan langsung
serta verifikasi data pada saat penentuan batas zonasi.
 Beberapa aspek yang mempengaruhi adalah aspek
geologi dan hidrogeologi, topografi dan kemiringan
lereng, tata guna dan peruntukan lahan.
 Mengizinkan beberapa kegiatan pengolahan dan
kegiatan masyarakat, seperti pertanian terpadu dengan
pupuk, permukiman penduduk skala kecil namun bukan
kompleks perumahan yang besar, lokasi pembuangan
sampah skala kecil yang sangat tergantung pada jenis
dan sifat batuan penyusun daerah tersebut, dll.
 Pembatasan aktivitas (larangan) pada Zona III:
– Pembangunan dan pengembangan daerah
industri,
– Pembangunan istalasi IPAL, penampungan limbah
industry (padat, cair dan gas),
– Pembangunan jaringan perpipaan minyak,
– Penggunaan pestisida yang berlebihan,
– Penyimpanan atau gudang pupuk,
– Daerah pemukiman tanpa jaringan sanitasi,
– Daerah pemakaman yang luas,
– Daerah pembuangan sampah akhir.
a. Penataan zonasi perlindungan mata air dengan memperhatikan zona inti
mata air (zona perlindungan I), zona penyangga (zona perlindungan II), dan
zona imbuhan mata air (zona perlindungan III),
b. Pengintegrasian zonasi perlindungan mata air dalam rencana tata ruang,
c. Penerapan kriteria baku kerusakan mata air dan baku mutu air terhadap
kegiatan/usaha yang berpotensi merusak/mencemari mata air,
d. Pengaturan pemanfaatan air berdasarkan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dengan memperhatikan antara lain:
1) Keanekaragaman hayati,
2) Ketersediaan air,
3) Morfologi alami yang bernilai konservasi tinggi,
4) Fungsi hidrologis,
5) Fungsi pengendali bencana,
6) Fungsi estetika alami,
7) Pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat, dan
8) Pemenuhan air bagi kebutuhan strategis wilayah seperti irigasi dan
pembangkit listrik,
e. Pelarangan pemanfaatan air langsung, permukiman dan kegiatan non
konservasi pada zona inti,
f. Pengaturan pemanfaatan lahan dan/atau kegiatan yang berpotensi
menghasilkan limbah biologi pada zona penyangga seperti kegiatan rumah
tangga, pertanian, dan peternakan,
g. Pelarangan pemanfaatan lahan dan/atau kegiatan yang berpotensi
menghasilkan limbah fisika dan kimia pada zona penyangga seperti
pertanian, pertambangan dan industry,
h. Pelarangan pemanfaatan lahan dan/atau kegiatan yang berpotensi
menghasilkan limbah kimia pada daerah imbuhan mata air seperti pertanian
yang menggunakan pestisida, industri dan pengolahan bahan tambang,
i. Penanaman vegetasi perlindungan mata air,
j. Pengaturan pemanfaatan mata air berdasarkan potensi sumber air,
k. Peningkatan kerjasama antar wilayah dalam pendanaan dan pemanfaatan
jasa lingkungan,
l. Pengembangan ekowisata berbasis mata air,
m.Sosialisasi dan edukasi fungsi, manfaat, kondisi dan kegiatan pencegahan
kerusakan mata air kepada masyarakat,
n. Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
a. Pemagaran dan pelarangan pemanfaatan lahan pada zona
inti,
b. Sosialisasi dan aksi penanggulangan kerusakan mata air
bersma masyarakat,
c. Penanaman pada zona inti, zona penyangga, dan zona
imbuhan mata air yang dapat berupa kayu-kayuan jenis
tanaman konservasi air, perdu, dan rumput-rumputan
untuk meningkatkan resapan air dan debit mata air, serta
melindungi mata air dari potensi kerusakan,
d. Pengaturan pengambilan air dan pemanfaatan lahan untuk
kegiatan tempat usaha : peternakan, bengkel, pencucian
kendaraan, kolam renang) pada zona penyangga dan zona
imbuhan mata air,
e. Kegiatan pembangunan yang memiliki dampak besar
seperti: SPBU, jalan raya dll, pada zona imbuhan mata air
wajib memperhatikan AMDAL,
f. Pembatasan penggunaan pupuk kandang, pupuk buatan
dan bahan kimia yaitu pestisida, insektida dan fungisida
untuk pertanian pada zona penyangga dan zona imbuhan
mata air,
g. Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air (dam
pengendali, dam penahan, gully plug, sumur resapan)
maupun bangunan teknis lain untuk meningkatkan debit
air dan kualitas air pada zona penyangga dan zona
imbuhan mata air,
h. Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
a. Penanaman pada zona inti, zona penyangga, dan zona imbuhan
mata air yang dapat berupa kayu-kayuan jenis tanaman
konservasi air, perdu, dan rumput-rumputan untuk
meningkatkan resapan air dan debit mata air, serta melindungi
mata air dari potensi kerusakan,
b. Pengaturan pengambilan air dan pemanfaatan lahan untuk
kegiatan tempat usaha : peternakan, bengkel, pencucian
kendaraan, kolam renang) pada zona penyangga dan zona
imbuhan mata air,
c. Kegiatan pembangunan yang memiliki dampak besar seperti :
SPBU, jalan raya dll, pada zona imbuhan mata air wajib
memperhatikan AMDAL,
d. Pembatasan penggunaan pupuk kandang, pupuk buatan dan
bahan kimia yaitu pestisida, insektida dan fungisida untuk
pertanian pada zona penyangga dan zona imbuhan mata air,
e. Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air (sumur
resapan, embung, dll) untuk meningkatkan debit air dan pada
zona penyangga dan zona imbuhan mata air,
f. Pembangunan IPAL baik IPAL ternak maupun IPAL komunal,
serta IPAL industri berupa limbah cair dan padat dari industry,
g. Pembuatan jaringan sanitasi pada lokasi pemukiman,
h. Pembuatan bangunan konservasi tanah dan air untuk
meningkatkan resapan air dan melindungi mata air dari potensi
kerusakan pada zona penyangga dan zona imbuhan mata air
i. Sosialisasi dan aksi penanggulangan kerusakan mata air
bersama masyarakat,
j. Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
a. Akar tunggang yang dalam,
b. Akar serabut yang banyak,
c. Tajuk lebar dan rimbun,
d. Tanaman berumur Panjang,
e. Daun selalu hijau (tidak menggugurkan
daun),
f. Mempunayi stomata lebih sedikit.
1. Aren (Arenga pinnata) 9. Benda (Artocarpus elasticus
2. Gayam (Inocarpus fagifer) Reinw.ec Blume)
3. Kedawung (Parkia roxburghii 10. Kepuh (Sterculia foetida L.)
G.Don) 11. Randu (Ceiba petandra (L.))
4. Trembesi (Samanea saman 12. Jambu Air (Syzgium aqueum)
(Jacq.) Merr) 13. Jambu Alas (Syzgium
5. Beringin (Ficus benjamina) pycnanthum)
6. Elo (Ficus glomerata L) 14. Bambu (Dendrocalamus sp.)
7. Preh (Ficus retusa L) 15. Picung (Pangium edule
8. Bulu (Ficus annulata) Reinw)
JENIS POHON YANG BIASA TUMBUH PADA KETINGGIAN
(MBPLTERTENTU) PADA BATUAN INDUK

BATUAN INDUK VULKAN


JENIS POHON YANG BIASA TUMBUH PADA KETINGGIAN
(MBPL TERTENTU) PADA BATUAN INDUK

BATUAN INDUK KAPUR


PEMANTAUAN DAN EVALUASI
1. Mengetahui status dan kecenderungan
kondisi mata air,
2. Mengetahui keberhasilan pelaksanaan
pengendalian kerusakan mata air,
3. Bahan pembaharuan pada sistem informasi
dan basis data mata air,
4. Penanganan kasus pengendalian kerusakan
mata air,
5. Penyempurnaan kegiatan pengendalian
kerusakan mata air.
“setetes air
dapat berarti nyawa
bagi kita”

Direktorat Pengendalian Kerusakan Perairan Darat


Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung
Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan

Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lantai 6


Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta Pusat

Anda mungkin juga menyukai