Anda di halaman 1dari 46

MODUL 2 Pengeringan

I. Pendahuluan

Pengeringan zat padat adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair dari
bahan sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu
nilai rendah yang dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dari
sederetan operasi dan hasil pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dari
sederetan operasi, dan hasil pengeringan biasanya siap dikemas.
Pemisahan air dari bahan padat dapat dilakukan dengan memeras zat tersebu
secara mekanik sehingga air keluar, dengan pemisah sentrifugal, atau dengan pengauapan
termal. Pemisahan air secara mekanik biasanya lebih murah biayanya, sehingga biasanya
kandungan zat cair itu diturunkan terlebih dahulu sebanyak-banyaknya dengan cara
mekanik sebelum diumpankan ke dalam pengering termal.
Kandungan zat cair dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan ke
bahan lain. Ada bahan yang tidak mempunyai kandungan zat cair sama sekali (bone dry).
Pada umumnya zat padat selalu mengandung sedikit fraksi air sebagai air terikat.
Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam bentuk serpih (flake),
bijian (granule), kristal (crystal), serbuk (powder), lempeng (slab), atau lembaran
sinambung (continous sheet) dengan sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Zat cair yang
akan diuapkan mungkin terdapat pada permukaan zat padat seperti pada kristal; dapat
pula seluruh zat cair terdapat di dalam zat padat seperti pada pemisahan pelarut dari
lembaran polimer; atau dapat pula sebagian zat cair sebagian di luar dan sebagian di
dalam. Umpan pengering mungkin berupa zat cair di mana zat padat melayang sebagai
partikel, atau dapat pula berbentuk larutan. Hasil pengeringan ada yang tahan terhadap
penanganan mekanik kasar dan berada dalam lingkungan yang sangat panas, ada pula
yang memerlukan penanganan hati-hati pada suhu rendah atau sedang. Perbedaan
pengering terutama terletak dalam hal cara memindahkan zat padat di dalam zona
pengering dan dalam proses perpindahan kalornya.

Dalam praktikum ini dilakukan operasi pengeringan sederhana, yaitu pengeluaran


sejumlah kecil kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan panas. Bahan yang
digunakan biasanya bahan-bahan makanan (ubi, kentang, singkong, atau lainnya) yang
dipotong-potong dengan ukuran yang sama (agar luas permukaan pengeringan sama).

1/46
Kemudian bahan yang akan dikeringkan tersebut disusun rapi pada sebuah pelat, dengan
jarak yang seragam antar bahan. Bahan tersebut dikeringkan dalam Compartment Dryer,
dimana dialirkan udara panas dengan berbagai variasi temperatur. Aliran gas panas ini
menyebabkan perbedaan tekanan uap air antara gas pengering dan bahan yang
dikeringkan sehingga terjadilah penguapan. Dari praktikum ini akan diidentifikasi
pengaruh temperatur medium pengering (udara panas) terhadap laju pengeringan, dan
kurva karakteristik pengeringan. Umumnya, semakin tinggi temperatur medium
pengering, akan makin besar laju pengeringan. Kandungan air kritik tidak dipengaruhi
oleh temperatur.

II. Tujuan

Tujuan pelaksanaan praktikum Modul Pengeringan adalah:


1. Praktikan mengetahui kurva karakteristik pengeringan suatu bahan,
2. Praktikan mengetahui pengaruh kurva karakteristik suatu bahan terhadap kondisi
dan/atau konfigurasi aliran gas pengering.

III. Sasaran

Sasaran praktikum ini adalah:


1. Praktikan dapat membuat kurva pengeringan suatu bahan pada kondisi operasi
pengeringan tertentu
2. Praktikan dapat menghitung koefisien perpindahan panas dan massa pada proses
pengeringan.

IV. Tinjauan Pustaka

IV.1 Definisi-Definisi
Dalam operasi pengeringan pada sistem udara-air ada beberapa definisi yang
lazim digunakan. Perhitungan teknis boasanya didasarkan pada satuan massa gas bebas
uap. Uap yang dimaksud adalah bentuk gas dari kompoenen yang juga terdapat dalam
fasa cair. Sedangkan gas adalah komponen yang hanya terdapat dalam bentuk gas saja.

Halaman 2 dari 46
Kelembaban (humidity) ψ adalah massa uap yang dibawa oleh satu satuan massa
gasa bebas uap. Menurut definisi ini, kelembaban hanya bergantung pada tekanan parsial
uap di dalam campuran bila tekanan total dibuat tetap. Jadi, jika tekanan parsial uap
komponen A adalah pA atm, rasio molal antara uap dan gas pada 1 atm adalah pA/ 1- pA.
Jadi kelembaban adalah:
M A .p A
ψ = (1)
M B (1 − p A )
dimana MA dan MB adalah massa molekul relatif komponen A dan komponen B.
Kelembaban dihubungkan dengan fraksi mol di dalam fasa gas oleh persamaan:
ψ
MA
y= (2)
1 ψ
+
MB MA
Karena ψ/MA biasanya sangat kecil dibandingkan 1/MB, y biasanya dianggap berbanding
lurus dengan ψ.
Gas jenuh (saturated gas) adalah gas dimana uap berada dalam kesetimbangan
dengan zat cair pada suatu gas. Tekanan parsial uap di dalam gas jenuh sama dengan
tekanan uap zat cair pada temperatur gas. Jika ψs adalah kelembaban jenuh dan P’A
adalah tekanan uap zat cair:
M A .P' A
ψs = (3)
M B (1 − P' A )
Kelembaban relatif (relative humidity) ψR adalah rasio antara tekanan parsial uap
dan tekanan uap zat cair pada temperatur gas. Besaran ini biasanya dinyatakan dalam %.
Kelembaban 100% berarti gas jenuh, sedang kelembaban 0% berartu gas bebas uap,
sesuai dengan definisi:
pA
ψ R = 100. (4)
P 'A
Persentase kelembaban ψA adalah rasio kelembaban nyata terhadap kelembaban
jenuh ψs pada temperatur gas.
pA
ψ (1 - p A ) 1 - P' A
ψ A = 100. = 100. = ωR . (5)
ψS P' A 1- pA
(1 − P' A )
Persentase kelembaban selalu kurang dari kelembaban relatif.

Halaman 3 dari 46
Kalor lembab (humid heat) cs adalah energi kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu 1 lb atau 1 g gas beserta semua uap yang dikandungnya sebesar 1 0F atau
1 0C. Jadi: cs = cpB + cpA.ψ, dimana cpB dan cpA adalah kalor spesifik gas dan aklor
spesifik uap.
Volume lembab (humid volume) vH adalah volume total satu satuan massa gas
bebas uap beserta semua uap yang dikandungnya, pada tekanan 1 atm dan temperatur gas.
Sesuai dengan hukum gas, vH dihubungkan dengan kelembaban dan temperatur oleh
persamaan:

359.T  1 ψ 
vH =  +  (6)
492  M B M A 
dimana T adalahh temperatur absolut dalam derajat Renkine. Dalam SI persamaan
tersebut menjadi:

0,0224.T  1 ψ 
vH =  +  (7)
273  M B M A 
dimana vH dalam m3/g dan T dalam K. Untuk gas bebas uap (ψ=0) vH adalah volume
spesifik gas tetap. Untuk gas jenuh (ψ= ψs) vH adalah volume jenuh (saturated volume).
Titik embun (dew point) adalah suhu pendinginan campuran uap-gas (pada
kelembaban tetap) agar menjadi jenuh. Titik embun fasa gas jenuh sama dengan
temperatur gas tersebut.
Entalpi total (total enthalpy) Hy adalah entalpi satu satuan massa gas ditambah
uap yang terkandung di dalamnya. Untuk menghitung Hy diperlukan 2 keadaan rujukan,
untuk gas dan untuk uap. Dipilih To sebagai acuan dan entalpi komponen B pada fasa cair
didasarkan pada temperatur To ini. Jika suhu gas adalah T dan kelembaban ψ, entalpi total
adalah jumlah ketiga faktor, yaitu kalor sensibel uap, kalor laten zat cair pada To, dan
kalor sesnsibel gas bebas uap. Jadi:
H y = C pB (T - T0 ) + ψ .λ0 + C pA .ψ .(T - T0 ) (8)

dimana λ0 adalah kalor laten zat cair pada suhu To. Persmaan ini dapat ditulis lebih
sederhana:
H y = C S (T - T0 ) + ψ .λ0 (9)

Halaman 4 dari 46
IV.2 Kesetimbangan Fasa
Dalam operasi pengeringan, fasa cair adalah komponen tunggal. Tekanan parsial
kesetimbangan zat terlarut di dalam fasa gas merupakan fungsi tunggal dari temperatur
bila tekanan total sistem tersebut dibuat konstan. Demikian pula pada tekanan menengah,
tekanan parsial kesetimbangan hampir tidak bergantung pada tekanan total dan dapat
dikatakan sama dengan tekanan uap zat cair. Menurut Hukum Dalton, tekanan parsial
kesetimbangan dapat dikonversikan menjadi fraksi mol kesetimbangan ye dalam fasa gas.
Oleh karena zat cairnya murni xe selalu 1. Data kesetimbangan biasanya disajikan sebagai
grafik ye terhadap temperatur pada suatu tekanan total tertentu. Fraksi mol kesetimbangan
ye dihubungakan dengan kelembaban jenuh oleh persamaan:
ψs
MA
ye = (10)
1 ψ
+ s
MB MA

IV.3 Temperatur Jenuh Adiabatik


Perhatikan proses pada gambar 1. Gas dengan kelembaban ψ dan temperatur T
mengalir secara kontinue melalui ruang yang dialiri udara pengering A. Kamar tersebut
diisolasi sehingga prosesnya adiabatik. Zat cair itu disirkulasikan oleh pompa B dari
reservoar pada dasar ruang pengering melalui penyemprot udara kering C dan kembali ke
dalam reservoar. Gas yang mengalir mellaui ruang pengering tersebut menjadi lebih
dingin dan lembab. Temperatur zat cair tersebut akan mencapai suatu temperatur tunak
yang disebut temperatur jenuh adiabtik Ts. Kecuali jika gas yang masuk tersebut jenuh,
temperatur jenuh adiabatik selalu lebih rendah dari temperatur gas masuk. Jika kontak
antara zat cair dan gas tersebut cukup baik sehingga zat cair dan gas keluar berada dalam
kesetimbangan, gas yang keluar akan jenuh pada suhu Ts. Oleh karena zat cair yang
menguap ke dalam gas itu hilang dari ruang pengering tersebut, diperlukan tambahan zat
cair pengganti. Untuk menyederhanakan analisis, diasumsikan zat cair yang ditambahkan
ke dalam reservoar berada pada temperatur Ts.
Untuk proses ini dapat dibuat neraca entalpi yang didasarkan pada Ts dengan
mengabaikan kerja pompa. Karena berada pada Ts (sama dengan temperatur acuan),
entalpi zat cair penambah adalah 0 dan entalpi total gas masuk sama dengan gas keluar.
Karena total gas keluar berada pada temperatur acuan, maka entalpinya adalah ψS.λS,

Halaman 5 dari 46
dimana ψS adalah kelembaban jenuh dan λS kalor laten penguapan yan keduanya berada
pada TS. Maka neraca entalpi total adalah:
C S (T - TS ) + ψ .λS = ψ S .λS (11)

atau:
ψ -ψ S CS C p,B + C p,A .ψ
=- =- (12)
T - TS λS λS

IV.4 Grafik Kelembaban


Diagarm praktis yang menunjukkan sifat-sifat campuran gas permanen dan gas
yang dapat terkondensasi disebut grafik kelembaban (humidity chart). Diagram untuk
campuran udara dan air pada tekanan 1 atm disajikan pada gambar 2.
Pada gambar 2 temperatur dipetakan sebagai absis sedang ordinatnya adalah
kelembaban. Setiap titik pada grafik menunjukkan satu campuran dengan komposisi
tertentu antara udara dan air. Garis kurva bertanda 100% menunjukkan kelembaban udara
jenuh sebagai fungsi temperatur udara. Dengan menggunakan tekanan uap air, koordinat
M A .p A
titik-titik pada garis ini dapat dihitung dari persamaan: ψ = . Setiap titik
M B (1 − p A )
yang terletak di atas dan sebelah kiri garis jenuh tersebut menunjukkan suatu campuran
udara-air. Daerah ini hanya penting untuk memeriksa pembentukan kabut (fog). Setiap
titik yang terletak pada sebelah bawah garis jenuh menunjukkan udara yang tidak jenuh,
dan titik-titik pada sumbu temperatur adalah udara kering. Garis-garis lengkung antara
garis jenuh dan usmbu temperatur yang ditandai dengan persen menunjukkan campuran
udara-air pada persen kelembaban tertentu. Dari persamaan:
pA
ψ (1 - p A ) 1 - P' A
ψ A = 100. = 100. = ωR . terlihat bahwa interpolasi lurus
ψS P ' A 1- pA
(1 − P' A )
antara garis jenuh dan sumbu temperatur dapat digunakan untuk menentukan letak garis-
garis dengan kelembaban konstan.
Garis-garis miring ditarik ke bawah dan ke kanan garis jenuh disebut garis-garis
pendinginan adiabatik. Garis-garis ini merupakan pemetaan dari persamaan neraca
entalpi gas pengering, di mana masing-masingnya menunjukkan satu nilai konstan
temperatur jenuh adiabtik. Untuk setiap nilai TS tertentu, HS dan λS tetap, dan garis ψ

Halaman 6 dari 46
terhadap T dapat dipetakan dengan memberi nilai-nilai pada ψ dan menghitung nilai-nilai
T yang bersangkutan. Pemeriksaan terhadap neraca entalpi gas penhgering tersebut
menunjukkan bahwa kemiringan garis pendinginan adiabtik, jika digambar pada
koordinat yang benar-benar siku-siku adalah –CS/λS. Kemiringan ini bergantung pada
kelembaban pada koordinat siku-siku. Oleh karena itu, garis-garis pendinginan adiabtik
tidak lurus dan tidak sejajar satu sama lain. Pada gambar 2 ordinat telah dimodifikasi
sedemikian sehingga mempermudah ionterpolasi di antara garis-garis tersebut.
Pada gambar 2 tertera pula garis-garis volume spesifik udara kering dan
volume jenuh. Kedua garis itu merupakan grafik volume terhadap temperatur. Volume
dibaca pada skala sebelah kiri. Koordinat titik-titik pada garis ini dihitung dengan

359.T  1 ψ 
menggunakan persamaan v H =  +  . Interpolasi antara garis, atas dasar
492  M B M A 

persen kelembaban memberikan volume lembab udara tak jenuh. Demikian pula,
hubungan antara kalor lembab CS dan kelembaban juga digambarkan sebagai satu garis
lurus pada grafik kelembaban. Garis ini adalah penggambaran dari persamaan cs = cpB +
cpA.ψ. Skala untuk CS dicantumkan pada bagian atas diagram.

IV.5 Penggunaan Grafik Kelembaban


Manfaat grafik kelembaban sebagai sumber data mengenai campuran air-udara
tertentu dapat ditunjukkan dengan mengacu pada gambar 3 yang merupakan bagian
penting dari gambar 2. Andaikan suatu aliran tertentu udara yang belum jenuh berada
pada temperatur T’ dan persen kelembaban ψA1. Udara ini ditunjukkan oleh titik A pada
grafik. Titik ini merupakan titik potong antara garis temperatur tetap T’ dan garis persen
kelembaban tetap ψA1 . Kelembaban ψA1 pada udara ditunjukkan oleh titik b, yaitu
koordinat kelembaban dari titik a. Titik embun didapatkan dengan mengikuti garis
adiabatik melalui titik a sampai ke perpotongannya e pada garis 100%, dan membaca
kelembaban ψS pada titik f pada skala kelembaban. Kadang-kadang interpolasi di antara
garis-garis adiabtik itu diperlukan. Temperatur jenuh adiabatik TS ditunjukkan titik j. Jika
udara semula dijenuhkan pada temperatur tetap, kelembaban sesudah penjenuhan
didapatkan dengan mengikuti garis temperatur tetap melalui titik a ke titik h pada garis
100% kelembaban dan membaca kelembaban pada titik j.

Halaman 7 dari 46
Gambar 2 Grafik Kelembaban Sistem Udara-Air pada 1 atm

Halaman 8 dari 46
Gambar 3 Penggunaan Grafik Kelembaban
Volume lembab udara semula didapatkan dengan menentukan letak titik k dan l
masing-masing pada kurva volume jenuh dan volume kering yang sehubungan dengan
temperatur T1. Titik m didapatkan dengan bergerak di sepanjang garis lk sejauh (ψA/100)
kl dari titik l, dimana kl adalah segmen garis antara l dan k. Volume lembab vH diberikan
oleh titik n pada skala volume. Kalor beban udara didapatkan dengan menentukan letak
titik o, yaitu perpotongan antara garis kelembaban melalui titik a dan garis kalor lembab
dan membaca kalor lembab cs pada titik p pada skala sebelah atas.

IV.6 Temperatur Bola Basah dan Pengukuran Kelembaban


Sifat-sifat yang dibahas dan yang terlihat pada grafik kelembaban adalah
besaran-besaran statik atau kesetimbangan. Di samping itu, yang terpenting adalah laju
perpindahan massa dan kalor antara gas dan zat cair yang tidak berada pada
kesetimbangan. Suatu besaran yang bergantung pada kedua laju ini adalah temperatur
bola basah.
Temperatur bola basah adalah suatu temperatur peralihan dari keadaan tak
setimbang menjadi keadaan tunak yang dicapai bila suatu massa yang kecil dari zat cair
dicelupkan dalam keadaan adiabatik di dalam suatu arus gas yang kontinu. Massa zat cair
itu sedemikian kecil dilembabkan dengan fasa gas, sehingga perubahan sifat-sifat gas
kecil sekali dan dapat diabaikan sehingga pengeruh proses ini hanya terbatas pada zat cair

Halaman 9 dari 46
saja. Metoda pengukuran temperatur bola basah terlihat pada Gambar 4. Sebuah
termometer atau suatu piranti pengukur temperatur seperti termokopeldibalut dengan
sumbu yang dijenuhkan dengan zat cair murni dan dicelupkan di dalam aliran gas yang
mempunyai temperatur tertentu T dan kelembaban ψ. Diasumsikan awalnya temperatur
zat cair tersebut kira-kira sama dengan gas. Karena gas tidak jenuh, zat cair lalu menguap
dan karena proses adiabatik, kalor laten didapatkan dari pendinginan zat cair. Jika
temperatur zat cair telah turun sampai di bawah temperatur gas, kalor sensibel akan
berpindah dari gas ke zat cair. Akhirnya akan tercapai suatu keadaan kesetimbangan pada
temperatur zat cair, dimana kalor yang diperlukan untuk menguapkan zat cair dan
memanaskan uap sampai ke temperatur gas menjadi bersis sama dengan kalor sensibel
yang mengalir dari gas ke zat cair. Temperatur ini adalah temperatur dalam keadaan
tunak, ditandai dengan TW, dan disebut temperatur bola basah. Temperatur ini merupakan
fungsi T’ dan ψ.

Gambar 4 Prinsip Pengukuran Temperatur Bola Basah


Untuk mengukur temperatur bola basah secara teliti, ada 3 hal yang harus
diperhatikan:
1. sumbu harus basah seluruhnya dan tidak ada bagian sumbu yang kering yang
kontak dengan gas
2. kecepatan gas harus cukup besar sehingga laju alir kalor radiasi dari lingkungan
yang panas ke bola basah itu dapat diabaikan terhadap laju aliran kalor sensibel
yang disebabkan oleh konduksi dan konveksi dari gas ke bola basah

Halaman 10 dari 46
3. jika harus ditambahkan zat cair pengganti ke bola basah itu, zat cair yang
ditambahkan tersebut harus berada pada temperatur bola basah.
Bila ketiga hal tersebut dipenuhi, temperatur bola basah tidak akan bergantung pada
kecepatan gas dalam rentang laju alir yang cukup luas.
Untuk campuran udara-air temperatur bola basah hampir sama dengan tempertur
jenuh adiabatik TS. Pada dasarnya temperatur bola basah berbeda dari temperatur jenuh
adiabatik.. Pada temperatur jenuh adiabatik, temperatur dan kelembaban gas berubah
selama berlangsungnya proses pengukuran dan titik akhirnya adalah suatu kesetimbangan
yang tetap dan keadaan tunak yang dinamik.
Umumnya bersama dengan termometer yang dibalut sumbat basah digunakan
pula termometer tanpa dibalut yang mengukur temperatur T, yaitu temperatur gas nyata.
T tersebut dinamakan temperatur bola kering.

IV.7 Pengukuran Kelembaban


Kelembaban suatu aliran massa gas didapatkan dengan mengukur titik embun
atau temperatur bola basah atau dengan cara absorpsi langsung.
1. Metoda titik embun
Jika sebuah piring mengkilap yang dingin dimasukkan ke dalam gas yang
kelembabannya tidak diketahui dan temperatur piringan itu berangsur-angsur
diturunkan sehingga piringan tersebut akan mencapai temperatur dimana terjadi
kondensasi kabut pada permukaan mengkilap itu. Pada waktu kabut itu pertama
kali terbentuk, temperatur adalah temperatur kesetimbangan antara uap di dalam
fasa gas dan fasa cair. Karena itu, titik tersebut adalah titik embun. Skala
termometer diperiksa sambil menaikkan temperatur piringin itu perlahan-laan
dan mencatat temperatur dimana kabut menghilang. Kelembaban lalu dibaca dari
grafik kelembaban pada temperatur rata-rata di mana kabut tersebut mulai
terbentuk dan temperatur dimana kabut mulai menghilang.
2. Metoda Psikometerik
Suatu cara yang umum digunakan untuk mengukur kelembaban adalah dengan
menentukan temperatur bola basah dan temperatur bola kering secara bersamaan.
Dari kedua bacaan itu, kelembaban didapatkan dengan menentukan garis
psikometerik yang memotong garis jenuh pada temperatur bola basah sesuai

Halaman 11 dari 46
dengan pengamatan dan mengikuti garis itu sampai memotong ordinat pada
temperatur bola kering.
3. Metoda Langsung
Kandungan uap di dalam gas dapat ditentukan secara langsung dengan analisis di
mana gas yang volumenya tertentu dilewatkan melalui suatu piranti analisis yang
semestinya.

IV.8 Klasifikasi Pengering


Banyak metoda digunakan untuk mengelompokan alat pengering. Ada jenis
pengering yang beroperasi secara kontinu, ada pula pengering yang beroperasi secara
batch. Ada pengering yang menerapkan proses pengadukan adapula yang tidak. Untuk
menurunkan temperatur proses pengeringan, beberapa pengering beroperasi secara
vakum.

Gambar 5 macam-macam interaksi zat padat di dalam pengeringan

Namun, dalam literatur teknik kimia, umumnya pengering dikelompokkan


menjadi:
1. pengering-pengering dimana zat padat bersentuhan langsung dengan gas panas
(umumnya berupa udara panas). Jenis pengering ini disebut pengering adiabatik
(adiabatic dryer) atau pengering langsung (direct dryer).

Halaman 12 dari 46
2. pengering-pengering dimana kalor berpindah ke zat padat dari suatu medium
luar, seperti uap yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam yang
bersentuhan dengan zat padat tersebut. Pengering jenis ini sering disebut
pengering nonadiabatik (nonadiabatic dryer) atau pengering tak-langsung
(indirect dryer). Contoh pengering nonadiabatik adalah pengering yang
pemanasannya dilakukan dengan energi elektrik, radiasi, atau gelombang mikro.
3. Pada beberapa unit terdapat gabungan pengeringan adiabatik dan nonadiabatik
yang disebut pengering langsung-tak-langsung.

IV.9 Pemrosesan Zat Padat dalam Pengering


Kebanyakan pengering di industri mengangani zat padat butiran. Pada bagian ini
diuraikan berbagai pola pergerakan partikel zat padat dalam peralaan pengering.
Dalam penegring adiabatik, zat padat bersebtuhan dengan gas menurut salah satu
cara berikut:
1. gas ditiupkan melintasi permukaan hamparan atau lembaran zat padat, atau
melintas satu atau dua sisi lembaran atau film sinambung. Proses ini disebut
pengeringan dengan sirkulasi silang (cross circulation drying).
2. gas ditiupkan melalui hamparan zat padat butiran kasar yang ditempatkan di atas
ayakan pendukung. Cara ini disebut pengeringan sirkulasi silang. Di sini
kecepatan gas harus rendah untuk mencegah terjadinya halangan aliran terhadap
partikel zat padat.
3. Zat padat disiramkan ke bawah melalui suatu arus gas yang bergerak perlahan-
lahan ke atas. Terkadang pada proses ini terjadi pengahalangan aliran partikel
halus oleh gas yang tidak dikehendaki.
4. Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk
memfluidisasikan hamparan.
5. Zat padat seluruhnya dibawa ikut dengan arus gas kecepatan tinggi dan diangkut
secara pnematik dari piranti pencampuran ke pemisahan mekanik.
Dalam pengering nonadiabtik, satu-satunya gas yang harus dikeluarkan adalah
uap air ataupun pelarut. Pengering nonadiabtik dibedakan terutama menurut caranya zat
padat itu berkontak dengan permukaan panas atau sumber kalor lainnya, seperti berikut:
1. Zat padat dihamparkan di atas suatu permukaan horisontal yang stasioner atau
bergerak lambat dan dipanaskan hingga kering. Pemanasan permukaan itu dapat

Halaman 13 dari 46
dilakukan dengan listrik atau dengan fluida perpindahan kalor seperti uap atau air
panas. Atau, pemberian kalor itu dapat pula dilakukan dengan pemanas radiasi
yang ditempatkan di atas zat padat itu.
2. Zat padat itu bergerak di atas permukaan panas, yang biasanya berbentuk
silinder, dengan bantuan pengaduk atau screw conveyor ataupun paddle
conveyor.
3. Zat padat penggelincir dengan gaya gravitasi di atas permukaan panas yang
miring atau dibawa naik bersama permukaan itu selama suatu waktu tertentu dan
kemudian dihancurkan lagi.

IV.10 Prinsip-Prinsip Pengeringan


IV.10.1 Pola suhu di dalam pengering

Gejala perubahan suhu dalam pengering ditentukan oleh sifat bahan umpan dan
kandungan zat cairnya, temperatur medium pemanas, waktu pengeringan, serta
temperatur akhir yang dapat ditoleransi dalam peneringan zat padat tersebut. Pola
perubahan suhu tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Pola suhu dalam pengering a) batch, b) kontinue


Dalam penegring batch yang menggunakan medium pemanas dengan suhu tetap
(Gambar 6a), temperatur zat padat yang basah itu meningkat dengan cepat dari nilai awal
Tsa menjadi temperatur penguapan Tv. Pada pengering nonadiabatik yang tidak
menggunakan gas pengering, Tv dapat dikatakan sama dengan titik didih zat cair pada
tekanan yang terdapat dalam pengering. Jika digunakan gas pengering, atau jika
pengeringan berlangsung adiabatik, Tv adalah temperatur wet bulb (yang sama dengan
temperatur jenuh adiabatik apabila gasnya adalah udara dan zat cair yang diuapkan
adalah air. Pengaupan berlangsung pada Tv selama beberapa waktu. Artinya, sebagian
besar zat cair itu diuapkan pada temperatur jauh di bawah temperatur medium pemanas.

Halaman 14 dari 46
Menjelang tahap akhir pemanasan itu, temperatur zat padat naik sampai Tsb yang dapat
lebih tinggi sedikit atau bahkan jauh lebih tinggi dari Tv.
Waktu pengeringan yang ditunjukkan pada Gambar 6-a, mungkin hanya
beberapa detik saja, tapi mungkin pula mencapai beberapa jam. Zat padat tersebut dapat
berada ada temperatur Tv selama sebagian besar siklus pengeringan, atau mungkin pula
hanya pada sebagian kecil dari siklus tersebut. Temperatur medium pengering dapat
konstan, namun dapat pula diprogram untuk berubah selama berlangsungnya proses
pengeringan.
Dalam pengeringan kontinu, setiap partikel atau elemen zat padat tersebut
mengalami suatu siklus yang serupa dengan Gambar 6-b selama proses pengeringannya
dari masuk pengering sampai keluar. Dalam operasi keadaan tunak, temperatur pada
setiap titik di dalam pengering kontinu selalu konstan, tetapi berubah sepanjang
pengering itu. Pada gambar 6-b terlihat pola temperatur dalam pengering counter current
adiabatik. Pemasukan zat padat serta pengeluaran gas berlangsung di sebelah kiri, sedang
pemasukan gas dan pengeluaran zat padat di sebelah kanan. Di sini pun zat padat
mengalami pemanasan cepat dari temperatur Tsa ke Tv. Temperatur penguapan Tv juga
konstan karena temperatur bola basah tidak berubah. Hal ini tidak berlaku jika ada kalor
yang ditambahkan secara tidak langsung pada zat padat. Di dekat pemasukan gas, zat
padat itu mungkin dipanaskan sampai melebihi Tv. Gas panas masuk pengering pada suhu
Tha biasanya dengan kelembaban (humidity) rendah. Gas tersebut mendingin, mula-mula
cepat, tetapi lalu agak perlahan karena gaya dorong perbedaan temperatur makin
berkurang. Kelembabannya meningkat dengan teratur berhubung makin banyaknya zat
cair yang menguap ke dalam gas tersebut.

IV.10.2 Perpindahan Kalor di dalam Pengering


Pengeringan zat pdat basah menurut definisinya adalah suatu proses termal.
Walaupun prosesnya bertambah rumit karena adanya difusi di dalam zat padat atau
melalui gas, pengeringan bahan dapat dilakukan dengan terus memanaskannya sampai di
atas titik didih zat cair, misalnya dengan mengontakkan zat padat tersebut dengan uap
yang sangat panas (superheated steam). Dalam sebagian besar proses peneringan
adiabtik, difusi selalu ada, tetapi biasanya laju pengerting itu dibatasi oleh perpindahan
kalor, bukan perpindahan massa. Karena itu, sebagian besar pengering dirancang hanya
atas dasar perpindahan kalor saja.

Halaman 15 dari 46
IV.10.3 Perhitungan Beban Kalor
Kalor diberikan pada pengering dengan tujuan:
1. memanaskan umpan (zat padat dan zat cair) sampai temperatur penguapan
2. menguapkan zat cair
3. memanaskan zat padat sampai temperatur akhirnya
4. memanaskan uap sampai suhu akhirnya.
Dalam kasus umum, laju total perpindahan kalor dapat dihitung sebagai berikut.
Jika ms adalah massa zat padat bone dry yang akan dikeringkan per satuan waktu, dan xa
dan xb adalah kandungan zat cair awal dan akhir dinyatakan dalam massa zat cair per
massa zat padat bone dry, maka kuantitas kalor yang berpindah per satuan massa zat
padat (qT/ms) adalah:
qT
= C ps * (Tsb - Tsa ) + X a * C pl * (Tv - Tsa ) + (X a - X b ) * λ +
ms (13)
X b .C pl * (Tsb - Tv ) + (X a - X b ) * C pv * (Tvb - Tv )
dimana:
Tsa = temperatur umpan
Tv = temperatur penguapan
Tsb = temperatur akhir zat padat
Tvb = temperatur akhir uap
d = kalor penguapan
CpS = kalor spesifik zat padat
CpL = kalor spesifik zat cair
CpV = kalor spesifik uap
λ = kalor laten penguapan
Dalam persamaan tersebut, diasumsikan semua kalor spesifik dan kalor
penguapan adalah konstan dan seluruh penguapan berlangsung pada temperatur konstan
Tv. Pendekatan ini memuaskan jika temperatur diketahui atau dapat diperkirakan.
Dalam pengering adiabatik, Tv adalah temperatur bola basah gas, sedangkan Tvb
adalah temperatur gas keluar yang sama dengan Thb. Kalor yang berpindah ke zat padat,
zat cair, dan uap berasal dari pendinginan gas. Pada pengering adiabatik kontinu, neraca
kalor menghasilkan:
qT = m g * (1 + Ψa ) * C sa * (Tha − Thb ) (14)

Halaman 16 dari 46
dimana:
mg = laju massa gas kering
ψ = kelembaban gas pada waktu masuk
Csa = kalor lembab gas pada kelembaban pada waktu masuk
Perubahan entalpi di dalam pengering adiabatik dapat pula dihitung langsung dari
grafik psikometerik.

IV.10.4 Koefisien Peprindahan Kalor


Dalam perhitungan pengering berlaku persamaan dasar perpindahan kalor seperti
persamaan:

qT = U * A * ∆T (15)
dimana:
U = koefisien perpindahan kalor overall
A = luas perpindahan kalor
∆T = beda temperaur rata-rata
Terkadang A dan ∆T diketahui dan kapasitas pengering dapat diperkirakan dari
nilai U menurut perhitungan ataupun pengukuran, tetapi sering terdapat suatu
ketidakpastian yang tidak dapat diabaikan karena luas nyata perpindahan kalor. Fraksi
perpindahan panas yang berada dalam kontak dengan zat padat di dalam pengering
umpamanya sudah diperkirakan; luas total permukaan zat padat yang terkena pada
permukaan panas, atau gas panas pun sulit diperkirakan.
Oleh karena itu, banyak pengering yang dirancang atas dasar koefisien

perpindahan kalor volumeterik Ua, dimana a adalah luas bidang peprindahan kalor per
satuan volume pengering. Persamaan yang menentukan adalah:

qT = Ua * V * ∆T (16)
dimana:
Ua = koefisien perpindahan kalor volumetrik
V = Volume pengering
∆T = beda temperaur rata-rata
Oleh karena pola suhu cukup kompleks, beda suhu rata-rata untuk pengering
tersebut secara keseluruhan sulit didefinisikan. Karena itu koefisien perpindahan kalor
sulit ditaksir dan terbatas penggunaannya. Suatu persamaan umum yang sangat berguina

Halaman 17 dari 46
untuk perhitungan ini adalah perpindahan kalor dari gas ke partikel bola tunggal atau bola
tersisih seperti berikut:
0,5 1/ 3
ho .D p  DpG   C p .µ f 
= 2 + 0,6 *     (17)
kf  µ   k 
 f   f 
Terlihat bahawa untuk kebanyakan pengering tidak ada suatu korelasi umum
yang dapat digunakan, dan setiap koefisiennya harus ditentukan melalui eksperimen.
Koefisien-koefisien empirik biasanya didasarkan atas definisi yang bersifat agak
sembarang mengenai luas permukaan perpindahan kalor dan perbedaan suhu rata-rata.

IV.10.5 Satuan perpindahan kalor


Beberapa pengering adiabatik, terutama rotary dryer dinilai menurut jumlah
satuan perpindahan kalor yang terdapat di dalamnya. Satuan perpindahan kalor adalah
bagian peralatan di mana perubahan suhu dalam satu fasa sama dengan driving force
(beda temperatur) rata-rata dalam bagian itu. Satuan perpindahan dapat didasarkan atas
perubahan temperatur di dalam salah satu fasa, tetapi di dalam pengering satuan ini selalu
didasarkan atas fasa gas. Jumlah satuan perpindahan panas dalam pengering adalah:
Tha
dTh Tha − Thb
Nt = ∫
Thb
Th - Ts
(18) atau Nt =
∆T
(19)

Bila kandungan awal zat cair di dalam zat padat tinggi, sehingga sebagaian besar kalor
dipindahkan untuk penguapan, ∆T dapat dianggap sebagai rata-rata logaritmik antara
temperatur bola kering dan temperatur bola basah. Sehingga:
(Tha − Twa ) − (Thb − Twb )
∆T = ∆TL = (20)
 (T − Twa ) 
ln  ha 
 (Thb − Twb ) 
Untuk sistem air-udara, Twb = Twa, sehingga satuan perpindahan panas pengering menjadi
Tha − Twa
N = ln (21)
Thb − Twa

IV.10.6 Perpindahan massa di dalam pengering


Dalam semua pengering di mana gas dialirkan di atas atau melalui zat padat,
perpindahan massa selalu terjadi dari permukaan zat padat ke dalam gas, dan terkadang
melalui saluran-saluran berpori yang terdapat di dalam zat padat. Dalam hal ini laju

Halaman 18 dari 46
pengeringan mungkin ditentukan oleh tahanan terhadap perpindahan massa, bukan
perpindahan kalor. Dipandang dari fasa gas, pengringan ini serupa dengan humidifikasi
adiabatik. Dari fasa padat, proses ini merupakan evaporasi bila zat padat sangat basah dan
seperti desorpsi dari adsorber bila zat padat mendekati kering.
Laju rata-rata perpindahan massa mv, dapat dengan mudah dihitung dari
hubungan:
mv = ms * (X a − Xb) (22)

jika gas masuk pada kelembaban ψa, kelembaban keluar ψb, dihitung dari:
ms * ( X a − X b )
ψ b =ψ a +
mg
(23)
m
ψ b =ψ a + v
mg

Untuk menggunakan persamaan ini diperlukan perngetahuan mengenai mekanisme


gerakan zat cair dan uap di dlaam zat padat dan melalui zat padat itu, serta pengetahuan
mengenai keseimbangan fasa yang agak rumit mengenai zat padat basah dan gas lembab.

IV.11 Kesetimbangan Fasa Uap da Fasa Cair dalam Pengeringan

Data kesetimbangan fasa untuk zat padat lembab umumnya diberikan sebagai
hubungan antara kelembaban relatif gas dan kandungan zat cair di dalam zat padat, dalam
massa zat cair per satuan massa zat padat bone dry. Contoh hubuangan kesetimbangan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Hubuangan kesetimbangan ini tidak bergantung
pada temperatur. Absis kerva tersebut dapat dengan mudah dikonversikan menjadi
kelembaban absolut dalam massa uap per satuan massa gas kering.
Bila suatu zat padat basah dikontakkan dengan udara yang humiditasnya lebih
rendah dari kandungan moisture zat padat tersebut, seperti terlihat pada kurva
kesetimbangan kelembaban, zat padat tersebut akan melepaskan sebagian kandungan
moisture-nya dan semakin kering sehingga kelembabannya sama dengan kelembaban
udara. Bila udara itu lebih lembab dari zat padat yang berada dalam kesetimbangan
dengan udara tersebut, zat padat akan menyerap moisture dari udara sampai tercapai
kesetimbangan.

Halaman 19 dari 46
Gambar 7 Kurva Kesetimbangan Moisture pada 25 0C

Dalam fasa fluida pengering, difusi ditentukan oleh perbedaan konsentrasi,


dinyatakan dalam fraksi mol. Dalam fasa zat padat basah, perhitungan-perhitungan
pengeringan selalu dinyatakan dalam massa air per satuan massa zat padat bone dry.

IV.11.1 Equilibrium Moisture dan Free Moisture


Udara yang berfungsi sebagai fluida pengering selalu memiliki kandungan
moisture dan mempunyai humiditas relatif tertentu. Untuk udara dengan humiditas relatif
tertentu, kandungan moisture yang keluar dari pengering tidak dapat kurang dari
equilibrium moisture yang berkaitan dengan kelembaban udara masuk. Ada sebagian air
yang terdapat dalam zat padat yang basah tersebut yang tidak dapat dikeringkan oleh
udara masuk karena kandungan equilibrium moisture pada udara pengering tersebut.

Halaman 20 dari 46
Free moisture adalah selisih antara kandungan air total di dalam zat padat dan
kandungan air dalam equilibrium moisture. Jika XT adalah kandungan moisture total, dan
X* adalah kandungn equilibrium moisture, free moisture X dihitung dengan:
X = XT – X* (24)
Dalam perhitungan pengeringan yang digunakan adalah X, bukan XT.

IV.11.2 Air Terikat dan Air Tak Terikat


Jika kurva kesetimbangan pada Gambar 7 dilanjutkan hingga memotong sumbu
kelembaban 100%, kandungan moisture yang didapat adalah moisture minimum yang
harus dikandung bahan tersebut dan masih meberikan tekanan uap yang sama dengan
yang diberikan zat cair pada temperatur yang sama. Jika bahan tersebut mengandung air
lebih banyak daripada yang ditunjukkan titik potong tersebut, tekanan uap yang diberikan
bahan tersebut pun masih sama dengan tekanan uap air pada temperatur zat padat
tersebut. Hal ini memungkinkan pembedaan dua jenis kandungan air yang ada dalam
setiap bahan tertentu. Air sampai konsentrasi terendah yang berada dalam kesetimbangan
dengan udara jenuh (ditentukan oleh perpotongan antara kurva pada Gambar 2 dengan
garis kelembaban 100%) disebut air terikat (bound water) karena memberikan tekanan
uap yang lebih kecil daripada air pada temperatur tertentu.Bahan-bahan yang
mengandung air biasa disebut bahan higroskopik.

IV.12 Mekanisme Pengeringan


Bila perpindahan kalor dan perpindahan massa terjadi bersama-sama, mekanisme
pengeringan bergantung pada sifat zat padat serta pada metoda yang digunakan untuk
mengontakkan zat padat dan gas. Ada 3 macam zat padat: kristal, zat padat berpori dan
zat padat tidak berpori. Partikel kristal tidak mengandung zat cair sampai ke dalam
partikelnya sehingga pengringan hanya berlangsung pada permukaan zat padat saja. Zat
padat berpori, seperti katalis, mengandung zat cair di dalam saluran-saluran di dalam
partikelnya.
Laju pengeringan zat padat yang mengandung zat cair sampai ke dalam pori-
porinya juga bergantung pada cara zat cair itu bergerak serta jarak yang harus ditempuh
untuk sampai ke permukaan. Hal ini sangat penting terutama dalam pengeringan cross
flow zat padat. Pengeringan metoda cross flow biasanya sangat lambat dan dilaksanakan
dengan system batch.

Halaman 21 dari 46
IV.12.1 Konsisi Pengeringan Konstan
Kondisi pengeringan konstan adalah pengeringan pada hamparan zat padat
dengan ukuran dan susunan tertentu yang dikeringkan dengan temperatur, kelembaban,
dan kecepatan serta arah aliran udara yang konstan. Kenyataanya yang dapat dijaga
konstan adalah laju udara pengering saja. Kandungan moisture dan faktor-faktor lain di
dalam zat padat tersebut selalu berubah.

IV.12.2 Laju Pengeringan


Dengan berjalannya waktu, kandungan moisture XT berkurang seperti
ditunjukkan grafik A Gambar 8. Selama beberapa saat zat padat yang akan dikeringkan
dipanaskan sampai temperatur penguapan. Setelah itu grafik menjadi linear dan
melengkung lagi ke arah horizontal hingga akhirnya mendatar.
Laju pengeringan ditunjukkan pada kurva B Gambar 8. Grafik ini horizontal pada
sebagian panjangnya, yang menunjukkan bahwa laju pengeringan konstan. Setelah itu
grafik melengkung ke arah bawah. Akhirnya, jika bahan telah mencapai kandungan
moisture setimbang, maka grafik akan menunjukkan laju pengeringan 0.
Gambar 9 menunjukkan laju pengering per satuan luas R dipetakan terhadap
kandungan kebasahan XT-X*. Perbedaan bentuk kurva yang mungkin terjadi disebabkan
oleh perbedaan mekanisme aliran moisture dalam bahan.

Gambar 8 Karaktersitik Total Moisture dan Laju Pengeringan terhadap Waktu Pengeringan

Halaman 22 dari 46
IV.12.3 Perioda Laju Konstan
Setelah perioda adaptasi yang tidak terlihat pada Gambar 8, kurva perngeringan
akan memiliki segmen A-B yang berkaitan dengan perioda pengeringan yang pertama.
Periode ini mungkin tidak ada bila kandungan moisture awal zat padat kurang dari suatu
nilai minimum tertentu. Periode ini disebut perioda laju konstan. Periode ini
dikarajterisasi oleh laju pengeringan yang tidak bergantung pada kandungan kebasahan.
Selama perioda ini, zat cair itu berperilaku seakan-akan tidak ada zat padat. Dalam zat
padat berpori, kebanyakan air yang dikeluarkan pada perioda laju konstan berasal dari
bagian dalam (interior) zat padat. Penguapan moisture dari bahan berpori berlangsung
menurut mekanisme yang sama seperti penguapan dari termometer bola basah. Proses
yang berlangsung pada termometer bola basah pada umumnya adalah penguapan pada
laju konstan. Dalam keadaan tidak ada perpindahan kalor melalui kontak langsung
dengan permukaan panas, temperatur zat padat tersebut selama pengeringan laju konstan
adalh temperatur bola basah udara.
Selama periode laju konstan, laju pengering per satuan luas R dapat ditaksir
dengan ketelitian yang memadai dari korelasi-korelasi yang dikembangan untuk proses
evaporasi dari permukaan zat cair bebas. Perhitungan biasa didasarkan pada perpindahan
massa atau atas dasar perpindahan kalor seperti berikut:

M v .k y .(y i - y )A
mv = (25)
(1 - y) L
atau
h y .(T - Ti )A
mv = (26)
λi
dimana:
mv = laju penguapan
A = luas permukaan
hy = koefisien perpindahan kalor
ky = koefisien perpindahan massa
Mv = berat molekul relatif uap
T = temperatur gas
Ti = temperatur antar muka
y = fraksi mol uap di dalam udara pengering

Halaman 23 dari 46
yi = fraksi mol uap dalam lapisan antar muka
λi = kalor laten penguapan pada temperatur Ti

Gambar 9 Kurva laju pengeringan untuk lempeng tanah liat tak berpori

Bila udara pengering mengalir sejajar dengan permukaan zat padat, koefisien
perpindahan kalor dapat ditaksir dengan persamaan dimensional:
h y = 0,0128 * G 0,8 (29)
dimana:
hy = koefisien perpindahan kalor
G = laju alir massa (lb/ft2.jam)

Bila aliran itu tegak lurus terhadap permukaan, persamaan tersebut adalah:
h y = 0,37 * G 0,37 (30)

Halaman 24 dari 46
Laju pengeringan konstan Rc adalah:
m v h y .(T − Ti )
Rc = = (31)
A λi
Pada banyak kasus, Ti dapat diasumsikan sama dengan temperatur bola basah udara. Bila
radiasi dari lingkungan panas serta konduksi dari permukaan padat yang kontak dengan
padatan yang dikeringkan dapat diabaikan, maka temperatur pada lapisan antar muka itu
akan lebih besar daripada temperatur bola basah udara, dan yi akan bertambah besar dan
laju pengeringan akan meningkat pula.

IV.12.4 Kandungan Moisture Kritis dan Periode Laju Menurun


Dengan menurunnya kandungan moisture zat padat, perioda laju konstan akan
berakhir pada suatu kandungan moisture tertentu, dan dalam siklus pengeringan
selanjutnya laju tersebut akan terus berkurang. Titik akhir perioda laju konstan yang
ditunjukkan titik B pada Grafik 9 disebut titik kritis. Titik ini menandai saat kandungan
moisture pada permukaan tidak lagi mencukupi untuk memelihara suatu film kontinue
yang menutupi keseluruhan permukaan pengeringan. Dalam zat padat tidak berpori, titik
kritis berlangsung pada waktu yang hampir bersamaan dengan saat menguapnya moisture
permukaan. Dalam zat padat berpori, titik kritis ini dicapai bila laju aliran moisture ke
permukaan tidak lagi sama dengan laju penguapan yang diperlukan oleh proses
penguapan bola basah.
Jika kandungan moisture awal di dalam zat padat itu berada di bawah titik kritis,
perioda pengeringan laju tetap tidak ada. Kandungan moisture kritis berubah-ubah
menurut tebal bahan dan menurut laju pengeringan; jadi titik kritis bukan sifat bahan.
Perioda pengeringan setelah titik kritis disebut perioda pengeringan laju
menurun. Kurva laju penegringan dalam perioda laju menurun berbeda-beda antara satu
bahan dengan bahan lainnya. Bentuk kurva tersebut pun bergantung pada tebal bahan dan
variabel-variabel lingkungan. Ada kondisi pengeringan tertentu yang menyebabkan bahan
mengalami titik kritis kedua sehingga terjadi perubahan mekanisme pengeringan dan
kurva laju pengeringan mengalami patahan pada laju menurun.
Metoda untuk menaksir laju pengeringan dalam perioda laju menurun bergantung
pada karakteristik pori bahan. Dalam bahan tak berpori, segera setelah habisnya
kandungan moisture di permukaan, pengeringan selanjutnya hanya dapat berlangasung
dengan laju yang ditentukan oleh difusi moisture ke permukaan. Dalam bahan berpori,

Halaman 25 dari 46
berlangsung mekanisme lain, dan penguapan dapat terjadi juga di dalam zat padat, bukan
hanya dipermukaannya.

IV.13 Zat Padat Tak Berpori dan Teori Difusi


Distrubusi moisture di dalam zat padat yang memebrikan kurva laju menurun
seperti Gambar 8 diperjelas pada Gambar 9, di mana kandungan moisture setempat
dipetakan terhadap jarak dari permukaan zat padat. Bentuknya secara kualitataif
konsisten dengan yang semestinya andai moisture tersebut mengalir secara difusi melalui
zat padat. Kurva 5 tersebut agak berbeda dengan kurva teoretis. Laju difusi tersebut
dinyatakan dengan:

∂X ∂ 2X
= D' v. 2 (31)
∂t ∂b
dimana:
X = konsentrasi zat terlarut di dalam larutan yang terkandung dalam zat padat
D’v = difusivitas
b = jarak yang diukur menurut arah difusi.
Persamaan tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan kuantitatif mengenai laju
pengeringan zat padat tak berpori. Bahan-bahan yang mengering dengan cara ini
dikatakan mengering dengan difusi, walaupun mekanismenya sebenarnya jauh lebih
rumit daripada difusi saja.

Gambar 10 Distribusi Moisture di dalam lempeng kering terdiri dari 2 bidang. Aliran moisture
melalui difusi

Halaman 26 dari 46
Difusi merupakan ciri bagi bahan-bahan yang lambat kering. Tahanan terhadap
perpindahan massa uap air dari permukaan zat padat ke udara biasanya dapat diabaikan
dan difusi di dalam zat padat itulah yang mengendalikan laju pengeringan keseluruhan.
Kandungan moisture pada permukaan pada kondisi ini akan berada pada nilai
kesetimbangn atau sangat berdekatan dengan nilai tersebut. Kecepatan udara hampir tidak
berpengaruh, sedang kelembaban udara mempengaruhi proses pengeringan terutama
melalui pengaruhnya terhadap kandungan equilibrium moisture. Oleh karena difusivitas
meningkat bersanaab dengan temperatur, laju pengeringan juga meningkat jika
temperatur meningkat.

IV.14 Persamaan Difusi


Diasumsikan hukum difusi di atas berlaku walaupun kandungan moisture X
didasarkan pada massa (bukan volume), maka bentuk integrasi persamaan ini akan
digunakan untuk menghubungkan waktu pengeringan dengan kandungan moisture awal
dan akhir. Jadi, jika semua pengandaian yang digunakan dalam pengintegrasian
persamaan difusi tersebut berlaku, maka hasil integrasi untuk proses pengeringan akan
berbentuk:

XT - X * X 8  - a 1 .β 1 - 9.a 1 .β 1 - 25.a 1 .β 
= = 2 e + e + e + ... 
X T1 - X * X 1 π  9 25 
dimana :
D' .t
β = v2 T
s
2
π 
a1 =  
2
X T = kandungan moisture total rata - rata pada waktu t T jam
X = kandungan free moisture rata - rata pada waktu t T jam
X * = kandungan equilibrium moisture
X T 1 = kandungan moisture awal pada permukaan perngeringan pada waktu t = 0
X 1 = kandungan free moisture awal
D' v = difusivitas moisture di dalam zat padat
s = setengah tebal lempeng/ padatan yang akan dikeringkan

Halaman 27 dari 46
Semua kandungan moisture di atas dunyatakan dalam massa air per satuan massa zat
padat bone dry.
Ketelitian teori difusi untuk pengeringan menjadi berkurang karena difusivitas
tidak onstan dan bergantung pada kandungan moisture dan sangat mudah tereduksi. Nilai
D’v lebih kecil pada kandungan moisture rendah dibandingkan kandungan moisture
tinggi dan dapat menjadi sangat kecil di dekat permukaan pengeringan. Jadi, distribusi
moisture yang diperlukan untuk teori difusi dengan difusivitas konstan adalah
sebagaimana ditunjukkan oleh garus penuh pada gambar 5. Dalam praktiknya, yang
digunkan adalah rata-rata D’v yang ditentukan dari eksperimen dengan bahan yang akan
dikeringkan.
Bila β lebih besar dari 0,1, hanya suku pertama pada ruas kanan persamaan
ekspansi tersebut yang signifikan, sedangkan suku-suku selebihnya dalam deret tak
berhingga dapat diabaikan. Penyelesaian persamaan yang diperoleh untuk mendapatkan
waktu pengeringan akan menghasilkan:

4.s 2 8. X 1
tT = ln 2 (32)
π .D' v π . X
2

Diferensiasi persamaan diferensial orde 2 untuk difusi terhadap waktu dan penyusunan
kembali akan menghasilkan:
2
dX  π  D ' v
- =  . .X (33)
dt  2  s 2
Persamaan ini menunjukkan bahwa bila difusi menjadi faktor penentu, laju pengeringan
berbending lurus dengan kandungan free moiture dan berbanding terbalik dengan pangkat
dua ketebalan. Persamaan ini menunjukkan bahwa jika waktu dipetakan terhadap
kandungan free moisture akan didaptkan garis lurus dan D’v dapat dihitung dari
gradiennya.

IV.15 Zat Padat Berpori dan Aliran karena Kapilaritas


Aliran zat cair melalui zat padat berpori tidak sesuai dengan penyelesaian
persamaan difusi yang telah disebutkan sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dengan
membandingkan distribusi moisture di dalam zat padat jnis ini selama pengeringan
dengan distribusi moisture dalam difusi.
Moisture mengalir melalui zat padat berpori karena kapilaritas. Bahan berpori
mengandung jaringan pori-pori dan saluran yang saling berhubungan dan sangt rumit,

Halaman 28 dari 46
yang luas penampangnya sangat beragam. Pada permukaan terdapat mulut-mulut pori
yang ukurannya bermacam-macam.Pada waktu air keluar karena penguapan, terjadi
meniskus melintasi masing-masing pori, yang mengakibatkan timbulnya gaya kapiler
karena tegangan antarmuka antara air dan zat padat. Gaya-gaya kapiler itu mempunyai
komponen pada arah tegak lurus terhadap permukaan zat padat. Gaya inilah yang
menimbulkan gaya dorong yang menggerakkan air melalui pori ke permukaan.
Kekuatan gaya kapiler pada setiap titik tertentu di dalam pori ditentukan oleh
kelengkungan meniskus, yang juga merupakan fungsi dari penampang pori. Pori kecil
membangkitkan daya kapiler yang lebih besar dari pori besar, sehingga pori kecil dapat
menarik air dari pori besar. Dengan berkurangnya air pada permukaan, pori-pori besar
akan kosong lebih dahulu. Air itu digantikan udara. Udara akan masuk melalui mulut-
mulut pori besar pada permukaan pengeringan atau dari sisi dan belakang bahan jika
pengeringan berlangsung dari satu sisi saja.
Kurva laju pengeringan untuk contoh umum zat padat berpori kecil ditunjukkan
pada Gambar 11. Selama penyerapan air dari bagian dalam ke permukaan masih cukup
untuk membuat permukaan itu basah sama sekali, laju pengeringan akan konstan. Pori itu
berangsur-angsur kehabisan air, dan pada titik kritis, lapisan permukaan air mulai mundur
ke dalam zat padat. Hal ini bermula pada pori-pori besar. Titik-titik tinggi pada
permukaan zat padat mulai meninjol dari zat cair, dan luas yang tersedian untuk
perpindahan massa dari zat padat ke udara pun berkurang. Jadi, walaupun laju penguapan
per satuan luas basah tidak berubah, laju atas dasar luas total, termasuk luas basah dan
luas kering, kurang dari laju pada periode laju tetap. Laju ini terus berkurang bersamaan
dengan bertambahnya permukaan kering.
Bagian pertama dari periode laju menurun dinyatakan oleh garis BC pada
Gambar 11. Laju pengeringan selama periode ini bergantung pada faktor-faktor yang
sama dengan faktor yang aktif pada peridode laju konstan, karena mekanisme penguapan
tidak berubah sedang zone penguapan berada oada atau dekat permukaan. Air dari pori-
pori itu merupakan fasa kontinu, sedang udara fasa terdispersi. Dalam periode laju
menurun yang pertama kali, kurva laju pengeringan tersebut biasanya linier. Dengan
berkuranganya air secara berangsur-angsur dari zat padat, fraksi volum pori yang berisi
udara akan bertambah. Bila fraksi ini telah mencapai suatu batas tertentu, maka air yang
tersissa tidak cukup lagi untuk membuat film kontinu melintas pori-pori, dan pori-pori itu
akan menjadi penuh dengan udara, dan udara inilah yang sekarang merupakan fasa

Halaman 29 dari 46
kontinu. Sisa air akan menyusut menjadi gelembung-gelembung terpisah pada sudut-
sudut jaringan pori. Bila keadaan ini terjadi, laju pengeringan berkurang lagi secara tiba-
tiba seperti ditunjukkan pada garis CD. Kandungan moisture pada waktu terjadinya
kepatahan ini yaitu titik C dinamakan titik kritis kedua, dan periode yang diawalinya
dinamakan periode laju menurun kedua.

Gambar 11 Free moisture (lb/lb) zat padat kering

Pada periode peneringan akhir ini, laju pengeringan praktis tidak bergantung
pada kecepatan udara. Uap air harus mendifusi melalui zat padat dan kalor penguapan
harus ditransmisikan ke dalam zona penguapan dengan cara konduksi melalui zat padat
itu. Dalam zat padat itu akan terbentuk gradien temperatur, dan temperatur permukaan zat
padat akan mendekati temperatur bola basah udara. Pada pori-pori kecil, kurva laju
pengeringan dalam periode laju menurun kedua itu sesuai dengan model difusi, dan kurva
laju penegringan itu cekung ke atas.

IV.16 Menghitung Waktu Pengeringan pada Kondisi Pengeringan Konstan


Dalam merancang pengering, besaran yang penting adalah waktu yang
diperlukan untuk mengeringkan bahan dalam kondisi yang terdapat pada pengering,
karena hal ini akan menetapkan ukuran peralatan yang diperlukan untuk suatu kapasitas
tertentu. Untuk pengeringan pada kondisi pengeringan konstan, waktu pengeringan dapat

Halaman 30 dari 46
ditentukan dari kurva laju pengeringan. Kurva laju penegringan terkadang dimodifikasi
untuk kondisi lain, sehingga dapat dihitung kembali dari kurva laju pengeringan ke waktu
pengeringan menurut persamaan:
dm v m dX
R=- =− s. (34)
A.dt A dT
Integrasi persamaan tersebut antara X1 dan X2 yaitu kandungan free moisture awal dan
akhir akan memberikan:
X
m 1 dX
tT = − s . ∫ (35)
A X R
2

dimana tT adalah waktu pengeringan total. Persamaan tersebut dapat diintegrasikan secara
numerik dengan kurva laju pengeringan atau secara analitk jika ada persamaan yang
menyatakan R sebagai fungsi X.
Dalam periode laju konstan, R=Rc dan waktu pengeringan menjadi:
ms ( X1 − X 2 )
tT = − (36)
A.R C
Dalam periode laju menurun, bila difusi menjadi faktor pembatas, waktu
pengeringan tT bila R linear terhadap X sehinga R = aX + b, dimana a dan b adalah
konstanta dan dR = adX. Substitusi dX ke dalam persamaan waktu pengeringan untuk
periode laju menurun menjadi:
X
m 1 dX m s R
tT = − s . ∫ = ln 1 (37)
A X R a.A R2
2

dimana R1 dan R2 adalah ordinat dari kandungan moisture awal dan akhir. Konstanta a
adalah kemiringan kurva laju pengeringan dan dapat ditulis sebagai:
R C − R'
a=− (38)
XC − X '
dimana:
Rc = laju pada titi kritis pertama
R = laju pada titik kritis kedua
Xc = kandunagn free moisture pada titik kritis pertama
X = kandungan free moisture pada titik kritis kedua
Substitusi a akan mengasilkan persamaan:

Halaman 31 dari 46
m s (X C − X ' ) R1
tT = ln (39)
A(R C − R' ) R2

Laju pengeringan suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. temperatur udara pengering
2. kelembaban udara pengering
3. laju alir udara pengering

IV.17 Peralatan Penegringan


Di antara berbagai macam pengering komersial yang ada, hanya beberapa yang
pemanfaatannya dalam skala industri sangat luas. Kelompok yang paling banyak
penggunaannya adalah pengering untuk zat padat tak terdeformasi atau bijian. Contoh
pengering untuk keperluan tersebut adalah try dryer, screen conveyor dryer, tower dryer,
rotary dryer, screw conveyor dryer, fluid-bed dryer, dan flash dryer.

IV.17.1 Try Dryer


Contoh try dryer ditunjukkan pada Gambar 11. Pengering ini terdiri dari sebuah
ruang dari logam lembaran yang berisi dua buah truk yang mengandung rak-rak H. Setiap
rak mempunyai sejumlah piringan sebagai penapis tempat bahan yang akan dikeringkan
diletakkan. Piringan ini umumnay berukuran 30 in2, dengan ketebalan 2 sampai 6 in.
Udara panas disirkulasikan pada kecepatan 7 sampai 15 ft/detik di antara piringan dengan
bantuan kipas C dan motor D, mengalir melalui pemanas E. Sekat-sekat G membagi
udara tersebut secara seragam di atas susunan talam tadi. Sebagian udara basah
diventilasikan keluar melalui talang pembuang B; sedangkan udara segar masuk melalui
pemasuk A. Rak-rak itu disusun di atas roda truk I sehingga pada akhir siklus
pengeringan truk itu dapat ditarik keluar dari ruang pengering dan dibawa ke bagian akhir
untuk off loading bahan yang selesai dikeringkan.

Halaman 32 dari 46
Gambar 11 Skema Try Dryer
Try dryer sangat bermanfaat bila laju produksi bahan kering kecil. Alat ini dapat
digunakan untuk mengeringkan segala macam bahan, tetapi karena memerlukan tenaga
kerja manual untuk loading dan off loading, biaya operasi agak mahal. Alat ini biasanya
diterapkan untuk pengeringan bahan-bahan mahal seperti zat warna dan bahan farmasi.
Pengeringan dalam sirkulasi udara menyilang lapisan zat padat biasanya lambat sehingga
siklus pengeringan pun panjang, sekitar 4 sampai 48 jam per batch. Terkadang digunakan
juga sirkulasi tembus, namun cara ini biasanya tidak ekonomis dan bahan tidak perlu
pada pengeringan batch. Pemendekan siklus pengeringan tidak mengurangi biaya tenaga
kerja, namun akan terjadi penghematan energi yang cukup signifikan.
Try dryer dapat beroperasi dalam vakum, terkadang dengan pemanasan tidak
langsung. Masing-masing try terdiri atas pelat-pelat logam bolong yang dilalui uap atau
air panas atau terkadang dilengkapi ruang khusus untuk fluida pemanas. Uap dari zat
padat dikeluarkan dengan ejektor atau pun pompa vakum. Pengering beku (freeze drying)
terdiri dari sublimasi es dari es pada tekanan vakum dan pada temperatur di bawah 0 oC.
Freeze drying dilakukan khusus untuk mengeringkan vitamin dan berbagai bahan yang
peka terhadap panas.

IV.17.2 Screen Conveyor Dryer


Contoh umum screen conveyor dryer dengan sirkulasi tembus ditunjukkan pada
Gambar 12. Lapisan bahan yang akan dikeringkan setebal 1 sampai 6 in diangkut
perlahan di atas lapisan screen logam melalui ruang lurus seperti pengering. Selama
pergerakan itu bahan dikeringkan. Ruang/ terowongan tersebut terdiri dari sederetan

Halaman 33 dari 46
bagian terpisah, yang masing-masing mempunyai kipas dan pemanas udaranya sendiri.
Pada ujung masuk ke perngering itu, udara biasanya mengalir ke atas melalui lapisan
screen dan zat padat. Di dekat ujung jeluar di mana bahan sudah kering dan umumnya
jadi berdebu, udara dialirkan ke bawah melalui screen tersebut. Temperatur udara dan
kelembaban mungkin tidak sama pada masiung-masing bahan, sehingga terdapat kondisi
pengeringan yang optimum pada setiap titik.

Gambar 12 Screen Conveyor Dryer


Pengering screen conveyor biasanya mempunyai lebar 6 ft dan panjang 12
sampai 150 ft dan waktu pengeringannya 5 sampai 120 menit. Ukuran anyaman pada
lapisan scree kira-kira 30 mesh. Bahan-bahan bijian kasar, serpih, atau bahan berserat
dapat dikeringkan dengan sirkulasi tembus tanpa sesuatu proses pretreatment dan tanpa
ada bahan yang lolos dari lapisan screen. Akan tetapi, Akan tetapi bahan saring yang
halus harus dicetak terlebih dahulu untuk dapat dikeringakan dengan screen conveyor
dryer. Agregat tersebut biasanya tidak kehilangan bentuknya pada waktu dikeringkan dan
sangat sedikit yang tiris menjadi debu melalui lapisan screen tersebut. Terkadang screen
conveyor dryer juga dilengkapi fasilitas untuk mengambil dan mencetak kembali
partikel-partikel halus yang tertapis oleh lapisan screen tersebut.

Screen conveyor dryer dapat menangani berbagai zat padat secara kontinu dan
tanpa proses yang kasar. Konsumsi uap untuk mengeringkan pun umumnya sangat
rendah, sekitar 2 lb uap per pon air yang menguap. Udara dapat disirkulasikan ulang dan
diventilasikan keluar dari masing-masing bagian secara terpisah atau dilewatkan dari satu
bagian ke bagian lain secara berlawanan arah terhadap zat padat. Pengering ini sangat
cocok untuk kondisi pengeringan yang karakteristik bahannya sangat signifikan
perubahannya terhadap berkurangnya kandungan moisture zat padat.

Halaman 34 dari 46
IV.17.3 Tower Dryer
Tower dryer terdiri dari sederetan piringan bundar yang dipasang bersusun ke
atas pada suatu poros tengah yang berputar. Umpan padat dijatuhkan pada piringan
teratas dan dikenakan pada arus udara panas atau gas yang mengalir melintasi setiap
piringan. Zat padat tersebut lalu didorong keluar dan dijatuhkan pada piringan berikut di
bawahnya. Proses tersebut terus dialami zat padat yang dikeringkan sampai keluar dari
piringan terbawah sebagai hasil yang kering pada dasar menara. Aliran zat padat dan gas
pengering tersebut dapats earah dan dapat pula berlawanan arah.
Turbo dryer pada Gambar 13 adalah salah satu contoh tower dryer dengan
resirkulasi-dalam pada gas pemanas. Kipas-kipas turbin digunakan untuk
mensirkulasikan udara atau gas je arah luar di antara beberapa piringan, di atas elemen
pemanas, dan ke arah dalam di antara piringan-piringan lain. Kecepatan gas biasanya 2
sampai 8 ft/detik. Dua piringan terbawah pada pengering gambar.... merupakan bagian
pendinginan untuk zat padat kering. Udara yang dipanaskan terlebih dahulu biasanya
masuk dari bawah menara dan keluar dari atas sehingga terdapat aliran berlawanan arah.
Turbo dryer berfungsi sebagian dengan pengeringan sirkulasi silang, seperti pada try
dryer dan sebagian dengan mengontakkan partikel-partikel melalui gas panas pada waktu
partikel itu jatuh dari piringan yang satu ke piringan berikutnya.

Gambar 13 Turbo Dryer

Halaman 35 dari 46
IV.17.4 Rotary Dryer
Rotary dryer terdiri dari sebuah selongsong berbentuk silinder yang berputar,
horisontal, atau agak miring ke bawah ke arah luar. Umpan basah masuk dari satu ujung
silinder sedangkan bahan kering keluar dari ujung yang satu lagi. Pada waktu selongsong
berputar, sayap-sayap yang terdapat di dalam mengangkat zat padat tersebut dan
mendorong padatan jatuh melalui bagian dalam selongsong. Rotary dryer ada yang
dipanaskan dengan kontak langsung gas dengan zat padat, dengan gas panas yang
mengalir melalui mantel luar, atau dengan uap yang kondensasi di dalam seperangkat
tabung longitudinal yang dipasangkan pada permukaan dalam selongsong. Jenis yang
dirancang sedemikian rupa dinamakan rotary dryer dengan tabung uap. Dalam rotary
dryer tipe direct-indirect gas panas terlebihd ahulu dilewatkan melalui mantel dan
kemudian masuk ke dalam selongsong, di mana gas tersebut berada pada kontak dengan
zat padat yang dikeringkan.

Keterangan Alat:
A selongsong pengering
B selongsong bantalan rol
C roda gigi penggerak
D tudung pembuang udara
E kipas pembuang
F peluncur umpan
G sayap-sayap pengangkut
H pengeluaran produk
J pemanas udara
Gambar 14 Rotary Dryer arus counter current A

Contoh rotary dryer adiabatik dengan pemanasan udara berlawanan arah terlihat
pada Gambar 14. Selongsong putar A yang terbuat dari baja lembaran didukung oleh 2

Halaman 36 dari 46
pasang rol B dan digerakkan oleh roda gigi dan pinyon C. Pada ujung atas terdapat
tabung D yang dihubungkan dengan cerobong oleh kipas E, dan celah F dimana bahan
basah dimasukkan dari loper umpan. Sayap-sayap G yang mengangkat bahan tersebut
kemudian akan menjatuhkannya sehingga kontak dengan arus udara panas, terpasang
pada selongsong. Produk kering keluar dari ujung bawah dan masuk ke dalam screew
conveyor H. Tidak jauh dari ujung screew conveyor terdapat pipa dengan permukaan
diperluas yang dipanaskan dengan uap yang berfungso untuk memnaskan udara. Udara
bergerak melalui pengering itu dengan bantuan kipas yang dapat membuang pemanas ke
udara sehingga keseluruhan sistem berada dalam beda tekanan positif. Kipas tersebut ada
yang ditempatkan di dalam cerobong sehingga menyedot udara melalui pengering dan
membuat pengering dalam keadaan sedikit vakum. Hal ini lebih disukai bila bahan itu
cenderung menjadi debu jika terlalu panas. Rotary dryer jenis ini banyak digunakan
untuk mengeringkan garam, gula, berbagai macam bahan bijian, dan bahan kristal yang
harus selalu bersih dan tidak boleh terkene gas pembakaran yang sangat panas secara
langsung.
Laju massa yang diperbolehkan untuk gas panas dalam rotary dryer tipe direct
contact bergantung pada karakteristik zat padat yang dikeringkan, umumnya berkisar
antara 1950-24400 lb/ft2.jam untuk partikel kasar. Temperatur gas masuk biasanya adalah
120 sampai 175 0C untuk udara yang dipanaskan dengan uap dan 540 sampai 815 0C
untuk gas pembakaran dari tungku. Diameter pengering berkisar antara 1 sampai 3 m,
kecepatan putar selongsong biasanya antara 20 sampai 25 m/menit.
Rotary dryer dirancang atas dasar perpindahan kalor. Persamaan dimensional
empirik untuk koefisien perpindahan kalor volumetrik Ua adalah:

0,5.G 0, 67
Ua = (40)
D
sehingga:

0,5.G 0,67
qT = .V.∆T
D (41)
q T = 0,125.π .D.L.G 0,67 .∆T
di mana G adalah laju alir massa gas, D diameter selongsong, dan qT adalah laju
perpindahan kalor, V adalah volume pengering, L adalah panjang pengering, dan ∆t
adalah beda temperatur rata-rata (diambil sebagai rata-rata logaritmik antara penurunan
temperatur bola basah pada waktu masuk pengering dan pda waktu keluar pengering).

Halaman 37 dari 46
IV.17.5 Screw Conveyor Dryer
Screw conveyor dryer adalah pengering kontinu dengan sistem kontak tidak
langsung. Pada pokoknya pengering ini terdiri dari sebuah screw conveyor horisontal
yang terletak di dalam selongsong bermantel berbentuk silinder. Zat padat yang
dioumpankan di satu ujung diangkut perlahan melalui zona panas dan dikeluarkan dari
ujung yang satu lagi. Uap yang keluardisedot melalui pipa yang dipasang pada atap
selongsong. Selongsong umumnya berdiameter 75 sampai 600 mm dan panjangnya dapat
sampai 20 ft. Bila diperlukan selongsong panjang, digunkaan beberapa selongsong yang
dipasang bersusun satu di atas yang lain. Sering pula unit paling bawah dalam susunan itu
merupakan pendingin di mana air atau bahan pendingin lain yang dialirkan dalam mantel
itu untuk menurunkan temperatur zat pdat yang telah dikeringkan tersebut sebelum keluar
dari pengering.
Laju putar selongsong umumnya rendah, antara 2 sampai 30 putaran per menit.
Koefisien perpindahan jkalor didasarkan atas keseluruhan permukaan dalam selongsong,
biarpun selongsong tersebut hanya 10 sampai 60 persen terisi. Koefisien itu bergantung
pada pembebanan di dalam selongsong dan kecepatan conveyor. Nilainya untuk
kebanyakan zat padat berkisar antara 17 sampai 57 W/m2.0C.
Screw conveyor dryer dapat menangani zat pdat yang terlalu halus atau terlalu
lengket bila dikeringkan pada rotary dryer. Pengering ini tertutup seluruhnya, dan
memnungkinkan recovery uap zat pelarut tanpa terlalu banyak pengenceran oleh udara
atau bahkan tanpa pengenceran sama sekali. Bila dilengkapi dengan pengumpan yang
sesuai, pengering ini dapat dioperasikan dalam vakum. Jadi sangat sesuai untuk
mengeluarkan zat pelarut yang mudah menguap dari zat padat yang basah dengn pelarut,
seperti sisa dari operasi pengurasan.

V. Rancangan Percobaan
V.1 Perangkat dan Alat Ukur
1. Set perangkat Compartment Dryer
2. Termometer
3. Anemometer

Halaman 38 dari 46
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II

Departemen Teknik Kimia ITB

V.2 Bahan/ Zat Kimia


Praktikan dapat memilih sendiri, seperti singkong basah, kentang basah, bengkuang
basah, potongan kayu basah, dan sebagainya.

V.3 Variabel Percobaan


Variabel percobaan ini adalah:
1. Jenis bahan padat, berkaitan dengan bentuk, ukuran dan jumlah pori, serta
kandungan moisture, air bebas dan terikat
2. Ukuran bahan padat, berkaitan dengan luas permukaan perpindahan panas
dan perpindahan massa
3. Laju alir udara pengering
4. Temperatur udara pengering

V.4 Data Pengamatan


V.4.1 Kalibrasi Neraca
W (terukur) W (nyata)
dalam gram dalam gram

V.4.2 Kalibrasi Termometer


T air mendidih (K) T es mencair (K)
Td1
Td2
Tw1
Tw2
T

V.4.3 Penentuan Kadar Airdalam Sampel


Massa sampel basah (W) = g
Massa sampel kering (Wk) = g
Sampel basah dikeringkan dalam oven selama beberapa jam. Sampel ditimbang
setiap jam. Berat kering adalah massa saat tiga kali penimbangan sampel
menunjukkan hasil konstan.

Halaman 39 dari 46
V.4.4 Data Percobaan Utama
t (menit) W (gram) Td1 (0C) Td2 (0C) Tw1 (0C) Tw2 (0C) T (0C)

Percobaan ini dilakukan berulang dalam berbagai tempuhan sesuai variasi variabel yang
diinginkan.

V.4.5 Pembuatan Grafik Massa Bahan setiap Waktu


Pada kertas grafik dibuat plot antara waktu (t) di sumbu X dan massa W (g) di
sumbu Y.

V.5 Contoh Perhitungan


V.5.1 Kalibrasi Termometer (dalam 0C)
Misalkan untuk termometer Td1 didapat data:
T air mendidih Tnyata T es mencair Tnyata
Td1 99 (0C) 100 (0C) 5 (0C) 0 (0C)

Dari data tersebut, hubungan kalibrasi untuk termometer Td1 adalah:

Kalibrasi Term om eter Td1

120

100
y = 1.0638x - 5.3191
Temperatur (0C)

80

60

40

20

0
0 20 40 60 80 100 120
0
T terukur ( C)

Maka persamaan kalibrasinya adalah: Tnyata = 1.0638*Tterukur – 5.3191


Persamaan kalibrasi seperti di atas harus dicari untuk kelima termometer: Td1
(0C), Td2 (0C), Tw1 (0C), Tw2 (0C), T (0C)

V.5.2 Kurva Kalibrasi Neraca


Misal diperoleh data kalibrasi bacaan neraca di set dryer terhadap bacaan neraca

Halaman 40 dari 46
digital adalah sebagai berikut:
Wterukur Wnyata
81 88.358
52.5 56.918
32.5 35.046
24 25.964
19 20.581
Maka didapat kurva kalibrasi neraca:

Kurva Kalibrasi Neraca


100
90
80 y = 1.09x - 0.1378
70 R2 = 1
60
W nyata

50
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80 100
W terukur

Maka persamaan kalibrasi neraca adalah: Wnyata = 1,09*Wterukur – 0,1378


V.5.3 Penentuan Kadar Air Total dalam Sampel
Pengeringan dilakukan dalam desikator dan oven.
Jika diketahui
- massa sampel basah = 1,244 g
- massa sampel kering = 0,266 g
Maka:
(1,244 - 0,266)
Kadar air total = = 0,7862 = 78,62%
1,244
V.5.4 Penentuan Berat Kering Sampel
Massa kering sampel (Wks) = Massa Basah * (1-kadar air total)
Jika sampel yang sama (kadar air total = 78,62%) dikeringkan sehingga dari
massa sampel basah awal 18,39 g, maka massa kering sampel yang dapat dicapai
dengan sistem dan kondisi pengeringan tersebut adalah:
Wks = 18,39 * (1-0,7862)
Wks = 3,93 gram

Halaman 41 dari 46
V.5.5 Penentuan Kurva Massa Bahan (yang dikeringkan) terhadap Waktu
Kurva ini diperoleh dengan pengaluran data massa bahan (pada sumbu Y)
terhadap waktu pengeringan (pada sumbu X) dan digunakan untuk memperoleh
kurva karakteristik laju pengeringan terhadap waktu.

V.5.6 Penentuan Kurva Laju Pengeringan Terhadap Kadar Air


Persamaan yang digunakan:
(massa sampel basah - massa sampel kering)
Kadar air (X) =
massa sampel kering
∆W 1
N A (laju pengeringan) = − . ,
∆X A
dW 1
sehingga untuk ∆t → 0; N A = − .
dX A

V.5.7 Contoh Data Praktikum dan Pembuatan Kurva Karakteristik Pengeringan


t W W' Td1 Tw1 Td2 Tw2 T
(menit) (gram) (gram) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C)
5 16 17.3022 50 33.5 43 30 48
10 15 16.2122 51 36.5 43.5 31 48.5
15 14.5 15.6672 50.5 37.5 44 32 48.5
20 14 15.1222 50.5 38 43.5 33.5 485
25 13.5 14.5772 51 30 44 29 49
30 13.5 14.5772 51 30.5 44 30.36 49
35 13 14.0322 51 32 44 33 48.5
40 12.5 13.4872 51 29 44 35 49
45 12.5 13.4872 51 29.5 44 37 49
50 12 12.9422 51 30.5 44 34 49
55 11.5 12.3972 50.5 28.5 44.5 34 48.5
60 11 11.8522 51 29.5 44 30 48.5
65 11 11.8522 5.5 30.5 44 31 48.5
70 10.5 11.3072 50.5 32 44 29 48.5
75 10.5 11.3072 50 28 44 29.5 48.5
80 10.5 11.3072 50 29 44 30 48
85 10.5 11.3072 50 30 44 30 48
90 10 10.7622 50 31 44 31.5 48
95 10 10.7622 50 28.5 43 30 48
100 9.5 10.2172 50 29.5 43 30.5 48
105 9.5 10.2172 50 30.5 43 31 47
110 9.5 10.2172 49 29 43 31 47
115 9 9.6722 49 30 42.5 32 47
120 9 9.6722 49 31 42.5 29.5 47
125 9 9.6722 49 29 42.5 30 47

Halaman 42 dari 46
130 9 9.6722 49 30 42 30 47
135 8.5 9.1272 48.5 31 42 30 47
140 8.5 9.1272 48.5 31 42 30 47
145 8.5 9.1272 48.5 31 42 31 47

Td1’ Tw1’ Td2’ Tw2’ T


t (menit) (0C) (0C) (0C) (0C) (0C) X NA
5 47.8709 33.7026 42.6968 41.10686 45.8349 3.4025954 26.16
10 48.9347 37.0176 43.2586 41.64776 46.35575 3.1252417 13.08
15 48.4028 38.1226 43.8204 42.18866 46.35575 2.9865649 7.812
20 48.4028 38.6751 43.2586 41.64776 501.0578 2.847888 7.812
25 48.9347 29.8351 43.8204 42.18866 46.8766 2.7092112 7.812
30 48.9347 30.3876 43.8204 42.18866 46.8766 2.7092112 7.812
35 48.9347 32.0451 43.8204 42.18866 46.35575 2.5705344 7.812
40 48.9347 28.7301 43.8204 42.18866 46.8766 2.4318575 7.812
45 48.9347 29.2826 43.8204 42.18866 46.8766 2.4318575 7.812
50 48.9347 30.3876 43.8204 42.18866 46.8766 2.2931807 7.812
55 48.4028 28.1776 44.3822 42.72956 46.35575 2.1545038 7.812
60 48.9347 29.2826 43.8204 42.18866 46.35575 2.015827 7.812
65 0.5318 30.3876 43.8204 42.18866 46.35575 2.015827 7.812
70 48.4028 32.0451 43.8204 42.18866 46.35575 1.8771501 7.812
75 47.8709 27.6251 43.8204 42.18866 46.35575 1.8771501 7.812
80 47.8709 28.7301 43.8204 42.18866 45.8349 1.8771501 7.812
85 47.8709 29.8351 43.8204 42.18866 45.8349 1.8771501 7.812
90 47.8709 30.9401 43.8204 42.18866 45.8349 1.7384733 7.812
95 47.8709 28.1776 42.6968 41.10686 45.8349 1.7384733 4.416
100 47.8709 29.2826 42.6968 41.10686 45.8349 1.5997964 4.176
105 47.8709 30.3876 42.6968 41.10686 44.7932 1.5997964 3.936
110 46.8071 28.7301 42.6968 41.10686 44.7932 1.5997964 3.696
115 46.8071 29.8351 42.135 40.56596 44.7932 1.4611196 3.456
120 46.8071 30.9401 42.135 40.56596 44.7932 1.4611196 3.216
125 46.8071 28.7301 42.135 40.56596 44.7932 1.4611196 2.976
130 46.8071 29.8351 41.5732 40.02506 44.7932 1.4611196 2.736
135 46.2752 30.9401 41.5732 40.02506 44.7932 1.3224427 2.496
140 46.2752 30.9401 41.5732 40.02506 44.7932 1.3224427 2.256
145 46.2752 30.9401 41.5732 40.02506 44.7932 1.3224427 2.016
Berikut adalah kurva pengeringannya:

Halaman 43 dari 46
Kurva Karakteristik Pengeringan
18

17

16

W (gram) 15

14

13

12

11

10

9
0 20 40 60 80 100 120 140 160
t (m enit)

Dalam kurva pengeringan berikut terlihat pembagian zona pengeringan:

Kurva Pengeringan

20
18 y = 0.0109x 2 - 0.3815x + 18.937
16 R2 = 1

14 y = -0.0651x + 16.291
R2 = 0.9638
12
W (gram)

10
8 y = 0.0002x 2 - 0.0748x + 16.027
6 R2 = 0.9356
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160

t (menit)

Halaman 44 dari 46
Kurva Laju Pengeringan
30

25
NA (g H2O/m2-menit)
20

15

10

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
X (kg H2O/kg m assa kering)

V.5.8 Penentuan Koefisien Peprindahan Panas


Persamaan yang digunakan:
h
N Ac = (Td 1 − Tw1 )
λ
N Ac .λ
h=
(Td 1 - Tw 1 )

Dimana:
Td1= temperatur bola kering (0C) yang didekati dengan temperatur gas pengering
Tw1 = temperatur bola basah (0C) yang diasumsikan mendekati temperatur
interface fasa cair dan fasa uap
λ = kalor laten penguapan air (kJ/kg)
NAc = laju pengeringan konstan (g H2O/ m2-menit)
Jika diperoleh data:
NAc = 7.812
Td = 47,68 0C
Tw = 31,05 0C
maka:
7,812 * 2392,89
h=
(47,68 - 31,05)
h = 1.1261 kJ/m2-menit-K

Halaman 45 dari 46
V.5.9 Penentuan Koefisien Perpindahan Massa
N Ac = k (Yi − Y )
Yi diperoleh dari humidity chart pada Tw (relative humidity 100%) saat P=700
mmHg (umumnya rata-rata tekanan praktikum di Lab. Instruksional)
Y diperoleh dengan mengasumsikan konduksi operasi adiabatik. Nilai koefisien
perpindahan massa tersebut dapatr dihitung:
N Ac
k=
(Yi − Y )
Jika diperoleh data:
Yi = 0,029 dan Y = 0,023
7.812
k=
(0,029 − 0,023)
k = 1.302 kg/m 2 - min.

Daftar Pustaka
1. Treybal, R.E., Mass Transfer Operations, McGraw-Hill, 1981, Chapter:
Humidification and Drying
2. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd Edition, McGraw-Hill
Book Co., New York, 1993, Chapter: Humidification and Drying
3. Buku-buku Unit Operations lainnya yang memuat topik Pengeringan.

Halaman 46 dari 46

Anda mungkin juga menyukai