Skenario 4
Suara Serak
Step 1
Step 2
Step 3
3. a. Anamnesis
Keluhan utama : serak sejak 2 minggu yang lalu dengan demam , ada
odinofagia, batuk berdahak terjadi nyeri tenggorokan, hiperemis faring
dan laring.
e. Polusi udara
4. Tatalaksana
a. Farmakologi : antibiotik, penicilin 50.000 UI , amoxilin,
eritromisin
b. Non farmako : istirahat untuk tidak berbicara terlebih dahulu
c. Edukasi : Beritahu untuk jaga daya tahan tubuh, berhenti
merokok.
3
Step 4
1. Faktor resiko
V : Vaskular : Adanya pembedahan di pembuluh darah otak terdapat
tunika mukosa , terdapat laryngeus recurens pembuluh
darah mengalami apoptosis.
I : infeksi : Bakteri komersal apabila terjadi kebanyakan bakteri
inflamasi, bakteri Streptokokus
N : Neoplasma : Proliferasi sel P terus menerus Laring cancer
D : Degeneratif : Camyotropic lateral sklerosis (AML ) vertebra
berdegeneratif di medula spinalis Faktor usia tekanan alami
kompresi (tekanan) Rusak esofagus atas, larin suara serak
penyakit degeneratif
I :Intoxication : Smoking, alkohol congenital ( laringeal web ) ada
dimana laring tak tertutup sempurna.
A: Alergi : Angiodem Antihistamin pembengkakan tutup
2. a. Asam lambung
Esofagus radang
Plika bergetar
3. a Anamnesis
Keluhan utama : serak sejak 2 minggu yang lalu suara hilang, demam 1 hari,
odinofagia
4. Tatalaksana
Mind Map
DD Etiologi
Virus
LPR Gangguan
Respirasi atas
(ISPA) Fungi
Gerd
Tatalaksana Faktor
Patofisiologi resiko
6
Step 5
Step 6
Belajar mandiri
Step 7
melihat terus menenis lewat laringoskop. Bibir atas ditarik dengan jari
telunjuk kanan. Ujung laringoskop dimasukkan melalui sisi kiri dasar
lidah, kemudian dasar lidah, valekula dan tepi bebas epiglotis serta
permukaan lingual epiglotis diamati. Ujung distal laringoskop dimasukkan
melintasi bagian posterior epiglotis, dan permukaan laringeal epiglotis,
serta endolaring diamati. Laringoskop Jackson standar diteruskan
mendekati pita suara palsu. Agar endolaring terlihat seluruhnya,
laringoskop harus diangkat. Bagian proksimal laringoskop mungkin
bersentuhan dengan gigi atas, akan tetapi gigi tidak boleh diperlakukan
sebagai tumpuan. Dinding hipofaring posterior dan masing-masing sinus
piriformis diperiksa. Dalam anestesi lokal gerakan pita suara dapat diamati
dengan meminta pasien berfonasi dan menarik nafas dalam. 2
Laringoskop komisura anterior dimasukkan dengan menggunakan cara
yang sama sampai ke batas glotis untuk melihat pita suara, komisura
anterior dan ventrikel. Gerakan pita suara dievaluasi lagi. Pita suara palsu
ditarik ke latetal dengan memiringkan ujung laringoskop untuk
menginspeksi ventrikel. Gagang laringoskop di putar 90 derajat ke kanan
dan dimasukkan perlahan-lahan lewat pita suara agar dapat menginspeksi
daerah subglotik. Sinus piriformis dapat diperiksa dengan lebih
memuaskan memakai laringoskop komisura anterior dari pada laringoskop
Jackson standar. 2
a. Laringitis Akut
Definisi
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan
bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe
1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus
influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.3
12
Gambar 1.2 Laringitis akut eksudatif intermiten yang telah diterapi secara
konservatif.
Fisiologi
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,
sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah
untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea
dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan.
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal
dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring
dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya
perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu laring juga
mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring
dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan laring
bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus
makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.
Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,
mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk
fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.3
13
Etiologi
1. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas
seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan
B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab
lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumoniae.
2. Perubahan iklim
3. Pemakaian suara yang berlebihan (vocal abuse)
4. Trauma
5. Bahan kimia
6. Merokok dan minum alkohol
7. Alergi. 3
Patogenesis
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan
suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas.
Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini
terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta
prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh
faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan
mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar
mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat
saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat
yang bisa menyebabkan iritasi pada laring dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri
akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan
merangsang peningkatan suhu tubuh. 3
14
Gejala Klinis
Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara
yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih
rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran
serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan
sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara
sama sekali (afoni), sesak nafas dan stridor, nyeri tenggorokan seperti
nyeri ketika menalan atau berbicara, gejala radang umum seperti demam,
malaise, batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental,
gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan
demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38
derajat celsius. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok
hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala,
batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat
celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh
tubuh. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru,
obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa
anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat,
pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium
yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam
jiwa anak. 3
15
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP, bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek dan direct, pada pemeriksaan
laringoskopi indirect akan ditemukan mukosa laring yang sangat
sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan
subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang
akan tampak dibawah pita suara.
a. Laringoskopi Indirect
Pemeriksaan laringoskopi indirect atau pemeriksaan laringoskopi
secara tidak langsung, yaitu pemeriksaan untuk melihat gambaran
klinis pada laring dengan menggunakan mirror laringeal atau
cermin dan senter.
b. Laringoskopi Direct
Pemeriksaan laringoskopi direct (secara langsung) yaitu
pemeriksaan laring dengan menggunakan spekulum. Pemeriksaan
ini menggunakan visualisasi secara langsung. Tujuannya untuk
melihat keadaan laring secara langsung dan dapat mendeteksi
tumor,benda asing, kerusakan saraf atau struktur lain pada laring. 3
Tatalaksana
Terapi:
1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari (vocal rest).
2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 L/menit.
3. Istirahat dan olahraga.
4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint
bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam
fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung
atau nasal spray. 3
16
Gambar 1.2 Gambar laringitis kronik terjadi inflamasi pada epiglotis dan
pita suara.
Pemeriksaan fisik
Laringitis didiagnosis dengan menggabungkan riwayat dan pemeriksaan
fisik. Untuk pemeriksaan fisik, dokter spesialis mungkin akan
memasukkan nasoendoskop (teropong tipis dengan kamera pada
ujungnya), melalui hidung, ke bawah hingga ke kotak suara dengan
pembiusan lokal. Umumnya ditemukan warna kemerahan dan
pembengkakan pita suara.5
Pemeriksaan Penunjang
a. Laringoskopi.
b. Stroboskopi (videolaryngostroboscopy), pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring
c. Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range,
pitch dan efisiensi aerodinamik karena mengakibatkan suara parau.
d. Pemeriksaan darah, meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai
C1 esterase inhibitor untuk pembengkakan pita suara dan diduga
angioedema, serta pemeriksaan reseptor asetilkolin untuk suara parau
yang diduga disebabkan miastenia gravis. 5
19
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menghindari dan menghentikan merokok ataupun merokok pasif.
b. Pasien disarankan juga untuk minum yang banyak untuk
mengencerkan mucus. Menghindari agen/bahan yang menimbulkan
dehidrasi seperti alkohol dan kopi.
c. Mengontrol refluks gastroesofagus
d. Menggunakan suara dengan tepat, tidak bersuara terlalu kuat.
e. Menggunakan mikrofon jika diperlukan.
f. Menghindari bersuara atau bernyanyi ketika suara parau.6
20
C. Laringitis Tuberkulosis
tersebar dalam radius 1,5 meter. Apabila terhirup, kuman akan dibersihkan
oleh silia saluran pernafasan bagian atas. Pada kuman dengan ukuran
<5mikrometer akan menembus jauh ke dalam bronkiolus, sehingga dapat
menimbulkan suatu proses infeksi.7
Patogenesis
2) Teori hematogenik, pada teori ini kelainan hanya terjadi di laring dan
tidak memperlihatkan kelainan pada paru. Kuman Mikobakterium
Tuberkulosis menyebar melalui darah dan sistim limfatik, dan beberapa
penelitian membuktikan lesi pada laring paling sering ditemukan pada
epiglotis dan bagian anterior laring berupa edema polipoid, hiperplasia,
dan ulserasi minimal. Infeksi awal pada subepitelial berupa gambaran fase
inflamasi akut difus seperti hiperemis, edema, dan infiltrasi sel-sel
eksudat.1 Kemudian terbentuknya granuloma tuberkel yang avaskuler pada
jaringan submukosa dengan daerah perkijuan yang dikelilingi sel epiteloid
pada bagian tengah dan sel mononukleus pada bagian perifer. Tuberkel
yang berdekatan bersatu hingga mukosa di atasnya meregang atau pecah
dan terjadi ulserasi. Ulkus yang timbul membesar, biasanya dangkal dan
ditutupi oleh perkijuan dan dirasakan nyeri oleh penderita, dan bila ulkus
semakin dalam akan mengenai kartilago laring sehingga terjadi
perikondritis atau kondritis terutama kartilago aritenoid dan epiglotis.
Kerusakan tulang rawan yang terjadi mengakibatkan terbentuknya nanah
yang berbau dan selanjutnya akan terbentuk sekuester. Pada stadium ini
keadaan penderita sangat buruk dan dapat berakibat fatal.8
22
Gejala Klinis
a. Stadium infiltrasi
Yang pertama mengalami pembengkakak dan hiperemis ialah
mukosalaring bagian posterior.Kadang-kadang pitasuaraterkena juga.Pada
stadium ini mukosalaring berwarna pucat.Kemudain di daerah submukosa
terbentuk turbelkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang
berwarna kebiruan.Tuberkel ini makin membesar, serta beberapa turbelkel
yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada
suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus.8
b. Stadium ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar, ulkus
ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta sangat dirasakan nyeri
oleh pasien.8
c, Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam,sehingga mengenaikartilagolaring dan yang
paling sering terkena ialah kartilago arytenoid dan epiglottis.
Dengandemikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk
nanah berbau, proses ini akan berlanjut dan terbentuk sekuester. Pada
stadium ini keadaanumum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia.
Bila pasien dapat bertahan maka proses terakhir yaitu stadium
fibrotuberkulosis.8
23
Stadium fibrotuberkulosis
Pada stadium initerbentuk fibroturberkulosis pada dinding
posterior, pita suara dan subglotik.8
Penatalaksanaan
d. Laringitis Difteri
Definisi
Difteri adalah infeksi bakteri akut yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheria, terutama melibatkan tonsil, faring, hidung, dan terkadang mukosa
membran lainnya atau kulit dan jarang pada vagina dan konjungtiva. Karakteristik
lesi disebabkan oleh pembebasan sitotoksin spesifik, suatu membran berwarna
putih keabuan yang disebut pseudomembran.10
Anak-anak dapat mengalami berbagai macam infeksi termasuk traktus respirasi
bagian atas dan struktur disekitarnya. Beberapa infeksi yang umumnya terjadi,
dapat sembuh sendiri. Tanda dan gejala berbagai infeksi saluran pernapasan
mungkin mempunyai banyak kesamaan karena struktur anatomi dan jaringan yang
terlibat berdekatan.10
Etiologi
Organisme penyebab adalah strain toksigenik dari C.diphteriae
yang memproduksi eksotoksin. Produksi eksotoksin dihasilkan ketika bakteri
diinfeksi oleh bakteriofage yang membawa gen yang memproduksi toksin (tox
gene). C.diphtheriae mempunyai 3 tipe yaitu gravis, intermedius, dan mitis. semua
tipe bakteri resisten terhadap panas dan dapat hidup pada kondisi kering selama 3
bulan. Tipe gravis terkait dengan kebanyakan penyakit berat 10
25
Patogenesis
Infeksi kuman C. diphtheriae biasanya tidak invasif, tetapi kuman
dapat memproduksi toksin yang dapat menimbulkan efek patologis. Orang yang
rentan bisa memperoleh basil difteri toksigenik dalam nasofaring. Organisme ini
menghasilkan toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan bertanggung
jawab untuk kerusakan jaringan lokal dan pembentukan membran. 10
Toksin yang dihasilkan di lokasi membran diserap ke dalam aliran
darah dan disebarkan melalui saluran getah dan darah ke jaringan tubuh. Toksin
juga menyebabkan jumlah trombosit rendah (trombositopenia) dan proteinuria
Difteri laring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring (gambar 4), jarang
sekali dijumpai berdiri sendiri. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari
tipe infectious croups yang lain, seperti stridor yang progresif, suara parau, dan
batuk kering.10
Pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal,
supraklavikular, intrakostal dan epigastrial. Bila terjadi pelepasan membran yang
menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak. Pada kasus berat, membran
dapat meluas ke percabangan trakeobronkial. Pada difteri laring yang terjadi
sebagai perluasan dari difteri faring, maka gejala yang tampak merupakan
campuran gejala obstruksi dan toksemia dimana didapatkan demam tinggi, lemah,
sianosis, dan pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri
paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Gejala
akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan
otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan
albuminuria.10
Penatalaksanaan
26
e. Trauma laring
Etiologi
Gejala Klinik
Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam
pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat
atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan
nafas. Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan
pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara.
Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau
fraktur tulang-tulang laring hingga mengakibatkan udara pernafasan akan keluar
dan masuk ke jaringan subkutis di leher. Emfisema leher dapat meluas sampai ke
daerah muka, dada, dan abdomen, dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi
kulit. 10
Hemoptisis terjadi akibat laserasi mukosa jalan nafas dan bila jumlahnya
banyak dapat menyumbat jalan nafas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka
tusuk, luka sayat, luka tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (kesulitan menelan)
juga dapat timbul akibat trauma laring.10
27
Patofisiologi
Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi
sekunder, dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan
akhirnya stenosis.10
Trauma Inhalasi
Inhalasi uap yang sangat panas, gas atau asap yang berbahaya akan
cenderung mencederai laring dan trakea servikal dan jarang merusak saluran
napas bawah. Daerah yang terkena akan menjadi nekrosis, membentuk jaringan
parut yang menyebabkan defek stenosis pada daerah yang terkena.10
28
Trauma Intubasi
Faktor resiko yang pasti Faktor resiko yang masih Dugaan, belum terbukti
mungkin
sebagai faktor resiko
Wanita Penggunaan Trakeostomi perkutan
kortikosteroid
Usia > 50 tahun
Perawakan pendek
Trakeomalacia
Tube dengan lumen
Obesitas.
ganda Posisi yang salah dari
tube
Pengembangan balon /
cuff berlebihan Kondisi medis yang
buruk
Kesalahan penggunaan
mandrain
Trauma Tumpul
Trauma tumpul pada saluran nafas bagian atas dan dada paling sering
disebabkan oleh hantaman langsung, trauma akibat fleksi/ekstensi hebat, atau
trauma benturan pada dada. Hiperekstensi mengakibatkan traksi laringotrakea
yang kemudian membentur kemudi, handle bars atau dash board. Trauma tumpul
lebih sering disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dimana korban
terhimpit di antara jok mobil dan setir atau dikeluarkan darikendaraan dan
terhimpit di antara kepingan kendaraan yang mengalami kecelakaan.10
Kirsk dan Orringer serta beberapa penulis lain menyatakan bahwa trauma
langsung pada leher bagian depan dapat mengakibatkan rusaknya cincin trakea
maupun laring. Berkowitz melaporkan trauma tumpul langsung pada daerah leher
dapat menyebabkan ruptur trakea pars membranosa. Hal ini terjadi akibat tekanan
intraluminer yang mendadak tinggi pada posisi glotis yang tertutup akan
menyobek bagian trakea yang terlemah (trakea pars membranosa).
30
Mekanisme lain yang cukup berperan adalah trauma tumpul akan menekan
kartilago trakea yang berbentuk U ke tulang vertebrae, hal ini menjelaskan kenapa
laserasi yang terjadi cenderung sesuai level dari trumanya.10
Trauma tumpul laringotrakea pada anak jarang dijumpai dan bila dijumpai
biasanya jarang menimbulkan kerusakan/fraktur kartilago, kecuali trauma yang
didapat cukup keras. Hal tersebut disebabkan karena rawan pada laringotrakea
anak-anak masih sangat elastis dibandingkan dengan orang dewasa. Namun
kerusakan jaringan lunak (edema dan hematom) yang terjadi pada anak-anak
dengan trauma tumpul laringotrakea jauh lebih hebat dibanding pada dewasa, hal
ini disebabkan karena struktur fibroa yang jarang dan lemahnya perlekatan
jaringan submukosa dengan perikondrium.10
Trauma Tajam
Penyebab Lain
yang terjadi pada saluran napas seperti arah dan kekuatan gaya, posisi leher, umur,
konsistensi kartilago laringotrakea dan jaringan lunaknya. Cedera yang terjadi
dapat berupa kontusio laringotrakea, edema, hematom, avulsi, fraktur dan
dislokasi kartilago tiroid, krikoid serta trakea.10
Diagnosis
Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi
laring, misalnya oleh pisau, clurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan luka
terbuka pada laring meninggal sebelum mendapat pertolongan, oleh karena
terjadinya asfiksia. Diagnosis luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan
adanya gelembung-gelembung udara pada daerah luka, oleh karena udara yang
keluar dari trakea.
Berbeda dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih
sulit. Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu
segera dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan
observasi saja. Kebanyakan pasien trauma laring juga mengalami trauma pada
kepala dan dada, sehingga pasien biasanya dirawat di ruang perawatan intensif
dalam keadaan tidak sadar dan sesak nafas.10
Penatalaksanaan
Luka terbuka
serta menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek. Untuk mencegah infeksi dan
tetanus dapat diberikan antibiotika dan serum anti-tetanus.10
Komplikasi
Tumor Laring
Tumor Jinak Laring
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5 % dari semua
jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa :
Papiloma Laring
Bentuk Juvenil
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah
subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid.10
Gejala
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Kadang-kadang
terdapat pula batuk. Apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul
sesak nafas dengan stridor.10
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laring langsung
2. Biopsi
3. Pemeriksaan patologi anatomi.
Terapi
a) Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau dengan sinar laser. Oleh
karena sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali.
Kadang-kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma yang tumbuh
lagi.
b) Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai sekarang
etiologinya belum diketahui dengan pasti.
c) Untuk terapinya diberikan juga vaksin daari massa tumor, obat anti virus,
hormon, kalsium, atau ID methionin (essential aminoacid).
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi oleh karena papiloma dapat
berubah menjadi ganas. Penyebabnya ialah virus, tetapi pada pemeriksaan
dengan mikroskop elektron inclusion body tidak ditemukan.10
36
Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan| pasti. Dikatakan
oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok
orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh
sinar radioaktif.10
Tumor sub glotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita
suara asli sampai batas inferior krikoid. Tumor ganas transglotik adalah tumor
yang menyebrangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu,
atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.10
Gejala
1. Serak
Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini
tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi
laring. Kualitas nada sangaat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar
pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suaara. Pada tumor
ganas laring, pita suara gagal befungsi secara baik disebabkan oleh ketidak
teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya
otot-otot vokalis, sendi dan ligamen rikoaritenoid, dan kadang-kadang
menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak
maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas
suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari
biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau
paralisis komplit.10
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan
gejala dini dan mnetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring,
di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita suara serak
akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat
merupakan gjala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman,
rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofarig jarang
menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumun (hot potato voice).10
38
3. Nyeri tenggorok.
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang
tajam.
4. Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan
sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada
tumior ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi)
menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra
laring.10
5. Batuk dan hemoptisis.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan
tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik.
8. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kaartilago tiroid dan perikondrium.10
39
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Tumor primer
Supraglotis
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih
baik).
Glotis
Tis Karsinoma insitu.
T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior
atau posterior.
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih
dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).
T3 Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
Subglotis
Tis karsinoma insitu
T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksir.
N2a Satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter labih dari3 cm tapi tiak
lebih daari 6 cm.
N2b Multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.
Staging (stadium)
ST1 T1 N0 M0
STII T2 N0 M0
STIV T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2?T3/T4 N1/N2/N3 M3
Penanggulangan
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan , maka ditentukan
tindakan yang akan diambil sebagai penenggulangannya.
Papiloma Laring
Definisi
Papiloma laring adalah neoplasma jinak yang biasanya tumbuh pada
pita suara bagian anterior atau daerah subglotik, dapat pula tumbuh di plika
ventrikularis atau aritenoid.
Etiologi
Etiologi papoiloma laring hingga kini belum diketahui secara pasti,
tetapi dari penelitian diduga bahwa virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe 6
dan 11 berperan terhadap terjadinya papiloma laring. Diduga adanya hubungan
antar infeksi HPV genital pada ibu hamil dan papiloma laring pada anak, hal ini
dibuktikan dengan adanya virus HPV tipe 6 dan 11 pada kondiloma genital,
walaupun penemuan diatas menunjukan peran infeksi virus pada papiloma laring.
Tetapi ada fakor lain yang berperan, mengingat papiloma ini dapat menghilang di
saat pubertas.10
43
Patofisiologi
Dari 20 tipe HPV, tipe 6, 11 diduga sebagai penyebab papilloma
laring. Cara penyebaran yang pasti dari HPV sampai saat ini belum jelas. Pada
tipe juvenil diduga transmisi pada saat peripartum dari seorang ibu yang terinfeksi
“genital warts”. Pada orang dewasa, cara transmisi virus dengan cara kontak
seksual, 10% dari lelaki dan perempuan yang berada masa ‘’sexual active” dengan
dan tanpa gejala klinik, dijumpai adanya infeksi laten HPV pada penis dan
serviks.
Klasifikasi
Tumor ini dapat digolongkan dalam dua jenis:
1) Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk
multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa.
2) Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami
resolusi dan merupakan prekanker.10
Papiloma tampak sebagai pertumbuhan seperti kutil tunggal dan bisa terletak di
tempat manapun dalam laring. Tumor ini tetapi menyebabkan kerusakan laring.
Etiologi
Disebabkan oleh DNA virus dari group Pavopa Virus, yaitu human papiloma
virus dan bisa terjadi bersamaan dengan kondiloma pada ibu, kutil pada kulit.
Lokasi
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah
subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Kadang –
kadang dapat dijumpai juga epiglotis, trakea dan bronkus.
Diagnosis
a. Diagnosis berdasarkan gejala klinis
Gejala papiloma laring yang utama adalah suara serak, kadang – kadang terdapat
pula batuk. Apabila papiloma menutup rima glotis maka timbul sesak nafas
dengan stridor dan obstruksi saluran pernafasan atas. Karena itu, observasi serak
yang menetap pada bayi atau anak – anak memerlukan pemeriksaan laring.
Gejala yang pertama kali muncul pada anak – anak: afonia (weak cry).10
b. Laringoskopi direk
Di indikasikan untuk menegakkan diagnosa pada anak – anak dengan suara serak
dan tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan umum atau fiberoskop fleksible.
c. Laringoskopi indirek
Laringoskopi indirek terlihat pertumbuhan kutil yang multipel pada semua bagian
laring, pita suara dan plika ventrikularis, penyumbatan jalan nafas laring dengan
derajat yang berbeda.
d. Biopsi serta pemeriksaan patologik anatomi.
Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei, berwarna putih
kelabu dan kadang – kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan
kadang – kadang dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol
dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi
pengangkatan harus dilakukan berulang – ulang. Secara histologi seringsquamous
cell carcinoma. Tumor ini cenderung untuk kambuh dan bisa berubah
menjadi keganasan.10
45
Pengobatan
Berbagai macam pengobatan telah tersedia yaitu:
1. Microlaryngeal excission dari tumor : berulang
2. Laser: Carbondioxide laser in direct Microlaryngoskopy
Keuntungan penggunaan pembedahan dengan mengunakan laser:
a. Memungkinkan kita untuk mengankat tumor jinak atau ganas laring
dengan hati – hati, tanpa menimbulkan kerusakan pada fungsinya.
b. Operasi lebih cepat dengan konsekwensi yang minimal dari trauma akibat
operasi
c. Dapat mengurangi penderitaan pasien dengan lebih sebentar berada di
rumah sakit sehingga biaya yang dipergunakan lebih sedikit.
d. Tidak menimbulkan perdarahan.10
Definisi
Nodul pita suara adalah pembengkakan pita suara bilateral dengan ukuran
bervariasi yang ditemukan pada bagian tengah membran pita suara. Nodul ini
memiliki karakteristik berupa penebalan epitel dengan tingkatan reaksi infl amasi
berbeda pada lapisan superfi sial lamina propia. Kelainan ini sering juga disebut
dengan “singer’s nodes”, “screamer’s nodes” atau “teacher’s nodes”. Pita suara
dalam potongan koronal dibagi menjadi: cover, transition, dan body. Bagian cover
terdiri dari epitel berlapis gepeng dan lapisan superfi sial lamina propia, yang
sering disebut sebagai Reinke’s space. Bagian transition adalah ligamen vokal
yang dibentuk oleh lapisan tengah dan lapisan dalam lamina propria yang
mengandung banyak serat elastin dan kolagen. Sedangkan bagian body
merupakan lapisan dalam lamina propia yang bergabung dengan dasar otot
vokalis. Pada nodul pita suara, terjadi peningkatan massa dan kekakuan pada
bagian cover.
46
Etiologi
Bagian pita suara yang berperan dalam vibrasi hanya 2/3 anterior (bagian
membranosa), karena kartilago aritenoidea terdapat pada 1/3 posterior bukaan
glotis (glottic aperture). Vibrasi yang berkepanjangan atau terlalu dipaksakan
dapat menyebabkan kongesti vaskular setempat dengan edema bagian tengah
membranosa pita suara, tempat kontak tekanan paling besar. Akumulasi cairan
pada submukosa akibat vocal abuse menyebabkan pembengkakan submukosa
(terkadang disebut insipien atau nodul awal). Voice abuse yang lama dapat
mengakibatkan hialinisasi Reinke’s space dan penebalan epitelium dasar.
Perubahan massa mukosa mengurangi kemampuan ketegangan pita suara dan
penutupan glotis yang tidak sempurna.10
47
Temuan klinis
Penatalaksanaan
Terapi Medis
Penanganan berfokus pada lubrikasi laring yang baik melalui hidrasi dan
mengobati penyebab lain seperti alergi dan refluks asam lambung (GERD).
Hidrasi yang adekuat dapat membantu mukosa pita suara menahan kekuatan dan
tenaga paksaan getaran.10
dan berat (husky voice) tanpa episode suara serak yang parah atau afonia
sebelumnya dan resolusi limitasi suara secara komplit. Operasi dapat menjadi
pilihan saat nodul belum menghilang sepenuhnya, pasien mengalami gejala
residual, dan limitasi vokal yang tidak dapat diterima oleh pasien. Terapi wicara
juga dapat memaksimalkan hasil operasi dengan mengurangi risiko rekurensi
pascaoperasi.6 Selama evaluasi, ahli terapi wicara mengumpulkan informasi
kebiasaan pasien yang mempengaruhi perubahan suara serta membuat program
untuk mengeliminasi kebiasaan tersebut. Ahli terapi wicara memberikan contoh
deretan kata-kata dan nyanyian vokal sebagai pertimbangan persepsi auditori
dalam menentukan tipe dan derajat kerusakan serta efi siensi produksi suara untuk
berbicara dan bernyanyi.
Fokus latihan vokal adalah penggunaan suara lembut. Dalam sesi latihan
5-10 menit, dilakukan latihan menyanyikan sebuah huruf vokal secara lembut
dalam pitch yang bervariasi serta membacakan secara lantang sebuah cerita
pendek dari majalah atau sumber lainnya. Jika pembacaan lantang tersebut
ternyata memaksakan suara, latihan ini ditunda. Latihan vokal membutuhkan
konsisten dan kesabaran. Sering pasien merasa jenuh jika tidak ada perkembangan
setelah menjalani latihan 3 bulan atau lebih; mungkin dibutuhkan waktu 6 bulan
untuk mendapatkan kebiasaan vokal yang baru. Oleh sebab itu, hal paling penting
dalam terapi suara ini adalah motivasi pasien. Terapi perilaku terkadang tidak
berhasil memberikan perubahan berarti pada nodul lama walaupun dilakukan oleh
ahli terapi wicara dengan keahlian tinggi. Korelasi antara perbaikan gejala,
berkurangnya limitasi vokal dan perbaikan pada pemeriksaan visual masih belum
pasti. Penilaian vokal saat bernyanyi secara umum dapat membantu menentukan
indikasi operasi.
Terapi Operatif
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrahman MH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak & Obat. Edisi 2.
Bandung :Mizan Media Utama ; 2006.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOIES.
Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of
Otolaryngology Jakarta: Penerbit EGC; 2016.
3. Amiri A, Almasi V. A 67-Year-Old Woman with Laryngeal Tuberculosis.
Zahedan Journal of Research in Medical Sciences
4. Ballenger, J.J .Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 3
Jilid 2, Ed Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI ; 2012.
5. Essentials of diagnosis and typical features Diphtheria. In: Current
diagnosis and therapy in pediatric. 18th ed. United State of America :
Library of congress press; 2007
6. Faradilla, Nova. Laringitis Akut. Faculty of Medicine University of Riau :
Riau ; 2014.
7. Jhon SD & Maves MD. Surgical Anatomy of the Head and Neck In
Byron Head and Neck surgery Otolaryngology. Edition 3.Vol I,
USA.Wilkins Publisher ; 2001