Anda di halaman 1dari 51

1

Skenario 4

Suara Serak

Seorang perempuan berusia 47 tahun datang ke puskesmas dengan


keluhan suara serak sejak 2 minggu yang lalu dan terkadang suara hilang jika
terlalu banyak bicara karena pasien merupakan guru SD yang sehari - harinya
dituntut untuk berbicara banyak. Pasien juga mengeluh demam 1 hari ini disertai
odinofagia, nyeri tenggorokan dan batuk berdahak. Keluhan tidak disertai sesak
napas dan benjolan dileher.Pasien mempunyai riwayat penyakit lambung (+).
Hasil PF status generalis, PF tenggorokan ditemukan pharynx dan laring
hiperemis. Dokter segera memberikan penatalaksanaan dan edukasi terhadap
pasien tersebut.

Step 1

1. Odinofagia : Nyeri tajam pada daerah depan


2. Status generalis : Keadaan Umum, kesadaran status fisik tekanan nadi dan
suhu
3. Hiperemis : Kemerahan atau perdarahan terjadi pada mukosa
4. Suara serak : Suara mengalami perubahan yang tidak normal, pada
umumnya menjadi parau dan berat

Step 2

1. Bagaimana faktor resiko dan etiologi ?


2. Bagaimana patofisologi terjadi pada kasus ?
3. Bagaimana penegakan diagnosis ?
4. Bagaimana tatalaksana dan edukasi ?

Step 3

1. Berikut faktor resiko dan etiologi


a. Faktor resikonya : bernapas pada lingkungan tidak bersih, merokok,
karena banayak bicara, infeksi sel pernapasan, Gerd
b. Etiologi virus
c. Adanya peradangan di faring oleh karena virus
d.Vaskular, inflamasi, Neoplasma,degeneratif, intoxication, alergi , trauma
dan tyroid surgery, endocryn
2. Patofisiologi dari kasus tersebut
a. Pasien punya riwayat sakit lambung asam lambung terjadi
radang di bagian lambung refluks menyebabkan peradangan di
esofagus melewati springter esofagus superior terjadi juga
peradangan di epiglotis, peradangan plika vocalis plica vokalis
mengalami tanda inflamasi (Rubor, kalor, dolor, tumor, functiolaesa)
2

Fungsi plika vocalis gerakan plika vocalis Suara serak.

b. Infeksi di faring laring radang menyebabkan plika vocalis radang


gerak plika vocalis serak.

c. Bisa juga melalui droplet, inhalasi terjadi edema penyempitan


lumen, sulit menelan, merangsang kelenjar mukus batuk dan
pengeluaran sputum.

d. Asam lambung merusak epitel infeksi virus melalui


droplet menempel di mukosa antibody respon terhadap gejala
demam zat pirogen termostart hipotalamus demam.

e. Inflamasi mukosa hiperemis, edema , nyeri

f. Virus invasi ke faring timbul inflamasi patogen berupa bakteri


bakteri melepas toxin kerusakan jaringan diserap aliran darah
toksan ( demam , batuk )

3. a. Anamnesis
Keluhan utama : serak sejak 2 minggu yang lalu dengan demam , ada
odinofagia, batuk berdahak terjadi nyeri tenggorokan, hiperemis faring
dan laring.

b. Riwayat sakit lambung

c. TTV belum diketahui

d. Menghirup asap rokok

e. Polusi udara

4. Tatalaksana
a. Farmakologi : antibiotik, penicilin 50.000 UI , amoxilin,
eritromisin
b. Non farmako : istirahat untuk tidak berbicara terlebih dahulu
c. Edukasi : Beritahu untuk jaga daya tahan tubuh, berhenti
merokok.
3

Step 4

1. Faktor resiko
V : Vaskular : Adanya pembedahan di pembuluh darah otak terdapat
tunika mukosa , terdapat laryngeus recurens pembuluh
darah mengalami apoptosis.
I : infeksi : Bakteri komersal apabila terjadi kebanyakan bakteri
inflamasi, bakteri Streptokokus
N : Neoplasma : Proliferasi sel P terus menerus Laring cancer
D : Degeneratif : Camyotropic lateral sklerosis (AML ) vertebra
berdegeneratif di medula spinalis Faktor usia tekanan alami
kompresi (tekanan) Rusak esofagus atas, larin suara serak
penyakit degeneratif
I :Intoxication : Smoking, alkohol congenital ( laringeal web ) ada
dimana laring tak tertutup sempurna.
A: Alergi : Angiodem Antihistamin pembengkakan tutup

Laring bengkak sindrom.

T : Trauma : Trauma dan thyroid surgery kesalahan pada operasi


thyroid Terlalu dalam luka.

E : Endocrine : (Reidel’s stroma ) tiroid lobus dextra dan sinistra


nodul Bengkak reidel’s stroma

Etiologi di salah satu plika

Laringitis etiologi influenza , Adenovirus

Faringitis epsta inter vicer paling berupa di retroservical

HIV di pemeriksaan fisik faring tampak hiperemis, menghasilkan


eksudat, limfodenopati akut

Laringitis akut rhinovirus, mumps, intensi akut pada mukosa laring,


etiologinya edema virus, bakteri streptococcus

Laingitis difteri Clostridium difteriae, perluasan tonsila faring,


pseudomembran, edema, suara parau

Laringitis tuberkulosis tuberkulosis sekunder


4

2. a. Asam lambung

Terjadi radang gaster

Esofagus radang

Menyebabkan radang laringofaring

Infeksi laring dan faring

Karena infeksi demam, nyeri tenggorokan

b. Bicara menyebabkan suara serak

selama ekspirasi lewat glotis

Plika bergetar

Otot- otot adduksi

Tekanan udara sub glotis mecapai puncak sehimgga terjadi


peradangan

Apabila terjadi peradangan

Sehingga terjadi pelepasan dan plika vokalis menjadi cedera


5

3. a Anamnesis

Keluhan utama : serak sejak 2 minggu yang lalu suara hilang, demam 1 hari,
odinofagia

Riwayat sakit lambung

Keluhan tambahan : demam, batuk, nyeri tenggorokan , terdapat benjolan di


lengan

Riwayat sosial : ditanya apakah ada riwayat rokok , pekerjaan

Keluhan : ada hipertensi

b. Pemeriksaan fisik harus dievaluasi terlebih dahulu

c. terdapat score : terdapat introgotik edema, hiperemis, edema vocal cord ,


granuloma, penebalan mukosa endolaring

d. Pemeriksaan penunjang : Endoskopi terbagi menjadi 2 yaitu direct dan


indirect

4. Tatalaksana

. Farmakologi : antibiotik, penicilin 50.000 UI , amoxilin, eritromisin

Non farmakologi : istirahat untuk tidak berbicara terlebih dahulu

Mind Map

Laringitis akut Penegakan


diagnosis Bakteri

DD Etiologi
Virus
LPR Gangguan
Respirasi atas
(ISPA) Fungi
Gerd

Tatalaksana Faktor
Patofisiologi resiko
6

Step 5

1. Pemeriksaan penunjang laringitis


2. DD laring (keganasan, bakteri, virus )
3. Edukasi dari tiap penyakit laring

Step 6

Belajar mandiri

Step 7

1. Berikut merupakan pemeriksaan penunjang laringitis yaitu


a. Foto rontgen leher AP : Sebetulnya pemeriksaan rontagen leher
tidak berperan dalam penentuan diagnosis, tetapi dapat
ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari
supraglotis) Foto rontgen leher AP bisa tampak pembengkakan
jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada
50% kasus pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto
lateral, walaupun kadang gambaran tersebut tidak didapatkan.
Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan
eksudat di orofaring atau plika suara, pemeriksaan kultur dapat
dilakukan. Dari darah didapatkan lekositosis ringan dan
limfositosis. 1
b. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika
disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
Pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat
dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada
anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab.
Dan gambaran darah dapat normal, jika disertai infeksi
sekunder leukosit dapat meningkat. Proses peradangan pada
laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik
hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan foto.1
7

c. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa


laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta
tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan
ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat
membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika
vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian
atas dan bawah glotis.Tujuan dan keuntungan dari pemeriksaan
laringoskopi langsung (laringoskop direct) adalah dapat melihat
laring secara langsung untuk mendeteksi adanya tumor, benda
asing, kerusakkan saraf atau struktur lain atau kelainan-
kelainan lain. Terdapat dua cara pemeriksaan laringoskopi
langsung (laringoskop direct) yang saat ini dilakukan agar
dapat memeriksa laring secara langsung. Pertama, dengan
menggunakan selang yang lentur (fleksibel), yang dibantu
dengan suatu alat serat optik yang disusupkan melalui hidung
dan dimasukkan terus hingga masuk ke dalam tenggorokan,
sedangkan metode lainnya adalah dengan menggunakan selang
kaku yang dimasukkan langsung dari mulut hingga ke dalam
laring. Kedua metode ini, pada endoskopnya akan dilengkapi
sebuah lampu dan lensa yang akan digunakan sebagai alat
penerangan sehingga diharapkan akan lebih jelas dalam
melakukan evaluasi pada laring serta daerah-daerah
disekitarnya. Selain itu pada selang endoskopik ini juga akan
dilengkapi dengan alat penyedot lendir atau kotoran sehingga
akan sangat berguna untuk membersihkan daerah yang akan
dievaluasi, sehingga akan semakin jelas daerah-daerah disekitar
laring yang diperiksa. 1
Indikasi Laringoskopi direct atau laringoskopi langsung
adalah untuk memperjelas permasalahan klinik yang
berhubungan dengan suara dan laring. Pasien dengan suara
serak yang telah menetap selama 2 sampai 3 minggu, dimana
8

pada pemeriksaan laringoskopi tak langsung tidak dapat dilihat


adanya kelainan, atau keadaan suara serak yang tidak dapat
dijelaskan secara tepat dengan laringoskopi tak langsung, pada
keadaan ini harus dilakukan laringoskopi langsung untuk
menyingkirkan adanya lesi yang mungkin hanya akan terlihat
dengan pemeriksaan laringoskopi langsung, misalnya tumor di
daerah subglotik. Selain itu sebagai prosedur yang telah lazim
dilakukan dibagian THT-KL, bahwa semua massa dan lesi
yang terdapat didaerah laring dan sekitarnya harus dilakukan
tindakan biopsi jaringan, tindakan ini dilakukan untuk guna
pemeriksaan patologi anatomi jaringan, sehingga dari hasil
pemeriksaan jaringan tersebut akan diketahui jenis dari tumor
atau lesi di daerah tersebut. Laringoskopi langsung pada oleh
sebagian ahli dianggap sebagai metode yang aman dan tepat
untuk melakukan biopsi laring. Jika dicurigai adanya tumor
ganas, maka tujuan laringoskopi langsung selain untuk
melakukan biopsi, juga dapat digunakan untuk menentukan
perluasan tumor sehingga akan dapat lebih menentukan terapi
serta tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sehingga
pada akhirnya akan diperoleh hasil kesembuhan yang optimal.
Pengangkat polip pada pita suara, nodul pada pita suara serta
biopsi ulkus pada pita suara juga juga dapat dilakukan dengan
direct laring, yang biasanya akan dilakukan dalam anestesi
umum dan menggunakan mikroskop. Demikian juga papiloma
dan tumor jinak laring lainnya,pengangkatan dilakukan dengan
laringoskopi langsung. Pada kasus yang dicurigai atau telah
dipastikan ada benda asing dilaring, laringoskopi langsung
perlu dilakukan untuk menemukan dan mengeluarkan benda
asing tersebut. Banyak benda asing di laring yang hanya dapat
dikeluarkan setelah dilakukan trakeostomi. Trakeostomi
mungkin diperlukan untuk menjamin dan mempertahankan
jalan nafas yangadekuat serta untuk menginduksi obat-obat
9

anestesi umum sehubungan dengan tindakan direct laring yang


sedang dilakukan. 2

Gambar 1.1 Posisi pasien saat pemeriksaan laringoskop


langsung

Pasien dengan trauma leher mungkin memerlukan tindakan


laringoskopi langsung dan juga trakeoskopi serta esofagoskopi untuk
menetapkan luas dan beratnya trauma. Laringoskopi dan trakeoskopi juga
dilakukan jika terdapat trauma tumpul pada leher yang disertai hemoptosis
atau adanya emfisema subkutis, meskipun gambaran laring pada lari-
ngoskopi tak langsung tidak dapat sepenuhnya menunjukkan kelainan
yang berarti, untuk menyingkirkan kemungkinan fraktur trakea atau
terpisahnya trakea. 2
Pada pasien dengan endolaring yang telah mengalami perubahan akibat
trauma, biasanya diperlukan trakeostorni. Setelah trakeostomi,
laringoskopi langsung dapat dilakukan dengan anestesi umum untuk
menilai kerusakan dan merencanakan rekonstniksi laring. Rekonstruksi
mungkin memerlukan laringofisur untuk memperbaiki mukosa endolaring,
mereduksi tulang rawan yang fraktur serta pemasangan bidai internal
laring jika memang sangat diperlukan. Pada trauma yang tidak terlalu
berat, mungkin fraktur tulang rawan yang disertai dengan sedikit laserasi
10

mukosa serta bergesernya tulang rawan, maka pemasangan bidai internal


dapat dipassang dengan bantuan laringoskopi langsung. 2

Tehnik Laringoskopi Langsung


Ada dua cara melakukan laringoskopi langsung yang biasa
digunakan. Pertama laringoskop Jackson standar atau jenis komisura
anterior dipegang dengan tangan kiri operator yang tidak kidal. Teknik ini
cocok untuk prosedur diagnostik, yang relatif lebih banyak diperlukan
gerakan dari laringoskop. Teknik ini juga digunakan untuk bermacam-
macam tujuan terapi. Pada teknik kedua, laringoskop dipegang oleh alat
penopang. Laringoskopi langsung dengan memakai trukroskop dan
digunakan mikroskop dan anestesi umum. Teknik ini lebih cocok untuk
tujuan terapi, tetapi penting juga untuk diagnostik. Dengan cara kedua,
kecermatan observasi atau manipulasi relatif lebih penting daripada
gerakan laringoskop dan lapangan penglihatan. Dengan cara kedua,
manipulasi bimanual dapat dilaksanakan, dan cara ini lebih cocok untuk
manipulasi yang lama dan luas . 2
Sering kedua cara ini dikombinasikan, sehingga penelitian awal terhadap
laring dan hipofaring dilakukan dengan laringoskop yang dipegang oleh
tangan, dan kemudian laringoskop dengan penopang dan mikroskop
digunakan untuk mengevaluasi mukosa atau tindakan bedah endolaring.
Cara lain yaitu pasien dibaringkan dalam posisi Boyce. Laringoskop
Jackson standar dipegang oleh tangan kiri dengan menggenggam bagian
vertikal gagang laringoskop memakai empat jari dan ibu jari diletakkan
pada sudut antara bagian vertikal dan horizontal gagang laringoskop.
Kabel cahaya diletakkan di atas pergelangan tangan kiri agar berada di luar
lapangan pandang. Laringoskop dipegang dengan tangan kiri ahli bedah
yang tidak kidal agar tangan kanan bebas untuk melakukan manipulasi
yang sulit dengan bermacam-macam alat lewat laringoskop. Ahli bedah
yang tidak kidal melihat lapangan operasi dengan mata kanan, sehingga
kepala ahli bedah berada lebih banyak ke kiri untuk menghindarkan
gangguan pada saat memasukkan alat dan melakukan manipulasi sambil
11

melihat terus menenis lewat laringoskop. Bibir atas ditarik dengan jari
telunjuk kanan. Ujung laringoskop dimasukkan melalui sisi kiri dasar
lidah, kemudian dasar lidah, valekula dan tepi bebas epiglotis serta
permukaan lingual epiglotis diamati. Ujung distal laringoskop dimasukkan
melintasi bagian posterior epiglotis, dan permukaan laringeal epiglotis,
serta endolaring diamati. Laringoskop Jackson standar diteruskan
mendekati pita suara palsu. Agar endolaring terlihat seluruhnya,
laringoskop harus diangkat. Bagian proksimal laringoskop mungkin
bersentuhan dengan gigi atas, akan tetapi gigi tidak boleh diperlakukan
sebagai tumpuan. Dinding hipofaring posterior dan masing-masing sinus
piriformis diperiksa. Dalam anestesi lokal gerakan pita suara dapat diamati
dengan meminta pasien berfonasi dan menarik nafas dalam. 2
Laringoskop komisura anterior dimasukkan dengan menggunakan cara
yang sama sampai ke batas glotis untuk melihat pita suara, komisura
anterior dan ventrikel. Gerakan pita suara dievaluasi lagi. Pita suara palsu
ditarik ke latetal dengan memiringkan ujung laringoskop untuk
menginspeksi ventrikel. Gagang laringoskop di putar 90 derajat ke kanan
dan dimasukkan perlahan-lahan lewat pita suara agar dapat menginspeksi
daerah subglotik. Sinus piriformis dapat diperiksa dengan lebih
memuaskan memakai laringoskop komisura anterior dari pada laringoskop
Jackson standar. 2

2. Berikut ini merupakan DD laring yaitu sebagai berikut

a. Laringitis Akut

Definisi
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan
bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe
1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus
influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.3
12

Gambar 1.2 Laringitis akut eksudatif intermiten yang telah diterapi secara
konservatif.

Fisiologi
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,
sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah
untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea
dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan.
Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal
dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring
dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya
perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu laring juga
mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring
dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan laring
bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus
makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.
Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,
mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk
fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.3
13

Etiologi
1. Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas
seperti influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan
B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab
lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumoniae.
2. Perubahan iklim
3. Pemakaian suara yang berlebihan (vocal abuse)
4. Trauma
5. Bahan kimia
6. Merokok dan minum alkohol
7. Alergi. 3

Patogenesis
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan
suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas.
Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini
terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta
prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh
faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan
mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar
mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat
saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat
yang bisa menyebabkan iritasi pada laring dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri
akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan
merangsang peningkatan suhu tubuh. 3
14

Gejala Klinis
Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara
yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih
rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran
serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan
sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara
sama sekali (afoni), sesak nafas dan stridor, nyeri tenggorokan seperti
nyeri ketika menalan atau berbicara, gejala radang umum seperti demam,
malaise, batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental,
gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan
demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38
derajat celsius. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok
hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala,
batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat
celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh
tubuh. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru,
obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa
anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat,
pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium
yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam
jiwa anak. 3
15

Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP, bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek dan direct, pada pemeriksaan
laringoskopi indirect akan ditemukan mukosa laring yang sangat
sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan
subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang
akan tampak dibawah pita suara.
a. Laringoskopi Indirect
Pemeriksaan laringoskopi indirect atau pemeriksaan laringoskopi
secara tidak langsung, yaitu pemeriksaan untuk melihat gambaran
klinis pada laring dengan menggunakan mirror laringeal atau
cermin dan senter.
b. Laringoskopi Direct
Pemeriksaan laringoskopi direct (secara langsung) yaitu
pemeriksaan laring dengan menggunakan spekulum. Pemeriksaan
ini menggunakan visualisasi secara langsung. Tujuannya untuk
melihat keadaan laring secara langsung dan dapat mendeteksi
tumor,benda asing, kerusakan saraf atau struktur lain pada laring. 3

Tatalaksana
Terapi:
1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari (vocal rest).
2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 L/menit.
3. Istirahat dan olahraga.
4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint
bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam
fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung
atau nasal spray. 3
16

5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien


ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri /
7 analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal
seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin
dapat diberikan dalam bentuk oral ataupun spray. Pemberian
antibiotika yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari,
intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra
vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim
atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa
deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
diberikan selama 1-2 hari. 3
6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini
tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila
sudah terjadi obstruksi jalan nafas. 3
7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan
membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita
suara, minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar
lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah
untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk
mencegah tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan
tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan terjadinya
vibrasiabnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan
berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih
banyak lendir. 3
b. Laringitis Kronik
Definisi
Laringitis adalah peradangan pada laring yang sering menyebabkan suara
serak atau kehilangan suara. Secara umum, laringitis dapat bersifat akut
atau kronis. Laringitis kronis sering terjadi pada perokok dan penderita
gastroesophageal reflux (GERD). Selain itu, penggunaan suara secara
berlebih atau bernyanyi berlebihan juga dapat menyebabkan laringitis
kronis serta seiring bertambahnya usia, pita suara juga dapat kehilangan
17

kemampuan untuk bergetar, dan membuat lebih rentan terhadap laringitis


kronik.4

Etiologi dan Patofisiologi


Onset akut lebih sering terjadi dan biasanya karena peradangan
lokal pada laring (laringitis akut). Laringitis akut bisa disebabkan oleh
infeksi viral, infeksi sekunder bakterial. Apabila tidak ada bukti adanya
infeksi, laringitis akut bisa terjadi karena bahan kimia atau iritan dari
lingkungan, atau akibat penggunaan suara berlebih (voice overuse) pada
penyanyi, pengajar, orator, dsb. Onset kronis (laringitis kronis), dapat
disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis
laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder
karena asap rokok atau voice abuse. Biasanya Laringitis kronik
menyebabkan suara parau karena prinsipnya menimpa laring dan
sekitarnya mulai dari yang sederhana infeksi saluran pernafasan atas
hingga dengan patologi serius seperti kanker leher.4
Penyakit laringitis kronik ditemukan pada orang dewasa. Sebagai
faktor yang mempermudah terjadinya radang kronis ini ialah intoksikasi
alkohol atau tembakau, inhalasi uap atau debu yang toksik, radang saluran
napas dan penyalahgunaan suara (vocal abuse). Pada laringitis kronis
terdapat perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita suara.
Pada mikrolaringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi
umumnya yang kelihatan ialah edema, pembengkakan serta hipertrofi
selaput lendir pita suara atau sekitarnya. Terdapat juga kelainan vaskular,
yaitu dilatasi dan proliferasi, sehingga selaput lendir itu tampak hiperemis.
Bila peradangan sudah sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotik
sehingga pita suara tampak kaku dan tebal, disebut laringitis kronis
hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga
tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna keputihan
seperti tanduk. Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik,
sebab mungkin di bawahnya terdapat tumor yang jinak atau yang ganas.4
18

Gambar 1.2 Gambar laringitis kronik terjadi inflamasi pada epiglotis dan
pita suara.

Pemeriksaan fisik
Laringitis didiagnosis dengan menggabungkan riwayat dan pemeriksaan
fisik. Untuk pemeriksaan fisik, dokter spesialis mungkin akan
memasukkan nasoendoskop (teropong tipis dengan kamera pada
ujungnya), melalui hidung, ke bawah hingga ke kotak suara dengan
pembiusan lokal. Umumnya ditemukan warna kemerahan dan
pembengkakan pita suara.5
Pemeriksaan Penunjang
a. Laringoskopi.
b. Stroboskopi (videolaryngostroboscopy), pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring
c. Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range,
pitch dan efisiensi aerodinamik karena mengakibatkan suara parau.
d. Pemeriksaan darah, meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai
C1 esterase inhibitor untuk pembengkakan pita suara dan diduga
angioedema, serta pemeriksaan reseptor asetilkolin untuk suara parau
yang diduga disebabkan miastenia gravis. 5
19

e. Kultur hidung dan sputum.


f. Foto torak x ray jika ditemukan paralisis pita suara.
g. CT scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan
neurologis.
h. USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan
paralisis pita suara.5
Penatalaksanaan
Pengobatan laringitis tergantung pada penyebab yang mendasarinya.
Menghindari pemaparan terhadap bahan iritan, seperti asap rokok,
mengistirahatkan suara dan mengobati penyebab dasarnya, seperti pilek,
sinusitis atau refluks asam, akan cukup memadai pada kebanyakan kasus.
Dapat diberikan resep obat untuk mengobati refluks asam. Kadang-
kadang, dapat diberikan resep steroid untuk mengurangi pembengkakan
dalam laring jika pemulihan suara diperlukan secara mendesak. Antibiotik
biasanya tidak diperlukan, karena laringitis biasanya tidak disebabkan oleh
infeksi bakteri.6

Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menghindari dan menghentikan merokok ataupun merokok pasif.
b. Pasien disarankan juga untuk minum yang banyak untuk
mengencerkan mucus. Menghindari agen/bahan yang menimbulkan
dehidrasi seperti alkohol dan kopi.
c. Mengontrol refluks gastroesofagus
d. Menggunakan suara dengan tepat, tidak bersuara terlalu kuat.
e. Menggunakan mikrofon jika diperlukan.
f. Menghindari bersuara atau bernyanyi ketika suara parau.6
20

C. Laringitis Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan


oleh Mikobakterium Tuberkulosis.TB secara garis besar dikelompokkan
menjadi TB pulmonal, sering disebut dengan TB paru dan TB
ekstrapulmonal. Pada TB ekstrapulmonal, organ yang terlibat diantaranya,
kelenjar getah bening, otak, tulang temporal, rongga sinonasal, hidung,
mata, faring, kelenjar liur, dan termasuk salah satunya laring.TB laring
adalah kondisi yang jarang terjadi dan hanya muncul 1-10% pada kasus
TB paru Pada pertengahan tahun 1900, TB laring memiliki prevalensi
yang cukup tinggi di dunia. 7

Dahulu TB laring terjadi pada kelompok usia muda, namun


sekarang terjadi pada usia 50-60 tahun dimana laki-laki lebih banyak
daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Keluhan utama penderita
TB laring paling sering dijumpai yaitu suara serak yang disertai disfagia
dengan atau tanpa odinofagia dan batuk. Diagnosis TB laring dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium, radiologis, bakteriologis, histopatologis, serta pemeriksaan
serologis seperti Polimerase Chain Reaction (PCR) dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan beberapa diagnosis
banding.Biopsi laring tetap menjadi standar baku emas untuk diagnosis
pasti dari TB laring. Pada prinsipnya pengobatan TB laring dengan TB
paru adalah sama. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Streptomisin (S), dan Etambutol (E) merupakan kombinasi obat yang
digunakan untuk pengobatan TB laring. Dua dekade terakhir terjadi
peningkatan insiden TB laring yang disebabkan peningkatan penyakit
imunosupresif, faktor usia, meningkatnya jumlah imigran dari daerah
resiko tinggi TB, dan terjadinya resistensi terhadap OAT. TB laring adalah
infeksi pada laring, yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
Tuberkulosis sebagai akibat dari TB paru.7

Pada pasien TB yang diberi pengobatan, biasanya TB parunya


akan sembuh tetapi TB laringnya menetap. Hal ini terjadi karena struktur
mukosa laring yang sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang
tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago,
pengobatanya akan lebih lama. Mikobakterium Tuberkulosis merupakan
kuman penyebab TB laring yang merupakan kuman basil tahan
asam.Mikobakterium tuberkulosis berukuran 2 sampai 4 mikrometer dan
dapat tumbuh subur pada pO2 140mmHg.Kuman dilepaskan ke udara
ketika seseorang berbicara, bersin, bernyanyi atau batuk. Untuk droplet
partikel kuman berukuran yang berukuran >5-10 mikrometer dapat
21

tersebar dalam radius 1,5 meter. Apabila terhirup, kuman akan dibersihkan
oleh silia saluran pernafasan bagian atas. Pada kuman dengan ukuran
<5mikrometer akan menembus jauh ke dalam bronkiolus, sehingga dapat
menimbulkan suatu proses infeksi.7

Patogenesis

TB dapat menular melalui inhalasi droplet yang dihirup seseorang


dan dapat menembus sistem mukosiliar saluran pernafasan atas dan
diteruskan ke organ paru.Kuman Mikobakterium Tuberkulosis dapat
menimbulkan gejala pada seseorang berdasarkan beberapa faktor,
diantaranya virulensi dan jumlah kuman dalam tubuh serta daya tahan
tubuh manusia itu sendiri.Terdapat beberapa teori yang menyebabkan
terjadinya kontaminasi laring oleh kuman Mikobakterium Tuberkulosis,
diantaranya:

1) Teori bronkogenik, dimana laring mengalami infeksi melalui kontak


langsung dari sekret atau sputum yang kaya kuman Mikobakterium
Tuberkulosis, baik pada cabang bronkus atau pada mukosa laring. Dengan
kata lain laring mengalami gangguan seiring dengan kelainan yang terjadi
di paru Suatu penelitian melaporkan lokasi lesi pada laring paling sering
terjadi pada bagian posterior laring berupa edema, granuloma, hiperplasia
reaktif, ulserasi, dan tuberkel epiteloid.

2) Teori hematogenik, pada teori ini kelainan hanya terjadi di laring dan
tidak memperlihatkan kelainan pada paru. Kuman Mikobakterium
Tuberkulosis menyebar melalui darah dan sistim limfatik, dan beberapa
penelitian membuktikan lesi pada laring paling sering ditemukan pada
epiglotis dan bagian anterior laring berupa edema polipoid, hiperplasia,
dan ulserasi minimal. Infeksi awal pada subepitelial berupa gambaran fase
inflamasi akut difus seperti hiperemis, edema, dan infiltrasi sel-sel
eksudat.1 Kemudian terbentuknya granuloma tuberkel yang avaskuler pada
jaringan submukosa dengan daerah perkijuan yang dikelilingi sel epiteloid
pada bagian tengah dan sel mononukleus pada bagian perifer. Tuberkel
yang berdekatan bersatu hingga mukosa di atasnya meregang atau pecah
dan terjadi ulserasi. Ulkus yang timbul membesar, biasanya dangkal dan
ditutupi oleh perkijuan dan dirasakan nyeri oleh penderita, dan bila ulkus
semakin dalam akan mengenai kartilago laring sehingga terjadi
perikondritis atau kondritis terutama kartilago aritenoid dan epiglotis.
Kerusakan tulang rawan yang terjadi mengakibatkan terbentuknya nanah
yang berbau dan selanjutnya akan terbentuk sekuester. Pada stadium ini
keadaan penderita sangat buruk dan dapat berakibat fatal.8
22

Gejala Klinis

TB dapat mengenai berbagai organ tubuh, secara sistemik


menimbulkan gejala demam, keringat malam, nafsu makan berkurang,
badan lemah, dan berat badan menurun.13Pada TB laring gejala utama
berupa suara serak, terjadi biasanya ringan dan dapat progresif menjadi
disfonia atau afonia.Selain suara serak, keluhan lain seperti disfagia,
odinofagia, nyeri alih otalgia, batuk, dan kadang dapat menyebabkan sesak
nafas. Odinofagia dapat menjadi gejala yang menonjol pada TB laring.8

Secara klinis tuberkulosis laring terdiri dari 4 stadium, yaitu:

a. Stadium infiltrasi
Yang pertama mengalami pembengkakak dan hiperemis ialah
mukosalaring bagian posterior.Kadang-kadang pitasuaraterkena juga.Pada
stadium ini mukosalaring berwarna pucat.Kemudain di daerah submukosa
terbentuk turbelkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang
berwarna kebiruan.Tuberkel ini makin membesar, serta beberapa turbelkel
yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa di atasnya meregang. Pada
suatu saat, karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus.8

b. Stadium ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar, ulkus
ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta sangat dirasakan nyeri
oleh pasien.8

c, Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam,sehingga mengenaikartilagolaring dan yang
paling sering terkena ialah kartilago arytenoid dan epiglottis.
Dengandemikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk
nanah berbau, proses ini akan berlanjut dan terbentuk sekuester. Pada
stadium ini keadaanumum pasien sangat buruk dan dapat meninggal dunia.
Bila pasien dapat bertahan maka proses terakhir yaitu stadium
fibrotuberkulosis.8
23

Stadium fibrotuberkulosis
Pada stadium initerbentuk fibroturberkulosis pada dinding
posterior, pita suara dan subglotik.8

Penatalaksanaan

Pemberian OAT pada TB bertujuan menurunkan mata rantai


penularan, mengobati infeksi yang terjadi, mencegah kematian, dan
mencegah ekambuhan atau resistensi terhadap OAT.Prinsip pengobatan
TB ekstrapulmonal tidaklah berbeda dengan TB pulmonal, termasuk
pengobatan untuk TB laring. Pemberian terapi selama 6 bulan
merupakan standar yang dipakai untuk pengobatan TB pulmonal dan TB
ekstrapulmonal secara umum. Dosis OAT adalah dosis individual yang
sesuai dengan berat badan. Evaluasi keteraturan berobat merupakan salah
satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan TB.
Ketidakteraturan konsumsi obat akan menyebabkan timbulnya masalah
resisten multi obat (Multi Drug Resistance/MDR)9

Nama Obat Dosis Harian Efek Samping


Isoniazid 4-6 mg/kgBB (max. Hepatitis, neuropati
300 mg) perifer, kulit memerah,
demam,
agranulositosis,
ginekomastia
Rifampisin 8-12 mg/kgBB (max Hepatitis, gangguan
600 mg) pencernaan, demam,
kulit memerah,
trombositopenia,
nefritis interstitial,
sindrom flu
Pirazinamid 20-30 mg/kgBB Hepatitis,
hiperurisemia, muntah,
nyeri sendi, kulit
memerah
Streptomisin 15-18 mg/kg Ototoksik, nefrotoksik

Etambutol 15-20 mg/kg Neuritis retrobulbar,


nyeri sendi,
hiperurisemia,
neuropati perifer
24

Respon pengobatan pada TB laring dapat terjadi dalam 2 minggu.Suara


serak yang terjadi karena hipertrofi dapat mengalami perbaikan, namun
pergerakan pita suara yang terbatas akibat fibrosis dapat bersifat menetap.9
Pemberian kortikosteroid pada kasus-kasus dengan fiksasi pita suara dapat
diberikan untuk mencegah fibrosis yang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas
atas. Kortikosteroid berperan pada kasus-kasus TB yang disertai faktor-faktor
penyulit, seperti pada TB milier.9

d. Laringitis Difteri

Definisi
Difteri adalah infeksi bakteri akut yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheria, terutama melibatkan tonsil, faring, hidung, dan terkadang mukosa
membran lainnya atau kulit dan jarang pada vagina dan konjungtiva. Karakteristik
lesi disebabkan oleh pembebasan sitotoksin spesifik, suatu membran berwarna
putih keabuan yang disebut pseudomembran.10
Anak-anak dapat mengalami berbagai macam infeksi termasuk traktus respirasi
bagian atas dan struktur disekitarnya. Beberapa infeksi yang umumnya terjadi,
dapat sembuh sendiri. Tanda dan gejala berbagai infeksi saluran pernapasan
mungkin mempunyai banyak kesamaan karena struktur anatomi dan jaringan yang
terlibat berdekatan.10

Etiologi
Organisme penyebab adalah strain toksigenik dari C.diphteriae
yang memproduksi eksotoksin. Produksi eksotoksin dihasilkan ketika bakteri
diinfeksi oleh bakteriofage yang membawa gen yang memproduksi toksin (tox
gene). C.diphtheriae mempunyai 3 tipe yaitu gravis, intermedius, dan mitis. semua
tipe bakteri resisten terhadap panas dan dapat hidup pada kondisi kering selama 3
bulan. Tipe gravis terkait dengan kebanyakan penyakit berat 10
25

Patogenesis
Infeksi kuman C. diphtheriae biasanya tidak invasif, tetapi kuman
dapat memproduksi toksin yang dapat menimbulkan efek patologis. Orang yang
rentan bisa memperoleh basil difteri toksigenik dalam nasofaring. Organisme ini
menghasilkan toksin yang menghambat sintesis protein seluler dan bertanggung
jawab untuk kerusakan jaringan lokal dan pembentukan membran. 10
Toksin yang dihasilkan di lokasi membran diserap ke dalam aliran
darah dan disebarkan melalui saluran getah dan darah ke jaringan tubuh. Toksin
juga menyebabkan jumlah trombosit rendah (trombositopenia) dan proteinuria
Difteri laring
Difteri laring biasanya merupakan perluasan difteri faring (gambar 4), jarang
sekali dijumpai berdiri sendiri. Gejala klinis difteri laring sukar dibedakan dari
tipe infectious croups yang lain, seperti stridor yang progresif, suara parau, dan
batuk kering.10
Pada obstruksi laring yang berat terdapat retraksi suprasternal,
supraklavikular, intrakostal dan epigastrial. Bila terjadi pelepasan membran yang
menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak. Pada kasus berat, membran
dapat meluas ke percabangan trakeobronkial. Pada difteri laring yang terjadi
sebagai perluasan dari difteri faring, maka gejala yang tampak merupakan
campuran gejala obstruksi dan toksemia dimana didapatkan demam tinggi, lemah,
sianosis, dan pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri
paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Gejala
akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan
otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan
albuminuria.10

Penatalaksanaan
26

e. Trauma laring

Etiologi

Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:

1. Trauma mekanik eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi


trakeostomi atau krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan
endoskopi, intubasi endotrakea atau pemasangan pipa nasogaster).
2. Trauma akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan panas) dan kimia
(cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit dan lisol) yang terhirup.
3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor ganas leher.
4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan (vocal abuse)
misalnya akibat menjerit keras, atau bernyanyi dengan suara keras.10

Gejala Klinik
Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24 jam
pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang makin menghebat
atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda adanya sumbatan jalan
nafas. Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila terdapat kelainan
pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma, laserasi, atau parese pita suara.
Emfisema subkutis terjadi bila ada robekan mukosa laring atau trakea, atau
fraktur tulang-tulang laring hingga mengakibatkan udara pernafasan akan keluar
dan masuk ke jaringan subkutis di leher. Emfisema leher dapat meluas sampai ke
daerah muka, dada, dan abdomen, dan pada perabaan terasa sebagai krepitasi
kulit. 10

Hemoptisis terjadi akibat laserasi mukosa jalan nafas dan bila jumlahnya
banyak dapat menyumbat jalan nafas. Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka
tusuk, luka sayat, luka tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (kesulitan menelan)
juga dapat timbul akibat trauma laring.10
27

Patofisiologi

Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plia


ariepiglotika dan plika ventrikularis, oleh karena jaringan submukosa di daerah ini
mudah membengkak. Selain itu mukosa faring dan laring mudah robek, yang akan
diikuti dengan terbentuknya emfisema subkutis. Infeksi sekunder melalui robekan
ini dapat menyebabkan selulitis, abses, atau fistel.10

Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan


dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma, nekrosis
tulang rawan, dan perikondritis.10

Robekan mukosa yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi
sekunder, dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan
akhirnya stenosis.10

Boies (1968) membagi trauma laring dan trakea berdasarkan beratnya


kerusakan yang timbul, dalam 3 golongan:

1. Trauma dengan kelainan mukosa saja, berupa edema, hematoma, emfisema


submukosa, luka tusuk atau sayat tanpa kerusakan tulang rawan.

2. Trauma yang dapat mengakibatkan tulang rawan hancur (crushing injuries).

3. Trauma yang mengakibatkan sebagian jaringan hilang.10

Pembagian golongan trauma ini erat hubungannya dengan prognosis


fungsi primer laring dan trakea, yaitu sebagai saluran nafas yang adekuat.10

Pembagian golongan trauma ini erat hubungannya dengan prognosis


fungsi primer laring dan trakea, yaitu sebagai saluran nafas yang adekuat.10

Trauma Inhalasi

Inhalasi uap yang sangat panas, gas atau asap yang berbahaya akan
cenderung mencederai laring dan trakea servikal dan jarang merusak saluran
napas bawah. Daerah yang terkena akan menjadi nekrosis, membentuk jaringan
parut yang menyebabkan defek stenosis pada daerah yang terkena.10
28

Trauma Intubasi

Trauma akibat intubasi bisa disebabkan karena trauma langsung saat


pemasangan atau pun karena balon yang menekan mukosa terlalu lama sehingga
menjadi nekrosis. Trauma sekunder akibat intubasi umumnya karena inflasi balon
yang berlebihan walaupun menggunakan cuff volume besar bertekanan rendah.
Trauma yang disebabkan oleh cuff ini terjadi pada kira-kira setengah dari pasien
yang mengalami trauma saat trakeostomi. Trauma intubasi paling sering
menyebabkan sikatrik kronik dengan stenosis, juga dapat menimbulkan fistula
trakeoesofageal, erosi trakea oleh pipa trakeostomi, fistula trakea-arteri
inominata, dan ruptur bronkial. Jumlah pasien yang mengalami trauma laringeal
akibat intubasi sebenarnya masih belum jelas, namun sebuah studi prospektif oleh
Kambic dan Radsel melaporkan kira-kira 0.1 % pasien.10

Penggunaan pipa endotrakea dengan cuff yang bertekanan tinggi


merupakan etiologi yang paling sering terjadi pada intubasi endotrakea.
Penggunaan cuff dengan volume tinggi tekanan rendah telah menurunkan insiden
stenosis trakea pada tipe trauma ini, namun trauma intubasi ini masih tetap terjadi
dan menjadi indikasi untuk reseksi trakea dan rekonstruksi. Selain faktor diatas
ada beberapa faktor resiko yang mempermudah terjadinya laserasi atau trauma
intubasi.10
29

Tabel Faktor resiko terjadinya trauma intubasi

Faktor resiko yang pasti Faktor resiko yang masih Dugaan, belum terbukti
mungkin
sebagai faktor resiko
Wanita Penggunaan Trakeostomi perkutan
kortikosteroid
Usia > 50 tahun
Perawakan pendek
Trakeomalacia
Tube dengan lumen
Obesitas.
ganda Posisi yang salah dari
tube
Pengembangan balon /
cuff berlebihan Kondisi medis yang
buruk

Kesalahan penggunaan
mandrain

Batuk yang terlalu keras


dan berlebihan

Trauma Tumpul

Trauma tumpul pada saluran nafas bagian atas dan dada paling sering
disebabkan oleh hantaman langsung, trauma akibat fleksi/ekstensi hebat, atau
trauma benturan pada dada. Hiperekstensi mengakibatkan traksi laringotrakea
yang kemudian membentur kemudi, handle bars atau dash board. Trauma tumpul
lebih sering disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dimana korban
terhimpit di antara jok mobil dan setir atau dikeluarkan darikendaraan dan
terhimpit di antara kepingan kendaraan yang mengalami kecelakaan.10

Kirsk dan Orringer serta beberapa penulis lain menyatakan bahwa trauma
langsung pada leher bagian depan dapat mengakibatkan rusaknya cincin trakea
maupun laring. Berkowitz melaporkan trauma tumpul langsung pada daerah leher
dapat menyebabkan ruptur trakea pars membranosa. Hal ini terjadi akibat tekanan
intraluminer yang mendadak tinggi pada posisi glotis yang tertutup akan
menyobek bagian trakea yang terlemah (trakea pars membranosa).
30

Mekanisme lain yang cukup berperan adalah trauma tumpul akan menekan
kartilago trakea yang berbentuk U ke tulang vertebrae, hal ini menjelaskan kenapa
laserasi yang terjadi cenderung sesuai level dari trumanya.10

Trauma tumpul laringotrakea pada anak jarang dijumpai dan bila dijumpai
biasanya jarang menimbulkan kerusakan/fraktur kartilago, kecuali trauma yang
didapat cukup keras. Hal tersebut disebabkan karena rawan pada laringotrakea
anak-anak masih sangat elastis dibandingkan dengan orang dewasa. Namun
kerusakan jaringan lunak (edema dan hematom) yang terjadi pada anak-anak
dengan trauma tumpul laringotrakea jauh lebih hebat dibanding pada dewasa, hal
ini disebabkan karena struktur fibroa yang jarang dan lemahnya perlekatan
jaringan submukosa dengan perikondrium.10

Penyebab yang lain adalah trauma tak langsung akibat akselerasi-


deselerasi. Pada trauma akselerasi-deselerasi dengan posisi glotis menutup juga
akan mengakibatkan tekanan intraluminer yang meninggi sehingga dapat
menyebabkan robekan pada bagian membran trakea.16Robekan ini terjadi akibat
diameter transversal yang bertambah secara mendadak. Dapat juga terjadi akibat
robekan diantara cincin trakea dari os krikoid sampai karina akibat tarikan paru
yang mendadak.10

Pada trauma tumpul dan tembak semua kerusakan berbentuk stelata,


seperti dikatakan oleh Boyd dkk., bahwa trauma tembak akan mengakibatkan
kerusakan yang besar karena energi kinetik yang disebabkan oleh peluru.
Demikian juga halnya dengan trauma tumpul. Energi yang diterima permukaan
tubuh akan dihantarkan ke sekitarnya sehingga dapat merusak jaringan sekitarnya.
Berbeda dengan trauma tajam, permukaan tubuh yang menerima energi lebih
kecil. Selain itu energi yang diterima hanya diteruskan ke satu arah saja.10

Mekanisme cedera laringotrakea akibat trauma tumpul dapat disimpulkan


menjadi empat yaitu: penurunan diameter anteroposterior rongga thoraks,
deselerasi yang cepat, peningkatan mendadak tekanan intraluminal laringotrakea
pada glotis yang tertutup dan trauma benturan langsung.10
31

Trauma Tajam

Trauma laringotrakea sering juga disebabkan karena trauma tajam (5-15%)


yang paling banyak akibat perkelahian di tempat rawan kejahatan. Senjata yang
dipakai adalah belati, pisau clurit, pisau lipat, golok maupun senjata berpeluru.
Angka kejadian trauma tajam semakin meningkat dan penyebab utamanya relatif
lebih banyak oleh trauma tembus peluru dibanding trauma tusuk. Crowded urban
menurut beberapa penulis memang merupakan penyumbang terbanyak pada
trauma laringotrakea selain jalan bebas hambatan.1 Para penulis menyimpulkan
bahwa trauma tembus tajam dan trauma tembus tembak cenderung semakin
meningkat terutama karena kejahatan.10

Meskipun trauma tembus dapat mengenai bagian manapun dari saluran


nafas, trakea merupakan struktur yang paling sering mengalami trauma akibat
luka tusukan. Laring yang mengalami trauma kira-kira pada sepertiga saluran
nafas bagian atas, dan sisa dua pertiga bagian lagi adalah trakea pars servikalis.
Kematian pasien dengan trauma tembus saluran nafas ini biasanya disebabkan
oleh trauma vaskular dan jarang akibat trauma saluran nafas itu sendiri.10

Penyebab Lain

Penyebab lain trauma laringotrakea adalah tentament suicide pada pasien


dengan gangguan kejiwaan atau pada pasien dengan stress berat. Selain penyebab
di atas, pernah dilaporkan adanya trauma laringotrakea akibat : iatrogenik
injuries (mediastinoskopi, transtracheal oxygen therapy, mechanical ventilation),
pisau cukur, strangulasi, electrical injury, luka bakar, dan caustic injury.10

Patologi pada saluran nafas atas

Cairan edema dapat cepat terkumpul di submukosa supraglotis dan


subglotis. Pembengkakan daerah endolaring subglotis cenderung melingkar
sehingga akan menimbulkan obstruksi saluran napas. Masuknya udara ke dalam
ruang submukosa akan lebih mengurangi diameter laring dan trakea. Udara di
dalam jaringan lunak (emfisema) akan menyebabkan emfisema epiglotis dan
penyempitan saluran napas supraglotis.10

Edema submukosa dan pembentukan hematom terjadi dalam beberapa jam


setelah trauma. Oleh karena itu tidak mungkin obstruksi jalan napas baru terjadi
setelah 6 jam pasca trauma. Banyak faktor yang mempengaruhi tipe / jenis cedera
32

yang terjadi pada saluran napas seperti arah dan kekuatan gaya, posisi leher, umur,
konsistensi kartilago laringotrakea dan jaringan lunaknya. Cedera yang terjadi
dapat berupa kontusio laringotrakea, edema, hematom, avulsi, fraktur dan
dislokasi kartilago tiroid, krikoid serta trakea.10

Diagnosis

Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher setinggi
laring, misalnya oleh pisau, clurit, dan peluru. Kadang-kadang pasien dengan luka
terbuka pada laring meninggal sebelum mendapat pertolongan, oleh karena
terjadinya asfiksia. Diagnosis luka terbuka di laring dapat ditegakkan dengan
adanya gelembung-gelembung udara pada daerah luka, oleh karena udara yang
keluar dari trakea.

Berbeda dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih
sulit. Diagnosis ini penting untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah perlu
segera dilakukan eksplorasi atau cukup dengan pengobatan konservatif dan
observasi saja. Kebanyakan pasien trauma laring juga mengalami trauma pada
kepala dan dada, sehingga pasien biasanya dirawat di ruang perawatan intensif
dalam keadaan tidak sadar dan sesak nafas.10

Gejalanya tergantung pada berat ringannya trauma. Pada trauma ringan


gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan, batuk, atau bicara. Di samping
itu mungkin terdapat suara parau, tetapi belum terdapat sesak nafas. Pada trauma
berat dapat terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa laring,
sehingga menyebabkan gejala sumbatan jalan nafas (stridor dan dispnea), disfonia
atau afonia, hemoptisis, hematemesis, disfagia, odinofagia serta emfisema yang
ditemukan di daerah muka, dada, leher, dan mediastinum.10

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan luka terbagi atas luka terbuka dan luka tertutup.

Luka terbuka

Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama ditujukan pada


perbaikan saluran nafas dan mencegah aspirasi darah ke paru. Tindakan segera
yang harus dilakukan adalah trakeotomi dengan menggunakan kanul trakea yang
memakai balon, sehingga tidak terjadi aspirasi darah. Setelah trakeostomi barulah
dilakukan eksplorasi untuk mencari dan mengikat pembuluh darah yang cedera
33

serta menjahit mukosa dan tulang rawan yang robek. Untuk mencegah infeksi dan
tetanus dapat diberikan antibiotika dan serum anti-tetanus.10

Luka tertutup (closed injury)

Tindakan trakeostomi untuk mengatasi sumbatan jalan nafas tanpa


memikirkan penatalaksanaan selanjutnya akan menimbulkan masalah di
kemudian hari, yaitu kesukaran dekanulasi. Olson berpendapat bahwa eksplorasi
harus dilakukan dalam waktu paling lama 1 minggu setelah trauma. Eksplorasi
yang dilakukan setelah lewat seminggu akan memberikan hasil yang kurang baik
dan menimbulkan komplikasi di kemudian hari.10

Keputusan untuk menentukan sikap, apakah akan melakukan eksplorasi


atau konservatif, tergantung pada hasil pemeriksaan laringoskopi langsung atau
tidak langsung, foto jaringan lunak leher, foto toraks, dan CT scan. Pada
umumnya pengobatan konservatif dengan istirahat suara, humidifikasi dan
pemberian kortikosteroid diberikan pada keadaan mukosa laring yang edem,
hematoma, atau laserasi ringan, tanpa adanya gejala sumbatan laring.

Indikasi untuk melakukan eksplorasi adalah :

1. Sumbatan jalan nafas yang memerlukan trakeostomi.

2. Emfisema subkutis yang progresif.

3. Laserasi mukosa yang luas.

4. Tulang rawan krikoid yang terbuka.

5. Paralisis bilateral pita suara.

Eksplorasi laring dapat dicapai dengan membuat insisi kulit horizontal.


Tujuannya ialah untuk melakukan reposisi pada tulang rawan atau sendi yang
mengalami fraktur atau dislokasi, menjahit mukosa yang robek dan menutup
tulang rawan yang terbuka dengan gelambir (flap) atau tandur alih (graft) kulit.
Untuk menyanggah lumen laring dapat digunakan stent atau mold dari silastik,
porteks atau silicon, yang dipertahankan selama 4 atau 6 minggu.10
34

Komplikasi

Komplikasi trauma laring daapat terjadi apabila penatalaksanaanya kurang tepat


dan cepat. Komplokasi yang dapat timbul antara lain :

1. Terbebtuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring.


2. Paralisis nervus rekuren.
3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan parut dan
stenosis laring dan trakea. Dan komplikasi yang dapat terjadi pada luka
terbuka adalah aspirasi darah, paralisis pita suara, dan stenosis laring.10

Tumor Laring
Tumor Jinak Laring
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, hanya kurang lebih 5 % dari semua
jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat berupa :

1. Papiloma laring (terbanyak frekuensi)


2. Adenoma
3. Kondroma
4. Mioblastoma sel granuler
5. Hemangioma
6. Lipoma
7. Neurofibroma

Papiloma Laring

Tumor ini dapat digolongkan dalam 2 jenis :

1. Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk


multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa.
2. Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami
resolusi dan merupakan prekanker.
35

Bentuk Juvenil

Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah
subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid.10

Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei berwarna putih kelabu


dan kadang-kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan kalau
dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol dari tumor ini
adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi pengangkatan harus
dilakukan berulang-ulang.10

Gejala
Gejala papiloma laring yang utama ialah suara parau. Kadang-kadang
terdapat pula batuk. Apabila papiloma telah menutup rima glotis maka timbul
sesak nafas dengan stridor.10

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laring langsung
2. Biopsi
3. Pemeriksaan patologi anatomi.

Terapi
a) Ekstirpasi papiloma dengan bedah mikro atau dengan sinar laser. Oleh
karena sering tumbuh lagi, maka tindakan ini diulangi berkali-kali.
Kadang-kadang dalam seminggu sudah tampak papiloma yang tumbuh
lagi.
b) Terapi terhadap penyebabnya belum memuaskan, karena sampai sekarang
etiologinya belum diketahui dengan pasti.
c) Untuk terapinya diberikan juga vaksin daari massa tumor, obat anti virus,
hormon, kalsium, atau ID methionin (essential aminoacid).
Tidak dianjurkan memberikan radioterapi oleh karena papiloma dapat
berubah menjadi ganas. Penyebabnya ialah virus, tetapi pada pemeriksaan
dengan mikroskop elektron inclusion body tidak ditemukan.10
36

Tumor Ganas Laring


Keganasan dilaring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih
merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi.
Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi
belumlah lengkap.10

Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan| pasti. Dikatakan
oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok
orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemiologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
terjadinya karsinoma laring yang kuat ialah rokok, alkohol dan terpapar oleh
sinar radioaktif.10

Pengumpulan data yang dilakukan di RSCM menunjukkan bahwa


karsinoma laring jarang ditemukan pada orang yang tidak merokok,
sedangkan resiko untuk mendapatkan karsinoma laring naik, sesuai dengan
kenaikan jumlah rokok yang dihisap.

Yang terpenting pada penanggulangan karsinoma laring adalah


diagnosis dini dan pengobatan atau tindakan yang tepat dan kuratif, karena
tumornya masih terisolasi dan dapat diangkat secara radikal. Tujuan utama
ialah mengeluarkan bagian laring yang terkena tumor dengan memperhatikan
fungsi respirasi, fonasi serta fungsi sfingter laring. 10

Klasifikasi letak tumor


Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai daari tepi atas epislotis
sampai batas bawah glotis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.
Tumor glotik mengenaai pita suara asli. Batas inferior glotik adalah 10 mm di
bawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot-otot
intrinsik pita suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu
tumor glotik dapat mengenai 1 aatau ke dua pitaaa suara, dapat meluas ke sub
glotik sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior
ataau prossesus vokalis kartilago aritenoid.
37

Tumor sub glotik tumbuh lebih dari 10 mm di bawah tepi bebas pita
suara asli sampai batas inferior krikoid. Tumor ganas transglotik adalah tumor
yang menyebrangi ventrikel mengenai pita suara asli dan pita suara palsu,
atau meluas ke subglotik lebih dari 10 mm.10

Gejala
1. Serak

Serak adalah gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala paling dini
tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi
laring. Kualitas nada sangaat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar
pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suaara. Pada tumor
ganas laring, pita suara gagal befungsi secara baik disebabkan oleh ketidak
teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya
otot-otot vokalis, sendi dan ligamen rikoaritenoid, dan kadang-kadang
menyerang syaraf. Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak
maupun getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas
suara menjadi kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari
biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas atau
paralisis komplit.10
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan
gejala dini dan mnetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring,
di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita suara serak
akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat
merupakan gjala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,
gejala pertama tidak khas dan subjektif seperti perasaan tidak nyaman,
rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofarig jarang
menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri
menimbulkan suara bergumun (hot potato voice).10
38

2. Dispneu dan stridor.


Gejala ini merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan nafas
dan dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh
gangguan jalan nafas oleh massaa tumor, penumpukkan kotoran atau
sekret,maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau
transglotik terdapat dua gejala tersebut. Sumbatan dapat terjaadi secara
perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya dispneu
dan stridor adalah tanda dan prognosis kurang baik.

3. Nyeri tenggorok.
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang
tajam.

4. Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring dan
sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling sering pada
tumior ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan (odinofagi)
menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai struktur ekstra
laring.10
5. Batuk dan hemoptisis.
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul dengan
tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam laring.
Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan supraglotik.

6. Gejala lain berupa nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk


hemoptisis dan penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke
luar jaringan atau metastase lebih jauh.

7. Pembesaran kelenjar getah bening leher dipertimbangkan sebagai


metastasis tumor ganas yang menunjukkan tumor pada stadium lanjut.

8. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh komplikasi
supurasi tumor yang menyerang kaartilago tiroid dan perikondrium.10
39

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.

Pemeriksaan laring dapat dilakukan dengan cara tidak langsung


menggunakan kaca laring atau langsung dengan mengguinakkn laringoskop.
Pemeriksssaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium
darah, juga pemeriksaan radiologik. Foto thorak diperlukan untuk menilai
keadaan paru, ada tidaknya proses spesifik dan metastasis di paru. CT Scan
laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid adan
daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.

Diagnosis paasti ditegakkan dengan pemeriksaan patologik anatomik


dari bahan biopsi laring, dan biopsi jarum halus pada pembesaran kelenjar
getah bening di leher. Hasil atologi anatomik yang terbanyak adalah
karsinoma sel skuamosa. 10

Tumor primer

Supraglotis
Tis Karsinoma insitu

T1 Tumor terdapat pada satu sisi suara/pita suara palsu (gerakan masih
baik).

T2 Tumor sudah menjalar ke 1 dan 2 sisi daaerah supra glotis dan


glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).
T3 Tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke
daerah krikoid bagian belakang, dinding medial daari sinus
piriformis, dan arah ke rongga pre epiglotis.

T4 Tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring jaringan


lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.10
40

Glotis
Tis Karsinoma insitu.

T1 Tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik, atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior
atau posterior.
T2 Tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara masih
dapat bergerak atau sudah terfiksir (impaired mobility).
T3 Tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.

T4 Tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau


sudah keluar dari laring.10

Subglotis
Tis karsinoma insitu

T1 Tumor terbatas pada daerah subglotis.

T2 Tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksir.

T3 Tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksir.

T4 Tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan


keluar laring atau kedua-duanya.

Penjalaran ke kelenjar limfa (N)

Nx Kelenjaar limfa tidak teraba

N0 Secara klinis kelenjar tidak teraba

N1 Secara klinis teraba satu kelenjar limfa dengan ukuran diameter 3


cm homolateral.
N2 Teraba kelenjar limfa tunggal, ipsilateral dengan ukuran diameter 3
- 6 cm.
41

N2a Satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter labih dari3 cm tapi tiak
lebih daari 6 cm.

N2b Multipel kelenjar limfa ipsilateral, diameter tidak lebih dari 6 cm.

N2c Metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak lebih dari 6


cm.

N3 Metastasis kelenjar limfa lebih dari 6 cm.

Metastasis jauh (m)


Mx Tidak terdapat/terdeteksi.

M0 Tidak ada metastasis jauh.

M1 Terdapat metastasis jauh.

Staging (stadium)

ST1 T1 N0 M0

STII T2 N0 M0

STIII T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0

STIV T4 N0/N1 M0

T1/T2/T3/T4 N2/N3

T1/T2?T3/T4 N1/N2/N3 M3

Penanggulangan
Setelah diagnosis dan stadium tumor ditegakkan , maka ditentukan
tindakan yang akan diambil sebagai penenggulangannya.

Ada 3 cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan,


radiasi, obat sitostatiska ataupun kombinasi daripadanya, tergantung pada
stadium penyakit dan keadaan umum pasien.
42

Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan


radiasi, staium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4 dilakukan
operasi dengan rekontruksi, bila masih memungkinkan atau dikirim untuk
radiasi.

Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial,


tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher
radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfaa leher. Di bagian THT
RSCM tersering dilakukan laringektomi totalis, karena beberapa
pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan, karena tehnik
sulit umtuk menentukan batas tumor.

Pemakaian sitostatiska belum memuaskan, biasanya jadwal pemberian


sitostatiska tidak sampai selesai karena keadaan umum memburuk, disamping
harga obat yang relatif mahal sehingga tidak terjangkau oleh pasien.

Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai prognosis


yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aerodigestivus, bila
dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.

Papiloma Laring

Definisi
Papiloma laring adalah neoplasma jinak yang biasanya tumbuh pada
pita suara bagian anterior atau daerah subglotik, dapat pula tumbuh di plika
ventrikularis atau aritenoid.

Etiologi
Etiologi papoiloma laring hingga kini belum diketahui secara pasti,
tetapi dari penelitian diduga bahwa virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe 6
dan 11 berperan terhadap terjadinya papiloma laring. Diduga adanya hubungan
antar infeksi HPV genital pada ibu hamil dan papiloma laring pada anak, hal ini
dibuktikan dengan adanya virus HPV tipe 6 dan 11 pada kondiloma genital,
walaupun penemuan diatas menunjukan peran infeksi virus pada papiloma laring.
Tetapi ada fakor lain yang berperan, mengingat papiloma ini dapat menghilang di
saat pubertas.10
43

Teori lainnya yang dikemukakan adalah teori faktor hormonal dan


beberapa faktor penyebab papiloma laring yaitu sosial ekonomi rendah dan
hygene yang buruk. Infeksi saluran nafas kronik dan kelainan imunologis.
Papiloma laring dapat tergantung pada hormon, dimana akan beregresi
saat hamil atau pada pubertas, jika menetap hingga dewasa, cenderung kurang
agresif dan lebih lambat kambuh.
Perubahan menjadi ganas tanpa radiasi adalah jarang dan biasanya
terjadi pada pasien tua dengan riwayat merokok dan papiloma yang lama.

Patofisiologi
Dari 20 tipe HPV, tipe 6, 11 diduga sebagai penyebab papilloma
laring. Cara penyebaran yang pasti dari HPV sampai saat ini belum jelas. Pada
tipe juvenil diduga transmisi pada saat peripartum dari seorang ibu yang terinfeksi
“genital warts”. Pada orang dewasa, cara transmisi virus dengan cara kontak
seksual, 10% dari lelaki dan perempuan yang berada masa ‘’sexual active” dengan
dan tanpa gejala klinik, dijumpai adanya infeksi laten HPV pada penis dan
serviks.

Klasifikasi
Tumor ini dapat digolongkan dalam dua jenis:
1) Papiloma laring juvenil, ditemukan pada anak, biasanya berbentuk
multipel dan mengalami regresi pada waktu dewasa.
2) Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami
resolusi dan merupakan prekanker.10

Papiloma Laring Juvenilis (Multiple Papiloma)


Epidemiologi
Tumor ini merupakan tumor jinak laring yang paling sering pada anak –
anak. Kejadiannya 80% pada usia dibawah 7 tahun tetapi bisa juga dijumpai pada
bayi. Resiko perkembangan dari papiloma laring pada anak yang ibunya terinfeksi
HPV 1 diantara 50 dan 1 diantara 1500 ; 50 % akan terlihat pada anak umur 5
tahun. Tumor yang berkembang pada saat bayi atau anak – anak sifatnya lebih
agresif. Biasanya papiloma tampak dalam beberapa tahun tahun pertama
kehidupan dan beberapa telah dilaporkan beregresi spontan. Papiloma juvenilis
dapat juga dijumpai pada wanita. Papiloma dianggap disebabkan oleh virus, suatu
teori yang disokong oleh observasi bahwa tampak ada peningkatan insiden
papiloma pada bayi yang dilahirkan ibu yang menderita kondiloma akuminata.
44

Papiloma tampak sebagai pertumbuhan seperti kutil tunggal dan bisa terletak di
tempat manapun dalam laring. Tumor ini tetapi menyebabkan kerusakan laring.
Etiologi
Disebabkan oleh DNA virus dari group Pavopa Virus, yaitu human papiloma
virus dan bisa terjadi bersamaan dengan kondiloma pada ibu, kutil pada kulit.
Lokasi
Tumor ini dapat tumbuh pada pita suara bagian anterior atau daerah
subglotik. Dapat pula tumbuh di plika ventrikularis atau aritenoid. Kadang –
kadang dapat dijumpai juga epiglotis, trakea dan bronkus.
Diagnosis
a. Diagnosis berdasarkan gejala klinis
Gejala papiloma laring yang utama adalah suara serak, kadang – kadang terdapat
pula batuk. Apabila papiloma menutup rima glotis maka timbul sesak nafas
dengan stridor dan obstruksi saluran pernafasan atas. Karena itu, observasi serak
yang menetap pada bayi atau anak – anak memerlukan pemeriksaan laring.
Gejala yang pertama kali muncul pada anak – anak: afonia (weak cry).10
b. Laringoskopi direk
Di indikasikan untuk menegakkan diagnosa pada anak – anak dengan suara serak
dan tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan umum atau fiberoskop fleksible.
c. Laringoskopi indirek
Laringoskopi indirek terlihat pertumbuhan kutil yang multipel pada semua bagian
laring, pita suara dan plika ventrikularis, penyumbatan jalan nafas laring dengan
derajat yang berbeda.
d. Biopsi serta pemeriksaan patologik anatomi.
Secara makroskopik bentuknya seperti buah murbei, berwarna putih
kelabu dan kadang – kadang kemerahan. Jaringan tumor ini sangat rapuh dan
kadang – kadang dipotong tidak menyebabkan perdarahan. Sifat yang menonjol
dari tumor ini adalah sering tumbuh lagi setelah diangkat, sehingga operasi
pengangkatan harus dilakukan berulang – ulang. Secara histologi seringsquamous
cell carcinoma. Tumor ini cenderung untuk kambuh dan bisa berubah
menjadi keganasan.10
45

Pengobatan
Berbagai macam pengobatan telah tersedia yaitu:
1. Microlaryngeal excission dari tumor : berulang
2. Laser: Carbondioxide laser in direct Microlaryngoskopy
Keuntungan penggunaan pembedahan dengan mengunakan laser:
a. Memungkinkan kita untuk mengankat tumor jinak atau ganas laring
dengan hati – hati, tanpa menimbulkan kerusakan pada fungsinya.
b. Operasi lebih cepat dengan konsekwensi yang minimal dari trauma akibat
operasi
c. Dapat mengurangi penderitaan pasien dengan lebih sebentar berada di
rumah sakit sehingga biaya yang dipergunakan lebih sedikit.
d. Tidak menimbulkan perdarahan.10

3. Berikut pengertian dan edukasi dari penyakit

Definisi

Nodul pita suara adalah pembengkakan pita suara bilateral dengan ukuran
bervariasi yang ditemukan pada bagian tengah membran pita suara. Nodul ini
memiliki karakteristik berupa penebalan epitel dengan tingkatan reaksi infl amasi
berbeda pada lapisan superfi sial lamina propia. Kelainan ini sering juga disebut
dengan “singer’s nodes”, “screamer’s nodes” atau “teacher’s nodes”. Pita suara
dalam potongan koronal dibagi menjadi: cover, transition, dan body. Bagian cover
terdiri dari epitel berlapis gepeng dan lapisan superfi sial lamina propia, yang
sering disebut sebagai Reinke’s space. Bagian transition adalah ligamen vokal
yang dibentuk oleh lapisan tengah dan lapisan dalam lamina propria yang
mengandung banyak serat elastin dan kolagen. Sedangkan bagian body
merupakan lapisan dalam lamina propia yang bergabung dengan dasar otot
vokalis. Pada nodul pita suara, terjadi peningkatan massa dan kekakuan pada
bagian cover.
46

Etiologi

Nodul pita suara umumnya terjadi karena penyalahgunaan suara (vocal


abuse). Pada awalnya terdapat edema dan vasodilatasi (diatesis prenodular) pada
pita suara, sehingga menyebabkan penambahan massa namun tidak terlalu
memengaruhi ketegangan pita suara. Vocal abuse menjelaskan perlakuan suara
(vocal behaviour) yang berhubungan dengan kualitas suara normal yang
seringkali menyebabkan abnormalitas pita suara dan menghasilkan disfonia Vocal
abuse bercirikan suara yang berangsurangsur menurun, terutama disebabkan oleh:

1. Latihan suara yang berlebihan

2. Menghabiskan banyak waktu bekerja di studio

3. Bernyanyi terlalu keras

Bernyanyi di luar kapasitas suara sang penyanyi. Berteriak atau berbicara


di area dengan suasana berisik (misalnya: restoran atau lapangan terbang) juga
dapat menjadi salah satu penyebab. Nodul pita suara dapat juga disebabkan oleh
infeksi, alergi, dan refluks. Kebiasaan merokok dinyatakan sebagai faktor
tambahan.

Patofisiologi dan Patologi

Bagian pita suara yang berperan dalam vibrasi hanya 2/3 anterior (bagian
membranosa), karena kartilago aritenoidea terdapat pada 1/3 posterior bukaan
glotis (glottic aperture). Vibrasi yang berkepanjangan atau terlalu dipaksakan
dapat menyebabkan kongesti vaskular setempat dengan edema bagian tengah
membranosa pita suara, tempat kontak tekanan paling besar. Akumulasi cairan
pada submukosa akibat vocal abuse menyebabkan pembengkakan submukosa
(terkadang disebut insipien atau nodul awal). Voice abuse yang lama dapat
mengakibatkan hialinisasi Reinke’s space dan penebalan epitelium dasar.
Perubahan massa mukosa mengurangi kemampuan ketegangan pita suara dan
penutupan glotis yang tidak sempurna.10
47

Temuan klinis

Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita nodul pita suara:

1. Suara terdengar kasar, serak dan pecah

2. Menghilangnya kemampuan bernyanyi nada tinggi dengan halus

3. Menurunnya kemampuan modulasi suara

4. Meningkatnya pengeluaran udara saat berbicara (breathiness) dan suara parau

5. Pada saat bernyanyi terasa seperti memaksa

6. Pemanasan suara yang lebih lama

7. Peningkatan tegangan otot leher dan masalah tenggorokan.

Penatalaksanaan

Terapi Medis

Penanganan berfokus pada lubrikasi laring yang baik melalui hidrasi dan
mengobati penyebab lain seperti alergi dan refluks asam lambung (GERD).
Hidrasi yang adekuat dapat membantu mukosa pita suara menahan kekuatan dan
tenaga paksaan getaran.10

Behavioral Voice Therapy (Terapi Wicara) Terapi behavioral ini


diberikan pada sebagian besar nodul pita suara karena behavior dan pada pasien
yang mengalami gangguan suara karena infeksi saluran pernapasan atas. Terapi
ini sebaiknya menjadi pengobatan lini pertama, terutama pada anak dan dewasa.
Dokumentasi foto nodul di klinik suara (voice clinic) dapat digunakan untuk
menilai kemajuan pengobatan dan kepatuhan pasien selama terapi wicara. Sesi
terapi dilakukan oleh ahli terapi wicara pada pasien dengan kelainan mukosa pita
suara jinak, seperti nodul pita suara, yang sering disebabkan penggunaan vokal
yang berlebihan. Nodul ini diharapkan dapat menghilang, mengecil atau
setidaknya stabil dalam regimen peningkatan vocal hygiene dan produksi suara
yang optimal. Terapi dinyatakan berhasil jika pasien mencapai suara yang dalam
48

dan berat (husky voice) tanpa episode suara serak yang parah atau afonia
sebelumnya dan resolusi limitasi suara secara komplit. Operasi dapat menjadi
pilihan saat nodul belum menghilang sepenuhnya, pasien mengalami gejala
residual, dan limitasi vokal yang tidak dapat diterima oleh pasien. Terapi wicara
juga dapat memaksimalkan hasil operasi dengan mengurangi risiko rekurensi
pascaoperasi.6 Selama evaluasi, ahli terapi wicara mengumpulkan informasi
kebiasaan pasien yang mempengaruhi perubahan suara serta membuat program
untuk mengeliminasi kebiasaan tersebut. Ahli terapi wicara memberikan contoh
deretan kata-kata dan nyanyian vokal sebagai pertimbangan persepsi auditori
dalam menentukan tipe dan derajat kerusakan serta efi siensi produksi suara untuk
berbicara dan bernyanyi.

Ahli terapi wicara juga membantu pasien mengoptimalkan intensitas


suara, pitch, karakter resonansi, kualitas suara, postur vocal tract, dan respiratory
support untuk produksi suara. Beberapa klinisi atau teknisi suara
mendokumentasikan beberapa aspek keluaran vocal tract, dengan menggunakan
analisis akustik, pengukuran kekuatan pernapasan dengan spirometri, pengukuran
frekuensi dan tingkat kekerasan, translaryngeal airfl ow rates, dan pengukuran
lainnya untuk kondisi tertentu. Ahli terapi wicara dapat menggunakan alat-alat ini
sebagai umpan balik (misalnya, menggunakan visual electronic frequency readout
untuk memodifi kasi pitch dalam berbicara, pada pasien yang tidak mengenal
nada (tone-deaf). terapi suara (voice therapy) merupakan salah satu bentuk terapi
wicara untuk menangani gangguan suara. Dalam terapi suara secara langsung
terdapat 2 tipe yang berkaitan secara spesifi k, yakni recovery (penyembuhan) dan
training (latihan). 10

Prosedur recovery dilakukan untuk keperluan penyembuhan serta


mengembalikan struktur menjadi normal. Prosedur ini berdasarkan prinsip apabila
penyalahgunaan suara dihentikan maka organ vokal dapat kembali berfungsi baik.
Untuk mencapai tujuan ini beberapa rekomendasi umum adalah keheningan total
selama satu sampai dua minggu (atau bahkan lebih) dengan tidak berbisik, tidak
bernyanyi, berbicara hanya apabila sangat diperlukan, pengurangan intensitas
vokal, limitasi latihan fisik dan aktifitas, dan hindari batuk serta berdeham.
49

Prosedur recovery dapat memperbaiki kondisi laring, tetapi kembalinya kebiasaan


lama penggunaan suara dapat menyebabkan kekambuhan. Keberhasilan terapi
didukung dengan periode latihan yang memodifi kasi kebiasaan lama dan
menggantikannya dengan penggunaan suara yang efisien. Setelah mempelajari
beberapa kelemahan suara pasien secara spesifi k, pasien tersebut didorong untuk
mencoba memodifi kasi produksi suara dan mengontrol pengeluaran suara. Pada
pasien dengan kebiasaan vocal abuse, dapat ditemukan ketegangan otot-otot
laring. Apabila ketegangan ini dapat dikontrol maka terapi suara dapat mengalami
kemajuan.

Fokus latihan vokal adalah penggunaan suara lembut. Dalam sesi latihan
5-10 menit, dilakukan latihan menyanyikan sebuah huruf vokal secara lembut
dalam pitch yang bervariasi serta membacakan secara lantang sebuah cerita
pendek dari majalah atau sumber lainnya. Jika pembacaan lantang tersebut
ternyata memaksakan suara, latihan ini ditunda. Latihan vokal membutuhkan
konsisten dan kesabaran. Sering pasien merasa jenuh jika tidak ada perkembangan
setelah menjalani latihan 3 bulan atau lebih; mungkin dibutuhkan waktu 6 bulan
untuk mendapatkan kebiasaan vokal yang baru. Oleh sebab itu, hal paling penting
dalam terapi suara ini adalah motivasi pasien. Terapi perilaku terkadang tidak
berhasil memberikan perubahan berarti pada nodul lama walaupun dilakukan oleh
ahli terapi wicara dengan keahlian tinggi. Korelasi antara perbaikan gejala,
berkurangnya limitasi vokal dan perbaikan pada pemeriksaan visual masih belum
pasti. Penilaian vokal saat bernyanyi secara umum dapat membantu menentukan
indikasi operasi.

Terapi Operatif

Pengangkatan nodul dengan cara operasi menjadi pilihan jika nodul


tersebut menetap meskipun sudah mengecil dan pasien merasakan suaranya tetap
tidak membaik setelah terapi yang adekuat (umumnya minimum 3 bulan).
Beberapa penulis memilih menggunakan teknik microdissection. Vocal fold
stripping tidak termasuk dalam operasi nodul. Lama istirahat pita suara yang
diperlukan setelah operasi masih kontroversial. Biasanya pasien diminta
beristirahat berbicara selama 4 hari.10
50

Konseling & Edukasi


Memberitahu pasien dan keluarga untuk:
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan
olahraga teratur.
b. Menghentikan merokok.
c. Mengistirahatkan pasien berbicara dan bersuara atau tidak bersuara
berlebihan.
d. Menghindari makanan yang mengiritasi seperti makanan pedas dan minum
es
e. Perbanyak minum air mineral
f. Menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk10
51

DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrahman MH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak & Obat. Edisi 2.
Bandung :Mizan Media Utama ; 2006.
2. Adam GL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOIES.
Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of
Otolaryngology Jakarta: Penerbit EGC; 2016.
3. Amiri A, Almasi V. A 67-Year-Old Woman with Laryngeal Tuberculosis.
Zahedan Journal of Research in Medical Sciences

4. Ballenger, J.J .Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 3
Jilid 2, Ed Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI ; 2012.
5. Essentials of diagnosis and typical features Diphtheria. In: Current
diagnosis and therapy in pediatric. 18th ed. United State of America :
Library of congress press; 2007
6. Faradilla, Nova. Laringitis Akut. Faculty of Medicine University of Riau :
Riau ; 2014.

7. Jhon SD & Maves MD. Surgical Anatomy of the Head and Neck In
Byron Head and Neck surgery Otolaryngology. Edition 3.Vol I,
USA.Wilkins Publisher ; 2001

8. Miller PE, Zurflu E, Jaipaul CK. Return of the Usual Suspect.


Vol.377:2150 ,Lancet ;2011

9. Sofyan F.Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Laring. Universitas


Sumatra Utara. 2012
10. Soepardi EA dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta: 2007

Anda mungkin juga menyukai