Anda di halaman 1dari 41

DIFTERI

Mind Map

Definisi &
Epidemiologi
Klasifikasi

Etiologi dan
Faktor resiko

Pemeriksaan Pem. Fisik


penungjang
Difteri

Pemeriksaan Patofisiologi
dan diagnosis

Anamnesis

Penatalaksanaa Manifestasi
n Klinis
1

1. Definisi dan Epidemiologi Difteri


Difteria
suatu penyakit infeksi akur yang
sangat menular, disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheriae strain
yang virulen, yang ditandai oleh
pseudomembran dan toksemia akibat
endotoksin kuman yang dapat
menimbulkan kerusakan organ tubu
(jantung dan ginjal) dan jaringan syaraf
Definisi Difteri
• Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang
disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae
(FKUI, 1999).
• Difteri adalah toksiko infeksi yang disebabkan oleh
Corynebacteryum diphtheriae ( Sarah S Long ,2003 ).
• Difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular
dan yang diserang terutama saluran pernafasaan bagian
atas dengan tanda khas timbulnya pseudo membran
(Ngastiyah, 2005)
 
3

2. Etiologi Difteri
Penyakit Difteri disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium Diptheria.
Corynebacterium Diptheriae
• Kuman batang gram positif
• Berbentuk pleomorfi, club shape,
granula metokromatis, Tidak
bergerak,tidak berspora, dan
tidak berkapsul
• ukuran 1-8 μm & lebar 0,3-0,8
μm
• Membuat koloni menjadi abu
abu hitam
• Toksin mempunyai 2 fragmen
yaitu fragmen A (amino-terminal)
& fragmen B (karboksiterminal)
bekerja dengan cara
menghambat sintesis protein sel
Klasifikasi Corynebacterium Diptheriae

1. Tipe gravis (paling ganas)


koloninya besar, kasar, irregular, berwarna abu-abu dan tidak
menimbulkan hemolisis eritrosit
2. Tipe intermedius
koloninya kecil, halus, mempunyai bintik hitam di tengahnya dan
dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
3. Tipe mitis (paling jinak)
koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks, dan dapat
menimbulkan hemolisis eritrosit.

Ketiga tipe dapan menghasilkan eksotoksin yang sama, yang dapat


ditujuan dengan guinea pig lethaly test atau ouctherlony-Elek test
3

2. Epidemiologi Difteri
Epidemiologi Penyakit Difteri
Epidemiologi Penyakit Difteri
• Penyebaran di seluruh dunia  terutama di daerah tropis
padat penduduk dan rendah cakupan imunisasi
• resevoir: manusia, terutama karier dan penderita infeksi
kulit
• Imunias dapat diperoleh dari ibu, infeksi alama dan
vaksinasi
• Paling sering dijumpai pada usia 1-6 tahun
Faktor Resiko
1. Cakupan imunisasi kurang
2. Kualitas vaksin tidak bagus
3. Faktor lingkungan tidak sehat
4. Tingkat pengetahuan ibu rendah
5. Akses pelayanan kesehatan kurang
4,5

4. Patogenesis dan Patofisiologi Difteri


Patogenesis Penyakit Difteri
Corynebacterium Pembentukan Melalui fragmen Toksin melekat
diphteriae eksitoksin B pada reseptor sel

menghambat fragmen B
produksi toksin kuman
sintesis protein masuk secara
meningkat bertambah
sel endositosis

terbentuk meluas ke uvula


sel nekrotik eksudasi + pseudomembran dan palatum
bertambah endapan fibrin di tonsil, dinding molle dan laring
faring dan trakea

menyerang
organ-organ eksotoksin
(jatung syaraf diserap
perifer, ginjal dll)
Patofisiologi Difteri
Patofisiologi
Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas(vulva,
kulit, mata jarang terjadi).
Kuman membentuk psudo membrane melepaskan
eksotoksin.
Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan
mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul
paralysis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan
saraf.
Sumbatan jalan nafas terjadi akibat dari fungsi pseudo
membrane pada laring dan trachea dapat menyebabkan
kondisi fatal.
• Corynebacterium diphteriae
• Kontak dengan orang atau barang yang terkontaminasi.
P
A
• Masuk lewat saluran pencernaan atau saluran pernafasan.
T
O
• Aliran sistemik
F
I
S • Masa inkubasi 2 – 5 hari.
I
O • Mengeluarkan toksin (eksotoksin)
L
O
G
I
Nasal Tonsil/faringeal Laring

Peradangan mukosa Tenggorokan sakit demam Demam suara serak,


hidung (flu, secret anorexia, lemah. Membrane batuk obstruksi sal.
Hidung serosa). Berwarna putih atau abu-abu napas, sesak nafas,
Linfadenitis (bull’s neck) sianosis.
Toxemia, syok septic.

21
22
6

5. Gejala Klinis DIfteri


Manifestasi klinis Penyakit Difteri

Difteri tonsil Difteria


Difteria laring
dan faring trkheobronkial

Difteria telinga
Difteria hidung Difteria kulit
tengah

Difteria
Difteria genital
konjungtiva
Klasifikasi berdasarkan letaknya
[1]
 Difteri hidung  Difteri tonsil faring

 terdapat membran pada konkha nasi dan 1. Paling sering (50%)


septum nasi 2. Inkubasi: 1-7 hari
 Gejala: 3. Gejala:

1. Sekret hidung serosanguinus atau 1. Demam ringan, sakit tenggorok, malaise, gelisah,
mukopurulen, umumnya pucat
unilateral 2. Nausea, vomiting, sakit kepala, sakit menelan,
eritema faringpseudomembran kecilmenyatu
2. Kerapkali disertai banyak krusta dan meluasmula-mula transparanmenebal
dan melekat, berwarna kehijauan, abu-abu
3. Erosi pada tulang hidung
3. Dapat timbul limfadenitis servikalis dengan
4. cenderung kronik edema jaringan sekitarnya (bull neck)dapat
menekan vena servikalis dan trachea
5. Gejala toksemia ringan.
4. Penderita tampak bertambah pucat, sangat
lemah, demam dengan takhikardia hingga aritmia
jantung dan hipotensi.
Klasifikasi berdasarkan letaknya
[2]
 Difteri laring  Difteri trakheobronkial
 Frekuensi: 25%  Membran mungkin membentuk cast yang
 Dapat primer atau sekunder menyebabkan obstruksi pada inspirasi, atelektasis
dan sianosis.
 gejala:
 Serak tiba-tiba, stridor pada
inspirasi, sesak yang progresif
hingga gelisah (air hunger)
 Difteri telinga tengah
sampai sianosis  sangat jarang, merupakan perluasan dari
 Pseudomembran pada laring nasofaring
 Dapat terjadi destruksi membran timpani dan
otitis eksterna .
Klasifikasi berdasarkan letaknya
[3]
 Difteri kulit  Difteri Genital
 Banyak di daerah tropik  Dapat terjadi pada penis, vulva dan vagina
 Merupakan infeksi sekunder pada luka infeksi,  Jarang
luka bakar, gigitan insekta dan abrasi kulit
 Dapat timbul ulkus dengan membran, edema dan
 Gejala: pembesaran kelenjar regional
 Terjadi ulkus dangkal dengan tepi yang
meninggi tertutup pseudomembran  Difteri Konjungtiva
(tropical ulcers, desert ulcers), atau mirip
impetigo, ektima, piodermia seperti gigitan  Dapat sebagai radang kataral atau purulent
serangga, luka kering bersisik
 Pembentukan membrane
 Cenderung kronik.
 Dapat terjadi ulkus kornea
 Disertai pembesaran kelenjar preaurikuler.
Komplikasi Difteri

obstuksi
saluran miokarditis
nafas

polineuritis gagal ginjal


7,8

6. Diagnosis Difteri
Anamnesis Pada Penyakit Difteri
Anamnesis
• latar belakang ekonomis dan epidemiologis, terutama riwayat imunisasi

Gejala klinis
• pseudomembran khas
• tampak pucat, lemah hingga toksis
• jarang demam tinggi
• Gejala lain tergantung lokalisasi proses

Gejala lab
• pegecatan gram
• fluorescent antibody
• kultur
• tes virulensi
Diagnosis banding Difteri
Difteri Tonsilofaring
• TFA ec virus, streptokokus dll
• Angina Plaunt-Vicent
• Ludwig's Angina
• Abses peritonsiler
• Post tonsilektomi
• Leukimia
• keracunan parakuat dan herbisida

Difteri laring
• Croup
• Epiglotitis
• benda asing

Difteri hidung
• Benda asing
• Lues
PEMERIKSAAN MUKOSA
PEMERIKSAAN DAERAH LEHER
• Edema pada daerah submandibularis dan leher bagian
depan “bull neck”
9

7. Penatalaksanaan Difteri
Penatalaksanaan Difteri
Tujuan Penatalaksanaan:

menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,


Mengeliminasi kuman
Mencegah miokarditis
Digitalis
Intubasi atau trakheostomi
Perawtan yang seksama
Isolasi ketat
Pencegahan
Penatalaksanaa
n Difteri

Pengobatan Pengobatan
Umum Khusus
Pengobatan Umum
• Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan
hapusan tenggorok negative 2 kali berturut-turut
• Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu,
pemberian cairan serta diet yang adekuat, makanan lunak
yang mudah dicerna, cukup mengandung protein dan
kalori
• Khusus pada difteri laring dijaga agar nafas tetap bebas
serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan
nebulizer
• Isolasi ketat dan baru dipulangkan bula kultur 2x negatif
dan keadaan memungkinkan
Menginaktivatsi toksin yang terikat secepat mungkin

• Kasus baru dan ringan : difteri hidung, difteri tonsilofaring


dengan membran terbatas
• pada tonsilantitoksin 10.000 - 20.000 U, IM/IV
• Kasus sedang : nasal, tonsilofaring, laring dengan gejala toksis
ringan antitoksin 40.000 U, IM/IV
• kasus berat : kasus terlambat, terkena daerah yang multipel
atau terdapat gejala toksis beratantitoksin 50.000 - 100.000
U, 1/2 dosis IM dan 1/2 dosis IV.
• Sebelumnya harus dikerjakan tes kulit dan tes konjungtiva.
• Tabel Dosis ADS Menurut Lokasi Membran dan Lama Sakit

Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian


Difteria Hidung 20.000 Intramuscular
Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular
/Intravena
Difteria Faring 40.000 Intramuscular
/Intravena
Difteria Laring 40.000 Intramuscular
/Intravena
Kombinasi lokasi 80.000 Intravena
diatas
Difteria + penyulit, 80.000-100.000 Intravena
bullneck
Terlambat berobat 80.000-100.000 Intravena
(>72 jam)
Mengeliminasi kuman
• Penisilin prokain 50.000 U/kg.bb/hari, IM atau yang setara
• Eritromisin (untuk yang sensitif terhadap penisilin) 40-50 mg/kg.bb/ hari
• Basitrasin topikal, tambahan untuk difteri kulit

Mencegah miokarditis
• Prednison 5 mg/kg.bb/hari, atau obat lain yang setara untuk anak yang toksis, dalam syok atau
gejala obstruksi

Pencegahan
• Pencegahan dan pengawasan kontak dengan kultur dan Shick test
• Kontak dengan risiko tinggi :
• Antitoksin 1.000 - 2.000 U
• Penisilin/eritromisin 10 hari
• Imunisasi aktif atau booster
• Penanggulangan karier
• Diberikan antibiotika penisilin atau eritromisin 10 hari
• Imunisasi aktif anak yang sehat sesuai jadwal.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai