Anda di halaman 1dari 52

Curriculum Vitae

Nama (Trop Ped)


MCTM : Dr. dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K),
Lahir : Bandung, 1 Januari 1958
Alamat Telp.
Bandung, : Jl022-751-1137
Muliagraha II/14, Ciwastra-
email:
djatnika_setiabudi@yahoo.com; HP 081-123-
2417
Pekerjaan
Tropik, : - Kepala Divisi Infeksi dan Penyakit
Anak RSHS - FK KSM/Departemen
Unpad Ilmu Kesehatan
Pendidikan:
UNPAD - Dokter - Dokter, :Fakultas
1982 Kedokteran
: 1992 Spesialis Anak, FK UNPAD
Medicine (Trop. - Master
Ped.); of Clinical Tropical
Mahidol UniversityFaculty of
: Tropical Medicine,
2003
Kolegium IDAI-- Doktor,
Konsultan
: 2005 Infeksi/Penyakit Tropik,
bidang Ilmu Kedokteran,
Unpad : 2013
Penguatan Surveilans Difteri

Djatnika Setiabudi

Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis


KSM/Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Dr Hasan Sadikin/FK Unpad
Outline
 Pendahuluan
 Definisi, Etiologi dan Faktor Risiko
 Epidemiologi dan Milestones in the history of diphtheria
 Transmisi dan Perjalanan Penyakit
 Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Klinis
 Diagnosis Banding
 Surveilans dan Tatalaksana Kontak
 Penanggulangan KLB
 Weekly Update -Surveilans Difteri
Pendahuluan
Pandemi COVID-19 banyak pengaruh buruk terhadap berbagai masalah kesehatan,
antara lain terjadi penurunan cakupan imunisasi rutin dan kegiatan surveilans
penyakit selain COVID-19 tidak berjalan sebagaimana mestinya

Imunisasi rutin yang terdampak diantaranya adalah imunisasi terhadap difteri

Saat ini terjadi peningkatan kasus difteri di berbagai wilayah di Indonesia,termasuk


di Jawa barat dengan angka kematian yang cukup tinggi

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kegiatan surveilans difteri yang baik,
yang dipadukan dengan surveilans COVID-19 dan penyakit lainnya
Tujuan surveilans difteri
1. Melakukan deteksi dini kasus difteri

2. Melakukan Penyelidikan Epidemiologi setiap suspek difteri untuk


mencegah penyebaran difteri yang lebih luas.

3. Menyediakan informasi epidemiologis untuk memonitor tindakan


pencegahan dan penanggulangan serta penyebaran kasus difteri di
suatu wilayah

4. Sebagai evaluasi keberhasilan program imunisasi


Definisi Difteri
Difteri adalah penyakit infeksi akut
yang sangat menular,
disebabkan oleh bakteri gram positif
Corynebacterium diptheriae strain toksigenik
ditandai dengan adanya peradangan pada tempat
infeksi, terutama pada selaput mukosa tonsil, faring,
laring, hidung dan juga pada kulit,
dan dapat menyebabkan komplikasi berat,
sehingga menimbulkan kematian
Etiologi: Corynebacterium diphtheriae

Klasifikasi ilmiah : • Secara morfologinya bakteri ini berbentuk


Kingdom : Bacteria batang dengan panjang antara 1 – 8 μm dan
Filum : Actinobacteria diameter 0,5 – 1 μm
Ordo : Actinomycetales • termasuk dalam golongan bakteri gram positif.
Familia : Corynebacteriaceae • tidak memiliki kapsul, tidak memiliki spora, dan
Genus : Corynebacterium tidak dapat bergerak (nonmotil)
Spesies: • Gambaran pleomorfik, ujung bentuk tabuhm
Corynebacterium diphtheriae menyerupai huruf China

Etiologi lain:
C. ulcerans
C. pseudotuberculosis

Berbagai gambaran Corynebacterium diphtheriae dibawah mikroskop


Identifikasi Corynebacterium berdasar atas Reaksi Biokimia
Common risk factors in the development of diphtheria

 Lack of immunization
 History of contact with diphtheria patients
 History of chronic health conditions
 History of travel to areas endemic for diphtheria
 Overcrowding
 Exposure to poor sanitary conditions
 Poor personal hygiene
 Sharing utensils and fomites with person suffering from diphtheria
 Presence of skin lesion or eczema
Epidemiologi
• Tersebar luas di seluruh dunia
• Pasca imunisasi difteri secara global: morbiditas
• Dapat terjadi outbreak/KLB : bila cakupan imunisasi menurun
 KLB Rusia dan Negara-Negara pecahan Uni Sovyet: 1990 - 1993
 KLB Indonesia tahun: 2017 - 2018
 KLB di pengungsian Rohingya (Cox’s Bazar): 2017 - 2019
Reported cases of diphtheria per Joint Reporting Form,
by World Health Organization region and worldwide, 2000–2017

Kristie E.N. Clarke KEN, et al. Global Epidemiology of Diphtheria, 2000–2017. Emerging Infectious Diseases. 25(10):1834-42
Global DTP vaccine coverage and number of cases
of diphtheria (2018)

Sharma NC,  et al. Diphtheria. Nat Rev Dis Primers 5, 81 (2019). https://doi.org/10.1038/s41572-019-0131-y
Milestones in the history of diphtheria

Sharma NC,  et al. Diphtheria. Nat Rev Dis Primers 5, 81 (2019). https://doi.org/10.1038/s41572-019-0131-y
Transmisi dan Patogenesis
• Sumber :
- Sekret dan duh (discharge) yang berasal dari
pasien atau carrier
- Manusia merupakan reservoar utama

• Cara penularan:
- Droplet: (batuk, bersin, berbicara)
- Kontak:
menyentuh alat/barang/benda yang
mengandung sekret percikan dari
pasien, kemudian tangan (yang tidak
dicuci) menyentuh selaput mukosa
hidung atau mata

• Portal of entry :
• Saluran pernafasan
Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.
• Konjungtiva, mukosa atau kulit yang tidak Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of Vaccine-preventable
utuh (luka) Diseases, 1996d.
Perjalanan penyakit Difteri
Penularan difteria
Masa inkubasi (2–5 hari)
Gejala awal
● Demam tidak tinggi
● Lesu, kurang beraktifitas
● Tampak pseudomembran selaput keabuan di farings
Days to months

2–3 hari Toksin menyebar melalui


aliran darah dan limfe
Gejala akut
● Selaput keabuan menebal tebal, membentuk membran menutupi farings
● Pembesaran kelenjar leher, lunak dalam perabaan
● Tanda peradangan, udem sekitar farings dan jaringan lunak (bull-neck)
● Nadi cepat
Komplikasi
• Obtruksi larings
7 hari • Miokarditis
Selaput secara bertahap menghilang • Neuritis
Kematian 5%–10%

14-21 hari 1. Wharton & Vitek 2004, In: Vaccines (Ch 13)
Penyembuhan 2. CDC Pink Book. 2008:59–70
Klasifikasi Berdasar Lokasi
Difteri Tonsil Faring Difteri Laring Difteri Kulit:
(Faucial diphtheria)  Merupakan perluasan difteri faring  Tukak di kulit dengan pseudo-
membran pada dasarnya
 Anoreksia, malaise, demam  Gejala obstruksi saluran nafas atas
ringan, nyeri menelan (OSNA) lebih mencolok
Difteri Tidak lazim
 Pseudomembran putih  Lesi konjungtiva : kemerahan,
 Stridor (inspriratoir) progresif
keabuan, sulit dilepaskan
dari dasarnya.Usaha edema, pseudomembran pada
melepaskan membran  Retraksi supraklavikular / interkostal konjungtiva palpebra
perdarahan
 Membran lepas  OSNA berat   Otitis eksterna: sekret purulen /
 Dalam 2 – 3 hari perlu trakeostomi bau
pseudomembran melebar,
dapat menutupi tonsil / Difteri Hidung  Vulvovaginal : hygiene yang sangat
dinding faring, uvula, buruk
palatum molle, laring,  Awal menyerupai common cold
 Sekret hidung:  Sexual transmitted diphtheria:
 Limfadenitis servikalis /
submandibularis serosanguinus --> mukopurulen - ulkus multipel pada kulit skrotum
dan penis
 Edema jaringan lunak   Pseudomembran pada septum nasi - satu kasus berupa non gono-
Bull neck  Absorpsi fibrin lambat coccal urethritis
Kriteria Klinis Difteri
Suspek Difteri Probable Difteri Kasus Konfirmasi
Orang dengan gejala faringitis, Kasus Suspek Difteri ditambah salah Kasus konfirmasi
tonsilitis, laringitis, trakeitis atau satu dari: laboratorium: kasus suspek
kombinasinya disertai: Pernah kontak dengan kasus dengan hasil kultur positif
(< 2 minggu) Corynebacterium diphtheriae
 Demam tidak tinggi Imunisasi tidak lengkap, termasuk strain toksigenik
belum booster atau
 Terdapat pseudomembran Berada di daerah endemis Difteri PCR positif Corynebacterium
putih keabu-abuan yang Stridor , Bullneck diphtheriae yang telah
sulit dilepaskan, mudah Miokarditis dan/ atau komplikasi dikonfirmasi dengan Elek test
berdarah bila dilepas atau lain
bila dilakukan manipulasi Perdarahan submukosa atau * Kasus konfirmasi hubungan
petekie pada kulit epidemiologi: kasus suspek
Gagal jantung toksik, gagal ginjal dan mempunyai hubungan
akut epidemiologi dengan kasus
Meninggal konfirmasi laboratorium

Kementrian Kesehatan RI, 2017


Pseudomembran
Pseudomembran :
Selaput putih keabu-
abuan yang sulit
dilepaskan dari
dasarnya, mudah
berdarah bila dilepas
atau bila dilakukan
manipulasi
Bull neck
Kasus Kontak

• Siapapun yang kontak erat dengan kasus dalam 7 hari terakhir dianggap
berisiko tertular.
• Kontak erat penderita dan karier meliputi
Anggota keluarga serumah
Teman, kerabat, pengasuh yang secara teratur mengunjungi rumah
Teman di sekolah, teman les, teman mengaji, teman sekerja
Petugas kesehatan di lapangan dan di rumah sakit
(tanpa menggunakan APD sesuai prosedur)
Carrier diphtheria

• Orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan


laboratorium menunjukkan positif Corynebacterium diphtheriae

Tetap menular ke sekitarnya

Perlu diberikan pengobatan untuk menghilangkan Corynebactrium


diphtheriae dari tenggorokannya

Masa penularan dari karier berlangsung hingga 6 bulan


Diagnosis Banding Difteri

Tonsillopharyngitits (Faucial) diphtheria : Laryngeal diphtheria :

• • Croup
Acute streptococcal membranous tonsillitis:
demam tinggi, penderita tampak kurang toksik • Acute epiglottitis

• Laryngotracheobronchitis
• Viral membranous tonsillitis :
demam tinggi, membran mudah dilepaskan • Peritonsillar abscess

• Retropharyngeal abscess
• Herpetic tonsillitis ( Gingivitis dan stomatitis )
Nasal diphtheria :
• Infectious mononeucleosis : Foreign body in nose
Disertai ruam kulit dan lymphadenopathy Rhinorrhea
Strep throat Tonsilofaringitis Difteri

Mononucleosis infeksiosa Herpangina


Streptococcal Tonsillopharyngitis
PEDOMAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN DIFTERI

Kementrian Kesehatan RI
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2017
Strategi Surveilans Dan Penanggulangan Difteri
1. Penguatan sistem surveilans difteri yang bisa
menyediakan data lengkap, berkualitas dan real-time.
2. Penguatan jejaring laboratorium difteri
3. Penguatan petugas kesehatan dalam penyelidikan
epidemiologi dan penanggulangan KLB difteri.
4. Meningkatkan tatalaksana kontak erat (contact
tracing) sesuai standar pelaksanaan operasional.
5. Meningkatkan tatalaksana kasus difteri sesuai dengan
standar pelaksanaan operasional pengobatan difteri.
6. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin difteri, baik
dasar maupun lanjutan, mencapai target minimal 95%.
7. Penguatan pelaksanaan Outbreak Response
Immunization (ORI) dengan cakupan minimal 90%
pada situasi KLB.
KLASIFIKASI KASUS DIFTERI
Klasifikasi Diagnosis (surveilans)

• kasus observasi difteri : seseorang dengan gejala infeksi saluran


pernapasan atas dan pseudomembran

• kasus suspek difteri : seseorang dengan gejala faringitis, tonsilitis,


laringitis, trakeitis, atau kombinasinya disertai demam atau tanpa
demam dan pseudomembran putih keabu-abuan yang sulit lepas,
mudah berdarah apabila dilepas atau dilakukan manipulasi

• kasus konfirmasi laboratorium: kasus suspek difteri dengan hasil kultur


positif strain toksigenik
Buku pedoman surveilans dan penanggulangan difteri. Kemenkes RI; 2018.
Klasifikasi Diagnosis (surveilans)

• kasus konfirmasi hubungan epidemiologi : kasus suspek difteri yang


mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium

• kasus kompatibel klinis : kasus suspek difteri dengan hasil laboratorium


negatif, atau tidak diambil spesimen, atau tidak dilakukan tes
toksigenisitas, dan tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan
kasus konfirmasi laboratorium

• discarded : kasus suspek difteri yang setelah dikonfirmasi oleh ahli tidak
memenuhi kriteria suspek difteri

Buku pedoman surveilans dan penanggulangan difteri. Kemenkes RI; 2018


Kegiatan Surveilans
• Kegiatan surveilans meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Deteksi dini kasus dan pencatatan
2. Identifikasi dan tata laksana kontak erat
3. Pelaporan dan umpan balik
4. Analisa data
5. Pemeriksaan dan Jejaring Laboratorium
6. Monitoring dan Evaluasi Surveilans Difteri
KLB DIFTERI DAN PENANGGULANGANNYA

• Definisi Operasional KLB

1. Suatu wilayah kabupaten/kota dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan


satu suspek difteri dengan konfirmasi laboratorium kultur positif

ATAU

2. Jika ditemukan Suspek Difteri yang mempunyai hubungan epidemiologi


dengan kasus kultur positif
Faktor Risiko terjadi KLB Difteri

Risk factors of
transmission

immunocomprom Overcrowding
ised states

Karier

Incomplete
Poor health
immunization

• Tempat jauh
• Ibu sibuk
• Substandard
Takut efek samping
living conditions
• Menolak imunisasi
WHO, 2009
SRH24/12/17
Kebijakan Penanggulangan KLB

1. Setiap Kejadian Luar Biasa (KLB) harus dilakukan penyelidikan dan penanggulangan sesegera
mungkin untuk menghentikan penularan dan mencegah komplikasi dan kematian.
2. Dilakukan tatalaksana kasus di rumah sakit dengan menerapkan prinsip kewaspadaan seperti
menjaga kebersihan tangan, penempatan kasus di ruang tersendiri /isolasi, dan mengurangi kontak
erat kasus dengan orang lain.
3. Setiap suspek Difteri dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan kultur.
4. Setiap kontak erat diberi kemoprofilaksis.
5. Kontak erat diberikan imunisasi pada saat penyelidikan epidemiologi.
6. Pengambilan spesimen pada kontak erat dapat dilakukan jika diperlukan sesuai dengan kajian
epidemiologi.
7. Setiap suspek Difteri dilakukan ORI (respon pemberian imunisasi pada KLB) sesegera mungkin,.
8. ORI dilanjutkan sampai selesai walaupun status KLB Difteri di suatu wilayah kabupaten/kota
dinyatakan telah berakhir.
9. Laporan kasus Difteri dilakukan dalam 24 jam secara berjenjang ke Ditjen P2P cq. Subdit
Surveilans.
Strategi Penanggulangan KLB Difteri

1. Penyelidikan epidemiologi KLB difteri

2. Pencegahan penyebaran KLB difteri dengan:


a. Perawatan dan Pengobatan kasus secara adekuat
b. Penemuan & Pengobatan kasus tambahanan
c. Tatalaksana terhadap kontak erat erat dari kasus suspek difteri

3. Komunikasi risiko tentang difteri dan pencegahannya kepada masyarakat

4. Pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB difteri


Bagaimana Tatalaksana Kasus dan Kontak ?
Outbreak Response Immunization (ORI)
a. ORI dilaksanakan setelah dilakukan kajian epidemiologi. Luas wilayah ORI
adalah satu (1) kab/kota tetapi jika tidak memungkinkan karena sesuatu hal
maka ORI minimal dilakukan satu (1) kecamatan.

b. Jadwal ORI 3 kali dengan interval 0-1-6 bulan, tanpa mempertimbangkan


cakupan imunisasi di wilayah KLB.

c. Jenis vaksin yang digunakan tergantung kelompok umur sebagai berikut:


• anak usia 1 - < 5 tahun menggunakan vaksin DPT-HB-Hib,
• anak usia 5 - < 7 tahun menggunakan vaksin DT
• anak usia ≥ 7 tahun menggunakan vaksin Td
Outbreak Response Immunization (ORI)

d. Pelaksanaan ORI diperlukan persiapan yang komprehensif agar


hasilnya efektif dan optimal, persiapan meliputi:
 Logistik (vaksin & alat suntik) serta distribusi sampai ke lapangan
 SDM sebagai pelaksana di lapangan dan supervisor
 Mobilisasi sasaran

e. Untuk dapat memberikan kekebalan komunitas yang optimal maka


cakupan ORI harus mencapai minimal 90%.
Weekly Update – Surveilans Difteri

Week 46, 2022

Tim Kerja Imunisasi WUS dan Surveilans PD3I & KIPI


Direktorat Pengelolaan Imunisasi
Ditjen P2P
Kementerian Kesehatan RI
Trend Suspect Diphteria Cases and DPT3 & DPT4 Coverage 2011 - 2022

2000 110
100.9 1755 100
1800 99.3
96.5
94.9 95
92.3 92.3 93 92
1600 87
90
80.1 80
1400 75.9
72.3
70

DPT3 Coverage (%)


1192 1210 67.9
Diphteria Cases

1200 63.7
60.4 60
56.7
1000 944
816 50
800 775
38 37.1
40
581
600 33.2 541
30
430 401
400 20
259 235
200 10
0 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Year
Suspected Diphteria Cases DPT3 Coverage DPT4 Coverage Target cakupan
40
Sumber:

Data kasus: DIF-03 s/d 20 Nov 2022

Data imunisasi: Buletin Data Imunisasi per tgl 19 May 2022


Kab/Kota Terdampak Difteri Tahun 2022; 145 Kab/Kota di 33 Provinsi
Minggu 46 2022
Provinsi Sumatera Utara Provinsi Kalimantan Barat : Difteri konfirmasi lab
Provinsi Aceh Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Selatan
1. Langkat 1. Kota Pontianak 1. Bone : Difteri klinis
1. Aceh Utara 1. Kotawaringin Barat 1. Kota Gorontalo
2. Bireun 2. Kota Medan 2. Kota Singkawang 2. Gorontalo 2. Bulukumba
3. Pidie 3. Mandailing Natal 3. Sambas Provinsi Kalimantan Timur 3. Gowa
4. Aceh Timur 4. Batu Bara 4. Kubu Raya 1. Kota Balikpapan Provinsi Sulawesi Utara 4. Kota Makassar
5. Aceh Selatan 5. Deli Serdang 5. Mempawah 2. Kota Bontang 1. Minahasa Tenggara
6. Bengkayang
Provinsi Kalimantan Selatan
Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Tanah Laut
Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau 1. Kota Palu 1. Buton
2. Kota Banjar Baru
1. Padang Pariaman 1. Kota Pekanbaru 2. Tojo Una-Una 2. Kolaka
2. Kota Padang Provinsi Maluku Utara
3. Muna Barat
3. Pasaman Barat 1. Kota Ternate
Provinsi Bengkulu 2. Halmahera Selatan
4. Solok
1. Kota Bengkulu 3. Kota Tidore Kepulauan
5. Kota Payakumbu

Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Sulawesi Barat


Provinsi Bangka Belitung 1. Banyuasin 1. Mamuju Utara
1. Belitung Timur 2. Kota Palembang
2. Bangka Provinsi Maluku
3. Bangka Tengah 1. Kota Ambon
Provinsi Kepulauan Riau
1. Bintan
2. Kepulauan Anambas Provinsi Papua Barat
Provinsi Jambi 1. Kota Sorong
1. Tanjung Jabung Barat 2. Sorong
2. Kota Jambi Provinsi Jawa Barat
3. Merangin Provinsi DKI Jakarta
1. Bogor Provinsi Papua
4. Kerinci 1. Kota Jakarta Timur
2. Cirebon 1. Kota Jayapura
2. Kota Jakarta Pusat
3. Karawang 2. Asmat
Provinsi Banten 3. Kota Jakarta Barat
4. Sumedang Provinsi Jawa Timur 20. Mojokerto 3. Mimika
1. Pandeglang 4. Kota Jakarta Utara Provinsi Bali
5. Bekasi 5. Kota Jakarta Selatan 1. Sampang 21. Bojonegoro
2. Kota Serang 1. Badung
6. Kota Sukabumi 2. Probolinggo 22. Madiun
3. Kota Tangerang
7. Kota Depok 3. Jombang 23. Situbondo
4. Serang Provinsi Jawa Tengah
8. Kota Bekasi 4. Banyuwangi 24. Bangkalan Provinsi NTB
5. Tangerang 1. Temanggung
9. Kota Bogor 5. Tulungagung 25. Kota Probolinggo 1. Kota Bima
6. Kota Tangerang Selatan 2. Banyumas
10. Kota Cirebon 6. Blitar 26. Lamongan 2. Bima
7. Kota Cilegon
11. Kota Bandung 3. Banjarnegara
7. Tuban 27. Kota Batu Suspek difteri secara klinis sudah
12. Cianjur 4. Tegal
5. Grobogan
8. Malang 28. Gresik Provinsi NTT termasuk kasus difteri namun sampel
Provinsi Lampung 13. Kota Cimahi 9. Kota Malang 29. Bondowoso
1. Pesawaran 14. Indramayu 6. Jepara
10. Lumajang 30. Pacitan
1. Ende tidak diperiksa karena kasus meninggal,
7. Kota Semarang 2. Belu
2. Lampung Tengah 15. Purwakarta 11. Trenggalek 31. Kediri 3. Manggarai atau pasien tidak mampu membuka
3. Kota Bandar Lampung 16. Tasikmalaya
4. Pringsewu 17. Bandung Provinsi DI Yogyakarta
12. Kota Mojokerjo mulut karena kesakitan, atau sampel
13. Kota Surabaya
5. Lampung Selatan 18. Garut 1. Bantul
14. Sidoarjo diambil namun sudah tidak adekuat
2. Sleman
19. Sukabumi
3. Kota Yogyakarta
15. Kota Pasuruan untuk pemeriksaan laboratorium
20. Bandung Barat 16. Ngawi
17. Magetan
18. Jember Source: DIF-3 Monthly Report
19. Pasuruan Data as received at Central on 20 Nov 2022
Titik ditempatkan secara random dalam wilayah provinsi
Sebaran KLB Difteri (49 Kab/Kota di 16 Provinsi)
Minggu 46, 2022
Provinsi Aceh
Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Timur
1. Aceh Utara (1 kasus)
1. Kota Pontianak (1 kasus) 1. Kota Balikpapan (1 kasus)
2. Mempawah (2 kasus)
Provinsi Sumatera Utara 3. Kubu Raya (3 kasus)
1. Langkat (1 kasus) Provinsi Kalimantan Selatan
2. Mandailing Natal (1 1. Tanah Laut (1 kasus)
kasus)
3. Deli Serdang (1 kasus)
Provinsi Gorontalo
1. Gorontalo (2 kasus) Provinsi Papua
1. Kota Jayapura (1 kasus)
Provinsi Bangka Belitung
1. Bangka (1 kasus)

Provinsi Lampung
1. Kota Bandar Lampung (1 kasus)
Provinsi Maluku
2. Lampung Tengah (2 kasus)
1. Kota Ambon (2 kasus)
3. Pringsewu (1 kasus)

Provinsi Banten
1. Pandeglang (1 kasus)
2. Serang (5 kasus)
Provinsi Jawa Barat
3. Kota Tangerang Selatan (1 kasus)
1. Bogor (3 kasus)
4. Kota Cilegon (1 kasus) Provinsi Sulawesi Tenggara
2. Kota Bogor (5 kasus)
5. Tangerang (1 kasus) 1. Buton (2 kasus)
3. Karawang (2 kasus)
4. Bekasi (3 kasus) Provinsi Jawa Timur
5. Kota Bekasi (6 kasus) 1. Sampang (3 kasus)
Provinsi DKI Jakarta 2. Probolinggo (4 kasus)
6. Kota Depok (3 kasus)
1. Kota Jakarta Timur (1 kasus) Provinsi NTB
7. Indramayu (1 kasus) 3. Pasuruan (5 kasus)
2. Kota Jakarta Utara (1 kasus) 1. Kota Bima (1 kasus)
8. Kota Sukabumi (1 kasus) 4. Kota Surabaya (2 kasus)
3. Kota Jakarta Selatan (1 kasus) 5. Bangkalan (1 kasus)
9. Garut (1 kasus)
10. Bandung (1 kasus) 6. Magetan (1 kasus)
11. Tasikmalaya (2 kasus) 7. Kota Pasuruan (2 kasus)
12. Kota Bandung (1 kasus) 8. Banyuwangi (1 kasus)
13. Sukabumi (1 kasus) 9. Kota Mojokerto (1 kasus)
Titik ditempatkan secara random dalam wilayah provinsi 14. Bandung Barat (1 kasus) Kriteria KLB: hasil laboratorium kultur positif
Data as received at central on 20 Nov 2022 (tidak termasuk hasil lab PCR)
Sebaran Difteri Konfirmasi Lab, Indonesia 2021 – 2022
s.d Minggu 46, 2022
2021 Toksigenik
Positivity Rate: 24.7%
16 2
12
8 15 89%
1
4 2
5 3 3 2
0 1 2 2 2 1 1 1
T T A RA NG N BI EH H UR N
RA RA RT TE GA TA
2021 Week 52 N_
BA
A_
BA
J AK
A
ENG
GA
LA
M
PU
BA
N JA
M AC
_T
EN
A_
T I M
_S
EL A
A W T AN W SI
NT I_
43 kasus positif JA T J A E
A ES AN W
LI
M W M LA
LA L I S U
KA SU KA

Kultur (+) Toksigenik Kultur (+) Non Toksigenik PCR (+)

2022 Toksigenik
Positivity Rate: 33,1%
32 2
28
24
20 2 91%
16 30
12
8 18
4 9 3
3 4 3 3 2 2 2 2
0 1 1 1 1 1
0
2022 Week 46 AT UR EN AT NG RA RT
A AN RA KU LO CE
H UR AT UA NG
BA
R
TI
M NT AR TA
PU A A ATTA A LUIM AR P TU
GG PA LI
90 kasus positif JA
W
A_
JA
W
A_ BA
TA
N_B
L A M
ER
A _U J AK
N_
S EL
I_
TEN M
A
GO
R ON
TA
N _T
GA
R A _B
KA
_B E
AN AT N TA ES AN G G
M M A N N
LI SU M AW LI
M
TE BA
KA A LI SUL KA S A_
: 1 kasus (+) toksigenik K
NU
: 1 kasus (+) non toksigenik
: 1 kasus dgn PCR (+)
Kultur (+) Toksigenik Kultur (+) Non Toksigenik Source: DIF-3 Monthly Report
*Titik ditempatkan secara random dalam wilayah provinsi Data as received at Central on 20 Nov 2022
Grafik Golongan Umur pada Suspek Difteri, 2021 – 2022
< 15 yr ≥ 15 yr
45 2021 : 70% (N= 161) 2021 : 30% (N= 68)
2022 : 74% (N= 295) 2022 : 26% (N= 106)
40
Suspek Difteri Berdasarkan Kelompok Usia
Tahun 2022
35
3%
30
26% <1 y
26% 2021
1-4 y
25 5-9 y 2022
10-14 y
Cases

15+ y
20
10% Unknown

15
34%
10

Unknown
<1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

14

16

18
19

21

24
25

27

29

32

34

36
37

40

42

45

47

50
51

53

55
56

58

> 60
12
13

15

17

20

22
23

26

28

30
31

33

35

38
39

41

43
44

46

48
49

52

54

57

59
60
Age

Data as received on central at


20 Nov 2022
Kasus Kematian Difteri, Indonesia
2021 – 2022
2021 2021
Indonesia, Jumlah kasus kematian = 25 Status Imunisasi Kasus Meninggal
7 6
CFR 6
5
10.6% 4
4 3 3 13% 0 dosis

Jumlah kasus meninggal


3 2 2
2 Belum
1
1 1 1 1 1 8% lengkap
0 Lengkap
N suspek

KALIMANTAN_BARAT

SUMATERA_BARAT

BANTEN

JAWA_TIMUR
SUMATERA_SELATAN

SULAWESI_SELATAN
LAMPUNG

JAMBI

BANGKA_BELITUNG
JAKARTA

SULAWESI_TENGGARA
235 Tidak jelas

79%

Hidup Meninggal

2022
2022 Pemberian ADS Kasus
CFR 13
Indonesia, Jumlah kasus kematian = 43 Meninggal
10.7% 14
12
10 Tanpa ADS
8 6 12%
Jumlah kasus meninggal

6 4
N suspek 4 3 3 3
2 2
401 2 1 1 1 1 1 1 1
0
JAWA_BARAT

SUMATERA_BARAT

KALIMANTAN_BARAT
JAWA_TIMUR

BANTEN

SUMATERA_SELATAN

SULAWESI_SELATAN

MALUKU
BALI
LAMPUNG

BANGKA_BELITUNG
ACEH
JAKARTA

PAPUA
MALUKU_UTARA

ADS
Hidup Kematian 88%

Data as received on central on 20 Nov 2022


 Kasus Difteri di Jawa Barat

46
Kasus Suspek Difteri dan Cakupan Imunisasi Difteri
Jawa Barat, 2017 - 2022
250 120

102.9 103.7
98.4 100
200 96.4
95.2
93.4
92.4 92.4 92.2
89.7

Immunization coverage (%)


77.7 80
150 71.6 71.8
69.5
66.9
62.3 63.2
60
Cases

100
42.8
40.6 40

50
20

170 237 111 75 33 98


0 0
2017 2018 2019 2020 2021 2022

Suspected Diphteria Cases DPT-HB-HiB (3) DPT-HB-HiB (4)


DT (Kelas 1) Td (Kelas 2+3/5)
Sumber:
Data kasus: DIF-03 s/d 20 Nov 2022
Data imunisasi: Buletin Data Imunisasi per tgl 19 Mei 2022
Ringkasan Kasus Difteri Jawa Barat Tahun 2022
Minggu 46 2022
Jumlah Kasus Per Kab/Kota
Difteri Difteri
Kasus Difteri Per Minggu (n=98) Kab/Kota Konfirmasi Total Kasus
Klinis
Lab
7
KOTA_BEKASI 6 16 22
6
5 BEKASI 3 6 9
4 BOGOR 3 6 9
3 KOTA_BOGOR 5 3 8
2 KARAWANG 3 5 8
1 KOTA_BANDUNG 1 5 6
0
CIANJUR 0 6 6
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45
KOTA_DEPOK 3 3 6
INDRAMAYU 1 3 4
TASIKMALAYA 2 1 3
Kasus kematian, n=13 kasus
1. Kota Bandung, usia 2 tahun dan 4 tahun CFR KOTA_CIREBON 0 1 1

2. Bogor, usia 5 tahun 13.3% KOTA_SUKABUMI 1 1 2


BANDUNG 1 1 2
3. Kota Bogor, usia 9 tahun
SUMEDANG 0 2 2
4. Kota Cirebon, usia 7 tahun
GARUT 1 1 2
5. Kota Cimahi, usia 3 tahun
SUKABUMI 1 0 1
6. Sumedang, usia 7 tahun
CIREBON 0 1 1
7. Bekasi, usia 7 tahun
PURWAKARTA 0 1 1
8. Cianjur, 6 tahun
KOTA_CIMAHI 0 1 1
9. Kota Depok, 6 tahun
Hidup Kematian
BANDUNG_BARAT 1 0 1
10. Garut, 24 tahun TOTAL 32 63 95
11. Karawang, 11 tahun dan 24 tahun
Data as received at Central on 20 Nov 2022
Kasus Difteri Berdasarkan Usia dan Status Imunisasi
Jawa Barat, Tahun 2022
14 Kelompok Usia Kasus Difteri
12
<1y
10 4% 1-4y
29% 22% 5-9y
8
10 - 14 y
6 15+ y
Cases

10% Unknown
4
35%
2

Unknown
10

12

15

18

20
21

23

26

29

32

34
35

37

40

43

46

48
49

51

54

57

60
> 60
<1
1
2
3
4
5
6
7
8
9

11

13
14

16
17

19

22

24
25

27
28

30
31

33

36

38
39

41
42

44
45

47

50

52
53

55
56

58
59
Age

Status Imunisasi Kasus Difteri Status Imunisasi Berdasarkan Kelompok Usia


100% 0%
90% 18% 21% 20% 29%
80% 0%
21% 26% 0 dose 70%
50%
27% 18% 7%

Percentage
60%
50%
50% 32%
Partially Completed 40% 35%
25% 41%
30%
16% Fully Completed 20%
26% 30% 32%
10% 25%
14%
0% 0%
Unknown < 1 year 1 - 4 year 5 - 9 year 10 - 14 year 15+ Unknown
37%
Age Group
0 dose Partially Completed Fully Completed Unknown
Data as of 20 Nov 2022
Daerah Terdampak Difteri di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten
Tahun 2022, s/d Minggu 46
Jumlah kasus
0 kasus
1-2 kasus
3-5 kasus
6-10 kasus
>10 kasus

Jawa Barat, n=97 kasus


DKI Jakarta, n=24 kasus
Banten, n= 20 kasus

Source: DIF-3 monthly report


Data as received at Central on 20 Nov 2022
Ringkasan
• Untuk mencegah terjadinya penyebaran lebih luas kasus difteri diperlukan upaya
surveilans yang baik, terencana, sistimatis, berkelajutan

•Surveilans yang baik juga akan mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri

•Pada situasi masih berada dalam masa pandemi COVID-19, kegiatan surveilans dapat
diintegrasikan dengan surveilans COVID-19 itu sendiri

•Selain surveilans yang baik, diperlukan juga upaya-upaya yang dapat menurunkan kasus
difteri, antara lain:
Meningkatkan cakupan imunisasi difteri
Tatalaksana kasus dan kontak difteri yang optimal
Tatalaksana KLB difteri sesuai pedoman
Memperbaiki Hygine perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang baik
Meningkatkan edukasi dan komunikasi kepada masyarakat tentang penyakit difteri
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai