Djatnika Setiabudi
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kegiatan surveilans difteri yang baik,
yang dipadukan dengan surveilans COVID-19 dan penyakit lainnya
Tujuan surveilans difteri
1. Melakukan deteksi dini kasus difteri
Etiologi lain:
C. ulcerans
C. pseudotuberculosis
Lack of immunization
History of contact with diphtheria patients
History of chronic health conditions
History of travel to areas endemic for diphtheria
Overcrowding
Exposure to poor sanitary conditions
Poor personal hygiene
Sharing utensils and fomites with person suffering from diphtheria
Presence of skin lesion or eczema
Epidemiologi
• Tersebar luas di seluruh dunia
• Pasca imunisasi difteri secara global: morbiditas
• Dapat terjadi outbreak/KLB : bila cakupan imunisasi menurun
KLB Rusia dan Negara-Negara pecahan Uni Sovyet: 1990 - 1993
KLB Indonesia tahun: 2017 - 2018
KLB di pengungsian Rohingya (Cox’s Bazar): 2017 - 2019
Reported cases of diphtheria per Joint Reporting Form,
by World Health Organization region and worldwide, 2000–2017
Kristie E.N. Clarke KEN, et al. Global Epidemiology of Diphtheria, 2000–2017. Emerging Infectious Diseases. 25(10):1834-42
Global DTP vaccine coverage and number of cases
of diphtheria (2018)
Sharma NC, et al. Diphtheria. Nat Rev Dis Primers 5, 81 (2019). https://doi.org/10.1038/s41572-019-0131-y
Milestones in the history of diphtheria
Sharma NC, et al. Diphtheria. Nat Rev Dis Primers 5, 81 (2019). https://doi.org/10.1038/s41572-019-0131-y
Transmisi dan Patogenesis
• Sumber :
- Sekret dan duh (discharge) yang berasal dari
pasien atau carrier
- Manusia merupakan reservoar utama
• Cara penularan:
- Droplet: (batuk, bersin, berbicara)
- Kontak:
menyentuh alat/barang/benda yang
mengandung sekret percikan dari
pasien, kemudian tangan (yang tidak
dicuci) menyentuh selaput mukosa
hidung atau mata
• Portal of entry :
• Saluran pernafasan
Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.
• Konjungtiva, mukosa atau kulit yang tidak Atkinson W. et al., in Epidemiology and Prevention of Vaccine-preventable
utuh (luka) Diseases, 1996d.
Perjalanan penyakit Difteri
Penularan difteria
Masa inkubasi (2–5 hari)
Gejala awal
● Demam tidak tinggi
● Lesu, kurang beraktifitas
● Tampak pseudomembran selaput keabuan di farings
Days to months
14-21 hari 1. Wharton & Vitek 2004, In: Vaccines (Ch 13)
Penyembuhan 2. CDC Pink Book. 2008:59–70
Klasifikasi Berdasar Lokasi
Difteri Tonsil Faring Difteri Laring Difteri Kulit:
(Faucial diphtheria) Merupakan perluasan difteri faring Tukak di kulit dengan pseudo-
membran pada dasarnya
Anoreksia, malaise, demam Gejala obstruksi saluran nafas atas
ringan, nyeri menelan (OSNA) lebih mencolok
Difteri Tidak lazim
Pseudomembran putih Lesi konjungtiva : kemerahan,
Stridor (inspriratoir) progresif
keabuan, sulit dilepaskan
dari dasarnya.Usaha edema, pseudomembran pada
melepaskan membran Retraksi supraklavikular / interkostal konjungtiva palpebra
perdarahan
Membran lepas OSNA berat Otitis eksterna: sekret purulen /
Dalam 2 – 3 hari perlu trakeostomi bau
pseudomembran melebar,
dapat menutupi tonsil / Difteri Hidung Vulvovaginal : hygiene yang sangat
dinding faring, uvula, buruk
palatum molle, laring, Awal menyerupai common cold
Sekret hidung: Sexual transmitted diphtheria:
Limfadenitis servikalis /
submandibularis serosanguinus --> mukopurulen - ulkus multipel pada kulit skrotum
dan penis
Edema jaringan lunak Pseudomembran pada septum nasi - satu kasus berupa non gono-
Bull neck Absorpsi fibrin lambat coccal urethritis
Kriteria Klinis Difteri
Suspek Difteri Probable Difteri Kasus Konfirmasi
Orang dengan gejala faringitis, Kasus Suspek Difteri ditambah salah Kasus konfirmasi
tonsilitis, laringitis, trakeitis atau satu dari: laboratorium: kasus suspek
kombinasinya disertai: Pernah kontak dengan kasus dengan hasil kultur positif
(< 2 minggu) Corynebacterium diphtheriae
Demam tidak tinggi Imunisasi tidak lengkap, termasuk strain toksigenik
belum booster atau
Terdapat pseudomembran Berada di daerah endemis Difteri PCR positif Corynebacterium
putih keabu-abuan yang Stridor , Bullneck diphtheriae yang telah
sulit dilepaskan, mudah Miokarditis dan/ atau komplikasi dikonfirmasi dengan Elek test
berdarah bila dilepas atau lain
bila dilakukan manipulasi Perdarahan submukosa atau * Kasus konfirmasi hubungan
petekie pada kulit epidemiologi: kasus suspek
Gagal jantung toksik, gagal ginjal dan mempunyai hubungan
akut epidemiologi dengan kasus
Meninggal konfirmasi laboratorium
• Siapapun yang kontak erat dengan kasus dalam 7 hari terakhir dianggap
berisiko tertular.
• Kontak erat penderita dan karier meliputi
Anggota keluarga serumah
Teman, kerabat, pengasuh yang secara teratur mengunjungi rumah
Teman di sekolah, teman les, teman mengaji, teman sekerja
Petugas kesehatan di lapangan dan di rumah sakit
(tanpa menggunakan APD sesuai prosedur)
Carrier diphtheria
• • Croup
Acute streptococcal membranous tonsillitis:
demam tinggi, penderita tampak kurang toksik • Acute epiglottitis
• Laryngotracheobronchitis
• Viral membranous tonsillitis :
demam tinggi, membran mudah dilepaskan • Peritonsillar abscess
• Retropharyngeal abscess
• Herpetic tonsillitis ( Gingivitis dan stomatitis )
Nasal diphtheria :
• Infectious mononeucleosis : Foreign body in nose
Disertai ruam kulit dan lymphadenopathy Rhinorrhea
Strep throat Tonsilofaringitis Difteri
Kementrian Kesehatan RI
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2017
Strategi Surveilans Dan Penanggulangan Difteri
1. Penguatan sistem surveilans difteri yang bisa
menyediakan data lengkap, berkualitas dan real-time.
2. Penguatan jejaring laboratorium difteri
3. Penguatan petugas kesehatan dalam penyelidikan
epidemiologi dan penanggulangan KLB difteri.
4. Meningkatkan tatalaksana kontak erat (contact
tracing) sesuai standar pelaksanaan operasional.
5. Meningkatkan tatalaksana kasus difteri sesuai dengan
standar pelaksanaan operasional pengobatan difteri.
6. Meningkatkan cakupan imunisasi rutin difteri, baik
dasar maupun lanjutan, mencapai target minimal 95%.
7. Penguatan pelaksanaan Outbreak Response
Immunization (ORI) dengan cakupan minimal 90%
pada situasi KLB.
KLASIFIKASI KASUS DIFTERI
Klasifikasi Diagnosis (surveilans)
• discarded : kasus suspek difteri yang setelah dikonfirmasi oleh ahli tidak
memenuhi kriteria suspek difteri
ATAU
Risk factors of
transmission
immunocomprom Overcrowding
ised states
Karier
Incomplete
Poor health
immunization
• Tempat jauh
• Ibu sibuk
• Substandard
Takut efek samping
living conditions
• Menolak imunisasi
WHO, 2009
SRH24/12/17
Kebijakan Penanggulangan KLB
1. Setiap Kejadian Luar Biasa (KLB) harus dilakukan penyelidikan dan penanggulangan sesegera
mungkin untuk menghentikan penularan dan mencegah komplikasi dan kematian.
2. Dilakukan tatalaksana kasus di rumah sakit dengan menerapkan prinsip kewaspadaan seperti
menjaga kebersihan tangan, penempatan kasus di ruang tersendiri /isolasi, dan mengurangi kontak
erat kasus dengan orang lain.
3. Setiap suspek Difteri dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan kultur.
4. Setiap kontak erat diberi kemoprofilaksis.
5. Kontak erat diberikan imunisasi pada saat penyelidikan epidemiologi.
6. Pengambilan spesimen pada kontak erat dapat dilakukan jika diperlukan sesuai dengan kajian
epidemiologi.
7. Setiap suspek Difteri dilakukan ORI (respon pemberian imunisasi pada KLB) sesegera mungkin,.
8. ORI dilanjutkan sampai selesai walaupun status KLB Difteri di suatu wilayah kabupaten/kota
dinyatakan telah berakhir.
9. Laporan kasus Difteri dilakukan dalam 24 jam secara berjenjang ke Ditjen P2P cq. Subdit
Surveilans.
Strategi Penanggulangan KLB Difteri
2000 110
100.9 1755 100
1800 99.3
96.5
94.9 95
92.3 92.3 93 92
1600 87
90
80.1 80
1400 75.9
72.3
70
1200 63.7
60.4 60
56.7
1000 944
816 50
800 775
38 37.1
40
581
600 33.2 541
30
430 401
400 20
259 235
200 10
0 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022
Year
Suspected Diphteria Cases DPT3 Coverage DPT4 Coverage Target cakupan
40
Sumber:
Provinsi Lampung
1. Kota Bandar Lampung (1 kasus)
Provinsi Maluku
2. Lampung Tengah (2 kasus)
1. Kota Ambon (2 kasus)
3. Pringsewu (1 kasus)
Provinsi Banten
1. Pandeglang (1 kasus)
2. Serang (5 kasus)
Provinsi Jawa Barat
3. Kota Tangerang Selatan (1 kasus)
1. Bogor (3 kasus)
4. Kota Cilegon (1 kasus) Provinsi Sulawesi Tenggara
2. Kota Bogor (5 kasus)
5. Tangerang (1 kasus) 1. Buton (2 kasus)
3. Karawang (2 kasus)
4. Bekasi (3 kasus) Provinsi Jawa Timur
5. Kota Bekasi (6 kasus) 1. Sampang (3 kasus)
Provinsi DKI Jakarta 2. Probolinggo (4 kasus)
6. Kota Depok (3 kasus)
1. Kota Jakarta Timur (1 kasus) Provinsi NTB
7. Indramayu (1 kasus) 3. Pasuruan (5 kasus)
2. Kota Jakarta Utara (1 kasus) 1. Kota Bima (1 kasus)
8. Kota Sukabumi (1 kasus) 4. Kota Surabaya (2 kasus)
3. Kota Jakarta Selatan (1 kasus) 5. Bangkalan (1 kasus)
9. Garut (1 kasus)
10. Bandung (1 kasus) 6. Magetan (1 kasus)
11. Tasikmalaya (2 kasus) 7. Kota Pasuruan (2 kasus)
12. Kota Bandung (1 kasus) 8. Banyuwangi (1 kasus)
13. Sukabumi (1 kasus) 9. Kota Mojokerto (1 kasus)
Titik ditempatkan secara random dalam wilayah provinsi 14. Bandung Barat (1 kasus) Kriteria KLB: hasil laboratorium kultur positif
Data as received at central on 20 Nov 2022 (tidak termasuk hasil lab PCR)
Sebaran Difteri Konfirmasi Lab, Indonesia 2021 – 2022
s.d Minggu 46, 2022
2021 Toksigenik
Positivity Rate: 24.7%
16 2
12
8 15 89%
1
4 2
5 3 3 2
0 1 2 2 2 1 1 1
T T A RA NG N BI EH H UR N
RA RA RT TE GA TA
2021 Week 52 N_
BA
A_
BA
J AK
A
ENG
GA
LA
M
PU
BA
N JA
M AC
_T
EN
A_
T I M
_S
EL A
A W T AN W SI
NT I_
43 kasus positif JA T J A E
A ES AN W
LI
M W M LA
LA L I S U
KA SU KA
2022 Toksigenik
Positivity Rate: 33,1%
32 2
28
24
20 2 91%
16 30
12
8 18
4 9 3
3 4 3 3 2 2 2 2
0 1 1 1 1 1
0
2022 Week 46 AT UR EN AT NG RA RT
A AN RA KU LO CE
H UR AT UA NG
BA
R
TI
M NT AR TA
PU A A ATTA A LUIM AR P TU
GG PA LI
90 kasus positif JA
W
A_
JA
W
A_ BA
TA
N_B
L A M
ER
A _U J AK
N_
S EL
I_
TEN M
A
GO
R ON
TA
N _T
GA
R A _B
KA
_B E
AN AT N TA ES AN G G
M M A N N
LI SU M AW LI
M
TE BA
KA A LI SUL KA S A_
: 1 kasus (+) toksigenik K
NU
: 1 kasus (+) non toksigenik
: 1 kasus dgn PCR (+)
Kultur (+) Toksigenik Kultur (+) Non Toksigenik Source: DIF-3 Monthly Report
*Titik ditempatkan secara random dalam wilayah provinsi Data as received at Central on 20 Nov 2022
Grafik Golongan Umur pada Suspek Difteri, 2021 – 2022
< 15 yr ≥ 15 yr
45 2021 : 70% (N= 161) 2021 : 30% (N= 68)
2022 : 74% (N= 295) 2022 : 26% (N= 106)
40
Suspek Difteri Berdasarkan Kelompok Usia
Tahun 2022
35
3%
30
26% <1 y
26% 2021
1-4 y
25 5-9 y 2022
10-14 y
Cases
15+ y
20
10% Unknown
15
34%
10
Unknown
<1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
14
16
18
19
21
24
25
27
29
32
34
36
37
40
42
45
47
50
51
53
55
56
58
> 60
12
13
15
17
20
22
23
26
28
30
31
33
35
38
39
41
43
44
46
48
49
52
54
57
59
60
Age
KALIMANTAN_BARAT
SUMATERA_BARAT
BANTEN
JAWA_TIMUR
SUMATERA_SELATAN
SULAWESI_SELATAN
LAMPUNG
JAMBI
BANGKA_BELITUNG
JAKARTA
SULAWESI_TENGGARA
235 Tidak jelas
79%
Hidup Meninggal
2022
2022 Pemberian ADS Kasus
CFR 13
Indonesia, Jumlah kasus kematian = 43 Meninggal
10.7% 14
12
10 Tanpa ADS
8 6 12%
Jumlah kasus meninggal
6 4
N suspek 4 3 3 3
2 2
401 2 1 1 1 1 1 1 1
0
JAWA_BARAT
SUMATERA_BARAT
KALIMANTAN_BARAT
JAWA_TIMUR
BANTEN
SUMATERA_SELATAN
SULAWESI_SELATAN
MALUKU
BALI
LAMPUNG
BANGKA_BELITUNG
ACEH
JAKARTA
PAPUA
MALUKU_UTARA
ADS
Hidup Kematian 88%
46
Kasus Suspek Difteri dan Cakupan Imunisasi Difteri
Jawa Barat, 2017 - 2022
250 120
102.9 103.7
98.4 100
200 96.4
95.2
93.4
92.4 92.4 92.2
89.7
100
42.8
40.6 40
50
20
10% Unknown
4
35%
2
Unknown
10
12
15
18
20
21
23
26
29
32
34
35
37
40
43
46
48
49
51
54
57
60
> 60
<1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
13
14
16
17
19
22
24
25
27
28
30
31
33
36
38
39
41
42
44
45
47
50
52
53
55
56
58
59
Age
Percentage
60%
50%
50% 32%
Partially Completed 40% 35%
25% 41%
30%
16% Fully Completed 20%
26% 30% 32%
10% 25%
14%
0% 0%
Unknown < 1 year 1 - 4 year 5 - 9 year 10 - 14 year 15+ Unknown
37%
Age Group
0 dose Partially Completed Fully Completed Unknown
Data as of 20 Nov 2022
Daerah Terdampak Difteri di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten
Tahun 2022, s/d Minggu 46
Jumlah kasus
0 kasus
1-2 kasus
3-5 kasus
6-10 kasus
>10 kasus
•Surveilans yang baik juga akan mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri
•Pada situasi masih berada dalam masa pandemi COVID-19, kegiatan surveilans dapat
diintegrasikan dengan surveilans COVID-19 itu sendiri
•Selain surveilans yang baik, diperlukan juga upaya-upaya yang dapat menurunkan kasus
difteri, antara lain:
Meningkatkan cakupan imunisasi difteri
Tatalaksana kasus dan kontak difteri yang optimal
Tatalaksana KLB difteri sesuai pedoman
Memperbaiki Hygine perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang baik
Meningkatkan edukasi dan komunikasi kepada masyarakat tentang penyakit difteri
TERIMA KASIH