Epidemiologi
Diagnosis
Tatalaksana
Strategi penanggulangan KLB di RS
Epidemiologi
Difteria adalah penyebab utama kesakitan dan kematian
pada anak
Epidemik pertama 6 SM
2%
2%
23% 26%
26%
32%
13%
28%
15%
33%
33%
< 1 yr 1-4 yr 5-9 yr 10-14 yr > 14 yr < 1 yr 1-4 yr 5-9 yr 10-14 yr > 14 yr
TONSILITIS
NONDIFTERIA
Oral thrush pada pasien HIV
DIAGNOSIS BANDING FAUCIAL DIFTERIA
Faringitis membranosa:
Nyeri tenggorokan streptococcus berat, Vincent’s
angina, atau demam glandular, faringitis streptococcus
dan infeksi mononucleosis
Laringitis difteri:
Epiglotitis
Haemophilus influenzae tipe b, croup
spasmodik, atau adanya benda asing,
laringotrakeobronkitis, abses peritonsilar, abses
retrofaring
CDC Protocol-03/26/2014-Revised
BULL NECK
Edema jaringan lunak yang menyebabkan tampilan
‘bull neck’ pada kasus berat
Bila meluas hingga sudut dagu sehingga batas m.
sternokleidomastoid dan batas tengah klavikula
menghilang, disebut edema erasure
Pada kasus tanpa komplikasi, tampilan ‘bull neck’
menghilang dalam waktu 2 minggu
BULLNECK
Pasien bayi, umumnya difteria kulit di nasal atau konjungtivitis
Tercium bau busuk, sekret serosanguinis/purulen
Ulkus dangkal pada hidung dan bibir atas
KOMPLIKASI
Pertumbuhan mikroorganisme terlokalisir, namun
eksotoksin diabsorbsi dan masuk ke dalam darah
sehingga menyebabkan kelainan sistemik yang
berat. Menyebabkan kelainan pada organ yang
jauh:
1-2 minggu setelah awitan untuk miokarditi
1-2 minggu setelah untuk neuritis
Jarang: gagal ginjal
Corynebacterium diphtheriae
Diwarnai dengan teknik Gram Corynebacterium diphtheriae
Tidak terdapat drum stick Diwarnai dengan teknik Albert's
Karakteristik “Aksara Cina”
Terbaik sebelum pemberian antibiotik
PENTINGNYA MELAKUKAN
PEMERIKSAAN PCR PADA DIFTERI
CDC Protocol-03/26/2014-Revised
Journal of Clinical Microbiology 2014;52: 4381
Indian J Med Res 126, December 2007, pp 545
CDC WHO 15 Januari 2016:
TATALAKSANA DIFTERIA
Dokter memutuskan diagosis difteria berdasarkan
tanda dan gejala.
Terpenting:
mulai tatalaksana antitoksin dan antibiotik apabila dokter
mendiagnosis suspek difteria tanpa perlu konfirmasi
laboratorium.
TATALAKSANA
1. Pemberian antitoksin diferi secepat mungkin setelah
melakukan tes hipersensitivitas terhadap serum kuda;
pemberian antitoksin secara dini sangat penting
dalam hal kesintasan
2. Menegakkan diagnosis melalui kultur bakteri yang
tepat
3. Pemberian antibiotik
4. Perawatan suportif termasuk perhatian khusus untuk
mempertahankan patensi saluran napas bila terdapat
membran laring atau faring ekstensif dan melakukan
observasi jantung
CDC Protocol-03/26/2014-Revised
TATALAKSANA
Lakukan penilaian apakah ditemukan keadaan gawat
napas akibat obstruksi saluran napas karena
membran dan edema perifaringeal trakeostomi
Lakukan klasifikasi kasus
Pemberian ADS (antidifteria serum) berdasarkan
diagnosis klinis untuk menetralisasi toksin bebas
dosis tunggal dalam 100-200 mL dekstrosa i.v. selama 30-
60 menit, sebelumnya dilakukan uji kepekaan.
Uji kepekaan dengan pemberian 1 tetes antitoksin
pengenceran 1:10 pada konjungtiva atau 0,02 mL
penyuntikan intradermal pengenceran 1:1000
ADS/Diphtheria Antitoxin
Antitoksin difteri pertama kali diproduksi pada
1890an dan masih diproduksi menggunakan
serum kuda yang dihiperimunisasi dengan
toksoid difteri.
Angka kematian untuk difteri klinis seringnya
melebihi 50% pada era sebelum adanya antitoksin
Pemberian:
24-48 jam kematian : 4%
Hari ke-3 kematian : 16.1%
>3 hari kematian : 29.9%
CDC Protocol-03/26/2014-Revised
Pemberian Antitoksin Difteri
TATATALAKSANA
PASIEN DIFTERI
(suspek-probabel, konfirmasi)
Pemeriksaan
Laboratorium
Jangan lupa:
lengkapi form KDRS
Hubungi Dinkes setempat
Segera pakaikan masker surgikal pada pasien.
Petugas kesehatan mengunakan APD lengkap berupa:
Masker bedah, gaun, sarung tangan, tutup kepala dan google.
Penempatan Pasien
Di R. Jenazah,
Pengelolaan sesuai Ketentuan
Umum tentang Penanganan
Jenazah Infeksius di Bag. Ilmu
Kedokteran Forensik dan
Medikolegal (IKFM)
Berita Acara
Diberikan oleh Bag. IKFM ke
keluarga