Anda di halaman 1dari 35

DIFTERI & ISPA

KELOMPOK 2 / KELAS B 2016


1. VANIA PUTRI WIDIAGMA (16-055)
2. AGUSTIN DWI P. D. (16-081)
3. WILDIAH NURSYAFIQOH P. (16-096)
DIFTERI
KASUS

An. G, laki-laki, berusia 5 tahun, dibawa orang


tuanya ke unit gawat darurat, dengan keluhan
sesak nafas. Anak mulai batuk 2 hari yang lalu.
Anak mengeluhkan sakit tenggorokan, sulit
menelan, demam suhu 38°C, sesak nafas, frekuensi
nafas 69 kali per menit, saturasi oksigen 80%, ada
pembengkakan bilateral di bagian leher, dan anak
tidak nafsu makan. Hasil pemeriksaan di
tenggorokan di dapatkan adanya selaput putih
keabu-abuan yang tidak mudah lepas.
– Informasi Kata Sulit
• Pembengkakan bilateral
• Pembengkakan pada kedua sisi leher
– Identifikasi Data Abnormal
• Sesak nafas
• Batuk 2 hari yang lalu
• Sakit tenggorokan dan sulit menelan
• Demam suhu 38°C
• RR 69 kali per menit pada anak usia 5 tahun
• Pembengkakan bilateral di bagian leher
• Tidak nafsu makan
• Adanya selaput putih keabu-abuan yang tidak mudah lepas
di tenggorokan
DEFINISI
Difteri adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria,
yang terutama menginfeksi tenggorokan dan saluran
udara atas, dan menghasilkan racun yang
mempengaruhi organ lain (WHO 2017).
Difteri adalah infeksi bakteri yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Infeksi saluran
respiratorik atas atau nasofaring menyebabkan
selaput berwarna keabuan dan bila mengenai laring
atau trakea dapat menyebabkan ngorok (stridor) dan
penyumbatan. Sekret hidung berwarna kemerahan.
PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphtheriae adalah organisme yang
minimal melakukan invasive, secara umum jarang memasuki
aliran darah, tetapi berkembang lokal pada membrana mukosa
atau pada jaringan yang rusak dan menghasilkan exotoxin yang
paten, yang tersebar keseluruh tubuh melalui aliran darah dan
sistem limpatik. Pada saat bakteri berkembang biak, toxin
merusak jaringan lokal, yang menyebabkan timbulnya kematian
dan kerusakan jaringan, lekosit masuk kedaerah tersebut
bersamaan dengan penumpukan fibrin dan elemen darah yang
lain, disertai dengan jaringan yang rusak membentuk
membrane. Akibat dari kerusakan jaringan, oedem dan
pembengkakan pada daerah sekitar membran sering terjadi, dan
ini bertanggung jawab terhadap terjadinya penyumbatan jalan
nafas pada tracheo-bronchial atau laryngeal difteri. (Lubis,
2013).
Dalam beberapa jam saja setelah terexpose
dengan toxin difteri, sintesa protein berhenti dan sel
segera mati. Organ penting yang terlibat adalah otot
jantung dan jaringan saraf. Pada miokardium, toxin
menyebabkan pembengkakan dan kerusakan
mitochondria, dengan fatty degeneration, oedem dan
interstitial fibrosis. Setelah terjadi kerusakan jaringan
miokardium, peradangan setempat akan terjadi, diikuti
dengan perivascular dibalut dengan lekosit (cuffing).
Kerusakan oleh toxin pada myelin sheath dari saraf
perifer terjadi pada keduanya, yaitu sensory dan saraf
motorik. Begitupun saraf motorik lebih sering terlibat
dan lebih berat (Lubis, 2013).
MANIFESTASI KLINIS

Tergantung pada berbagai faktor, manifestasi penyakit ini


bisa bervariasi dari tanpa gejala sampai keadaan berat dan
fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas pejamu,
virulensi serta toksigenitas C. diphteriae (kemampuan
kuman membentuk toksin) dan lokasi penyakit secara
anatomis. Difteria mempunyai masa tunas 2-6 hari.
1.Difteri saluran napas
Fokus infeksi primer yang sering, yaitu pada tonsil atau
pharynx kemudian hidung dan larynx. Infeksi dari nares
anterior lebih sering terjadi pada bayi, menyebabkan sekret
serosanguinis, purulen, dan rhinitis erosiva dengan
pembentukan membran, sakit tenggorokan merupakan
gejala yang pertama kali muncul. Gejala demam dan
sebagian lagi mengeluhkan disfagia, suara serak, malaise
atau sakit kepala.
2. Difteri hidung
Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinus dan
kemudian mukopurulen, menyebabkan lecet pada nares dan
bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada
daerah septum nasi. Absorpsi toksin sangat lambat dan gejala
sistemik yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis lambat
dibuat.
3. Difteri tonsil dan faring
Gejala difteria tonsil-faring adalah anoreksia, malaise, demam
ringan, dan nyeri menelan. Dalam 1-2 hari kemudian timbul
membran yang mudah perdarah, melekat, berwarna putih-
kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke
uvula dan palatum molle atau ke bawah ke laring dan trakea.
4. Difteri laring
Difteria laring biasanya merupakan perluasan difteria
faring. Gejala klinis difteria laring seperti nafas berbunyi,
stridor yang progresif, suara parau dan batuk kering.
5. Difteri kulit
Difteria kulit merupakan infeksi nonprogresif yang
ditandai dengan ulkus superfisial, ektima, indolent
dengan membran coklat kelabu di atasnya
6. Difteri pada tempat lain
Tanda klinis terdapat ulserasi, pembentukan membran
dan perdarahan submukosa. Difteria pada mata dengan
lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan
membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga
berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Kriteria konfirmasi laboratorium difteri adalah kultur atau PCR
positif. Untuk mengetahui toksigenisitas difteri, dilakukan
pemeriksaan tes Elek. Pengambilan sampel kultur dilakukan
pada hari ke-1, ke-2, dan ke-7. Sampel diambil dari jaringan
di bawah atau sekitar pseudomembran.
•Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis
•Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen
•Enzim CPK, segera saat masuk RS
•Ureum dan kreatinin (bila curiga ada komplikasi ginjal)
•EKG dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x
seminggu, kecuali bila ada indkasi biasa dilakukan 2-3x
seminggu.
RUMUSAN DIAGNOSA
DAPUS
• Hartoyo, E. 2018. Difteri pada anak. Sari
Pediatri. 19(5):301–306.

• http://www.who.int/immunization/diseases/di
phtheria/en/

• Lubis, C. P. 2013. Diphtheria [ difteri ]. 1–16.


ISPA
KASUS
An.K, perempuan, berusia 9 tahun, datang ke puskesmas
dengan keluhan batuk pilek selama 3 hari. Anak demam
selama 4 hari dengan suhu tubuh 38,9 °C. batuk berdahak,
dengan sputum berwarna putih kental, hidung buntu,
frekuensi nafas 20 kali per menit, suara di semua lapang paru
vesikuler. Anak tidak nafasu makan, anak muntah, dan diare
selama 2 hari. Cubitan kulit perut kembali lambat. Porsi
makan tidak habis, lingkar lengan atas 20 cm.
Informasi Kata Sulit
• Sputum
• Sputum atau dahak adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea melalui
mulut, biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian.
• Vesikuler
• Bunyi vesikuler adalah bunyi yang lemah dan nadanya rendah, biasaya bisa
didengar di semua bagian parenkim paru. Panjang inspirasi lebih panjang
dibandingkan ekspirasi.
Identifikasi Data Abnormal
• Batuk pilek selama 3 hari
• Demam selama 4 hari, dengan suhu tubuh normal 38,9 °C
• Suhu tubuh manusia normalnya 36,5 °C - 37,2 °C
• Batuk berdahak
• Sputum berwarna putih kental
• Hidung buntu
• Anak tidak nafsu makan
• Anak muntah
• Diare selama 2 hari
• Cubitan kulit perut kembali lambat
• Lingkar lengan atas 20 cm.
definisi
• Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi
pada saluran pernapasan baik saluran pernapasan atas
atau bawah, dan dapat menyebabkan berbagai
spektrum penyakit dari infeksi ringan sampai penyakit
yang parah dan mematikan, yang dipengaruhi oleh
patogen penyebab, faktor lingkungan, dan faktor
pejamu (Widyanata Lebuan dan Somia, 2017).
• ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai
alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga
tengah, pleura) (Hendarto dkk., 2015).
patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka
virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat
pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Manifestasi klinis
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-
tanda laboratoris.
1. Tanda-tanda klinis :
•Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
•Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
•Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
•Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
2. Tanda-tanda laboratoris
•Hypoxemia
•Hypercapnia
•Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
•Pemeriksaan radiologi (foto torak) adalah untuk mengetahui peyebab
dan mendiagnosa secara tepat
•Pemeriksaan RSV adalah untuk mendiagnosis RSV (respiratori sinisial
virus)
•Gas darah arteri yaitu untuk mengkaji perubahan pada sistem saluran
pernafasan kandungan oksigen dalam darah
•Jumlah sel darah putih normal atau meningkat

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :


•Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab)
•Pemeriksaan hitung darah (defential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombosutopenia.
•Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
pathway
Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah TTD
1. Ds: klien mengeluh batuk pilek selama
3 hari.
Radang pada saluran
nafas atas
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas α
Do: RR 20x/mnt, batuk berdahak, Ns. Agustin
sputum putih kental, suara lapang paru
Infeksi
vestikuler.

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

1. Ds: klien tidak nafsu makan, klien


muntah, diare selama 2 hari.
Tidak nafsu makan Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh.
α
Do: cubitan kulit perut kembali lambat, Ns. Agustin
porsi makan tidak habis, lingkar lengan Muntah
atas 20 cm.

Porsi makan tidak habis

Intake

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Rumusan Diagnosa
1. Ketidakefetifan bersihan jalan nafas b.d perubahan
pola napas d.d suara lapang paru vestikuler.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d ketidakmampuan memakan makanan d.d
tidak nafsu makan,muntah, diare selama 2 hari.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria
No. Hari/Tanggal Intervensi Rasional TTD
Keperawatan Hasil
1. Rabu/ 26
September
2018
Ketidakefetifan
bersihan jalan
nafas b.d
Tujuan:
Setelah dilakukan
1. Posisikan
pasien untuk
memaksimalk
1. Agar pasien
lebih
nyaman.
α
asuhan keperawatan Ns. Agustin
perubahan pola an ventilasi.
selama 1x24 jam
napas d.d suara
lapang paru
vestikuler.
jalan nafas teratasi.
Kriteria Hasil: 2. Monitor TTV 2. Untuk
α
1.Saturnasi oksigen melihat Ns. Agustin
dipertahankan pada kestabilan
skala 2 (deviasi
cukup berat dari 3. Motivasi
kondisi
pasien. α
kisaran normal) pasien dalam Ns. Agustin
ditingkatkan ke skala bernafas 3. Agar pasien
4 (deviasi ringan dari
kisaran normal).
pelan, dalam
berputar dan
lebih nyaman
dalam
α
2.Keseimbangan batuk. bernafas. Ns. Agustin
ventilasi dan perfusi
dipertahankan pada 4. Monitor status 4. Agar
skala 2 (deviasi pernafasan. mengetahui
cukup berat dari frekuensi
kisaran normal) nafas pasien.
ditingkatkan ke skala
4 (deviasi ringan dari
kisaran normal.
2. Rabu/ 26
September 2018
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
1. Berikan pilihan
makanan sambil
1. Agar nafsu makan
pasien meningkat. α
kebutuhan tubuh b.d menawarkan
ketidakmampuan keperawatan selama 1x24 bimbingan Ns. Agustin
memakan makanan d.d jam nafsu makan klien terhadap pilihan
tidak nafsu meningkat. makanan yang
makan,muntah, diare Kriteria Hasil: sehat jika
selama 2 hari. diperlukan.
1.Hasrat/keinginan untuk
makan dipertahankan pada 2. Lingkungan yang
α
skala 3 (cukup terganggu) 1. Ciptakan lingkungan bersih akan
ditingkatkan pada skala 5 yang optimal pada Ns. Agustin
membuat pasien
(tidak terganggu). saat mengkonsumsi merasa nyaman
2.Rangsangan untuk makan makan (mis, bersih, sehingga pasien
dipertahankan pada skala 3 berventilasi, santai, lebih mudah
(cukup terganggu) dan bebas dari bau mengkonsumsi
ditingkatkan pada skala 5
(tidak terganggu).
yang menyengat). makanan. α
3.Merasakan makanan
Ns. Agustin
dipertahankan pada skala 3
(cukup terganggu) 2. Lakukan atau bantu
ditingkatkan pada skala 5 pasien terkait 3. Kebersihan mulut
(tidak terganggu).
4.Menyenangi makanan
dengan perawatan
mulut sebelum
dapat memberikan
nafsu makan yang
α
dipertahankan pada skala 3 makan. meningkat pada
(cukup tergangggu) Ns. Agustin
pasien.
ditingkatkan pada skala 5
(tidak terganggu).
3. Anjurkan keluarga
untuk membawa 4. Agar pasien mau
makanan favorit mengkonsumsi
pasien sementara makanan dan
(pasien) berada di meningkatkan
rumah sakit atau nafsu makan pada
fasilitas perawatan pasien.
yang sesuai.
DAPUS
• Hendarto, T. Ruswanto, Kusnadi, dan M. A. A.
Ridho. 2015. Profil kabupaten magelang tahun
2015

• Widyanata Lebuan, A. dan A. Somia. 2017. Faktor
yang berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan akut pada siswa taman kanak-kanak
di kelurahan dangin puri kecamatan denpasar
timur tahun 2014. E-Jurnal Medika. 9(1):135–150.

Anda mungkin juga menyukai