Anda di halaman 1dari 19

Tonsilitis Difteri pada Dewasa

Josua 102012034*
Dhimas Garin Dewa Agista 102015008
Deonard Rantentampang 102015150
Muhammad Rizauddin Bin Che Riah 102015201
Nicky Sanita 102014193
Gianina Ivelyn Missy 102015080*
Stepvani 102015118*
Priska Febriandini Putri 102015196*

Kelompok D1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik

• Identitas pasien • TTV : Semua Dalam


seperti nama,
Batas Normal
alamat, umur, dan
pekerjaan. • Suhu : 37,5oC
• Keluhan utama pasien • Pemeriksaan
: Sesak Nafas Tenggorok: Tonsil
• Keluhan Nyeri T2/T2, Hiperemi,
tenggorok sejak 1 (+) Pseudomembran
minggu yang lalu di tonsil Kanan Kiri
• Ada Demam
• (+)KGB kanan-kiri
sejak 3 hari yang lalu
• (+)suara serak
Pemeriksaan Penunjang

- CBC → Leukosit moderate


- Urinalisis (Proteinuria transient)
- Foto Thorax dan soft tissue leher →bila ada sumbatan
- EKG → perubahan segmen ST dan gelombang T
- Tes toksigenitas bakteri → elek’s test
- Tes status imun penderits → Shick’s test
- PCR (Mahal)
DIAGNOSIS BANDING

Tonsilitis Difteri (WD) Tonsilitis Bakteri Tonsilitis Septik

Group A steptococcus B
Corynebacterium Diphteriae hemolitikus→Step throat,
Streptococcus hemolitikus
penumokcoccus, strep. Vidridans,
strep. piogenes

Infeksi terdapat pada faring, laring,


hidung dan kadang pada kulit, Tonsilitis folikularis dengan detritus
konjungtiva, genitalia dan telinga yang jelas.

Dapat disebarkan melalui tetesan air Tonsilitis lakunaris dengan detritus


Terdapat dalam susu sapi→epidemi
liur akibat batuk, bersin atau berbicara yang telah menjadi satu

Odinofagia, demam tinggi, fatique, Karena susu sapi yang tidak di


arthralgia, otalgia, kadang referred pasteurisasi
pain

Jarang di Indonesia
ANATOMI

CINCIN WALDEYER
TONSIL PALATINA

 Suatu massa jaringan limfoid terletak di dalam


fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dibatasi :
 Pilar anterior (otot palatoglosus)
 Pilar posterior (otot palatofaringeus).

 Letak di lateral orofaring


 Bentuk oval, p:2-5 cm, mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil.
Thane & Cody
Pembesaran tonsil

T1 : batas medial tonsil melewati pilar


anterior sampai ¼ jarak pilar anterior-
uvula
T2 : batas medial tonsil melewati ¼
pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar
anterior-uvula
T3 : batas medial tonsil melewati ½
pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar
anterior-uvula
T4 : batas medial tonsil melewati ¾
pilar anterior-uvula sampai uvula atau
lebih.
ETIOLOGI

Penyebab Corynebacterium diphteriae


(basil Klebs-Loeffler)
Mikroskopis: Basil gram positif tidak teratur, tidak
bergerak, tidak membentuk spora dan berbentuk
batang pleomorfis.
Berwarna putih kelabu pada medium Loeffler.
Transmisi: Droplet(batuk/bersin), skin-to-tkin-
contact
EPIDEMOLOGI

 WHO: 5 tahun terakhir India


menduduki peringkat  Di Indonesia, kasus difteri
pertama penderita difteri juga mengalami peningkatan
terbanyak di seluruh dunia pada tahun-tahun terakhir.
dengan :  Hal ini menempatkan
 3.977 kasus, Tahun 2008 Indonesia berada pada
urutan ke-2 penderita difteri
 3.529 kasus Tahun 2009 terbanyak di dunia setelah
 3.434 kasus Tahun 2010 India.

 4.233 kasus Tahun 2011  Kasus terbanyak terjadi di


Jawa Timur yang meliputi
 2.525 kasus Tahun 2012 seluruh kabupaten/kota dan
menyumbang sekitar 80%
kasus difteri nasional.
 Kejadian difteri meliputi
beberapa wilayah, antara
lain Andhra Pradesh, Delhi,
Maharashtra, dan Chandigarh
Faktor Resiko

 Usia <10 tahun


 Tidak memiliki riwayat imunisasi
lengkap
 Kadar antitoksin rendah <0,03
satuan/cc darah
 Karier (+) tetapi asimptomatik
Manifestasi Klinis

•Umum: demam subfebris, chepalgia,


anorexia , malaise, bradikardi, odinofagia

•Lokal: tonsil hipertrofi ditutupi pseudomembran yang makin lama


makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu.
•Bila infeksinya berjalan terus, KGB membengkak leher → leher
sapi( bull neck) atau Burgermeester’s hals.

•Eksotoksin bakteri: Kerusakan jaringan tubuh →


miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf
kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-
otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
GEJALA KLINIS

 Tonsil membengkak  Kelenjar limfe


ditutupi bercak putih membengkak
yang makin lama meluas menyerupai leher sapi
dan bersatu membentuk (bull neck atau
membrane semu yg burgemeester hals)
dapat meluas ke
palatum mole, uvula,
nasofaring, laring,
trakea,
bronkus→Obstruksi
sal.napas
 Melekat pada dasar,
mudah berdarah
Patofisiologi

Memproduksi
Berkembang biak toksin ada 2
Kuman masuk
di sal nafas atas fragmen fragmen
A(toxic) dan B

Fragmen A masuk
Toksin menempel Dengan bantuan kedalam dan
di membran sel Fragmen B menghambat
enzim translokase

Rangkaian Toksin diphtheriae tidak memiliki


polipeptida tidak Sel akan mati target organ tertentu, tetapi
terbentuk miokardium dan saraf perifer yang
paling sering terkena.
Penatalaksanaan
Isolasi dan karantina
Penderita harus beristirahat
selama 2-3 minggu

Farmakologis
ADS (Anti Difteri Serum) tanpa menunggu hasil kultur
 Faring atau laring: 20.000 u
 Nasofaring: 40.000-80.000 u
 Difteri luas + bullneck: 80.000-100.000 u → ≥3hr
Antibiotik : mencegah eradikasi organisme
Penisilin atau eritromisin 25-50 mg/KgBB dibagi 3 dosis selama 14
hari
Kortikosteroid: efek ke jalan napas
Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari
Kemoprofilaksis for close contact: Eritromisin/penisilin 14hari
Non farmakologis Tonsilektomi
Indikasi absolut
 Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan
napas atas, disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat
komplikasi kardiopulmonal
 Abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan
medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.
 Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
 Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan
patologi

Indikasi relatif
 Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun,
meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang
adekuat
 Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon
terhadap pengobatan medik
 Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa
streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian
antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase.
Komplikasi

 Obstruksi jalan napas


 Perluasan membrane ke laring
 Penekanan eksterna KGB dan odema
 Myocarditis
 Biasanya pada hari ke 10 – 14 tetapi dapat
dijumpai sepanjang minggu 1 – 6
 Neuritis
 Biasanya bilateral, lebih bersifat motoric
 Paling sering paralisis palatum molle dan otot
faring
 Albuminuria (Ginjal)
Pencegahan

 Vaksin DTap/DT:
usia 2,4,6, 15-18 bulan dan booster usia 4-6 tahun
 Vaksin Td (tetanus : dosis rendah):
usia >7thn/dewasa, booster setiap 10 thn
 Vaksin Tdap: remaja usia 11-12 tahun, atau sebagai salah
satu booster Td pada remaja/dewasa > 19 tahun, ibu
hamil > 20minggu/segera setelah melahirkan
 Imunisasi bagi mereka yang melakukan perjalanan ke
daerah endemic
 Isolasi penderita untuk menghindar kontak
( Minimal 7 hari)
Prognosis

Usia penderita
Makin rendah makin jelek prognosa.
Kematian paling sering ditemukan
pada anak-anak kurang dari 4 tahun
dan terjadi sebagai akibat tercekik oleh
membran difterik.

Waktu pengobatan antitoksin


Sangat dipengaruhi oleh cepatnya
pemberian antitoksin.

Tipe klinis difteri


Mortalitas tertinggi pada difteri
faring-laring (56,8%) menyusul tipe
nasofaring (48,4%) dan faring (10,5%)

Keadaan umum penderita


Prognosa baik pada penderita dengan
gizi baik.
Kesimpulan
 Tonsillitis adalah inflamasi pada tonsila palatina yang
disebabkan oleh infeksi dan virus.
 Pada skenario ini diketahui bahwa perempuan tersebut
memiliki keluhan nyeri tenggorok disertai demam serta
adanya bengkak di leher kanan dan kiri.
 Selain itu juga pada pemeriksaan tenggorok didapatkan
tonsil T2/T2, hiperemi dan tampak pseudomembran
pada tonsil kiri dan kanan.

Hipotesis diterima

Anda mungkin juga menyukai