Anda di halaman 1dari 16

RINGKASAN KASUS

Pada tanggal 16 Maret 2011 telah dilakukan nekropsi pada seekor ayam Broiler umur 21 hari
dengan berat 0.8 kg, milik RPU (Penayung) Banda Aceh berasal dari peternak Lamreung.

Berdasarkan anamnesa diketahui ayam broiler tersebut menunjukkan gejala lemas, sayap
terkulai, kotoran encer seperti nanah dan ayam mati setelah sampai di RPU (penayung) jam 7
pagi. Sebelum nekropsi dilakukan anamnesa pemeriksaan fisik, keadan umum ayam kelihatan
kurus, bulu kotor dan kusam, selaput lendir (mata, mulut, hidung, telinga, dan kloaca) pucat di
Laboratorium Patologi Klinik. Pemeriksaan patologi dilakukan secara makroskopik (patologi
anatomi) dan mikroskopik ( histopat). Pemeriksaan makroskopik dengan cara inspeksi, palpasi,
dan incisi pada organ yang dicurigai, sedangkan pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan
membuat preparat histopatologi. Hasil pemeriksaan patologi secara makroskopis menunjukkan
ayam mengalami perihepatitis, perikarditis fibrinus eksudat pada saluran penafasan bagian atas
dan radang pada paru-paru serta kantong kelihatan udara keruh. Sedangkan hasil pemeriksaan
secara mikroskopis (histopatologi) menunjukkan bahwa ayam mengalami lesi mengandung
edema dan infiltrasi heterofil. Terdapat banyak proliferasi fibroblastik dan akumulasi sejumlah
besar heterofil nekrotik di dalam eksudat kaseosa pada kantong udara Pada usus villi usus sudah
rusak, brons border sudah meng ilang, banyak di jumpai sel-sel radang, di jumpai eritrosit (
hemoragi), pada hati infiltrasi jaringan lemak,banyak nya sel-sel radang, di jumpai eritrosit
(hemoragi), sinosoi melebar dan Sel-sel hati bayak yang terpisah, Pada ginjal di jumpai eritrosit
(hemoragi), meluasnay ruangan inter tubular, banyak nya di jumpai sel-sel radang. Berdasarkan
hasil pemeriksaan patologi klinik, patologi, ayam broiler dengan nomor protokol 3063
didiagnosa menderita CRD kompex (colibacillosis).

PENDAHULUAN

Perkembangan peternakan ayam broiler di Indonesia sangat pesat. Pesatnya perkembangan


tersebut didorong oleh kebutuhan manusia tehadap daging ayam. Ada banyak faktor lain yang
dapat menentukkan keberhasilan kemajuan peternakan ayam broiler antara lain manajemen
pemeliharaan, kondisi lingkungan yang mendukung, cuaca dan manajemen kesehatan. Penyakit
merupakan salah satu resiko yang seringkali harus dihadapi dalam usaha peternakan ayam, oleh
karena itu pengetahuan mengenai gejala masing-masing penyakit, penyebab penyakit,
pengobatan maupun pencegahan penyakit merupakan salah satu bekal yang penting bagi
suksesnya usaha peternakan. Berbagai jenis penyakit sering menimbulkan gejala yang hampir
serupa, sehingga untuk melakukan diagnosa diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut
termasuk pemeriksaan laboratorium.

Penyakit CRD merupaka penyakit yang sering di sebuah peternakan. Hampir di setiap periode
pemeliharaan, serangan bakteri Mycoplasma gallisepticum (penyebab penyakit CRD) selalu
muncul. Kemunculannya pun kerap kali diikuti dengan serangan penyakit lainnya, yang salah
satunya ialah infeksi bakteri Eschericia coli (penyebab Kolibacillosis). Komplikasi kedua
penyakit ini disebut sebagai penyakit CRD kompleks. Berdasarkan pengamatan rekan-rekan
technical service (TS) Medion, selama tahun 2007 penyakit CRD kompleks termasuk ke dalam
10 besar penyakit yang sering menyerang ayam pedaging maupun petelur ( info medion, 2008).
Kolibasilosis merupakan penyakit yang dapat menimbulkan berbagai kerugian pada peternakan
ayam sehubungan dengan terjadinya kematian, gangguan pertumbuhan atau produksi, faktor
pendukung timbulnya berbagai penyakit lainnya, respon yang kurang optimal terhadap vaksinasi
dan peningkatan biaya pengobatan, pakan, desinfektan serta tenaga kerja. Dampak penting
lainnya pada industri perunggasan akibat kolibasilosis antara lain adanya peningkatan jumlah
ayam yang diafkir, penurunan kualitas karkas dan telur, penurunan daya tetas telur dan kualitas
anak ayam dan mendukung timbulnya penyakit kompleks yang sulit ditanggulangi (Charles,
2000).

TINJAUAN PUSTAKA

Perunggasan telah berkembang menjadi industri yang mampu memenuhi kebutuhan dunia akan
protein hewani melalui produksi daging dan telur. Namun sayangnya perkembangan hasil
produksi yang dicapai masih belum optimal, salah satunya akibat rutinnya berbagai penyakit
menyambangi peternakan kita. Pada awal tahun 2011 ini kasus penyakit yang menimpa
peternakan ayam di Indonesia diprediksikan masih didominasi oleh penyakit lama dan memang
sudah sering menyerang ayam, salah satunya adalah CRD kompleks (Poultry Indonesia, 2010).

Sebagai sebuah industri yang sedang berkembang, hampir semua ayam dipelihara pada situasi
kandang yang terlalu padat dengan kualitas udara yang rendah. Pada situasi demikian,
kemungkinan besar hampir seluruh populasi ayam di kandang akan terinfeksi oleh M.
gallisepticum (penyebab CRD) sehingga kondisi ayam akan terus menurun. Setelah daya tahan
tubuh ayam menurun, infeksi oleh bakteri lain seperti Eschericia coli akan mudah berkembang
dan CRD kompleks pun terjadi. Ditingkat peternak ayam pedaging, kasus CRD dan CRD
kompleks merupakan kasus teratas yang sering dijumpai, namun berdasar pada pola
pemeliharaan ayam pedaging yang terlalu singkat dan kasus CRD kompleks yang sudah sering
terjadi berulang di farm, maka kehadiran penyakit ini kurang diekspos oleh peternak (Info
Medion ,2011).

Etiologi

Penyakit ngorok atau CRD pada ayam merupakan suatu penyakit yang menyerang saluran
pernapasan dimana sifatnya kronis. Disebut “kronis” karena penyakit ini berlangsung secara
terus menerus dalam jangka waktu lama dan sulit untuk disembuhkan. Penyebab utamanya
adalah M. gallisepticum, yang salah satu gejala khas dari penyakit ini adalah ngorok, sehingga
peternak lebih umum menyebutnya dengan penyakit ngorok (Anonimus, 20011).

Saluran pernapasan ayam secara alami dilengkapi dengan pertahanan mekanik. Permukaannya
dilapisi mukosa dan terdapat silia (bulu-bulu getar) serta mukus yang berfungsi menyaring udara
yang masuk. M. gallisepticum sering terdapat di saluran pernapasan ayam ini, masuk bersamaan
dengan aliran udara yang sebelumnya telah terkontaminasi. Ketika memasuki saluran pernapasan
ayam, agen penyakit ini menempel pada mukosa saluran pernapasan dan merusak sel-selnya.
Adanya bakteri ini akan memicu terjadinya radang dan aliran darah di daerah tersebut menjadi
meningkat. Bakteri akan ikut aliran darah dan menuju kantung udara, dimana kantung udara
merupakan tempat yang cocok untuk M. gallisepticum hidup dan berkembang biak (Info medion,
2010).

Struktur bakteri M. gallisepticum

M. gallisepticum merupakan bakteri Gram (-) berbentuk polimorfik kokoid dan tidak memiliki
dinding sel sehingga bakteri ini mudah pecah/mati oleh desinfektan, panas, sinar matahari dan
faktor lainnya. Pola serangan yang ditimbulkan oleh CRD tergolong lambat. Ketika ayam mulai
terjangkit M. gallisepticum, infeksi tersebut akan berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Selama beberapa minggu bakteri akan tetap menetap dalam saluran pernapasan dan baru bekerja
menginfeksi akut ketika ayam mengalami stres (Anonimus, 2008).

M. gallisepticum menimbulkan masalah serius pada ayam pedaging dimana bakteri tersebut
sering bekerja sinergis dengan agen infeksi lain seperti E.coli. E. coli adalah bakteri yang hampir
ditemukan pada semua tempat, terlebih pada tempat-tempat yang kotor. Colibacillosis memang
penyakit yang identik dengan kebersihan. Semakin kotor lingkungan peternakan maka
colibacillosis akan semakin tinggi tingkat kejadiannya. Oleh karena itu colibasillosis sangat
bergantung pada pelaksanaan manajemen peternakan. Tingkat kematian akibat colibacillosis bisa
mencapai 10%. Timbulnya CRD yang menyerang saluran pernapasan, akan semakin membuka
kesempatan bagi bakteri lain seperti E.coli untuk ikut menginfeksi ayam sehingga terjadilah
CRD kompleks. CRD kompleks merupakan gabungan/komplikasi penyakit antara CRD dan
colibacillosis ( Diyanti, dkk., 1998).
Struktur bakteri E. coli

E.coli termasuk bakteri gram negatif, tidak tahan asam, tercat uniform, tidak membentuk spora,
berukuran 2-3 x 0,6 µ, mempunyai flagella peritrikus, bentuk koloni sirkuler, konveks, halus,
memfermentasi laktosa, sukrosa dan memproduksi hemolisin. Bakteri ini dapat tumbuh pada
kisaran suhu antara 10-46 0C, pertumbuhan baik pada suhu 20-40 0C dan pertumbuhan optimum
pada suhu 37 0C (Gibson,1996).

Epidemiologi

Sebagai penyakit tunggal, CRD pada ayam dewasa jarang sampai menimbulkan kematian,
meskipun angka kesakitannya cukup tinggi. Dari data yang dikumpulkan oleh tim Technical
Service Medion sepanjang tahun 2010, CRD kompleks masih menduduki posisi teratas dalam
ranking penyakit 2010 yang menyerang ayam pedaging. Sedangkan pada ayam petelur, penyakit
CRD kompleks berada diposisi 7 ranking penyakit (Info Medion ,2011).

Jika dilihat dari umur serangan, maka pada ayam pedaging CRD kompleks sering menyerang di
umur 20-28 hari (minggu ke-3 pemeliharaan), sedangkan pada ayam petelur pada umur < 22
minggu (Technical Service Medion, 2010). CRD kompleks biasanya muncul di farm saat
pemeliharaan menginjak minggu ketiga, hal ini terkait dengan penurunan kualitas litter dan
manajemen tutup kandang yang kurang optimal. Tabel Ranking penyakit tahun 2010 pada ayam
pedaging dan petelur (Info Medion,2011).

(Sumber : Data Technical Service Medion, 2010) .

Patogenesa

Infeksi E. coli pada unggas umumnya dipicu oleh infeksi primer saluran pernapasan yang
disebabkan oleh virus atau Mycoplasma. Kondisi tersebut akan menjadi parah karena faktor-
faktor lingkungan seperti tingginya amoniak di dalam kandang. Kolibasilosis menyebar karena
unggas menghirup debu kandang yang telah tercemar bakteri. Unggas dapat bersifat sebagai
pembawa bakteri karena di dalam tinjanya selalu mengandung E. coli.
Bakteri akan masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah dan akan melekat di
permukaan epitel. Perlekatan yang spesifik dari bakteri ini disebabkan karena adanya vili yang
dimilikinya. Setelah melekat bakteri akan masuk ke perredaran darah dan akhirnya menimbulkan
kerusakan pada kantong udara, perikardium jantung dan kapsula hati. Bakteri E. coli yang ganas
dapat diisolasi terutama dari kantong udara dan perikardium jantung.

Penularan E. coli yang terjadi melalui telur tetas akan menyebabkan kematian dini yang tinggi
pada anak ayam. Anak ayam yang dihasilkan dari telur yang terkontaminasi akan mengandung
sejumlah besar E. coli di dalam usus atau feses, sehingga akan berakibat terjadinya penularan
yang cepat pada suatu populasi tertentu. Sumber penularan terpenting pada telur adalah feses
yang mengandung E. coli yang mengkontaminasi dan menembus kerabang telur serta selaput
telur. Pencemaran telur oleh E.coli bisa terjadi di ovarium maupun oviduk yang terinfeksi oleh
bakteri tersebut (Imbang, 2010).

Cara Penularan

Penularan CRD kompleks bisa terjadi baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal
dapat melalui induk yang menularkan penyakit melalui telur dan secara horizontal disebarkan
dari ayam yang sakit ke ayam yang sehat, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
Penularan tidak langsung dapat melalui kontak dengan tempat peralatan, tempat makan dan
minum, hewan liar/vektor maupun petugas kandang. Ayam muda biasanya memiliki kepekaan
yang lebih tinggi terhadap penyakit dibandingkan ayam dewasa. Technical Service Medio (Info
Medion , 2010).

Faktor – faktor penularan CRD

 · DOC berkualitas rendah

Secara keilmuan, penyebab CRD kompleks dapat berasal dari induk (induk yang terserang CRD
secara otomatis akan menularkannya ke anak ayam yang dihasilkannya) maupun karena
manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Namun di lapangan (farm), merebaknya kasus CRD
kompleks seringkali disebabkan karena kesalahan tata laksana pemeliharaan. Bahkan, penyakit
ini disebut juga sebagai penyakit kesalahan manajemen.

Perbaikan genetik ayam ras yang kita kembangkan sekarang, memang telah menunjukkan
perkembangan yang sungguh menakjubkan. Ayam pedaging mampu tumbuh cepat dengan
efisiensi ransum semakin baik. Demikian pula dengan ayam petelur, mampu menghasilkan telur
dalam waktu lebih awal (bertelur lebih awal 2 minggu, red.) dengan puncak produksi lebih tinggi
dan persistensi produksi telur yang lebih lama.

Pada ayam pedaging, pertumbuhan berat badan yang begitu pesat tidak diimbangi dengan
perkembangan organ dalam, seperti jantung dan paru-paru. Hal ini mengakibatkan paru-paru
dipaksa bekerja keras dalam menyuplai oksigen untuk proses metabolisme tubuh. Akibatnya,
organ pernapasan ini menjadi lebih rentan terhadap gangguan. Kondisi ini juga dialami oleh
organ pernapasan lainnya, seperti hidung (sinus hidung), trakea dan kantung udara. Pertumbuhan
berat badan yang cepat tanpa diikuti dengan perkembangan organ dalam akan memicu
munculnya penyakit saluran pernapasan

DOC atau day old chick dengan ukuran berat badan di bawah standar lebih rentan terserang
penyakit pernapasan. Kondisi tubuhnya yang lemah menyebabkan DOC yang berukuran tubuh
lebih kecil lebih mudah terinfeksi bakteri M. gallisepticum maupun E. coli.

 Kesalahan manajemen brooding

Masa brooding menjadi “pondasi” bagi pertumbuhan ayam pada masa selanjutnya karena masa
brooding merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan seluruh sel dan organ tubuh ayam,
yaitu organ pencernaan, pernapasan, reproduksi dan organ kekebalan atau pertahanan tubuh.
Kesalahan pada periode ini akan memberikan dampak tersendiri yaitu pertumbuhan dan
produktivitas yang tidak optimal. Terlebih lagi jika ayam sempat terserang penyakit (misalnya
penyakit CRD kompleks).

Seringkali peternak beranggapan masa brooding dimulai pada saat chick in. Paradigma ini
sebenarnya kurang tepat karena sesungguhnya masa brooding sudah dimulai waktu persiapan
kandang. Kunci awal keberhasilan pemeliharaan brooding ialah persiapan, pembersihan dan
desinfeksi kandang secara tepat dan menyeluruh. Jika kegiatan ini tidak dilakukan dengan baik
maka saat chick in akan banyak ditemukan kendala, terlebih lagi bila periode sebelumnya
terserang penyakit.

Saat kondisi cuaca dingin, pemanas atau brooder selalu dihidupkan dan tirai kandang ditutup
(tanpa celah ventilasi) dengan anggapan agar mampu menjaga panas di dalam kandang tetap
stabil. Namun, tahukah kita bahwa hal tersebut kurang tepat? Panas yang cukup memang
menjadi syarat agar DOC dapat tumbuh dengan baik, namun mempertahankan panas dengan
menghilangkan ventilasi kandang dapat berakibat sebaliknya. Ventilasi kandang yang tertutup
akan menyebabkan gas sisa pembakaran dari brooder, amonia dari kandang maupun debu dari
litter tidak dapat dikeluarkan dari kandang. Akibatnya, kualitas udara menurun sehingga memicu
serangan penyakit pernapasan, terutama CRD.

 Tingginya kadar amonia

Amonia merupakan gas yang dihasilkan dari penguraian feses oleh bakteri ureolitik. Gas ini
memiliki kemampuan mengiritasi saluran pernapasan ayam. Kadar amonia di dalam kandang
sangat dipengaruhi oleh kondisi litter (lembab atau kering), kepadatan kandang, kualitas ransum
yang diberikan (kadar protein kasar dan garam), tata laksana penanganan litter, sistem ventilasi
maupun tata laksana pemberian air minum.

Keberadaan amonia di dalam kandang dalam kadar yang tinggi dapat merusak saluran
pernapasan atas sampai penurunan produksi telur (tabel 2). Kerusakan saluran pernapasan atas
berarti juga kerusakan sistem pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Oleh
karenanya, kerusakan tersebut akan memicu serangan penyakit lainnya, seperti E. coli maupun
korisa.
 Lemahnya biosecurity

Sanitasi dan desinfeksi yang dilakukan secara rutin akan mengurangi tantangan bibit penyakit
yang berada di sekitar ayam. Namun, seringkali kita (peternak, red.) belum begitu konsisten
dalam melakukan sanitasi dan desinfeksi.

Tempat minum berupa, menjadi sarana penularan penyakit yang sangat baik. Jika ada salah satu
ayam yang terserang CRD, maka saat minum eksudat dari hidung ayam tersebut akan mencemari
air minum. Akibatnya saat ayam melakukan aktivitas minum, bakteri CRD bisa menginfeksi.
Infeksi dan penularan E. coli juga bersumber dari air minum. Oleh karena itu, lakukan
pemeriksaan kualitas air secara rutin, terutama saat pergantian musim.

 Kondisi cuaca yang tidak nyaman

Kandang yang nyaman, yaitu memiliki suhu 25-28oC dan kelembaban 60-70% akan mendukung
produktivitas ayam. Namun kenyataannya, kondisi kandang seringkali berfluktuasi, terlebih lagi
saat musim pancaroba (perubahan musim). Kondisi suhu dan kelembaban saat perubahan musim
tidak menentu. Sering ditemukan kejadian saat siang hari panas namun tiba-tiba hujan dan
biasanya diikuti dengan tiupan angin yang kencang. Kondisi ini tentu saja akan menurunkan
stamina tubuh ayam sehingga serangan penyakit relatif mudah terjadi, terlebih lagi CRD
kompleks.

Gejala Klinis

Jika M. gallisepticum menginfeksi ayam tanpa komplikasi, maka gejala klinis tidak akan terlihat.
Namun karena ada faktor lain seperti E. coli akan menyebabkan saluran pernapasan akan lebih
teriritasi dan gejala klinis pun akan mulai terlihat. Gejala klinis dari CRD kompleks pada ayam
umur muda (DOC dan pullet) sering terlihat gejala sakit pernapasan, menggigil, kehilangan nafsu
makan, penurunan bobot badan dan peningkatan rasio konversi ransum. Anak ayam lebih sering
terlihat bergerombol di dekat pemanas brooder. Pada ayam dewasa kadang-kadang terlihat ingus
keluar dari hidung dan air mata, sulit bernapas, ngorok, dan bersin (Info medion, 2011).

Serangan CRD pada ayam muda.


Perubahan Patologi Anatomi (Makroskopis ) dan Histopatologi (mikroskopis)

Perubahan pada bedah bangkai ditemukan peradangan pada saluran pernapasan bagian atas
(laring, trakea, bronkus), paru-paru berwarna kecoklatan, kantung udara tampak adanya lesi yang
khas (keruh dan menebal) serta pembentukan jaringan fibrin pada selaput hati (perihepatitis) dan
selaput jantung (pericarditis) dan perkejuan di organ dalam (komplikasi colibacillosis (Info
medion, 2008).

Selaput lendir pada trakea, bengkak dan berwarna merah

Sebenarnya M. gallisepticum sangat mudah mati, terutama oleh temperatur lingkungan


yang tinggi, kadar O2 tinggi, kelembaban relatif rendah dan juga beberapa desinfektan maupun
antiseptik. Namun, pada kandang dengan ventilasi dan sanitasi jelek, kondisi ini justru dapat
membuat Mycoplasma dapat bertahan lama hidup di udara. M. gallisepticum ketika berada dalam
saluran pernapasan akan berkembangbiak dengan cepat, tetapi memiliki pola serangan yang
lambat. Sisa metabolisme dan bangkai M. gallisepticum yang mati akibat terjadi perebutan
tempat hidup dan makanan mengakibatkan kerusakan pada sel-sel permukaan saluran
pernapasan. Kerusakan ini akan mempermudah terjadinya infeksi sekunder, sehingga muncul
CRD kompleks dimana terjadi Perihepatitis dan pericarditis (Charles, 2000, Anonimus, 2008,
Diyanti,dkk., 1998).

Perihepatitis dan pericarditis


Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis lainya yang kelihatan adalah:

1.airsaculitis

Infeksi pada kantong udara biasanya diikuti perikarditis dan perihepatitis (Tabbu, 2000). Secara
mikroskopis lesi mengandung edema dan infiltrasi heterofil. Terdapat banyak proliferasi
fibroblastik dan akumulasi sejumlah besar heterofil nekrotik di dalam eksudat kaseosa (Calnek,
1997).

Kantung udara keruh (a) dan berbusa (b).

2. omfalitis

Saat abdomen membengkak dan anak ayam dibuka akan tampak yolk sac tidak diabsorbsi, tapi
dipenuhi oleh cairan tidak berwarna atau coklat dan infeksi telah menyebar ke seluruh rongga
perut. Kandungan normal yolk sac berubah dari viskositas, kuning kehijauan dan cair, kuning
kecoklatan atau masa kaseosa (Calnek, 1997).

3. Koliseptisemia

Ginjal membesar dan berwarna hitam. Pada septisemi akut perubahan yang tersifat adalah hati
yang berwarna kehijauan dan otot pektoralis yang kongesti, terdapat eksudat fibrinus yang
menutupi permukaan hati. Secara mikroskopis hati menunjukkan kongesti disertai infiltrasi
heterofil (Tabbu, 2000)

4. enteritis

Enterotocsigenic (ETEC) yang membebaskan toksin dapat menyebabkan akumulasi cairan pada
usus. Selama infeksi E. coli akut selalu terdapat cairan menguning (Calnek, 1997). Mukosa usus
biasanya mengalami kongesti dan kadang-kadang mengalami deskuamasi akibat endotoksin
yang dihasilkan oleh E. coli (Tabbu, 2000).

5. Salpingitis

Ditandai dengan bentuk ova yang tidak teratur, ova berwarna kekuningan dan kerapkali
ditemukan adanya folikel yang berubah menjadi cyst atau ruptur. Oviduk dapat mengalami
obstruksi oleh adanya material yang mengkeju ataupun bagian dari telur yang pecah (Tabbu,
2000). Reaksi jaringan dalam oviduk ringan dan mengandung sebagian besar akumulasi heterofil
di bawah epitelium. Estrogen yang tinggi tampak berhubungan dengan pertumbuhan E.coli di
oviduk

6. Koligranuloma

Terdapat granuloma di hati, duodenum, sekum, dan mesenterium. Lesi tampak menyerupai
tumor, organ mengeras, belang dan membesar.

7. sinovitis dan arthritis

Persendian yang terkena akan membengkak dan jika dibuka dapat ditemukan cairan bening atau
mengkeju di dalam persendian tersebut (Tabbu, 2000).

8. panolpthalmitis

Terjadi pernanahan, biasanya pada satu mata dan mengakibatkan kebutaan. Secara mikroskopis
terdapat infiltrasi heterofil dan pagositosis mononuklear di mata serta giant cell terbentuk di
sekitar area nekrosis

Diagnosa

CRD kompek dapat didiagnosa berdasarkan gejala klinis, pemeriksan patologi anatomi
(pemeriksaan makroskopis), maupun mikroskopis (histopat) serta isolasi dan identifikasi
bakteri M. gallisepticum dan Escherichia coli. Isolasi bakteri dapat berasal dari swab saluran
pernafasan dan organ visceral seperti tracea, kantong udara ,hepar, jantung, lien, perikardium,
air sac dan yolk sac yang (Budi, 1999).

Differensial Diagnosa

Penyakit yang menjadi diferensial diagnose CRD komplek adalah ILT, IB, ND, AI, dan
pullorum.

MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat

Alat yang digunakan adalah enscun, masker, spuit, ember, dayung, seperangkat alat untuk
nekropsi (gunting, scalpel, pinset, gunting tulang, pisau), plastik, gelas, seperangkat alat
histopat,(hot plate, penangas air, timbangan digital, kertas karton, kertas label, lampu
spiritus, mikrotom rotari, pisau, pinset, kaca objek, kaca penutup, mikroskop dan foto
mikrograf).
Bahan

Pada kasus ini yang dipakai adalah ayam layer umur 21 hari. Bahan yang digunakan dalam
pemeriksaan adalah neutral buffered formalin (NBF) 10 %, aquadest, Alkohol seri, silol, parafin
blok, albumin telur, alkohol asam, hematoksilin dan eosin (HE), kapas.

B. Metode

Sebelum dilakukan nekropsi terlebih dahulu dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Kemudian dilanjudkan dengan nekropsi dengan membuka ronga mulut dan pernafasan diamati
perubahan makroskopik pada organ-organ. Kemudian dilanjutkan membuka rongga abdomen.
Setelah rongga abdomen terbuka, diamati perubahan makroskopik pada organ-organ dalam.
Organ yang dicurigai terdapat perubahan dipotong (trakea. Paru-paru, jatung, hati dan husus) lalu
difiksasi menggunakan Neutral Buffered Formalin (NBF) 10 % selama dua hari, dehidrasi
dengan menggunakan alkohol seri, clearing dengan silol, infiltrasi dengan parafin cair dan
embedding dalam parafin blok. Selanjutnya blok sediaan dipotong dengan menggunakan
mikrotom dengan ketebalan 6 µm, kemudian diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (HE).
Selanjutnya mounting dengan menggunakan balsem Kanada, lalu ditutup dengan gelas penutup
dan diamati di bawah mikroskop.
Advertisements
Report this ad
Report this ad
Hi, Ornithers!
Kuliah Umum Ornithologi kembali dilaksanakan pada Jum’at, 11 November 2016 yang
dibawakan oleh Sumarno, DVM. Kali ini, drh. Sumarno membawakan materi mengenai
“Epidemiologi dalam Diagnosa Penyakit Penting pada Ayam.” Ada 9 poin penting yang
dibahas. Simak cerita selengkapnya!

1. Kondisi Lapangan
2. Dasar Analisa Lapangan
o Analisatori : Pendekatan berdasarkan waktu. Misalnya, dari periode a ke b
o Analisa lapang: antara kandang. bersangkutan pada Manajemen unggasnya
3. Prevalensi Kasus: jumlah kejadian. Apakah terus-menerus terjadi? seperti CRD yang
diinduksi oleh debu. Pada kandang close-house system, dicek inlight berdebu atau tidak
(inlight rata-rata bertahan selama 5 tahun).
4. Makna gejala klinis: peran dokter hewan diperlukan dan dibutuhkan sensitifitas dalam
menanggapi perubahan tersebut. Contohnya, pertahanan imun ayam pada saluran
pernafasan adalah cilia. Amonia bersifat iritan dan racun. Kandungan amonia tidak boleh
lebih dari 10ppm dalam kandang. Pengecekan ada tidaknya amonia dapat dilakukan
dengan uji kertas lakmus. Bila terbukti ada, warna lakmus akan berubah hijau tua.
Amonia dapat merusak cilia tersebut dan menyebabkan implikasi seperti imunosupresi.
Pemeliharaan ayam terpacu untuk menekan kadar amonia. amonia bisa berasal dari feses
untuk itu perlu diatur kualitas sekam dan ventilasi.
5. Pertahanan ND : Ayam memiliki kelenjar khusus, yaitu herdirian. Duck beatle atau
yang akrab dipanggil frengie bersifat karnivora. Telurnya berada pada lubang-lubang
hingga kedalaman 5-6 meter. Strategi pengendalian kutu amat berperan dalam
manajemen pemeliharaan ayam. Frengie sendiri adalah faktor penyebab Gumboro (IBD).
Bila reservoir tidak dibrantas dapat berbahaya. Terutama pada cuaca ekstrem. Kutu ini
dapat terbang hingga 1 km selain itu tahan terhadap desinfektan. Formalin tidak
berpengaruh. Desinfektan Chlorphyrifos dapat digunakan dan dipakaikan setelah panen
(5 minggu) atau tergantung harga ayam dengan cara disemprotkan dari luar ke dalam
kandang. Sedangkan telurnya menggunakan sipermetrin. Namun, kotoran ayam harus
dibersihkan terlebih dahulu, dikarungi, dan kandang dibersihkan dengan deterjen agar
sanitasi efektif. Selain murah, NaOH atau deterjen dapat mendegenerasi kapsul virus dan
bakteri. Soda api juga dapat ditambahkan. Secara umum, desinfeksi dapat disemprot
dengan desinfektan golongan glutaraldehide, fenol (untuk jamur), maupun aldehid.
6. Morbiditas (penularan) dan mortalitas (angka kematian): penyakit memiliki
karakteristik masing-masing. Seperti ND merupakan aero-disease. Marek adalah contoh
penyakit Morbiditas rendah.
7. Derajat keparahan kasus: tingkat keparahan penyakit pada peternakan berfokus pada
kelompok (flock). Tidak seperti hewan kesayangan yang tingkat keparahannya
berdasarkan individu itu sendiri.
8. Hasil uji laboratoris: misalnya, virus AI dan ND yang sulit dibedakan.
9. Sampling dalam Nekropsi:
o Sampling: karakteristik ayam yang sakit adalah sendirian, dan memojok di
kandang karena disia-siakan oleh kawanannya. Sampling diambil 5 dari 4 sudut
dan 1 di tengah populasi.
o Nekropsi: Lakukan pemeriksaan luar. Apakah terdapat lesio? misalnya, ada
cyanosis dan lesio pada trakea. Teknik eutanasi da[at dilakukan dengan
menyembelih di saraf, arteri, dan vena jugularis atau menyuntikkan gelembung ke
dalam otak.

Sekilas Info!

 Q: Apakah Perbedaan AI VS ND VS Gumboro (IBD)?

A: Proventrikulus bersifat asam yang berarti bakteri akan mati. AI tidak tahan asam akibatnya
bila dapat bertahan hanya dapat menimbulkan ptechie di atas dan hanya superficial, squamosa.
ND virus tahan asam. Infeksi akan sampai profundal posterior hingga menimbulkan keropeng
hitam. Sedangkan IBD, akan terjadi lesio antara proventrikulus – ventrikulus (junction). Bursa
fabricius berkaitan dengan IBD oleh virus. Jantung pendarahan pada lemak jantung merupakan
ciri AI.

 Bila saluran reproduksi kanan tetap tumbuh berarti sakit estrogenik, yaitu
Infeksius Bronchitis.

Anda mungkin juga menyukai