?
Kunyit
Curcuma longa
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Ordo: Zingiberales
Famili: Zingiberaceae
Genus: Curcuma
Spesies: C. longa
Nama binomial
Curcuma longa
Linnaeus[1]
Rizoma kunyit
Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.), adalah termasuk salah
satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian
mengalami penyebaran ke daerah Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap
orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman
rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan
kecantikan. Dalam bahasa Banjar kunyit atau kunir ini dinamakan Janar.
Kunyit tergolong dalam kelompok jahe-jahean, Zingiberaceae. Kunyit dikenal di berbagai daerah
dengan beberapa nama lokal, sepertiturmeric (Inggris), kurkuma (Belanda), kunyit (Indonesia
dan Malaysia), kunir (Jawa), koneng (Sunda), konyet (Madura).
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Kegunaan
o 1.1 Sebagai obat
2 Kandungan kimia
3 Referensi
4 Lihat pula
Kunyit bisa dipakai untuk menyembuhkan beberapa hal yang berkaitan dengan penyimpangan
pada kerja ginjal, terutama pada bebrapa kasus-kasus yang ditandai dengan bau badan yang
tidak sedap dan mata yang tidak tahan terhadap sinar, penggunaan kunyit adalah sangat effektif,
yaitu dengan meminum segelas juice kunyit (dibuang ampasnya), selama 2 minggu berturut-
turut.
Cara sederhana adalah :
x (i) = 1,4 cm
x (ii) = 2 cm
x (iii) = 3 cm
y = 3,9 cm
Saringan 1 à x=0,9cm
Saringan 2 à x2=0,8 cm
Saringan 3 à x3=0,6cm
Y=3,9cm
Pengolahan Data
- Kromatografi Lapis tipis
Rf (i) = = 0,358
Rf (ii) = = 0,51
Rf (iii) = = 0,769
- Kromatografi Kolom
Rf (saringan 1) = = 0,23
Rf (saringan 2) = = 0,205
Rf (saringan 3) = = 0,153
III. Pembahasan
Kromatografi adalah suatu metode untuk memisahkan senyawa organik dan anorganik sehingga senyawa
tersebut dapat dianalisis dan dipelajari. Prinsipnya adalah adanya perbedaan distribusi dan migrasi senyawa
pada dua fasa yang berbeda. Pada percobaan ini, teknik kromatografi yang digunakan adalah metode
kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom.
2. Kromatografi Kolom
Adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam
campuran. Prinsip kerjanya adalah didasarkan pada perbedaan afinitas absorbsi komponen-komponen
campuran terhadap permukaan fasa diam. Sampel yang memiliki afinitas besar terhadap absorben akan secara
selektif tertahan dan yang afinitasnya paling kecil akan mengikuti aliran pelarut.
Perbedaan antara KLT dan kromatografi kolom terletak pada fase diam dan fase geraknya. Pada kromatografi
lapis tipis (KLT) digunakan untuk identifikasi atau pengujian komponen dari suatu zat karena mudah dan
sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilhan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan
masing-masing senyawa secara kuantitatif. Selain itu, prinsip dari KLT adalah dengan menggunakan kapilaritas,
sedangkan pada kromatografi kolom mamanfaatkan gravitasi untuk memisahkan senyawa.
Terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan kromatografi lapis tipis ini, diantaranya :
1. KLT memberikan fleksibelitas yang lebih besar dalam memilih fase gerak
2. Proses kromatografi mudah dan sederhana
3. Penyerapan pada KLT mempunyai kapasitas yang lebih besar dibanding kromatografi lainnya
4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi
Untuk mengisolasi kurkumin dari kunyit, rimpang kunyit kering dilarutkan dalam diklorometana. Penggunaan
diklorometana (pelarut non polar) ini bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa organik pada kunyit yang
cenderung bersifat nonpolar. Kemudian campuran kunyit-diklorometan direfluks. Proses ini bertujuan untuk
mengekstrak kurkumin yang ada pada kunyit. Pada saat refluks, suhu larutan sebaiknya tidak terlalu tinggi
karena akan menghambat proses ekstrasi sehingga tidak semua kurkumin dapat diekstrak. Setelah selesai
proses refluks, campuran disaring dengan menggunakan penyaring vakum. Kemudian larutan hasil penyaringan
dipekatkan dengan distilasi dan diperoleh larutan berwarna kuning kemerahan. Proses distilasi bertujuan untuk
menguapkan pelarut diklorometana hingga diperoleh residu berwarna kuning kemerahan. Selanjutnya, residu
kuning kemerahan ditambahkan dengan n-heksana dengan tujuan untuk menjenuhkan cairan sehingga residu
memadat dan mudah disaring. Padatan yang diperoleh merupakan ekstrak dari komponen aktif pada kunyit.
Selanjutnya untuk mengidentifikasi komponen, dilakukan uji kromatografi lapisan tipis dengan eluen CHCl2 :
MeOH = 97:3. Pada proses ini diperoleh 3 buah noda yaitu x1= 1,4 ; x2= 2 ; x3=3. 3 Noda tersebut menunjukkan
bahwa komponen zat aktif yang dominan pada kunyit ada 3 macam senyawa yaitu kurkumin,
demetoksikurkumin, dan bis-demestoksikurkumin.
Berdasarkan referensi, senyawa yang bersifat non polar akan memiliki nilai Rf yang besar sedangkan senyawa
polar nilai Rf nya akan kecil. Sehingga dapat dipastikan x1 adalah desmetoksikurkumin yang memiliki nilai Rf
kecil. x2 adalah bisdemetoksikurkumin, sedangkan x3 adalah senyawa kurkumin karena nilai Rf nya paling
besar. Jika dilihat secara struktur, bisdesmetoksikurkumin tidak memiliki gugus metoksi sehingga menyebabkan
struktur molekulnya menjadi simetris. Hal ini lah yang menyebabkan bisdesmetoksikurkumin memiliki kepolaran
lebih rendah dibandingkan dengan Desmetoksikurkumin. Jadi dapat kita simpulkan bahwa tingkat kepolaran
komponen kurkuminoid dari yang paling polar hingga paling nonpolar adalah desmetoksikurkumin,
bisdesmetoksikurkumin, dan kurkumin. Posisi noda dalam uji kromatografi lapisan tipis ini tergantung dari jenis
eluen yang digunakan. Jika eluen yang digunakan terlalu polar, maka eluen akan cenderung berada dibawah
sehingga senyawa akan naik ke atas. Demikian juga sebaliknya, jika eluen yang digunakan terlalu non polar
maka eluen akan naik ke atas, sehingga senyawa hanya akan tertahan dibawah
Untuk menguji kemurnian senyawa yang diperoleh, dilakukan pengujian dengan menggunakan kromatografi
kolom. Proses pembuatan kolom harus dilakukan dengan hati-hati. Terjadi beberapa kali cracking atau
kerusakan kolom dikarenakan eluen yang digunakan menguap dan membentuk gelembung pada kolom.
Pembalutan kapas atau kertas yang diberi aseton dapat menghilangkan gelembung udara. Aseton yang
menguap dengan menyerap energi panas dari tabung menyebabkan kolom akan kehilangan energi dan
mengalami penurunan suhu sehingga gelembung udara akan naik ke permukaan. Pada metode ini digunakan
fasa diam yaitu silika gel karena kolom yang dibentuk dari silika gel memiliki tekstur dan struktur yang lebih
kompak dan teratur. Silika gel merupakan fasa diam yang bersifat sangat polar, sedangkan eluen yang
digunakan adalah CHCl2 : MeOH = 99:1 yang bersifat nonpolar. Pada percobaan kromatografi kolom ini
diperoleh hasil, terbentuk 3 fasa yaitu fasa berwarna merah kecoklatan, orange, dan kuning. Selain
menggunakan kromatografi kolom, padatan yang dihasilkan dianalisis juga dengan kromatografi lapis tipis
dengan eluen CHCL2 : MeOH=99:1. Saringan pertama yang berwarna kuning memiliki Rf paling besar sehingga
dapat dipastikan bahwa komponen berwarna kuning adalah kurkumin. Selain itu, kurkumin adalah senyawa non
polar, terbukti bahwa dia tidak berikatan terlalu lama dengan fasa diam silika gel. Sedangkan senyawa berwarna
oranye yang Rf nya berada ditengah merupakan senyawa semipolar yaitu bisdemetoksikurkumin, dan senyawa
yang paling polar adalah saringan ketiga yang berwarna merah kecoklatan dan memiliki nilai Rf paling kecil yaitu
Desmetoksikurkumin. Desmetoksikurkumin terdapat pada saringan ketiga karena komponen ini bersifat non
polar sehingga terikat dengan fasa diam silika gel yang bersifat polar.
IV. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengujian dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom diperoleh bahwa
komponen yang terdapat di dalam kunyit ada 3 macam yaitu kurkumin, desmetoksikurkumin, dan
bisdesmetoksikurkumin.
2. Berdasarkan hasil kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom diperoleh bahwa urutan kepolaran
komponen kunyit adalah desmetoksikurkumin (polar), bisdemetoksikurkumin (semipolar), dan kurkumin
(nonpolar).
3. Berdasarkan hasil uji KLT dengan eluen CHCl2 : MeOH =97:3 diperoleh Rf Desmetoksikurkumin : 0,358
; Bisdemetoksikurkumin : 0,51 ; dan Rf Kurkumin : 0,769. Sedangkan KLT dengan eluen CHCl 2:MeOH
= 99:1 Rf Desmetoksikurkumin : 0,153 ; Bisdemetoksikurkumin : 0,205 ; dan Rf Kurkumin adlah 0,23.
V. Daftar Pustaka
Sanagi, Marsin Mohd. Teknik Pemisahan Dalam Analisis Kimia. Jakarta : Penerbit UTM. halaman 93.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/48321/BAB%20V%20Simpulan_%20G11niz.pdf?sequenc
e=8(diakses 27 Oktober 2012 pukul 22.57 WIB)
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php? (diakses tanggal 04 November 2012 pukul 17.44 WIB)
LAPORAN KIMIA ORGANIK II: ISOLASI KURKUMIN DARI
KUNYIT
A. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah diharapkan dapat menjelaskan proses dan teknik
pemisahan kurkumin dari kunyit secara kromatografi serta sifat-sifat kurkumin.
B. Landasan Teori
Berdasarkan penelitan (Chearwae, et al., 2004), analisa KLT ekstrak kasar kurkuminoid
dengan menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat dengan perbandingan 94 : 5 : 1
(v/v/v) juga menghasilkan 3 spot utama berwarna oranye. Spot yang terakhir kali terelusi (paling non
polar) yaitu spot A diidentifikasi sebagai kurkumin, kemudian demetoksikurkumin (B) dan
bisdemetoksikurkumin (C). Jika dianalisa berdasarkan kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT,
kurkumin merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat pada kunyit. Fase gerak yang
digunakan sudah cukup baik dalam memisahkan ketiga pigmen kurkuminoid dalam ekstrak kasar
sehingga dapat diterapkan dalam isolasi dengan kromatografi kolom (Trully dan Kris, 2005)
Kurkumin (1,7-bis (4’- hidroksi- 3’-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion, merupakan senyawa
hasil isolasi dari tanaman Curcuma sp dan telah berhasil dikembangkan sintesisnya oleh
Pabon(1964). Kurkumin telah diketahui memiliki aktivitas biologis dengan spektrum yang luas.
Aktivitas antioksidan ditentukan oleh gugus hidroksi aromatik terminal, gugus β diketon dan ikatan
rangkap telah dibuktikan berperan pada aktivitas antikanker dan antimutagenik kurkumin (Majeed et
al., 1995). Kurkumin memiliki aktivitas penghambat siklooksigenase (COX) sebesar 79% (van der
Goot, 1997), dan diduga bersifat COX-2 selektif, berdasarkan sifat tidak toksik pada gastrointestinal
meskipun pada dosis tinggi (Kawamori, et al., 1999). Aktivitas penghambat COX-2 memungkinkan
pengembangan kurkumin sebagai zat antikanker yang bersifat antiproliferaif dan memacu apoptosis
(Meiyanto, 1999)(Supardjan dan M. Da’i, 2005).
Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah dengan cara ekstraksi.
Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan. Secara umum
ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan dan isolasi zat dari suatu zat dengan
penambahan pelarut tertentu untuk mengeluarkan komponen campuran dari zat padat atau zat cair.
Dalam hal ini fraksi padat yang diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan fraksi
padat lainnya tidak dapat larut. Proses tersebut akan menjadi sempurna jika solute dipisahkan dari
pelarutnya, misalnya dengan cara distilasi/penguapan (Wahyuni, et al., 2004).
Kurkumin atau 1,7-bis-(4 hidroksi-3-metoksi fenil) hepta-1,6-diena-3,5-dion memiliki
berat molekul 368,126. Kurkumin dikenal sebagai bahan alam berupa zat warna kuning yang
diisolasi dari Curcuma longa, L. Pertama kali kurkumin ditemukan pada tahun 1815 oleh Vogel
dan Pelletier (van der Goot, 1997). Kristalisasi kurkumin pertama kali dilakukan oleh Daube
(1870) dan elusidasi struktur kimia dilakukan pada tahun 1910 oleh Lampe. Sintesis kurkumin
dilakukan pada tahun 1913 oleh Lampe dan Milobedzka (Aggarawal et al., 2003).
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
Rimpang kunyit (Curcuma sp)
Silika gel
Diklorometan
Methanol
Kloroform
Kertas saring
Kapas
UNTUK MENDOWNLOAD FULL LAPORAN INI (file doc.) KLIK DISINI via Ziddu atau via Mediafire.
F. PEMBAHASAN
Kurkumin adalah senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang tanaman kunyit
(Curcuma longa). Zat ini adalah polifenol dengan rumus kimia C21H20O6. Kurkumin dapat memiliki dua
bentuk tautomer: keton dan enol. Struktur keton lebih dominan dalam bentuk padat, sedangkan
struktur enol ditemukan dalam bentuk cairan. Senyawa ini memiliki rumus molekul 2 gugus
vinilguaiacol yang saling dihubungkan dengan rantai alfa beta diketon
Pada percobaan ini dilakukan isolasi kurkumin dari rimpang kunyit. Proses isolasi ini meliputi
dua tahap pengerjaan yaitu dengan kromatografi kolom kromatografi lapis tipis. Prinsip pemisahan
dari metode kromatografi adalah memisahkan campuran senyawa atas komponen-komponennya
berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing pada dua fase, yakni fase diam dan fase
gerak. Berdasarkan definisi prinsip kromatografi tersebut, kromatografi kolom sama dengan KLT,
dimana senyawa-senyawa dalam campuran terpisahkan karena adsorbsi suatu padatan penyerap
sebagai fasa diam dan eluennya sebagai fasa gerak. Perbedaa kecepatan migrasi tiap komponen
dapat disebabkan oleh kemampuan masing-masing komponen untuk teradsorpsi atau perbedaan
distribusi diantara dua fase yang tak saling campur.
Pada percobaan ini sebelum dilakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan proses preparasi
sampel. Kunyit yang digunakan berbentuk serbuk halus, agar mempermudah pemisahan kurkumin
dari kunyit dan hasil yang akan diperoleh lebih maksimal. Proses refluks dilakukan dengan
menggunakan dikloroetan, tujuannya untuk memaksimalkan proses isolasi. Dengan menggunakan
pelarut yang bersifat nonpolar sebab kurkumin juga bersifat nonpolar. Jadi senyawa yang bersifat
nonpolar salah satunya kurkumin kita pisahkan terlebih dahulu. setelah itu filtrat yang diperoleh
dipekatkan dengan cara evaporasi. Evaporasi yaitu proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya
dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat. Dengan bantuan pompa
vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi
molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat.
Setelah ekstrak dievaporasi kemudian dilanjutkan proses pemisahan dengan menggunakan metode
kromatografi kolom. Pada metode ini, kolom diisikan dengan adsorben yang berupa padatan dalam
hal ini adalah silika gel yang sebelumnya telah dilarutkan dengan eluen. Eluennya sendiri merupakan
campuran antara diklorometan dengan metanol pada perbandingan 99:1.yang dicampurkan hingga
membentuk bubur silika (slurry). Slurry dimasukkan dengan hati-hati kedalam kolom kromatografi
yang telah diisikan eluen yang sebelumnya telah disumbat dengan kapas dan kertas saring yang
berfungsi sebagai penahan adsorben agar tidak keluar bersama eluen. Pengisian kolom harus
dikerjakan secara seragam dan sepadat mungkin untuk menghindari terjadinya gelembung-
gelembung udara. Jika terdapat gelembung-gelembung udara dalam kolom maka akan berpotensi
menyebabkan pecahnya kolom.
Hal lain yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pemecahan kolom adalah dengan
menambahkan eluen secara kontinu agar udara tidak masuk kedalam kolom. Kolom yang padat
diindikasikan dengan warna slurry yang semakin memutih dan kecepatan alir eluen yang semakin
lambat. Jika kolom sudah memadat, larutan sampel kemudian diisikan kedalam kolom . Mekanisme
yang terjadi pada kromatografi kolom ialah sampel akan terelusi oleh eluen melalui fase diam silika
gel. Senyawa organik terelusi oleh eluen proses elusi terjadi karena keseimbangan distribusi zat
analit pada fase gerak eluen dan fase diam selika gel. Elusi terus berlangsung hingga tidak ada lagi
yang tinggal dalam kolom. Proses elusi ini menghasilkan eluat yang diharapkan mengandung
banyakkurkumin.
Dari fraksi yang dihasilkan pada kromatografi kolom selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis,
namun sebelumnya fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom dipekatkan terlebih dahulu. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang masih terkandung dalam fraksi tersebut. Kromatografi
Lapis Tipis dilakukan dengan cara menotolkan fraksi tersebut pada plat KLT, dan selanjutnya dielusi
dengan eluen yang sudah di jenuhkan. Eluen digunakan adalah dikloroetan dan MeOH dengan
perbandingan 99:1. Ketika eluen mulai membasahi lempengan plat KLT, pelarut pertama akan
melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-
senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan
pelarut. Cepatnya senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada
kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-
molekul senyawa dengan pelarut. Kurkumin merupakan senyawa yang terkandung dalam ekstrak
kunyit yang dapat membentuk ikatan kimia karakteristik dengan silikon dioksida. Senyawa ini dapat
membentuk ikatan hidrogen maupun ikatan van der walls yang lemah. Senyawa yang dapat
membentuk ikatan hydrogen ini akan melekat pada plat lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Atau
dapat dikatakan bahwa senyawa Kurkumin ini terjerap lebih kuat dari senyawa yang lainnya.
Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan.
Ketikakurkumin dijerap pada plat-untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti-dimana pelarut
bergerak tanpa senyawa. Ini berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang
ditempuh ke atas lempengan. Senyawa yang terikat pada plat KLT akan terlihat sebagai noda
Letak noda menunjukkan identitas suatu komponen, sehingga disini dapat dibandingkan nilai
Rf yang diperoleh secara praktek dan secara teori, sehingga senyawa yang terkandung dalam
kurkumin dapat dikenali. Rate of Flow (Rf) merupakan harga perbandingan jarak yang ditempuh zat
terlarut dengan jarak yang ditempuh pelarut adalah dasar untuk mengelompokkan dan
mengidentifikasi komponen yang terdapat dalam ekstrak yang berupa noda-noda yang timbul pada
plat KLT. Dari hasil pengamatan dan perhitungan dengan mengacu pada analisis ekstrak
kasarkurkumin dari penelitian (Trully dan Kris, 2005) dengan Kromatografi Lapis Tipis, spot yang
terakhir terelusi (paling non polar) yaitu pada spot yang mempunyai nilai Rf yang terbesar dan
berdasarkan kepekatan warna dan luas spot pada plat KLT diidentifikasi adalah senyawa kurkumin.
Dikarenakan senyawa kurkumin merupakan pigmen yang paling dominan yang terdapat dalam kunyit.
Jadi, dapat dindikasikan bahwa senyawa kurkumin ada pada spot noda A4 yang dimana memiliki nilai
Rf terbesar yaitu 0,62 dan warna yang pekat dari noda-noda lainnya.
B. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkaan bahwa proses pemisahan senyawa
kurkumin dari kunyit dilakukan secara kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis yang pada
prinsipnya sama yaitu pemisahan komponen-komponen dalam senyawa karena adsorbsi suatu
padatan penjerap sebagai fasa diamnya dan eluen sebagai fasa geraknya. Komponen yang
terpisahkan pada kromatografi kolom berupa fraksi sedangkan pada kromatografi lapis tipis berupa
noda atau spot.
DAFTAR PUSTAKA
Aggarawal, BB., Kumar, A. Aggarawal, MS., and Shishodia, S., 2003, “Curcumin derived from Turmeric
(Curcuma longa): A Spice for All Seasons”, Phytochemical in cancer chemoprevention, 8(28).
Chearwae, W., Anuchapreeda, S., Nandigama, K., Ambudkar, S. V., dan Limtrakul, P. (2004). “Biochemical
mechanism of modulation of human P-glycoprotein (ABCB1) by curcumin I, II, and III purified from
Turmeric powder”. Biochemical Pharmacology 68.
Hayani, E., 2007. “Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara Kromatografi Kolom”. Buletin Teknik
Pertanian Vol. 12 No. 1.
Kawamori, T., Lubet, R., Steele, V.E., Kellof, G.J., Kakey, R.B., Rao., C.V., and Reddy, B.S., 1999,
“Chemopreventive Effect of Curcumin, a Naturally Occuring Anti-Infalammatory Prevent, during the
Promotion/Progession Stages of Colon Cancer”, CancerRes., 59.
Majeed, M., Badmaev, V., Shirakumar U., and Rajendran R., 1995, Curcuminoids antioxidant
phytonutrients, 3-80, Nutrience Publisher Inc., PisCataway, New Jersey.
Meiyanto, E., 1999, “Kurkumin Sebagai Obat Anti Kanker: Menelusuri Mekanisme Aksinya”, Majalah Farmasi
Indonesia, 10(4).
Pabon, H.J.J., 1964, ‘A Synthesis of Curcumin and related Compounds’, Recl.
Trav. Chem.,23: 379-386.
Supardjan, A.M., dan M. Da’i. 2005, “Hubungan Struktur Dan Aktivitas Sitotoksik Turunan Kurkumin Terhadap
Sel Myeloma”. Majalah Farmasi Indonesia 16(2).
Supardjan, A.M. dan Muhammad Da’I, 2005, Hubungan Struktur dan Aktivitas Sitotoksik Turunan
Kurkumin terhadap Sel Myeloma, Majalah Farmasi Indonesia 16(2):100-104.
Trully, M.S.P., dan Kris H.T., “Pengaruh Penambahan Asam Terhadap Aktivitas Antioksidan
Kurkumin”. BSS_194_1.
Wahyuni, A. Hardjono dan P.H. Yamrewav, 2004. “ Ekstraksi Kurkumin Dari
Kunyit”.Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses.