Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklamsia-Eklamsia

1. Definisi dan Klasifikasi

Preeklamsia merupakan suatu kondisi pada kehamilan yang dicirikan

dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal berupa inflamasi sistemik

dengan aktivasi endothelium dan koagulasi. Preeklamsia secara klinis ditandai

dengan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan.

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yang dipakai di Indonesia adalah :8

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan

20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur

kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.

2. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai dengan proteinuria.

3. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau

koma.

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi

kronik disertai dengan tanda-tanda preeklamsia atau proteinuria.

5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan

tanpa disertai proteinuria dan menghilang setelah 12 minggu

pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi

tanpa proteinuria.

3
4

2. Faktor Resiko

Faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai

berikut :8

1. Primigravida dan primipaternitas

2. Hiperplasentosis, misalnya pada mola hidatinosa, kehamilan multipel,

diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.

3. Umur di atas 35 tahun

4. Riwayat preeklamsia/eklamsia pada keluarga

5. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil

6. Obesitas

3. Etiopatofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan

3.1 Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas

ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot

tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki

jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi hambur dan

memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan

vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,

penurunan resistensi vaskular dan peningkatan aliran darah pada daerah utero

plasenta.Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas

pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri

spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak

memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis

relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri

3
5

spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia

dan iskemia plasenta. Dampaknya akan menimbulkan perubahan pada hipertensi

dalam kehamilan.6

Adanya disfungsi endotel ditandai dengan meningginya kadar fibronektin,

faktor Von Willebrand, t-PA dan PAI-1 yang merupakan marker dari sel-sel

endotel. Patogenesis plasenta yang terjadi pada preeklampsia dapat dijumpai

sebagai berikut:7

a. Terjadi plasentasi yang tidak sempurna sehingga plasenta tertanam

dangkal dan arteri spiralis tidak semua mengalami dilatasi.

b. Aliran darah ke plasenta kurang, terjadi infark plasenta yang luas.

c. Plasenta mengalami hipoksia sehingga pertumbuhan janin terhambat.

d. Deposisi fibrin pada pembuluh darah plasenta, menyebabkan penyempitan

pembuluh darah.

3.2 Teori Iskemia Plasenta dan pembentukan radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan

oksidan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah

radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel

pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung

banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak, Peroksida lemak selain

akan merusak sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi

oksidan dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti

oksidan.6

3
6

3.3 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan

khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E

pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar

oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan

yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan

merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami

kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan

aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak

jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah

menjadi peroksida lemak.6

3.4 Disfungsi sel endotel

- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel

adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi

prostasiklin yang merupakan vasodilator kuat.

- Agregasi sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan

untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan yang merupakan

suatu vasokonstriktor kuat.

- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus.

- Peningkatan permeabilitas kapilar

- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor

3
7

- Peningkatan faktor koagulasi6

3.5 Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam

kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian

menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan

jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.6

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada

kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen

plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan

aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan

proteinuria.6

3.6 Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan

vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan

vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor

hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam

kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini

dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.6

3
8

3.7 Teori Genetik

Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%

anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%

anak menantu mengalami preeklampsia.6

3.8 Teori Defisiensi Gizi

Konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia dan

beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan

risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.6

3.9 Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam

sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.

Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta

berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktifitas leukosit yang tinggi pada

sirkulasi ibu. Peristiwa ini disebut sebagai kekacauan adaptasi dari proses

inflamasi intravaskular pada kehamilan yang biasanya berlangsung normal dan

menyeluruh.6

Kebanyakan penelitian melaporkan terjadi kenaikan kadar TNF-alpha pada

PE dan IUGR. TNF-alpha dan IL-1 meningkatkan pembentukan trombin, platelet-

activating factor (PAF), faktor VIII related anitgen, PAI-1, permeabilitas endotel,

ekspresi ICAM-1, VCAM-1, meningkatkan aktivitas sintetase NO, dan kadar

berbagai prostaglandin. Pada waktu yang sama terjadi penurunan aktivitas

sintetase NO dari endotel. Apakah TNF-alpha meningkat setelah tanda-tanda

klinis preeklampsia dijumpai atau peningkatan hanya terjadi pada IUGR masih

3
9

dalam perdebatan. Produksi IL-6 dalam desidua dan trofoblas dirangsang oleh

peningkatan TNF-alpha dan IL-1. IL-6 yang meninggi pada preeklampsia

menyebabkan reaksi akut pada preeklampsi dengan karakteristik kadar yang

meningkat dari ceruloplasmin, alpha1 antitripsin, dan haptoglobin,

hipoalbuminemia, dan menurunnya kadar transferin dalam plasma. IL-6

menyebabkan permeabilitas sel endotel meningkat, merangsang sintesis platelet

derived growth factor (PDGF), gangguan produksi prostasiklin. Radikal bebas

oksigen merangsang pembentukan IL-6. Disfungsi endotel menyebabkan

terjadinya produksi protein permukaan sel yang diperantai oleh sitokin. Molekul

adhesi dari endotel antara lain E-selektin, VCAM-1 dan ICAM-1. ICAM-1 dan

VCAM-1 diproduksi oleh berbagai jaringan sedangkan E-selectin hanya

diproduksi oleh endotel. Interaksi abnormal endotel-leukosit terjadi pada sirkulasi

maternal preeklampsia.7

4. Diagnosis

Berdasarkan konsensus tentang preeklamsia yang diterbitkan oleh POGI

tahun 2016, preeklamsia dikategorikan menjadi preeklamsia dan preeklamsia

berat. Preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada

kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.

Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan

dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat

preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan

adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala

dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia,

yaitu: 9,10,11

3
10

1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan

ginjal lainnya

3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan

atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

4. Edema Paru

5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi

uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau

didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada

preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi

kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria

gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau

preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini : 9,10

1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg

diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan

lengan yang sama

2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan

ginjal lainnya

3
11

4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan

atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

5. Edema Paru

6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi

uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau

didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

5. Penatalaksanaan

5.1 Manajemen Ekspektatif atau Aktif

Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal

seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio sesar, atau solusio plasenta.

Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas

perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing enterocolitis, kebutuhan

perawatan intensif dan ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata – rata

lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin

terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian

sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian

neonatal.12

3
12

Bagan 2.1 Manajemen Ekspektatif Preeklamsia tanpa gejala berat

3
13

Bagan 2.2 Manajemen Ekspektatif Preeklamsia Berat

3
14

Tabel 5. Kriteria teriminasi kehamilan pada preeklampsia berat4


Terminasi kehamilan
Data maternal Data janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu

Gejala preeklampsia berat yang tidak Pertumbuhan janin terhambat


berkurang (nyeri kepala, pandangan
kabur, dsbnya) Oligohidramnion persisten

Penuruan fungsi ginjal progresif Profil biofisik < 4

Trombositopenia persisten atau HELLP Deselerasi variabel dan lambat pada


Syndrome NST

Edema paru Doppler a. umbilikalis: reversed end


diastolic flow
Eklampsia
Kematian janin
Solusio Plasenta

Persalinan atau ketuban pecah

5.2. Pemberian Magnesium Sulfat untuk Mencegah Kejang


Berikut adalah rekomendasi POGI dalam penggunaan Magnesium sulfat

untuk mencegah kejang pada preeklamsia :12

1. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama eklampsia

(Level evidence I, Rekomendasi A)

2. Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap

eklampsia pada pasien preeklampsia berat (Level evidence I, Rekomendasi

A)

3. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia

berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya

kejang/eklampsia atau kejang berulang (Level evidence I, Rekomendasi A)

3
15

4. Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia

berat dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya

kejang/eklampsia atau kejang berulang (Level evidence I, Rekomendasi A)

5. Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat

direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia (Level evidence

II, Rekomendasi A)

6. Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan

(Level evidence I, Rekomendasi C)

7. Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan

secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak didapatkan gejala

pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat) (Level evidence III,

Rekomendasi C)

5.3 Pemberian Antihipertensi


Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk

keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular. Pemberian

antihipertensi berhubungan dengan pertumbuhan janin terhambat sesuai dengan

penurunan tekanan arteri rata – rata.12

Berikut adalah rekomendasi penggunaan antihipertensi dari POGI :12

1. Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi

berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110

mmHg. (Level evidence II, Rekomendasi A)

2. Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik

< 110 mmHg. (Level evidence I, Rekomendasi A)

3
16

3. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short

acting, hidralazine dan labetalol parenteral. (Level evidence I,

Rekomendasi A)

4. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,

metildopa, labetalol. (Level evidence I, Rekomendasi B)

5.4. Pemberian Kortikosteroid untuk Pematangan Paru Janin

Pemberian kortikosteroid antenatal berhubungan dengan penurunan

mortalitas janin dan neonatal, RDS, kebutuhan ventilasi mekanik/CPAP,

kebutuhan surfaktan dan perdarahan serebrovaskular, necrotizing enterocolitis

serta gangguan pekembangan neurologis. Pemberian kortikosteroid tidak

berhubungan dengan infeksi, sepsis puerpuralis dan hipertensi pada ibu.

Pemberian deksametason maupun betametason menurunkan bermakna kematian

janin dan neonatal, kematian neonatal, RDS dan perdarahan serebrovaskular.

Pemberian betametason memberikan penurunan RDS yang lebih besar

dibandingkan deksametason. Kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan ≤ 34

minggu untuk menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal.12

B. GEMELLI

1. Definisi

Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan

dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli

(2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), quintiplet ( 5 janin ) dan

seterusnya dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang sesuai dengan hukum

Hellin. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda

3
17

dan tunggal adalah 1: 89,untuk triplet 1 : 892, untuk kuadruplet 1 : 893, dan

seterusnya. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri, dokter

dan masyarakat pada umumnya. Morbiditas dan mortalitas mengalami

peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena itu

mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi

bukanlah hal yang berlebihan. 13

2. Etiologi

2.1 Kembar Monozigotik

Kembar monozigotik atau identik, muncul dari suatu ovum tunggal yang

dibuahi yang kemudian membagi menjadi dua struktur yang sama, masing-masing

dengan potensi untuk berkembang menjadi suatu individu yang terpisah. Hasil

akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan

terjadi, dengan uraian sebagai berikut:13

 Apabila pembelahan terjadi di dalam 72 jam pertama setelah pembuahan,

maka dua embrio, dua amnion, serta dua chorion, akan terjadi kehamilan

diamnionik dan di chorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang

berbeda atau suatu plasenta tunggal yang menyatu.

 Apabila pembelahan terjadi antara hari ke-4 dan ke-8, maka dua embrio

akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah, dengan chorion

bersama, dengan demikian menimbulkan kehamilan kembar diamnionik,

monochorionik.

 Apabila terjadi sekitar 8 hari setelah pembuahan dimana amnion telah

terbentuk, maka pembelahan akan menimbulkan dua embrio dengan

3
18

kantong amnion bersama, atau kehamilan kembar monoamnionik,

monochorionik.

 Apabila pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng

embrionik terbentuk, maka pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk

kembar yang menyatu.

2.2 Kembar Dizigot

Kembar dizigotik atau fraternal adalah kembar yang ditimbulkan dari dua

ovum yang terpisah. Kembar dizigotik terjadi dua kali lebih sering daripada

kembar monozigotik dan insidennya dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain

yaitu ras, riwayat keluarga, usia maternal, paritas, nutrisi dan terapi infertilitas.13

3. Patofisiologi

Pada kehamilan kembar sering terjadi distensi uterus berlebihan, sehingga

melewati batas toleransi dan seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan

kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. 14

Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500gram, triplet 1800 gram,

kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat

plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan.14

Bila terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion, maka bayi

tesebut adalah monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka

janin tersebut bisa monozigotik tetapi lebih sering dizigotik. Pada kehamilan

kembar dizigotik hampir selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau

kembar siam terjadi bila hambatan pembelahan setelah diskus embrionik dan

sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang dimiliki bersama dapat.14

3
19

Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada

kehamilan kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester I sering

mengalami nausea dan muntah melebihi daripada kehamilan-kehamilan tunggal.

Perluasan volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada

kehamilan kembar, dan rata-rata kehilangan darah dengan persalinan pervaginam

adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak dibanding dengan persalinan dari

janin tunggal.14

Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih

sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal,

yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin

kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.

Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output

meningkat sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan

stroke volume. Ukuran uterus yang lebih besar dengan janin banyak

meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama kehamilan. Uterus dan

isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon.14

Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang

cepat dari jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion

akut. Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta

pemindahan banyak viscera abdominal selain juga paru dengan peninggian

diafragma.14

Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi

keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk. Pada kehamilan kembar yang

dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami

3
20

komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati

obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urine output maternal dengan segera

kembali ke normal setelah persalinan. Berbagai macam stress kehamilan serta

kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal yang serius

hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.14

Frekuensi preeklamsia dan eklamsia dilaporkan lebih sering pada

kehamilan kembar. Hal ini diterangkan dengan penjelasan bahwa keregangan

uterus yang berlebihan menyebabkan iskemia uteri. Beberapa komplikasi yang

sering terjadi pada kehamilan kembar adalah sebagai berikut :14

Ibu Anak
Anemia Hidramnion
Hipertensi Malpresentasi
Partus prematurus Plsenta previa
Atonia uteri Solusio plasenta
Perdarahan pasca persalinan Ketuban pecah dini
Prolapsus funikulus
Pertumbuhan janin terhambat
Kelainan bawaan

4. Diagnosis

4.1 Anamnesis dan manifestasi klinik

Riwayat kehamilan multipel dalam keluarga, usia ibu yang tua, paritas

tinggi, ukuran tubuh ibu yang besar dan riwayat kehamilan multipel pribadi

merupakan petunjuk yang mengarahkan diagnosis kehamilan multipel. Riwayat

penggunaan clomiphene citrate, gonadotropin dan kehamilan dengan ART

semakin memperkuat kemungkinan.15

3
21

Manifestasi klinik pada kehamilan multipel pada umumnya sama dengan

kehamilan tunggal tetapi dengan intensitas yang lebih berat, seperti penekanan

berat pada pelvis, mual, nyeri punggung, varikosis, konstipasi, haemorrhoid,

distensi abdominal dan kesulitan bernapas.16

4.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yaitu dengan pengukuran tinggi fundus yang akurat

merupakan salah satu petunjuk yang penting. Pada trimester ke-2 ukuran uterus

membesar lebih dari usia kehamilan yang ditentukan berdasarkan hari pertama

haid terakhir (HPHT). Menurut cunningham F tinggi fundus uteri pada 336

kehamilan, pada usia kehamilan 20-30 minggu tinggi fundus pada kehamilan

kembar rata-rata lebih tinggi 5cm daripada kehamilan tunggal dengan usia

kehamilan yang sama.15

Pada palpasi uterus teraba 2 kepala janin yang biasanya terdapat pada

kuadran uterus yang berbeda. Diagnosis dengan palpasi ini sulit ditegakkan

sebelum trimester ketiga, bahkan jika posisi janin bertumpuk, ibu obesitas dan

adanya hidramnion palpasi abdominal sulit untuk mengidentifikasi kehamilan

multipel meskipun pada usia kehamilan tua.15

Pada timester pertama, denyut jantung janin dapat dideteksi dengan USG

doppler. Pemeriksaan teliti dengan aural fetal stethoscope dapat mengidentifikasi

bunyi jantung janin pada usia 18-20 minggu.15

Secara umum pemeriksaan fisik yang dapat mengarahkan diagnosis

kehamilan multipel yaitu3:

1. Uterus yang lebih besar dari usia kehamilan.

3
22

2. Peningkatan berat badan ibu yang berlebihan tanpa adanya obesitas atau

oedem.

3. Polihidramnion.

4. Terdapat ballotement yang lebih dari satu fetus.

5. Bagian kecil yang multipel.

6. Bunyi jantung yang berbeda dengan denyut jantung janin dan ibu, dengan

perbedaan 8 denyut per menit.

4.4 Pemeriksaan Penunjang

USG

USG merupakan pemeriksaan utama untuk mendiagnosis kehamilan

multipel dan dapat ditentukan pada usia kehamilan 4 minggu dengan probe

intravaginal. Selain itu dapat ditentukan keadaan plasenta. Untuk dapat

mengidentifikasi kehamilan multipel USG rutin sebaiknya dilakukan pada usia

kehamilan 18-20 minggu. Diagnosis kehamilan multipel pada trimester pertama

harus dilakukan dengan hati-hati sampai dengan pasti dapat dua embrio yang

viabel. Kesalahan diagnosis dengan bekuan darah intrauterin atau koleksi cairan

sebagai janin non-viabel dapat menimbulkan trauma pada pasien.15

USG pada trimester pertama kehamilan penting untuk menentukan sifat

korion. Pada janin dikorionik biasanya ditemukan jenis kelamin yang berbeda,

plasenta yang berbeda, membran pembagi yang tebal (>2mm) atau adanya tanda

twin peak yaitu berupa membran yang menyusup diantara 2 plasenta yang

berfusi.1,3 Bila salah satu plasenta berada pada dinding bagian depan uterus

sedangkan plasenta yang lain pada dinding belakang, saat pencitraan dengan USG

akan terlihat plasenta yang menumpuk seperti satu plasenta. Pada kasus seperti ini

3
23

akan terlihat bentuk segitiga pada pertemuan membran dan plasenta disebut tanda

lambda.11 Menurut penelitian oleh Sepulveda W dan teman-teman, pemeriksaan

dengan USG pada usia kehamilan 10-14 dapat menentukan kehamilan multipel

diklasifikasikan sebagai monokorionik atau dikorionik. Kehamilan multipel

diklasifikasikan sebagai monokorionik jika terdapat satu plasenta tanpa tanda

lambda pada hubungan membran-plasenta diantara janin dan diklasifikasikan

sebagai dikorionik jika terdapat satu plasenta dengan tanda lambda atau terdapat

dua plasenta. Cara ini merupakan cara yang dapat diandalakan dan akurat dalam

menentukan jenis kehamilan multipel.16

5. Penanganan

5.1 Prenatal care

Untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas dalam kehamilan multipel

perlu diperhatikan:17

• Kontrol prenatal pada wanita dengan kehamilan multipel harus lebih sering

daripada kehamilan tunggal. Jadwal kontrol tergantung dari masalah obstetrik

pada masing-masing individu. Umumnya mulai umur kehamilan 24 minggu

pemeriksaan antenatal dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah usia kehamilan 36

minggu pemeriksaan dilakukan tiap minggu.

• Wanita dengan kehamilan multipel harus mengurangi aktivitasnya sehari-hari

terutama pada usia kehamilan 5-9 bulan sehingga aliran darah ke plasenta

meningkat agar pertumbuhan janin baik .

• Untuk menghindari persalinan prematur, diagnosis dan pencegahannya harus

dilakukan sedini mungkin.

3
24

• Pemantauan dengan USG harus dilakukan setiap 3-6 minggu, tes antenatal

seperti Non-Stress Test (NST) dilakukan setiap minggu pada trimester ketiga.

• Pemeriksaan volume cairan amnion penting untuk mendeteksi adanya

oligohidramnion yang mengindikasikan adanya gangguan uteroplasenta.

Pengukurannya dapat menggunakan amnionic fluid index (AFI).

• Jika terdapat risiko kelahiran prematur, pada minggu ke-34 sebaiknya

diberikan kortikosteriod untuk mengurangi risiko respiratory distress syndrome

pada neonatus dan perdarahan intraventrikular, berupa betamethsone 12

mg/hari , untuk 2 hari saja. Bila tak ada betamethasone dapat diberikan

dexamethasone serta pemberian tokolitik. Kortikosteroid mempercepat

produksi surfaktan dari pneumosit dan mengurangi insidensi kematian

neonatus, perdarahan intraserebral, dan enterokolitis. Dosis betametason yang

dianjurkan adalah 12.0 mg intramuskular, diulang dalam 24 jam.

Deksametason diberikan dalam dosis 5 mg dengan interval 6 jam hingga

tercapai dosis total 20 mg. Pemberian kortikosteroid harus dimulai 24-48 jam

sebelum persalinan.8 Kortikosteroid diberikan untuk menginduksi pematangan

paru janin pada kehamilan 24 sampai 34 minggu jika tidak ditemukan tanda-

tanda infeksi. Pemberian kortikosteriod pada kehamilan kurang dari 23 minggu

masih kontroversi. Pemberian kortikosteroid pada kehamilan kurang dari 23

minggu tidak berguna untuk memperbaiki keadaan pernafasan karena pada

janin kurang dari 23 minggu belum terbentuk sel pneumosit yang memproduksi

surfaktan.

3
25

• Angka kelahiran prematur meningkat seiring dengan tingginya jumlah fetus,

sehingga reduksi pada kehamilan multipel yang lebih dari dua dapat

dipertimbangkan.

• Kebutuhan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak esensial sangat

meningkat pada wanita dengan kehamilan multipel. Konsumsi kalori harus

ditingkatkan 300Kcal/ hari. Menurut penelitian Brown dan Carlson pada tahun

2000 sebaiknya peningkatan berat badan wanita hamil disesuaikan dengan

berat badan sebelum hamil, tetapi wanita dengan kehamilan triplet (kembar

tiga) setidaknya mengalami peningkatan berat badan sebesar 50 pon.

Peningkatan kalori sebaiknya dilengkapi dengan suplemen zat besi 60-

100mg/hari dan asam folat 1mg/hari.

5.2 Persalinan

Banyak komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan multipel, oleh

karena itu persiapan khusus diperlukan saat persalinan. Rekomendasi penanganan

intrapartum yang dapat dilakukan saat persalinan dengan janin lebih dari satu

antara lain:14

1. Penolong persalinan yang terlatih harus mengawasi pasien selama proses

persalinan disertai observasi pembukaan serviks dan keadaan janin.

2. Pemasangan infus intravena harus dilakukan untuk memasukkan cairan

secara cepat. Bila tidak terdapat perdarahan atau gangguan metabolisme

selama persalinan diberikan cairan infus dengan dextrose atau ringer laktat

sebanyak 60-120ml/jam.

3. Seorang dokter spesialis kandungan yang terampil dalam mengidentifikasi

bagian-bagian janin dan dapat melakukan manipulasi intrauteri harus ada.

3
26

4. Mesin USG tersedia untuk megevaluasi posisi dan status janin yang kedua

setelah janin yang pertama lahir.

5. Seorang dokter spesialis anestesi harus siap bila diperlukan persalinan dengan

seksio sesarea.

6. Terdapat orang yang terlatih melakukan resusitasi untuk masing-masing

janin.

7. Ruangan bersalin harus cukup luas untuk semua anggota tim agar dapat

berkerja dengan baik.

Presentasi janin berperan besar dalam dilatasi serviks dan jalan lahir. Jika

presentasi janin pertama adalah kepala maka persalinan dapat dilakukan secara

spontan ataupun dengan forceps. Bila presentasi janin pertama adalah bokong,

masalah utama yang biasanya muncul adalah:14

1. Janin biasanya besar dan kemungkinan terjadi aftercoming head.

2. Janin kecil sehingga lahirnya ektremitas tidak menyebabkan dilatasi yang

adekuat pada serviks dan jalan lahir sehingga kepala sulit lahir.

3. Terjadi prolaps tali pusat.

Jika muncul masalah, biasanya persalinan dengan seksio sesarea dipilih,

kecuali pada bayi yang prematur dengan kemungkinan bertahan hidup yang

rendah. Pada janin dengan presentasi kepala dan bokong dapat terjadi fenomena

lock twin. Fenomena ini terjadi saat penurunan janin dengan presentasi bokong

melalui jalan lahir, dagu janin pertama dan kedua terkunci. Bila terjadi fenomena

lock twin teridentifikasi persalinan dengan seksio saesaria direkomendasikan.14

Persalinan pervaginam janin kedua harus dilakukan secara tepat dan cepat.

Setelah janin pertama dilahirkan, presentasi, ukuran, dan hubungannya dengan

3
27

jalan lahir harus setelah ditentukan dengan mengkombinasikan pemeriksaan

abdominal, vaginal dan terkadang intrauterin. Jika kepala atau bokong sudah

terfiksasi jalan lahir, dilakukan penekanan fundus moderat dan membrannya akan

ruptur. Segera setelah itu, pemeriksaan digital serviks diulang terus untuk

mencegah prolaps tali pusat. Persalinan akan segera dimulai dan denyut jantung

janin harus dimonitor. Induksi persalinan tidak perlu dilakukan kecuali jika terjadi

penurunan denyut jantung janin atau perdarahan. Perdarahan menandakan

pelepasan plasenta mulai terjadi, hal ini dapat membahayakan ibu dan bayinya.

Bila tidak ada kontraksi dalam 10 menit harus dilakukan stimulasi dengan

oxytocin yang diencerkan.14

Bila presentasi occipital atau bokong sudah masuk ke pintu atas panggul

tetapi belum terfiksasi, bagian terendahnya dapat diarahkan dengan satu tangan

dari dalam vagina dan tangan yang lain menekan fundus uteri dari luar. Pada janin

kedua dengan letak non-cephalic dapat dilakukan versi luar intrauterin.14

Prinsip penanganan kehamilan ganda: 18

Bayi I

• Cek persentasi

1. Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan

lakukan monitoring dengan partograf

2. Bila persentasi bokong, lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal

presentasi bokong

3. Bila letak lintang lakukan seksio sesaria

• Monitoring janin dengan auskultasi berkala DJJ

3
28

• Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5% atau ringer laktat/

10 tts / mt.

Bayi II

• Segera setelah kelahiran bayi I

- Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya

- Bila letak lintang lakukan versi luar

- Periksa DJJ

- Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban

pecah atau intak, presentasi bayi.

• Bila presentasi verteks

- Bila kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual

- Ketuban dipecah

- Periksa DJJ

- Bila tak timbul konteraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat

sampai his adekuat

- Bila 30 menit bayi belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan yang

ada (vakum, forceps, seksio)

• Bila presentasi bokong

- Lakukan persalinan pervaginan bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut

tidak lebih besar dari bayi I

- Bila tak ada konteraksi sampai 10 menit, tetesan oksidosin dipercepat

sampai his adekuat

- Pecahkan ketuban

- Periksa DJJ

3
29

- Bila gawat, janin lakukan ekstraksi

- Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginam lakukan seksio

secarea.

• Bila letak lintang

- Bila ketuban intak, lakukan versi luar

- Bila gagal lakukan seksio secarea

• Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60 tetes/menit

atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir

dan lakukan manajemen aktif kala II. Untuk mengurangi perdarahan pasca

persalinan.

5.3 Seksio sesarea

Janin multipel dapat menimbulkan masalah intraoperatif yang tidak biasa.

Hipotensi umumnya muncul pada wanita dengan kehamilan multipel bila

ditempatkan pada posisi supine, maka penempatan pasien dalam posisi left lateral

sangat penting untuk mengurangi penekanan berat uterus pada aorta. Incisi pada

uterus harus cukup besar untuk mencegah persalinan traumatik pada kedua fetus.

Pada beberapa kasus, incisi vertikal pada segmen bawah rahim dapat lebih

menguntungkan. 14

6. Prognosis

Perbaikan hasil akhir dari kehamilan multipel dapat dicapai dengan

menurunkan tingkat kelahiran prematur, memberikan keadaan intrauterin yang

optimal untuk pertumbuhan janin, mengoptimalisasikan perawatan neonatus pada

3
30

kamar bersalin dan memberikan perawatan pada ICU neonatus (NICU) jika

diperlukan.14

C. Twin-to-twin Transfusion Syndrome

1. Definisi

Twin-twin transfusion syndrome (TTTS) adalah suatu komplikasi dari

kehamilan multipel monokorion yang berisiko tinggi menyebabkan kematian

fetal/neonatus, terutama pada janin usia belum mampu hidup dan bila janin

berhasil hidup maka janin tersebut berisiko mengalami gangguan jantung, syaraf

dan mental. Pada TTTS darah ditransfusikan secara tidak seimbang antara satu

janin (donor) dengan janin yang lain (resipien). Transfusi ini menyebabkan

penurunan volume darah janin donor. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan janin

donor menjadi terhambat. Sedangkan janin resipien mendapat darah yang

berlebihan sehingga bisa mengakibatkan gagal jantung.19

2. Epidemiologi

TTTS merupakan keadakan patologi yang serius pada kelahiran kembar

monokorionik diamnion dengan angka kejadian 10-20% dan bila tidak dilakukan

penanganan yang adekuat 80-100% janin dari kehamilan tersebut akan mati.20

3. Patofisiologi

3
31

Patofisiologi TTTS tidak sepenuhnya dipahami, akan tetapi terdapat

adanya anastomosis vaskuler plasenta terlibat dalam perkembangannya. Terdapat

tiga jenis anastomosis plasenta pada monokronik plasenta yaitu venovenous (VV),

arterioarterial (AA), dan arteriovenous (AV).19

AA

AV

VV

Gambar 4. Anastomosis pada plasenta monokorionik

TTTS terjadi akibat aliran satu arah melalui anastomosis arteriovena.

Darah terdeoksigenasi dari arteri plasenta donor dipompa kedalam ketiledon yang

dipakai bersama oleh resepien (gambar 1). Jika pertukaran oksigen di vilus korion

telah selesai maka darah teroksigenasi meninggalkan kotiledon melalui suatu vena

plasenta pada kembar resipien. Jika tidak terkompensasi, aliran satu arah ini

menyebabkan ketidak seimbangan volume darah.21

3
32

Sindrom transfusi antar kembar yang secara klinis sering bersifat kronis

dan merupakan akibat perbedaan volume vaskuler signifikan di antara kembar.

Sindrom ini biasanya bermanifestasi pada pertengahan kehamilan ketika janin

donor menjadi oliguria akibat berukrangnya perfusi ginjal. Janin donor mengalami

oligohidramnion, dan janin resepien mengalami hidramnion berat, diduga akibat

meningkatnya produksi urin. Cairan amnion yang hamper tidak ada dikantong

donor menghambat gerakan janin, menghasilkan istilah desktiptif stuck twin attau

sindrom hidramnion-oligohidramnion-“poli-oli’. Ketidak seimbangan cairan

amnion ini berkaitan dengan hambatan pertumbuhan, kontraktur, serta hipoplasia

paru pada satu kembar, dan ketuban pecah dini dan gagal jantung pada yang

satunya.21

4. Klasifikasi

Setelah TTTS teridentifikasi, biasanya ditentukan stadium berdasarkan

sistem Quintero. Stadium-stadium ini diidentifikasi sebagai berikut:22

 Stadium I: ketidak samaan volume cairan amnion seperti dijelaskan di atas,

tetapi urin masih terlihat secara sonografis di dalam kandung kemih kembar

donor.

 Stadium II: kriteria stadium I, tetapi urin tidak terlihat di dalam kandung

kemih donor

 Stadium III: kriteria stadium II dan kelainan arteri umbilikalis, duktus

venosus, atau vena umbilikalis pada pemeriksaan Doppler

 Stadium IV: asites atau hidrops yang jelas pada salah satu kembar; dan

3
33

 Stadium V: kematian salah satu janin.

Tabel 1. Stage twin-twin transfusion syndrome.22

Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) berdasarkan berat ringannya

penyakit dibagi atas.:22,23

1. TTTS tipe berat: Biasanya terjadi pada awat trimester ke II, umur kehamilan

16018 minggu. Perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu

kehamilan. Ukuran tali pusat juga berbeda. Konsentrasi Hb biasanya sama

pada kedua janin. Polihidramnion terjadi pada kembar resipien karena adanya

volume overload dan peningkatan jumlah urin janin. Oligohidramnion yang

berat bisa menyebabkan terjadinya fenomena stuck twin dimana janin

terfiksir pada dinding uterus.

2. TTTS tipe sedang: terjadi pada akhir trimester II, umur kehamilan 24-30

minggu. Walaupun terdapat perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5

minggu kehamilan, polihidramnion dan oligohidramnion tidak terjadi.

Kembar donor menjadi anemia, hipovolemia dan pertumbuhan terhambat.

Sedangkan kembar resipien mengalami plethoric, hipervolemia dan

makrosomia. Kedua janin bisa berkembang menjadi hidrops.

3. TTTS tipe ringan: terjadinya secara perlahan pada trimester III.

Polihidramnion dan oligohidramnion biasanya tidak terjadi. Konsentrasi Hb

berbeda lebih dari 5gr%. Ukuran besar janin berbeda lebih dari 20%.

3
34

Twin to twin transfusion syndrome juga dapat diklasifikasi menjadi akut

dan kronik. Patofisiologi yang mendasar penyakit ini, gambaran klinis, morbiditas

dan mortalitas janin pada kedua tipe ini sangat berbeda. Angka kematian perinatal

yang tinggi pada twin to twin transfusion syndrome terutama disebabkan tipe

yang kronik:22,23

1. Tipe akut: Jika terjadi tranfusi darah secara akit/tiba-tiba dari satu janin ke

janin yang lain, biasanya pada trimester III atau selama persalinan dari

kehamilan monokorionik yang tidak berkomplikasi, menyebabkan keadaan

hipovolemia pada kembar donor dan hipervolemia pada kembar resipien,

dengan berat badan lahir yang sama. Transfuse dari kembar pertama ke

kembar kedua saat kelahiran kembar pertama. Namun demikian, bila tali

pusat kembar pertama terlamabat dijepit, darah dari kembar yang belum

dilahirkan dapat tranfusi ke kembar pertama. Diagnosis biasanya dibuat pada

saat post natal.

2. Tipe kronik: Biasanya terjadi pada kehamilan dini (umur kehamilan 12-26

minggu) kasus tipe ini merupakan yang paling bermasalah karena biayanya

masih immature dan tidak dapat dilahirkan, sehingga dalam pertumbuhannya

di uterus, bisa mengalami kelainan akibat dari TTTS seperti hydrops. Tanpa

terapi, sebagian besar bayi tidak dapat bertahan hidup atau bila survival, akan

timbul kecacatan. Walaupun arah tranfusi darah menuju kembar resipien,

tetapi thrombus dapat secara bebas berpindah arah menujunkembar resipien,

tetapi thrombus dapat secara bebas berpindah arah melalui anastomosis

pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan infark atau kematian pada

kedua janin.24

3
35

5. Diagnosis

TTTS merupakan kondisi dengan perjalanan yang lambat, dengan

dimulai (dilaporkan) pada umur kehamilan 13 minggu atau trimester

kedua. Diagnosis TTTS ditegakkan dengan evaluasi ultrosonografi yang

menunjukkan adanya: 25

1. kehamilan kembar dengan satu plasenta (monochorionic),

2. jenis kelamin sama dengan dipisahkan oleh membran ketuban,

3. pengukuran nuchal translucency >3mm pada umur kehamilan 10-14

minggu,

4. hasil crown-rump length (CRL) yang kurang pada salah satu janin,

5. polihidramnion pada janin resipien dan oligohidramnion pada janin

donor, jumlah air ketuban diukur dengan maximum vertical pocket

(MVP).

Temuan pada trimester pertama

 Crown-rump length yang kurang pada satu janin

 Ukuran nuchal translucency > 3 mm pada umur kehamilan 10-14

minggu atau berbeda >20% diantara bayi

Temuan pada trimester kedua

 Lingkar perut yang kurang pada satu janin

 Membrane pemisah yang tipis

 Masuknya velamentous placenta (donor kembar)

 Echogensiti plasenta (hyperecoic donor)

Tabel 1. Temuan sonographi trimester pertama dan kedua pada twin-twin

transfusion syndrome.3\

3
36

Kriteria diagnostik TTTS pada awal trimester ketiga (kriteria diagnostik

ultrasonografi)

 Kehamilan monokorionik

 Jenis kelamin yang sama

 Satu massa plasenta

 Membrane pemisah yang tipis

 Kelainan volume cairan amnion

 Kantung kencing yang persisten

 Perkiraaan perbedaan berat janin (20% lebih berat kembar besar)

 Adanya stuck twin

 Hidrops fetalis ( adanya satu atau lebih gejala edema kulit(tebal 5 mm), efusi

pericardial, efusi pleura, acites)

 Membrane pembungkus pada umur kehamilan 14-17 minggu.

3
37

Bagan 1. Alogritme for screening for TTTS.22

Diagnosis post natal TTTS dapat ditegakkan dengan :25

1. Adanya perbedaan berat badan kedua janin yang >500gr atau perbedaan>20%

pada janin aterm( untuk TTTS Kronis)

2. Terdapat perbedaan kadar hemoglobin dan hematokrit dari kedua janin, janin

donor dapat mencapai 8gr% atau kurang dan janin resipien bisa mencapai

27%

3. Perbedaan ukuran pada organ-organ jantung,ginjal,hepar dan thymus.

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB v. Penutup
    BAB v. Penutup
    Dokumen1 halaman
    BAB v. Penutup
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii.2
    Bab Iii.2
    Dokumen18 halaman
    Bab Iii.2
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen17 halaman
    Bab Ii
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii.2
    Bab Iii.2
    Dokumen18 halaman
    Bab Iii.2
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustak1
    Daftar Pustak1
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustak1
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen16 halaman
    Bab Ii
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • BAB v. Penutup
    BAB v. Penutup
    Dokumen1 halaman
    BAB v. Penutup
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi Tetanus Dan Difteri Untuk Remaja
    Imunisasi Tetanus Dan Difteri Untuk Remaja
    Dokumen21 halaman
    Imunisasi Tetanus Dan Difteri Untuk Remaja
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen9 halaman
    Bab Iv
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen27 halaman
    Bab Ii
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen1 halaman
    Bab I
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Influence of Crown
    Influence of Crown
    Dokumen7 halaman
    Influence of Crown
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab III. Penutup
    Bab III. Penutup
    Dokumen1 halaman
    Bab III. Penutup
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Anestesi-Terkait Hipovolemia Relatif
    Anestesi-Terkait Hipovolemia Relatif
    Dokumen19 halaman
    Anestesi-Terkait Hipovolemia Relatif
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen13 halaman
    Bab Iii
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • BAB v. Penutup
    BAB v. Penutup
    Dokumen1 halaman
    BAB v. Penutup
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • BAB III. Laporan Kasus
    BAB III. Laporan Kasus
    Dokumen7 halaman
    BAB III. Laporan Kasus
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen20 halaman
    Bab Iii
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Sugar Consumption and Changes in Dental Caries From Childhood To Adolescence
    Sugar Consumption and Changes in Dental Caries From Childhood To Adolescence
    Dokumen11 halaman
    Sugar Consumption and Changes in Dental Caries From Childhood To Adolescence
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Dental Caries
    Dental Caries
    Dokumen5 halaman
    Dental Caries
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi Tetanus Dan Difteri Untuk Remaja
    Imunisasi Tetanus Dan Difteri Untuk Remaja
    Dokumen21 halaman
    Imunisasi Tetanus Dan Difteri Untuk Remaja
    Rully Syahrizal
    Belum ada peringkat