Anda di halaman 1dari 21

Kesehatan dan keselamatan kerja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Jump to navigation Jump to search
Untuk K3 sebagai kode kereta ekonomi, lihat Kereta api ekonomi.

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3, terkesan rancu apabila disebut keselamatan dan
kesehatan kerja) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan
manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. Tujuan K3 adalah untuk
memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja.[1] K3 juga melindungi rekan kerja,
keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan
kerja.

K3 cukup penting bagi moral, legalitas, dan finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban
untuk memastikan bahwa pekerja dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman
sepanjang waktu.[2] Praktik K3 meliputi pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga
penyembuhan luka dan perawatan untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti
sakit. K3 terkait dengan ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika
kesehatan, psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.

Daftar isi
 1 Bahaya di tempat kerja
o 1.1 Bahaya fisik dan mekanik
o 1.2 Bahaya kimiawi dan biologis
 1.2.1 Bahaya biologis
 1.2.2 Bahaya kimiawi
o 1.3 Masalah psikologis dan sosial
 2 K3 berdasarkan industri
o 2.1 Konstruksi
o 2.2 Pertanian
o 2.3 Sektor jasa
o 2.4 Pertambangan dan perminyakan
 3 Lihat pula
 4 Referensi
 5 Bahan bacaan terkait
 6 Pranala luar

Bahaya di tempat kerja


Bahaya fisik dan mekanik
Pekerja yang bekerja dengan penuh risiko tanpa peralatan keselamatan yang memadai

Harry McShane, di usia 16 tahun (1908) mengalami kecelakaan kerja. Ia tidak sengaja tertarik ke
arah permesinan di sebuah pabrik di Cincinnati. Ia kehilangan lengan dan kakinya patah tanpa
mendapatkan kompensasi sedikitpun

Bahaya fisik adalah sumber utama dari kecelakaan di banyak industri.[3] Bahaya tersebut
mungkin tidak bisa dihindari dalam banyak industri seperti konstruksi dan pertambangan, namun
seiring berjalannya waktu, manusia mengembangkan metode dan prosedur keamanan untuk
mengatur risiko tersebut. Buruh anak menghadapi masalah yang lebih spesifik dibandingkan
pekerja dewasa.[4] Jatuh adalah kecelakaan kerja dan penyebab kematian di tempat kerja yang
paling utama, terutama di konstruksi, ekstraksi, transportasi, dan perawatan bangunan.[5]

Permesinan adalah komponen utama di berbagai industri seperti manufaktur, pertambangan,


konstruksi, dan pertanian,[6] dan bisa membahayakan pekerja. Banyak permesinan yang
melibatkan pemindahan komponen dengan kecepatan tinggi, memiliki ujung yang tajam,
permukaan yang panas, dan bahaya lainnya yang berpotensi meremukkan, membakar,
memotong, menusuk, dan memberikan benturan dan melukai pekerja jika tidak digunakan
dengan aman.[7]

Tempat kerja yang sempit yang memiliki ventilasi dan pintu masuk/keluar terbatas, seperti tank
militer, saluran air, dan sebagainya juga membahayakan.[8][9] Kebisingan juga memberikan
bahaya tersendiri yang mampu mengakibatkan hilangnya pendengaran.[10][11] Temperatur
ekstrem panas mampu memberikan stress panas, kelelahan, kram, ruam, mengabutkan kacamata
keselamatan, dehidrasi, menyebabkan tangan berkeringat, pusing, dan lainnya yang dapat
membahayakan keselamatan kerja.[12] Pada temperatur ekstrem dingin, risiko yang dihadapi
adalah hipotermia, frostbite, dan sebagainya.[13] Kejutan listrik memberikan risiko bahaya seperti
tersengat listrik, luka bakar, dan jatuh dari fasilitas instalasi listrik.[14]

Bahaya kimiawi dan biologis

Bahaya biologis

 Bakteri
 Virus
 Fungi
 Patogen bawaan darah
 Tuberculosis

Bahaya kimiawi

 Asam
 Basa
 Logam berat
 Pelarut
o Petroleum
 Partikulat
o Asbestos
o Silika
 Asap
 Bahan kimia reaktif
 Api, bahan yang mudah terbakar
o Ledakan

Masalah psikologis dan sosial

 Stres akibat jam kerja terlalu tinggi atau tidak sesuai waktunya
 Kekerasan di dalam organisasi
 Penindasan
 Pelecehan seksual
 Keberadaan bahan candu yang tidak menyenangkan dalam lingkungan kerja, seperti
rokok dan alkohol

K3 berdasarkan industri
K3 yang spesifik dapat bervariasi pada sector dan industri tertentu. Pekerja kontruksi akan
membutuhkan pencegahan bahaya jatuh, sedangkan nelayan menghadapi risik tenggelam. Biro
Statistik Buruh Amerika Serikat menyebutkan bahwa perikanan, penerbangan, industri kayu,
pertanian, pertambangan, pengerjaan logam, dan transportasi adalah sektor industri yang paling
berbahaya.[15]

Konstruksi

Konstruksi adalah salah satu pekerjaan yang paling berbahaya di dunia, menghasilkan tingkat
kematian yang paling banyak di antara sektor lainnya.[16][17] Risiko jatuh adalah penyebab
kecelakaan tertinggi.[16] Penggunaan peralatan keselamatan yang memadai seperti guardrail dan
helm, serta pelaksaan prosedur pengamanan seperti pemeriksaan tangga non-permanen dan
scaffolding mampu mengurangi risiko kecelakaan.[18] Tahun 2010, National Health Interview
Survey mengidentifikasi faktor organisasi kerja dan psikososial dan paparan kimiawi/fisik
pekerjaan yang mampu meningkatkan beberapa risiko dalam K3. Di antara semua pekerja
kontruksi di Amerika Serikat, 44% tidak memiliki standar pengaturan kerja, sementara pekerja di
sektor lainnya hanya 19%. Selain itu 55% pekerja konstruksi memiliki pengalaman ketidak-
amanan dalam bekerja, dibandingkan 32% pekerja di sektor lainnya. 24% pekerja konstruksi
terpapar asap yang bukan pekerjaannya, dibandingkan 10% pekerja di sektor lainnya.[19]

Pertanian

Traktor dengan sistem pelindungan terguling

Pekerja pertanian memiliki risiko luka, penyakit paru-paru akibat paparan asap mesin,
kebisingan, sakit kulit, dan kanker akibat bahan kimia seperti pestisida. Pada pertanian industri,
kecelakaan melibatkan penggunaan alat dan mesin pertanian. Kecelakaan yang paling umum
adalah traktor yang terguling.[20] Pestisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan dalam
pertanian juga berbahaya bagi kesehatan pekerja, mampu mengakibatkan gangguan kesehatan
organ seks dan kelainan kelahiran bayi.[21]

Jumlah jam kerja para pekerja di bidang pertanian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa
37% pekerja memiliki jam kerja 48 jam seminggu, dan 24% bekerja lebih dari 60 jam seminggu.
Dipercaya tingginya jam kerja tersebut mengakibatkan tingginya risiko kecelakaan. Dan dari
semua pekerja di sektor pertanian, 85% lebih sering bekerja di luar ruangan dibandingkan sektor
lainnya yang hanya 25%.[22]

Sektor jasa
Sejumlah pekerjaan di sektor jasa terkait dengan industri manufaktur dan industri primer lainnya,
namun tidak terpapar risiko yang sama. Masalah kesehatan utama dari pekerjaan di sektor jasa
adalah obesitas dan stres psikologis serta kelebihan jam kerja.

Pertambangan dan perminyakan

Pekerja di sektor perminyakan dan pertambangan memiliki risiko terpapar bahan kimia dan asap
yang membahayakan kesehatan. Risiko kulit terpapar bahan kimia berbahaya, menghirup asap,
hingga risiko lain seperti homesick karena lokasi kerja yang jauh dari rumah, bahkan hingga ke
area lepas pantai.

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA KONSTRUKSI BANGUNAN


di November 15, 2017

Reaksi:

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja
maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan
dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat
dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan
dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.
Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja
akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu
keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan
keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak
terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan


dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan tata lingkungan masing masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu
bangunan atau bentuk fisik lain . Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan.
Dalam melaksanakan Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara
lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Untuk itu Kegiatan konstruksi harus
dikelola dengan memperhatikan standar dan ketentuan K3 yang berlaku.

Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian rupa,
tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis.
Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu
banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas
mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja pada kegiatan konstruksi bangunan.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

- Mengetahui pelaksanaan prosedur K3 pada pekerjaan kosntruksi bangunan

- Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.

- Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.

- Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DASAR HUKUM

Sebagai dasar hukum dari K3 Konstruksi bangunan adalah :

1. Undang-undang No. 1Tahun 1970 tentang keselamatan kerja

Undang-Undang No. 1 tahun 1970 mengatur tentang Keselamatan Kerja. Meskipun judulnya
disebut sebagai Undang-undang Keselamatan Kerja, tetapi materi yang diatur termasuk masalah
kesehatan kerja.Undang-undang ini dimaksudkan untuk menentukan standar yang jelas untuk
keselamatan kerja bagi semua karyawan sehingga mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktifitas
Nasional; memberikan dasar hukum agar setiap orang selain karyawan yang berada di tempat kerja
perlu dijamin keselamatannya dan setiap sumber daya perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
efisien; dan membina norma-norma perlindungan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat,
industrialisasi, teknik dan teknologi. Ruang lingkup Undang-undang ini adalah keselamatan kerja di
semua jenis dan tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

2. Undang-undang No. 13/2003 tentang ketenagakerjaan

3. Undang-undang No. 18/1999 tentang jasa kontruksi

4. Peraturan No. 01/Men/1980 tentang K3 Kontruksi

Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih
ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek
yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat
minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.

5. Instruksi Menaker No. 01/1992 tentang pemeriksaan, keberadaan unit organisasi K3.

6. SKB Menaker dan Men PU ke-174/1986 dan No. 104/KPTS/1986 tentang K3 pada tempat kegiatan
konstruksi beserta pedoman pelaksanaan K3 pada tempat kegiatan konstruksi.

7. Surat edaran Dirjen Binawas No. 13/BW/1998 tentang akte pengawasan proyek konstruksi
bangunan.

8. Surat Dirjen Binawas No. 147/BW/KK/IV/1997 tentang wajib lapor pekerjaan proyek konstruksi.

2.2 RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan :


1. Bahwa ruang lingkup K3 Konstruksi meliputi; pekerjaan penggalian, pekerjaan pondasi, pekerjaan
konstruksi beton, pekerjaan konstruksi baja dan pembongkaran.

2. Bahwa ruang lingkup K3 Sarana bangunan meliputi perancah bangunan, plambing, penanganan bahan
dan peralatan bangunan

2.3 JENIS-JENIS BAHAYA PADA KEGIATAN KONSTRUKSI

1. Physical Hazards

Atau faktor kimia yang berupa kekeringan, suhu, cahaya, getaran radiasi.

2. Chemical Hazards

Atau faktor kimia yang dapat berupa bentuk padat, cair dan gas.

3. Electrical Hazards

Atau bahaya sengatan listrik, kebakaran karena listrik karena banyaknya instalasi listrik yang bersifat
sementara dan kadang-kadang tidak terkendali.

4. Mechanical Hazards

Atau bahaya kecelakaan yang diakibatkan oleh peralatan kerja tangan, mesin / pesawat sampai kepada
alat berat.

5. Physiological Hazards

Atau organisasi yaitu cara kerja atau alat kerja yang tidak tepat, sehingga dapat menyebabkan
kecelakaan.

6. Physiological Hazards

Atau yang berkaitan dengan aspek kerja, pekerjaan yang monoton yang membuat kejenuhan, lokasi
tempat kerja yang sangat terpencil sehingga membuat kebosanan dll.

7. Biological Hazards

Yang disebabkan oleh serangga, bakteri, virus, parasit, dll.


2.4 Pengawasan K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan

Pengawasan K3 konstruksi dan sarana bangunan mempunyai mekanisme terutama mekanisme


yang menyangkut administrasi teknis K3 yang wajib dilaksanakan oleh pelaksana konstruksi (kontraktor),
khususnya keberadaan wajib lapor pekerjaan/proyek konstruksi bangunan dan akte pengawasan
ketenagakerjaan tempat kerja konstruksi. Bahwa wajib lapor pekerjaan konstruksi bangunan wajib
dilaporkan oleh pelaksana kepada pihak yang terkait, yaitu; Dinas Tenaga Kerja Kab/kota. Pemerintah
Kabupaten/Kota kemudian melakukan pencatatan/register dan Pelaksana konstruksi harus memahami
tanggung jawab K3 pada pekerjaannya. Isi materi laporan, meliputi;

1. Data-data pelaksana konstruksi/konsultan pengawas/konsultan perencana.

2. Data-data teknis proyek

3. Tahapan pekerjaan konstruksi

4. Instalasi/pesawat/alat yang dipakai

5. Unit K3 proyek

6. Kompetensi personil K3

7. Jumlah pekerjaan

8. Bahan-bahan berbahaya

9. Cara kerja aman dan Prosedur Operasi Standar (SOP)

Selain itu terdapat pula akte pengawasan Ketenagakerjaan konstruksi yang merupakan
dokumen teknis K3 yang diterbitkan setelah lama proyek berjalan 6 (enam) bulan atau lebih. Akte
tersebut diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setempat setelah dilakukan pemeriksaan K3 oleh
pengawas K3 spesialis Konstruksi Bangunan dan wajib dipelihara / disimpan oleh pelaksana konstruksi.
Akte ini terdiri dari ;

1. Data pelaksana konstruksi

2. Data proyek

3. Berita Acara Pemeriksaan


4. Kartu Pemeriksaan

5. Lembaran Pemeriksaan.

Pengawasan K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan

a. Wajib Lapor Pekerjaan/Proyek Konstruksi Bangunan

Setiap pekerjaan konstruksi bangunan yang akan dilakukan wajib dilaporkan kepada direktur atau
pejabat yang ditunjuk

b. Akte Pengawasan Ketenagakerjaan Proyek Konstruksi Bangunan

- Pengertian :

Terdiri dari: data pelaksana konstruksi/pengawas-perencana konstruksi, data teknis proyek, berita acara
pemeriksaan, kartu pemeriksaan dan lembaran pemeriksaan.

- Batasan :

Tempat kerja/pekerjaan konstruksi bangunan dengan waktu proyek 6 bulan atau lebih harus diterbitkan
akte ini dan akte harus diserahkan Pelaksana Konstruksi kepada Pemberi Tugas/Pemilik setelah proyek
selesai

- Pengesahan Akte

1. Setelah meneliti wajib lapor pekerjaan proyek/konstruksi bangunan

2. Melakukan pemeriksaan K3 proyek oleh pengawas spesialis K3 konstruksi

3. Menerbitkan akte pengawasan

4. Melakukan pemeriksaan berkala, sampai proyek selesai.

2.5 Studi Kasus


2.5.1 Kecelakaan Crane
Pada tanggal 14 Juli 1999 sebuah crane berjenis crawler crane sedang mengangkat suatu beban, lebih
spesifiknya adalah mengangkat suatu konstruksi atap untuk stadion sepak bola. Dalam proses
pengangkatan beban tersebut terlihat kalau crane mengalami kesulitan dalam mengangkat beban
apalagi menggerakkanboom- nya. Tidak lama kemudian tiba-tiba crane jatuh ke sisi kiri crane. Kejadian
ini mengakibatkan 3 orang pekerja konstruksi meninggal langsung karena tertimpa crane yang ambruk
tersebut.

2.5.2 Kecelakaan Konstruksi Bangunan

Kejadian yang mencoreng jasa konstruksi di Indonesia kembali terjadi. Lima pekerja tewas dan sembilan
lainnya luka parah tertimpa tembok bangunan pabrik kayu lapis yang sedang dibangun di Dukuh Sawur,
desa Genengsari, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis(11/9). Empat korban tewas di
tempat kejadian sementara satu lainnya meninggal di RS PKU Muhammadidyah Karanganyar

Menurut saksi mata, Imam Hartono, pemilik pabrik, sebelum tembok roboh, datang angin kencang dari
arah barat. “Kejadian berlangsung tiba-tiba, tidak ada seorang pun tukang bangunan yang menyangka
kalau tembok yang sedang dikerjakan itu runtuh setelah dihantam angin yang datang dari arah barat,”
ungkapnya. Menurut Sutoyo,46, pekerja yang selamat dari tragedi tersebut menyatakan sebelumnya
tidak ada tanda-tanda tembok setinggi lima meter dengan panjang hampir 50 meter yang sedang
dikerjakan itu akan roboh. “Tiba-tiba tembok sebelah barat itu ambruk dan menimpa teman-teman yang
sedang berada di bawahnya,” ujarnya.

2.5.3 Kecelakaan-kecelakaan Lain di Bidang Konstruksi


Terdapat bermacam-macam kecelakaan yang terjadi pada kegiatan konstruksi bangunan, antara lain :
• pekerja saling mengoper batu bata dengan cekatan, namun ketika yang satu tidak perhatian maka dia
terkena batu bata, atau
• orang yang jatuh dari atap sebuah rumah.

2.6. Analisa Kecelakaan

2.6.1 Analisa Kecelakaan Crane


Kecelakaan crane tersebut dapat disebabkan oleh beberapa factor dintaanya adalah
1. Beban yang diangkat yang melebihi SWL (Safe Working Load) yang dimiliki oleh crane tersebut. SWL
merupakan batas beban maksimum yang diijinkan untuk diangkat oleh crane.

2. Pengujian berkala yang disyaratkan tidak ditaati. Berdasarkan permenakertran no 5 tahun 1985 bab
VIII, pasal 138, ayat 1 yang menyebutkan bahwa sebuah pesawat angkat dan angkut sebelum dipakai
harus diperiksa dan diuji terlebih dahlu dengan standar uji yang telah ditentukan.

3. Kegiatan pemeriksaan dan maintenance yang tidak teratur, sehinggga banyak bagian-bagian crane
yang mengalami kerusakan seperti korosi atau cracking. Berdasarkan permenakertran no 5 tahun 1985
bab VIII, pasal 138, ayat 4 yang menyebutkan bahwa pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan
angkut dilaksanakan selambat- lambatnya 2 (dua) tahun setelah pengujian pertama dan pemeriksaan
pengujian ulang selanjutnya dilaksanakan 1 (satu) tahun sekali

4. Operator crane yang kurang ahli dan tidak pernah ikut training/sertifikasi. Berdasarkan
Permenakertran no 5 tahun 1985 bab I, pasal 4 yang menyebutkan bahwa setiap pesawat angkat dan
angkut harus dilayani oleh operator yang mempunyai kemampuan dan telah memiliki keterampilan
khusus tentang pesawat angkat dan angkut.

5. Jenis crane yang tidak sesuai.

2.6.2. Analisa Kecelakaan Konstruksi Bangunan

Proyek konstruksi tidak hanya menuntut akurasi dalam perencanaan kekuatan, akan tetapi perlu
dicermati mengenai metode dan teknologi konstruksinya. Kesalahan dalam metode konstruksi terbukti
berakibat yang sangat fatal, yaitu korban jiwa tenaga kerjanya. Membiarkan tembok baru yang tinggi
tanpa bingkai (perkuatan yang cukup) dari kolom dan sloof beton bertulang atau besi profil tentunya
sangat berbahaya ketika menerima gaya horisontal (dalam hal ini hembusan angin). Selain itu tembok
dengan panjang 50 m, akan sangat riskan jika tidak diberikan dilatansi yang cukup.
2.6.3. Analisa Kecelakaan Konstruksi Bangunan Secara Umum.
Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi secara umum disebabkan oleh 2 faktor, yaitu unsafe actions dan
unsafe conditions. Secara detail antara lain seperti pekerja tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri),
tidak menggunakan helm, safety belt/safety harness, tidak adanya perancah dll. Penyebab-penyebab
seperti ini bisa saja menimbulkan kerugian, baik material maupun riil. Hal-hal seperti ini seharusnya
tidak pernah terjadi jika Keselamatan dan Kesehatan Kerja diaplikasikan secara benar dan tepat. Untuk
alasan itulah maka diperlukan adanya Pedoman K3 Konstruksi.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pelaksanaan prosedur K3 dalam pekerjaan konstruksi bangunan telah diatur dengan berbagai aturan
yang secara jelas memberikan batasan-batasan dalam pekerjaan kosntruksi agar pekerjaan konstruksi
berjalan dengan baik tanpa menimbulkan bahaya. Prosedur K3 juga telah memberikan langkah-langkah
dalam mencegah dan menangani bahaya dan kecelakaan dalam proyek kosntruksi.

Saran

Untuk kelancaran pekerjaan konstruksi, perlu adanya penerapan prosedur K3 dalam setiap pekerjaan
kosntruksi.

DAFTAR PUSTAKA

Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sumber Internet:

http://sarisolo.multiply.com/journal/item/35/kecelakaan_kerja_di_perusahaan.

http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html

http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/
http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/

Categories K3

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Alat Pelindung Diri Kesehatan &
Keselamatan Kerja (K3)

Bagi seorang pekerja dan perusahaan, keselamatan kerja menjadi hal utama. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja atau K3 ini juga diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Perusahaan
dan pekerja sama-sama harus mengetahui tentang keselamatan kerja sesuai dengan standar yang
berlaku, salah satunya dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan
standarisasi.

APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD ini
terdiri dari kelengkapan wajib yang digunakan oleh pekerja sesuai dengan bahaya dan risiko
kerja yang digunakan untuk menjaga keselamatan pekerja sekaligus orang di sekelilingnya.
Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Dan pengusaha wajib untuk menyediakan
APD sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi pekerjanya.

Apa saja bentuk Alat Pelindung Diri yang sesuai dengan


standar Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)?

1. Helm Keselamatan

Helm keselamatan atau safety helmet ini berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan,
pukulan, atau kejatuhan benda tajam dan berat yang melayang atau meluncur di udara. Helm ini
juga bisa melindungi kepala dari radiasi panas, api, percikan bahan kimia ataupun suhu yang
ekstrim. Untuk beberapa pekerjaan dengan risiko yang relatif lebih rendah bisa menggunakan
topi ataupun penutup kepala sebagai pelindung.

2. Sabuk dan tali Keselamatan

Sabuk keselamatan atau safety belt ini berfungsi untuk membatasi gerak pekerja agar tidak
terjatuh atau terlepas dari posisi yang diinginkan. Beberapa pekerjaan mengharuskan pekerja
untuk berada pada posisi yang cukup berbahaya seperti pada posisi miring, tergantung atau
memasuki rongga sempit. Sabuk keselamatan ini terdiri dari harness, lanyard, safety rope, dan
sabuk lainnya yang digunakan bersamaan dengan beberapa alat lainnya seperti karabiner, rope
clamp, decender, dan lain-lain.
3. Sepatu Boot

Sepatu boot ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan atau tertimpa benda berat,
tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, bahan kimia berbahaya
ataupun permukaan licin. Bedanya dengan safety shoes umumnya adalah perlindungan yang
lebih maksimal karena modelnya yang tinggi dan melindungi hingga ke betis dan tulang kering.

4. Sepatu Pelindung

Sepatu pelindung ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan atau tertimpa benda berat,
tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, bahan kimia berbahaya
ataupun permukaan licin. Selain fungsi di atas, sepatu safety berkualitas juga memiliki tingkat
keawetan yang baik sehingga bisa digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Berbagai sepatu
pelindung ataupun safety shoes tersedia sesuai dengan kebutuhan. Ada yang antislip, antipanas,
anti-bahan kimia, anti-listrik, dll. Lihat berbagai fungsi safety shoes di sini!
5. Masker

Masker pernafasan ini berfungsi untuk melindungi organ pernafasan dengan cara menyaring
vemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel debu, aerosol, uap, asap, ataupun gas. Sehingga
udara yang dihirup masuk ke dalam tubuh adalah udara yang bersih dan sehat. Masker ini terdiri
dari berbagai jenis, seperti respirator, katrit, kanister, tangki selam dan regulator, dan alat
pembantu pernafasan.

6.Penutup telinga

Penutup telinga ini bisa terdiri dari sumbat telinga (ear plug) atau penutup telinga (ear muff),
yang berfungsi untuk melindungi telinga dari kebisingan ataupun tekanan.

7. Kacamata Pengaman
Kacamata pengaman ini digunakan sebagai alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
mata dari paparan partikel yang melayang di udara ataupun di air, percikan benda kecil, benda
panas, ataupun uap panas. Selain itu kacamata pengaman juga berfungsi untuk menghalangi
pancaran cahaya yang langsung ke mata, benturan serta pukulan benda keras dan tajam. Jenis
kacamata pengaman ini bisa berupa spectacles atau googgles.

8. Sarung Tangan

Sarung tangan ini berfungsi untuk melindungi jari-jari tangan dari api, suhu panas, suhu dingin,
radiasi, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan, tergores benda tajam ataupun infeksi dari zat
patogen seperti virus dan bakteri. Sarung tangan ini terbuat dari material yang beraneka macam,
tergantung dari kebutuhan. Ada yang terbuat dari logam, kulit, kanvas, kain, karet dan sarung
tangan yang tahan terhadap bahan kimia.

9. Pelindung Wajah

Pelindung wajah atau face shield ini merupakan alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi
wajah dari paparan bahan kimia berbahaya, partikel yang melayang di udara atau air, percikan
benda kecil, panas ataupun uap panas, benturan atau pukulan benda keras atau tajam, serta
pancaran cahaya. Terdiri dari tameng muka atau face shield, masker selam, atau full face masker.
10. Pelampung

Pelampung ini digunakan oleh pekerja yang bekerja di atas air atau di permukaan air agar
terhindar dari bahaya tenggelam. Pelampung ini terdiri dari life jacket, life vest atau bouyancy
control device untuk mengatur keterapungan.

APD atau Alat Pelindung Diri ini harus diperhatikan kondisinya. Jika APD rusak atau rusak atau
tidak dapat berfungsi dengan baik harus segera dimusnahkan. Beberapa APD juga memiliki
masa pakai, sehingga perawatannya harus lebih diperhatikan dan dicatat waktu pembelian serta
masa pemakaiannya.

Dalam Peraturan Menakertrans ini juga disebutkan bahwa pengadaan APD dilakukan oleh
perusahaan, dan pekerja berhak untuk menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan jika
alat keselamatan kerja yang disediakan tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan.

Anda mungkin juga menyukai