BAb 2 Pre Treatment
BAb 2 Pre Treatment
PRETREATMENT
A. PENGERTIAN
Berdasarkan susunan kata, maka pretreatment dapat diartikan sebagai, pre :
sebelum, dan treatment : proses atau perlakuan. Pengertian umum pretreatment adalah
suatu proses yang dijalankan sebelum melakukan proses inti. Pengertian khusus
pretreatment painting adalah proses pendahuluan terhadap bahan sebelum dilakukan
pengecatan. Tujuan pretreatment painting ialah :
a. Menambah daya rekat (adhesi) antara cat dengan bahan dasar (part)
b. Menambah ketahanan terhadap karat pada hasil pengecatan
Proses pretreatment yang dilakukan sebelum pengecatan, sangat berpengaruh
terhadap kualitas pengecatan, dan hal ini berkaitan dengan proses pengerjaan sebelum
part di-loading untuk proses pengecatan. Cat tidak akan menempel dengan sempurna
pada permukaan part sebelum melalui proses pretreatment (untuk part logam). Hal ini
disebabkan oleh :
Proses pembuatan part selalu dilapisi dengan minyak untuk menghindari terjadinya
karat selama menunggu proses lanjutan.
Daya kohesi antara partikel cat lebih kuat daripada daya adhesi logam dengan cat.
Hal ini menyebabkan cat tidak mudah menempel pada logam tanpa media khusus.
Media ini yang disebut phosphate yang diperoleh dari proses pretreatment.
Berdasar cara pengerjaannya, pretreatment dibedakan menjadi dua yaitu
dengan cara pencelupan (dipping) dan dengan cara penyemprotan (spraying).
Sedangkan berdasarkan jenis larutan Phospat yang digunakan, maka ada beberapa
jenis proses Phosphating yakni Besi (Iron), Zinc, dan Alumunium Phospate.
17
2. Secara Kimiawi (Chemical Cleaning), misalnya degreasing.
Pada prinsipnya, aliran proses pretreatment sebagai berikut :
Pre Degreasing
Degreasing
Rinsing 1
Rinsing 2
Surface Conditioning
Phosphating
Rinsing 3
Rinsing 4
DI Water
Dry Oven
18
a. Menghilangkan sebagian besar kontaminasi yang berasal dari senyawa organik
b. Menghilangkan pengotor zat organik lain untuk memudahkan dalam proses
degreasing
Pada umumnya ada tiga jenis proses perlakuan pre-degreasing yaitu :
a. Pre-degreasing dengan air panas (Hot Water), biasanya dengan menggunakan
semprotan yang bertekanan tinggi. Pre-degreasing cara ini hanya efektif untuk
kotoran yang berasal dari zat organik dan sifatnya masih baru. Hot Water Rinse
berfungsi untuk membersihkan minyak dan lemak yang menempel pada part
yang akan diproses. Hot Water Rinse biasanya berupa air panas dengan suhu
berkisar 40 - 50 C.
b. Pre-degreasing dengan kerosin, biasanya disemprotkan dengan cara manual atau
digosok dengan tangan. Pre-degreasing dengan kerosin sangat efektif untuk
tujuan pre-cleaning. Kelemahan cara ini yaitu kerosin merupakan suatu senyawa
pengkontaminasi pada proses degreasing. Selain itu kerosin merupakan bahan
yang mudah terbakar dan kurang baik untuk kesehatan.
c. Pre-degreasing dengan menggunakan produk water based ( bahan dasar air).
Water based merupakan campuran dari bahan surfactan (bahan penurun
tegangan permukaan) yang dapat dipakai dengan sistem semprot secara manual,
digosok dengan tangan, atau dengan disemprot yang bersirkulasi.
Kelebihan dari sistem pre-degreasing yang memakai produk water based adalah :
a. Sangat efektif untuk berbagai jenis pengotor organik
b. Tidak menimbulkan kontaminan pada proses degreasing
c. Dapat digunakan sebagai proteksi terhadap karat dalam waktu yang lebih
lama
d. Tidak merusak lingkungan
2. Degreasing
Degreasing adalah suatu proses pencucian part dengan menggunakan larutan
Alkali.
Tujuan proses degreasing sebagai berikut :
19
a. Untuk membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada part, baik berupa
senyawa organik maupun anorganik
b. Untuk mengontrol permukaan metal supaya mendapatkan susunan kristal yang
baik
Hal ini sangat beralasan, karena pada proses pembentukan part sangat
dipengaruhi oleh beberapa aspek yang dapat menimbulkan berbagai kotoran. Beberapa
bentuk pengotor organik ialah :
a. Minyak pada CKD part
b. Sealer-sealer lama
c. Minyak dari mesin stamping / pressing
d. Kerosin dari proses pre-degreasing
Sedangkan yang termasuk kedalam kotoran an-organik sebagai berikut :
a. Serbuk metal, yaitu partikel Besi, Aluminium, ataupun Zinc
b. Metal oxida, yaitu pembentukan korosi pada permukaan metal (karat / endapan)
c. Garam-garam, yaitu kontaminasi pada waktu handling atau pengiriman.
Mekanisme proses pembersihan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
a. Kontak, yaitu larutan pembersih menutupi seluruh area benda kerja
b. Wetting, yaitu reaksi emulsifikasi senyawa-senyawa pengkontaminasi organik
c. Pelepasan, yaitu pergerakan secara fisikal dari pengkontaminasi anorganik pada
benda kerja yang sedang diproses
Dengan proses degreasing, part dibersihkan dari berbagai macam kotoran, oleh
karena itu bahan-bahan yang dipakai sebagai medium pembersih harus memenuhi
beberapa kriteria, antara lain :
a. Setiap formula pembersih / cleaner harus mempunyai sifat membersihkan
(detergency)
b. Pembersih harus mempunyai pengontrol terhadap busa
c. Pembersih harus bersifat fleksibel
d. Pembersih harus bersifat tahan lama
e. Pembersih harus bersifat mudah dibilas
Untuk memperoleh bahan yang memenuhi kriteria seperti diatas, maka paduan
dari bahan-bahan harus diformulasikan, sehingga hasilnya memenuhi tuntutan kriteria
tersebut. Dalam hal ini, komponen-komponen yang diperlukan dalam Alkaline
Cleaner (pembersih yang bersifat basa), antara lain :
a. Garam-garam Sodium, Hidroksida, Borak, Karbonat, Silikat,
20
b. Surfactan
c. Surface Conditioner (senyawa untuk mengaktifkan metal)
d. Defoamer (anti busa)
Parameter dalam proses pembersihan part (degreasing) dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu :
2.1. Parameter operasional pada pembersih
a. Konsentrasi, diperlukan dalam operasional sesuai dengan standar kontrol yang
diberikan
b. Temperatur, yaitu suhu medium pembersih pada saat dipakai untuk
membersihkan part. Temperatur operasi degreasing sekitar 40 - 50 C.
c. Tekanan penyemprotan (untuk proses spray), sekitar 0,5-1,5 kg/cm2
d. Waktu, sekitar 5-10 menit
2.2. Parameter operasional dari pembersih yang merupakan hasil titrasi
a. Kebasaan bebas (Free Alkalinity), digunakan untuk menentukan keefektifan
konsentrasi larutan. Free Alkalinity larutan sekitar 7 - 10.
b. Kebasaan total (Total Alkalinity), untuk menentukan tingkat konsentrasi
keseluruhan produk dalam larutan. Total Alkalinity digunakan sebagai metode
pengontrolan secara tidak langsung komponen-komponen lain dalam larutan
3. Water Rinse
Secara umum Water Rinse dipakai untuk proses pembilasan agar permukaan
part bersih dari bahan kimia yang menempel akibat dari proses sebelumnya (misalnya
degerasing), sehingga tidak terjadi kontaminasi antara larutan kimia dari proses yang
satu dengan proses berikutnya. Tujuan dari proses Water Rinse adalah :
a. Membilas kelebihan pembersih yang menempel pada benda kerja
b. Menghilangkan pembentukan garam-garam sebagai hasil dari proses
pembersihan
c. Menetralkan permukaan logam untuk mencegah bahan pembersih terbawa ke
dalam proses Phosphating, sebab pembersih yang bersifat basa yang terbawa
oleh benda kerja akan menetralisasi asam dan mengkontaminasi lapisan
Phosphating pada benda kerja
4. Surface Conditioning
21
Surface conditioning bertujuan mempersiapkan permukaan part (agar lebih
halus), mengaktifkan metal, dan mengatur permukaan metal agar kristal Phospat lebih
seragam dan merata. Biasanya surface conditioning dilakukan dengan menggunakan
material Parcelene, neutralizer, dan bahan kimia lain yang bersifat metal conditioning.
5. Phosphating
22
a. Pure Zinc Phosphate Coating (pelapisan Zinc Phosphate), digunakan pertama
kali tahun 1908 terbatas terhadap metal-metal yang diproses
b. Dwi Cationic, modifikasi pelapisan Nickel dan Zinc Phosphate. Penambahan
metal Nickel pada larutan Phosphating, menghasilkan pelapisan Nickel dalam
Zinc Phosphating. Tujuannya untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi
dan pelapisan pada pengecatan
c. Tri Cationic, merupakan modifikasi pelapisan Ni + Zinc Phosphate. Hal ini
dilakukan dengan penambahan ion Mangan pada proses Ni + Zinc Phosphate.
Tujuannya untuk meningkatkan ikatan cat (adhesion paint) dan mempunyai
sifat fleksibel pada proses pengecatan, menambah ketahanan terhadap korosi.
Mekanisme pelapisan dapat diilustrasikan sebagi berikut :
a. Asam bebas ( Free Acid) mengetsa / melukai lapisan bawah Anode pada
substrate
b. Elektron di substrate bergerak ke Katode dan membentuk H +, terjadilah
hidrolisa air
c. Membentuk gas Hidrogen dan OH- , sehingga terjadi pembentukan lokasi area
dengang tingkat keasaman (pH) tinggi
d. Terjadi pengendapan pelapisan
Secara umum konversi reaksi pelapisan Phosphat sebagai berikut :
Daerah Anodic : Fe Fe+2 + 2e-
Daerah Catodic : 2H+ + 2e- H2
Hasil penyederhanan persamaan pelapisan :
H3PO4 + Zn(H2PO4)2 + Fe(H2PO4)2 + Fe Zn3(PO4)2 + Zn2(PO4)2 + ZnHPO4 +
FePO4
Persamaan reaksi Phosphating :
Reaksi Hopeite : Zn2+ + 2ZnPO4 Zn3 (PO4)2
Reaksi Phosphophylite : Fe2++2ZnPO4 Zn2Fe (PO4)2
23
2. Keasaman Bebas (Free Acid), yaitu tingkat keaktifan dari komponen asam
Phosphate. Point kontrol Free Acid berkisar pada 0,5 - 0,8.
3. Temperatur, digunakan untuk mengontrol keaktifan dari komponen asam
Phosphate.
4. Pemercepat / Accelerator (Nitrite), bertujuan untuk menjaga keseimbangan
5. antara Fe2+ dan Fe3+ dalam larutan dan untuk membantu terjadinya
pembentukan lapisan Zinc Phosphate pada metal.
6. Tekanan Spray dan sudut Nozzle (untuk proses Spray), harus dapat menutupi
semua permukaan metal yang diproses
7. Waktu pencelupan (untuk proses Dipping)
7. Dry Oven
Dry Oven bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa air yang masih melekat pada
part setelah mengalami pretreatment. Untuk menghasilkan kualitas permukaan yang
baik, suhu pengeringan yang ideal harus diperhatikan. Proses Dry Oven part steel
biasanya beroperasi minimal pada suhu 100 C (agar terjadi penguapan air di lapisan
Phosphat). Misalnya untuk Dry Oven yang menggunakan system conveyor beroperasi
24
pada suhu 140 - 160 C. Apabila suhu terlalu berlebihan ( lebih dari 200 C), maka
kualitas lapisan Phosphating sebagai hasil pengeringan kurang baik (terjadi pecah-
pecah), sehingga akan mempengaruhi daya rekat cat pada part.
25