Anda di halaman 1dari 66

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM


LAPORAN AKHIR

MOHAMMAD ILHAM DARADJAT


1606904964
KELOMPOK 4

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
APRIL 2019

1
2

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM


LAPORAN AWAL

MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI

MOHAMMAD ILHAM DARADJAT


1606904964
KELOMPOK 12

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
FEBRUARI 2018
3

1. Tujuan Percobaan
1) Memperlihatkan adanya beda potensial antara dua logam yang berbeda.
2) Membedakan anoda dan katoda serta reaksi pada masing-masing
elekroda.
3) Menjelaskan proses terjadinya korosi akibat sel galvanic.
2. Dasar Teori
Korosi dapat terjadi diberbagai lingkungan disekitar kita. Jenis logam dan
kondisi lingkungan akan mempengauhi korosi yang terbentuk. Korosi terbagi
menjadi dua secara garis besar, korosi terlokalisasi dan korosi tak terlokalisasi.
Berikut beberapa contoh korosi yang umum ditemukan:
a. Korosi seragam (uniform corrosion)
Korosi seragam merupakan serangan logam secara merata keseluruh
permukaan logam yang terpapar oleh lingkungan korosif. Korosi ini
ditandai dengan adanya penipisan logam secara merata tanpa serangan
terlokalisasi. Luas permukaan serangan yang merata menyebabkan korosi
jenis ini dapat dihitung kecepatan korosinya dengan mudah.

Gbr. Skema korosi seragam


b. Korosi sumuran (pitting corrosion)
Korosi sumuran merupakan korosi yang terjadi pada logam dengan lapisan
pasif. Lapisan pasif yang terbuka akibat lingkungan yang agresif
(misalnya ion Cl-), akan menyebabkan korosi yang terpenetrasi pada
lubang tersebut. Hal ini disebabkan perbedaan potensial yang tinggi antara
lapisan pasif dan logam didalamnya, sehingga arus mengalir kedalam
lubang.
4

Gbr. Skema korosi sumuran.


c. Korosi galvanic
Korosi galvanic adalah korosi yang terjadi apabila dua logam dengan
potensial berbeda terhubung satu sama lain secara metalik dan elektrolit
hal ini menyebabkan logam yang memiliki kecenderungan anodik akan
terkorosi.

Gbr. Skema korosi galvanik

d. Korosi intergranular
Korosi intergranular merupakan korosi terlokalisasi pada batas butir yang
diakibatkan oleh segregasi dan presipitasi. Baja kromium pada temperatur
425°-815°C akan membentuk kromium karbida dengan menarik kromium
dan karbon dari dalam butir kebatas butir membentuk Cr 23C6(krom
karbida). Menyebabkan wilayah sekitar batas butir kekurangan kromium
sehingga kehilangan lapisan pasif krom.
5

Gbr. Skema korosi bats butir pada baja tahan karat.

e. Environmetally Induced Cracking


 Stress Corrosion Cracking

Gbr. Skema korosi tegangan retak.


Korosi ini dipicu oleh tegangan tarik yang diterima material baik
aplikatif atau sisa, pada logam yang rentan terkorosi pada
lingkungan korosif. Ketiga faktor ini menimbulkan inisiasi retak
baik intergranular maupun transgranular.
6

Gbr. Faktor pemicu korosi tegangan retak.


 Hydrogen Induced Cracking
HIC dipicu dari masuknya atom hidrogen dari lingkungan ke
dalam maupun permukaan logam (membentuk blister). Hal ini
dapat memicu perambatan retak dari ujung ujung retak tersebut.

Gbr. Skema retak hidrogen.


Adapun beberapa jenis korosi lain seperti corrosion under
insulation, crevice corrosion, erossion corrosion, dan lain
sebagainya.
7

3. Alat dan Bahan


Alat

 Beaker Glass 2 buah


 Multitester 1 buah

Bahan

 Larutan NaCl 3% 500ml


 Logam Cu 1 buah
 Logam Fe 1 buah
 Logam Zn 1 buah
4. Prosedur Kerja

Gbr. Diagram alir proses

5. Skema Kerja

Logam A Logam B

Larutan NaCl
Gbr. Skema

6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi

8
9

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM


LAPORAN AKHIR

MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI

MOHAMMAD ILHAM DARADJAT


1606904964
KELOMPOK 4

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
APRIL 2019
10

1. Data Praktikum dan Perhitungan

Potensial standar

Larutan Logam E vs SSC


Cu 0,156
NaCl Fe 0,37
Zn 0,39

Tembaga (Cu) : 𝐶𝑢2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐶𝑢(𝑠) E0: +.....V vs SSC


Besi (Fe) : 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − E0: -.....V vs SSC
Seng (Zn) : 𝑍𝑛(𝑠) → 𝑍𝑛2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − E0: -.....V vs SSC

Potensial galvanik

Cu-Fe
Anodik: 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −
Katodik: 𝐶𝑢2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐶𝑢(𝑠)
Cu-Zn
Anodik: 𝑍𝑛(𝑠) → 𝑍𝑛2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −
Katodik: 𝐶𝑢2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐶𝑢(𝑠)
Fe-Zn
Anodik: 𝑍𝑛(𝑠) → 𝑍𝑛2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −
Katodik: 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐹𝑒(𝑠)

Larutan Logam E vs SSC


Cu-Fe 0,14
NaCl Cu-Zn 0,144
Fe-Zn 0,957
11

2. Analisis
a) Prosedur Kerja
Logam yang digunakan sebagai pembanding percobaan adalah tembaga,
besi, dan seng. Logam-logam tersebut diukur terlebih dahulu potensial
masing-masing logam terhadap elektroda pembanding berupa SSC (perak-
perak klorida) pengukuran dilakukan dengan mencelupkan logam
kedalam larutan NaCl 1M, lalu engukurnya dengan multitester.
Logam kemudian disusun sebagai rangkaian galvanik dengan menyusun
kedua logam. Logam-logam tersebut kemudian dicelupkan kedalam
larutan NaCl 1M lalu mengukur potensial galvanik kedua logam.

b) Pengukuran Potensial
Potensial logam diukur dengan menggunakan elektroda standar SSC,
sehingga potensial terukur harus dikonversi terlebih dahulu kedalam
bentuk SHE yang lebih umum. Pengkonversian potensial dari SSC ke SHE
dilakukan dengan menambahkan 0,222V setiap pengukurannya.

Gbr. Data potensial reduksi standar beberapa unsur vs SHE.


12

E0 Std E0 uji vs E0 uji vs


Logam
vs SHE SSC SHE

Cu 0,34 0,16 0,382


Fe -0,44 -0,37 -0,148
Zn -0,76 -0,39 -0,168

Potensial terukur menunjukan perbedaan dengan potensial standar.


Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kondisi pengujuan yang tidak standar,
seperti temperatur uji serta tekanan ruang pengujian.

c) Sel Galvanik (Potential Coupling)


Potensial galvanik/coupling merupakan potesial gabungan kedua logam
dengan potensial berbeda. Semakin tinggi nilai potensial galvanik suatu
kombinasi logam, semakin tinggi pula laju korosi logam anodik pada
kombinasi logam. Potensial ini diukur dengan menghubungkan kedua
logam secara elektokimia (terdapat metallic pathway, dan elektrolit).
Dibawah ini tabel pengukuran dan standar potensial galvanik kombinasi
logam.

E0 Std E0 uji E0 uji


Logam
vs SHE vs SSC vs SHE

Cu-Fe 0,78 0,53 0,752


Cu-Zn 1,1 0,55 0,772
Fe-Zn 0,32 0,02 0,242

Dari pengujian diperoleh nilai potensial galvanik vs SSC karena


pengukuran menggunakan potensial standar SSC. Nilai potensial
kemudian dikonversi kenilai umum (vs SHE) dengan menambahkan
0,222V di setiap pengukuran.
Diperoleh hasil dengan potensial yang kurang lebih sama. Hal ini
disebabkan oleh perbandingan potensial yang diuji dalam keadaan yang
berbeda tetap akan menghasilkan selisih yang sama. Sehingga nilai
potensial galvanik akan menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda..
13

3. Kesimpulan
Potensial diukur dengan membandingkan potensial logam yang ingin diukur
dengan sesuatu elektroda yang dianggap sebagai acuan. Elektroda acuan ini
disebut sebagai elektroda standar. Elektroda standar dianggap sebagai titik nol
pengukuran, sehingga diperlukan konversi untuk mengetahui potensial dengan
elektroda standar yang berbeda.
Potensial galvanik merupakan potensial gabungan kedua logam dengan potensial
berbeda. Logam dengan potensial lebih rendah akan mengalami reaksi oksidasi,
sedangkan logam dengan potensial lebih tinggi akan tereduksi. Logam yang
memiliki potensial lebih rendah akan terkorosi, sehingga penggabungan kedua
logam dengan potensial berbeda akan meningkatkan laju korosi.
4. Saran
Pengukuran dilakukan sebaiknya pada kondisi temperatur dan tekanan yang
standar (T: 25°C; P: 1atm).
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”
14

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM


LAPORAN AWAL

MODUL II
KINETIKA KOROSI

MOHAMMAD ILHAM DARADJAT


1606904964
KELOMPOK 4

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
FEBRUARI 2018
15

2.1. Linear Polarization

7. Tujuan Percobaan
4) Mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan
atau media tertentu secara elektrokimia yang ditunjukan dari kurva
hubungan antara tegangan dan arus polarisasi, serta
5) Mengetahui cara perhitungan laju korosi melalui kurva tersebut
8. Dasar Teori
Korosi terjadi secara elektrokimia pada larutan cair atau medium penghantar ion lainnya.
Pada Diagram Porbaix (Eh-pH) reaksi korosi dapat diprediksi secara termodinamika,
tanpa memberikan laju reaksi yang akan terjadi. Laju reaksi korosi (kinetika korosi)
sangat penting untuk diketahui. Dengan mengetahui laju korosi, pencegahan dengan
menghambat atau umur pakai material dapat diestimasi dengan mudah. Laju korosi ini
dapat diketahui.

Reaksi korosi terbagi pada dua daerah, anodik dan katodik, dimana reaksi terjadi pada
permukaan (interface). Pada anoda, logam terdeposisi membentuk ion dari permukaan
logam menuju larutan (oksidasi). Elektron yang dilepaskan ion logam mengalir melalui
jalur metalik menuju katoda yang secara bersamaan akan terjadi reaksi. Hal ini
menimbulkan deviasi potensial setengah sel yang dipengaruhi oleh fungsi densitas arus.
Deviasi ini menggambarkan perilaku polarisasi dari suatu reaksi. Pengaruh fungsi ini di
plot kedalam diagram tafel.

Polarisasi(η) adalah perubahan atau perbedaan potensial elektroda dari kondisi setimbang
terhadap potensial ketika arus mengalir. Polarisasi sebagai fenomena elektrokimia
merupakan hal penting dalam proses elektrokimia seperti korosi.

a. Polarisasi Aktivasi
Polarisasi aktivasi merupakan polarisasi yang terjadi ketika reaksi
setengah sel mengontrol laju dari aliran elektron. Faktor yang
mempengaruhi polarisasi aktivasi adalah rapat arus, material, kekasaran
permukaan, suhu, tekanan, pH, agitasi, serta tingkat adsorbsi ion di antar-
muka.
b. Polarisasi Konsentrasi
16

Polarisasi konsentrasi dipengaruhi oleh perubahan kadar/konsentrasi ion


dalam larutan elektrolit. Kondisi ini dipengaruhi oleh reaksi redoks yang
menyebabkan ion dalam larutan terkonsumsi. Kondisi dimana tidak ada
lagi arus yang dapat mengalir dikarenakan ion yang telah habis disebut
limiting current.
c. Polarisasi Resistansi
Polarisasi yang dipengaruhi oleh arus mengair dari anoda ke katode
melalui ion yang berada pada elektrolit dan metallic path. Jika jarak anoda
dan katoda cukup besar, dapat terjadi hambatan. Hambatan ini akan
menyebabkan polarisasi potensial.

Gbr. Polarisasi pada diagram tafel.

9. Alat dan Bahan

Alat Bahan

 Beaker glass  Larutan NaCl 3.5%


 Potensiostat  Working Electrode (baja)
 Komputer terintegrasi software  Auxiliary Electrode (Pt)
Nova Autolab  Reference Electrode (SSC)
10. Prosedur Kerja

Gbr. Diagram alir proses

11. Skema Kerja

Gbr. Skema

12. Referensi
5. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
6. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
7. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
8. Power Point Kuliah Korosi

17
18

2.2. Pasivitas

1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui dan mengerti fenomena pasivasi dan depasivasi
2. Dasar Teori
Pasivitas merupakan kondisi pembentukan oksida logam yang stabil. Lapisan
oksida yang terakumulasi dipermukaan logam akan mencegah reaksi korosi untuk
terjadi.

Gbr. Pembagian wilayah diagram pourbaix.

 Immune, kondisi dimana logam didapatkan stabil pada kondisi bebas


tanpa pembentukan ion maupun berikatan dengan oksida.
 Corrosion, kondisi dimana logam melepaskan elektron sehingga terbentuk
ion logam.
 Passive, kondisi dimana logam berikatan dengan oksigen atau
hidroksidanya.
Perilaku pasifasi ditemukan apabila nilai rapat arus menurun dan tetap pada
perubahan potensial. Hal ini menandakan laju korosi yang akan menurun
drastis.

Berikut beberapa parameter pasivasi:


19

 Epp(primay passive potensial), potensial transisi kondisi aktif menuju


pasif.
 Etranspasive, potensial batas akhir pasivasi dimana lapisan pasif mulai
rusak/luruh.
 icrit(critical current-density), rapat arus maksimum perilaku aktif
 ipass(passive current-density), rapat arus perilaku pasif.

Gbr. Diagram polarisasi tafel.

3. Alat dan Bahan


Alat Bahan

 Beaker glass  Larutan HNO3 1M/ NaOH 1M


 Potensiostat  Working Electrode (Al/SS)
 Komputer terintegrasi software  Auxiliary Electrode (Pt)
Nova Autolab  Reference Electrode (SSC)

4. Prosedur Kerja

Gbr. Diagram alir proses


20

5. Skema Kerja

Gbr. Skema

6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A.
Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki
Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
21

4.3 Cyclic Potentiodynamic Polarization

1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan atau
medua korosif terhadap peristiwa pitting.
2. Dasar Teori
Lapisan pasif yang luluh pada kondisi depasivasi akan menyebabkan korosi
terlokalisasi yang terpenetrasi di mulut pitting. Setelah kondisi tertentu, akan
terjadi kembali kecenderungan repasivasi, dimana petensial akan menurun dan
berulang secara siklik. Melalui metode ini didapatkan potensial proteksi (Epp) dan
potensial luruh/ breakdown potential (Epit).

Gbr. Perilaku polarisasi siklik.


3. Alat dan Bahan
Alat Bahan

 Beaker glass  Larutan HCl 3M


 Potensiostat  Working Electrode (SS)
 Komputer terintegrasi software  Auxiliary Electrode (Pt)
Nova Autolab  Reference Electrode (SSC)
4. Prosedur Kerja

Gbr. Diagram alir proses

5. Skema Kerja

Gbr. Skema

6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi

22
23

4.4 Electrochemical Impedance Spectroscopy

1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui prinsip pengujian EIS.
2) Mampu menginterpertasikan data EIS pada beberapa aplikasi.
2. Dasar Teori
EIS digunakan untuk memprediksi perilaku korosi dengan menggunakan rangkaian
listrik impedansi frekuensi AC. Dengan merubah variable frekuensi didapatkan nilai
impedansi relatif terhadap frekuensi.

Gbr. Kurva Nyquist.


Data EIS dilakukan dengan cara fitting data impedansi terhadap circuit equivalent.
Elemen sirkuit EIS antara lain:
 Tahanan Larutan (Rs)
Rs merupakan potensial antara sampel dan elektroda acuan. Nilai tahanan
larutan dipengaruhi oleh: konsentrasi ion, jenis ion, temperature, dan area
geometri di mana arus dihantarkan.

Gbr. Simbol tahanan.


 Tahanan Transfer Muatan (Rct)
Rct merupakan tahanan yang menghambat terjadinya proses transfer muatan
dalam reaksi elektrokimia, yang dapat diamati secara langsung pada kurva.
Menunjukkan terjadinya perpindahan muatan dengan kecepatan tertentu.
Kecepatan transfer muatan dipengaruhi oleh: jenis reaksi, temperature, dan
konsentrasi produk reaksi dan potensial.
 Constant Phase Element (CPE)
Nilai CPE merepresentasikan beberapa elemen jika menunjukkan nilai
tertentu. CPE dilambangkan dengan Q. CPE merepresentasikan:
24

Kapasitor murni ( C ) jika, N= 1


Hambatan murni (R ) jika, N= 0
Induktansi ( L ) jika, N= -1
Kapasitansi double layer (Cdl) jika, N= 0.9-1

Gbr. Simbol CPE.


 Kapasitansi Lapis Ganda (Cdl)
Nilai kapasitansi double layer akan berbanding terbalik dengan nilai adsorbsi
molekul pada elektrolit. Semakin rendah kapasitansi double layer, maka
molekul inhibitor pada antarmuka logam atau elektrolit semakin banyak.

3. Alat dan Bahan


Alat Bahan

 Beaker glass  Larutan NaCl 3.5%


 Potensiostat  Working Electrode (baja atau baja
 Komputer terintegrasi software dengan inhibitor/SC)
Nova Autolab  Auxiliary Electrode (Pt)
 Reference Electrode (SSC)
25

4. Prosedur Kerja

Gbr. Diagram alir proses

5. Skema Kerja

Gbr. Skema

6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
26

Monitoring Corrosion Rate by Linear Polarization

Mohammad Ilham Daradjat-1606904964

Linear Polarization Resistance (LPR) merupakan metode pengukuran laju korosi


dengan memantau arus yang mengalir antara setengah sel anodik dan katodik. LPR
memberikan nilai laju korosi secara instan sehingga dapat digunakan untuk mengkontrol
laju korosi yang terjadi pada logam kerja.
Potensial diberikan pada probe sensor element terkorosi, yang akan mendeteksi
respon arus yang mengalir. Arus yang terukur dikonversi kedalam rapat arus dan
digunakan untuk mendeteksi laju korosi logam kerja. Elektroda pada probe menggunakan
elektroda dengan nilai potensial lebih tinggi, sehingga elektroda akan bersifat katodik dan
mengkorosi logam kerja.

Gbr. Probe triple corrater electrode.


Data yang dihasilkan pada LPR sangat cepat dan bersifat instant, sehingga LPR
dapat dilakukan untuk memonitorisasi laju korosi logam. Monitorisasi laju korosi ini
biasa digunakan untuk mengaplikasian inhibitor. Arus yang terdeteksi
menginterpretasikan keadaan logam secara real-time, dimana apabila didapati arus
meningkat maka kerja inhibitor mulai menurun. Apabila didapatkan kondisi seperti ini,
maka pengaplikasiian inhibitor harus dilakukan kembali.
Perhitungan laju korosi dari data arus dapat dilakukan dengan rumus:
27

𝑤 𝑀𝐼
=
𝐴𝑡 𝑛𝐹𝐴
Dimana (w) merupakan berat, (A) luas permukaan kontak, (t) waktu kontak, (M)
massa molar, (n) jumlah elektron, dan (F) adalah bilangan Faraday.
Referensi
1. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A.
Jones
2. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
3. Sadowski, L., New non-destructive method for linear polarization resistance
corrosion measurement, Archives of Civil and Mechanical Engineering
4. “Corrosion rate monitoring by the linear polarization resistance method,” in
Advanter Corrosion Monitoring. http://advanter-rf.com/lprintro.htm.
28

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM


LAPORAN AKHIR

MODUL II
KINETIKA KOROSI

MOHAMMAD ILHAM DARADJAT


1606904964
KELOMPOK 4

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
APRIL 2019
29

2.1 Linear Polarization

1. Data Praktikum dan Perhitungan

Larutan Working Auxiliary Reference


Electrode Electrode Electrode
HNO3 1M Fe Pt SSC

Anodik: 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −

Katodik:

2 𝐻 + (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐻2 (𝑔) (lingkungan asam tanpa aerasi)

2𝐻2 𝑂(𝑙) + 2 𝑒 − → 𝐻2 (𝑔) + 2𝑂𝐻− (𝑎𝑞) (lingkungan basa & netral tanpa aerasi)

Ecorr, Ecorr, icorr CR Polarization


Larutan
Calc (V) Obs (V) (μA/cm2) (mm/year) (Ω)

HNO3 -276,84 -271,4 50925 591,75 3,322


NaCl -509,75 -518,22 6,023 0,069 3,035
NaOH -1,125 -1,129 82,088 0,953 164,69
30

2. Analisis
a) Grafik

Grafik. Polarisasi dengan larutan HNO3 1M


Grafik menunjukan pertemuan kedua garis anodik dan katodik besi
dan lingkungannya (asam/H+). Dari titik pertemuan garis pada grafik
dapat ditentukan Ecorr dan icorr dimana menandakan pada potensial dan
arus berapa logam akan terkorosi. icorr akan menggmbarkan nilai laju
korosi yang terjadi pada sistem tersebut, dimana icorr yang semakin
tinggi maka laju korosi akan semakin tinggi.
Pada kondisi asam diperoleh titik pertemuan dengan icorr 50925
μA/cm2, dimana nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada kondisi
pH lainnya. Sehingga laju korosi pada kondisi asam akan jauh lebih
tinggi. Hal ini disebabkan [H+] yang beraksi dengan logam besi lebih....
31

Grafik. Polarisasi dengan larutan NaCl 1M


Grafik menunjukan pertemuan kedua garis anodik dan katodik besi
dan lingkungannya (netral/H2O). Dari titik pertemuan garis pada
grafik dapat ditentukan Ecorr dan icorr dimana menandakan pada
potensial dan arus berapa logam akan terkorosi. icorr akan
menggmbarkan nilai laju korosi yang terjadi pada sistem tersebut,
dimana icorr yang semakin tinggi maka laju korosi akan semakin tinggi.
Pada kondisi netral diperoleh pertemuan garis anodik dan katodik pada
icorr 6,023 μA/cm2. Nilai ini relatif cukup kecil dibandingkan kedua
kondisi pH lainnya, sehingga laju korosi pada kondisi pH netral sangat
rendah.
32

Grafik. Polarisasi dengan larutan NaOH 1M


Grafik menunjukan pertemuan kedua garis anodik dan katodik besi
dan lingkungannya (basa/H2O). Dari titik pertemuan garis pada grafik
dapat ditentukan Ecorr dan icorr dimana menandakan pada potensial dan
arus berapa logam akan terkorosi. icorr akan menggmbarkan nilai laju
korosi yang terjadi pada sistem tersebut, dimana icorr yang semakin
tinggi maka laju korosi akan semakin tinggi.
Pada kondisi basa diperoleh pertemuan garis anodik dan katodik pada
icorr 82,088 μA/cm2. Nilai ini relatif rendah dibandingkan pH asam,
sehingga laju korosi pada kondisi pH basa lebih rendah.

b) Laju Korosi
Laju korosi dapat diprediksi dengan rapat arus yang tercatat pada
pertemuan kedua kurva (icorr). Nilai rapat arus ini menentukan kecepatan
aliran elektron pada reaksi, sehingga menentukan kecepatan korosi. Nilai
icorr kemudian dikonversi secara matematis dengan persamaan,
menghasilkan nilai laju korosi dalam milimeter per tahun (mm/year)
Laju korosi juga teramati dalam bentuk (mm/year) yang tercatat dalam
mesin uji.
33

icorr CR
Larutan
(μA/cm2) (mm/year)

HNO3 50925 591,75


NaCl 6,023 0,069
NaOH 82,088 0,953

Tabel. Laju korosi pada larutan yang berbeda


Laju korosi dalam larutan asam jauh sangat tinggi dibandingkan laju
korosi pada larutan garam dan basa. Nilai icorr berbanding lurus dengan
laju korosi. icorr mengambarkan driving force elektron untuk bergerak
sehingga semakin tingi nilai icorr akan semakin tinggi laju korosi.

c) Pengaruh Larutan Terhadap Laju Korosi


Larutan mempengaruhi laju korosi. Larutan bertindak sebagai
lingkungan yang akan bereaksi dengan logam, sehingga larutan akan
mempengaruhi seberapa cepat laju korosi. Larutan yang digunakan
adalah HNO3 (asam), NaCl (netral), dan NaOH (basa). Ketiga larutan
ini mewakili kondisi pH masing-masing lingkungan.
pH larutan akan mempengaruhi laju korosi dikarenakan pH
menentukan jenis reaksi katoda yang terjadi pada proses korosi. Korosi
juga dapat diprediksi akan terjadi atau tidaknya dengan menggunakan
diagram Pourbaix (Eh-pH Diagram). Porbaix diagram besi ditunjukan
pada diagram dibawah ini.
34

Gbr. Diagram Pourbaix besi.


Dari diagram dapat disimpulkan bahwa korosi akan lebih mudah
terjadi pada wilayah pH asam dibandingkan pH netral maupun basa.
Hal ini dikarenakan pada kondisi asam, Fe2+ sangat stabil, sehingga
laju korosi pada pH asam akan tinggi. Laju korosi pada kondisi basa
cenderung rendah, hal ini dikarenakan pada kondisi basa Fe2O3 lebih
stabil. Fe2O3 bersifat pasif sehingga laju korosi lebih rendah, walaupun
sifatnya yang fragile sehingga tidak begitu efektif menurunkan laju
korosi

3. Kesimpulan
Laju korosi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Keadaan lingkungan
diwakili oleh kondisi pH. Kondisi pH asam memiliki laju korosi yang sangat
tinggi sehinga pada aplikasi logam pH asam sangat dihindari karena akan
meningkatkan laju korosi material. Pada pH netral, laju korosi sangat kecil
sehingga pada keadaan netral logam lebih sulit terkorosi. pH basa laju korosi
relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh pembentukan lapisan pasif sebagai
produk korosi. Walupun lapisan pasif besi sangat rapuh, namun tetap dapat
mampu memperlambat laju korosi dibandingkan lingkungan asam.
35

4. Saran
Pengukuran laju korosi sebaiknya dilakukan dalam larutan yang telah diukur
terlebih dahulu pH larutannya. pH merupakan parameter penting dalam korosi
sehingga penting mengatahui pH larutan untuk mengukur laju korosi logam.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”
36

2.2 Pasivation

1. Data Praktikum dan Perhitungan

Larutan Working Auxiliary Reference


Electrode Electrode Electrode
H2SO4 1M SS Pt SSC
(150ml)

Stainless Steel

Anodik: 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −

Katodik: 2 𝐻 + (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐻2 (𝑔)

Pasifasi: 𝐶𝑟(𝑠) + 𝑂2(𝑔) → 𝐶𝑟2 𝑂3(𝑠)

Aluminum

Anodik: 𝐴𝑙(𝑠) → 𝐴𝑙 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −

Katodik: 2 𝐻 + (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐻2 (𝑔)

Pasifasi: 𝐴𝑙(𝑠) + 𝑂2(𝑔) → 𝐴𝑙2 𝑂3(𝑠)

2. Analisis
a) Grafik
Dari grafik dapat diperoleh parameter penting kurva pasivasi seperti:
Epp (primari passive potential), Etranspasive, icrit (critical current
density), ipass (passive current-density).
Epp merupakan potensial dimana terjadi transisi aktf-pasif.
Etranspasive merupakan potensial ujung dari daerah pasif, yang
berhubungan dengan awal potensial pembentukan pitting.
icrit adalah rapat arus maksimum daerah aktif untuk logam dengan
perilaku aktif-pasif.
37

ipass menunjukan nilai arus yang dibutuhkan untuk menjaga lapisan


pasif.

Grafik. Pasivitas logam stainless steel


Dari grafik diatas, pembentukan pasifitas logam stainless steel cukup
lama. Ditandai dengan grafik wilayah pasif yang jauh dari titik
pertemuan garis anodik dan katodik. Hal ini menunjukan lapisan pasif
SS terbentuk lebih lama, sehingga menghasilkan lapisan yang
cenderung lebih tebal. Namun lapisan pasif terlihat tidak begitu luas
dan tidak rata, menunjukanlapisan pasif yang kurang stabil.
38

Grafik. Pasivitas logam aluminum


Dari grafik diatas, pembentukan pasifitas logam aluminum cukup
cepat. Ditandai dengan grafik wilayah pasif yang sangat dekat dari titik
pertemuan garis anodik dan katodik. Ini berarti lapisan pasif aluminum
sangat mudah terbentuk sehingga lapisan yang diperoleh sangat tipis.
Namun lapisan pasif aluminum lebih stabil dengan wilayah pasif yang
lebih luas dan rata.

b) Perilaku Logam Al/SS


Logam stainless steel memiliki perilaku pasifitas yang disebabkan
oleh kandungan kromium yang membentuk kromium oksida (Cr 2O3)
yang melapisi permukaan logam menghalangi kontak logam dengan
lingkungan.
Aluminum memiliki perilaku pasifitas yang disebabkan oleh
aluminum oksida (Al2O3) yang melindungi aluminum dibawah lapisan
dari kontak langsung dengan lingkungan.
c) Pasivitas pada Logam Berbeda
Logam aluminum dan stainless steel sama-sama memiliki kemampuan
membentuk lapisan pasif. Aluminum memiliki lapisan pasif yang jauh
39

lebih cepat terbentuk dilihat dari kurva, sedangkan stainless steel


pembentukannya lebih lama dilihat dari kurva.
3. Kesimpulan
Stainless steel dan aluminum memiliki lapisan pasif yang kuat yang mampu
menghalangi logam dibagian bawah lapisan dari kontak langsung dengan
lingkungan. Lapisan ini memiliki ketahanannya masing-masing dan laju
pembentukannya masing-masing.
4. Saran
Pengujian sebaiknya dilakukan dalam larutan yang telah diukur terlebih
dahulu pH larutannya. pH merupakan parameter penting dalam korosi
sehingga penting mengatahui pH larutan untuk mengukur laju korosi logam.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”
40

2.3 Cyclic Polarization

1. Data Praktikum dan Perhitungan


Larutan Working Auxiliary Reference
Electrode Electrode Electrode
HCl 1M (150ml) SS Pt SSC

Ecorr, Ecorr,
icorr CR Polarization
Calc Obs
(mA/cm2) (mm/year) (Ω)
(mV) (mV)
-265,59 -265,1 64,13 745,2 4,238

2. Analisis
a) Grafik

Gbr. Kurva siklik stainless steel pada HCl 1M


Dari grafik dapat diperoleh parameter penting kurva siklik seperti: Epp
(primari passive potential), Etranspasive, icrit (critical current density),
ipass (passive current-density). Dari grafik dapat dilihat bahwa
41

repasifasi terjadi cukup lama dimana kurva turun sangat jauh. Hal ini
menentukan penutupan mulut pitting, dimana akan menentukan
ketahanan korosi pitting.
b) Parameter Cyclic Polarization
Pada fenomena polarisasi siklik terdapat beberapa parameter penting
seperti: Epp (primari passive potential), Etranspasive, icrit (critical current
density), ipass (passive current-density). Parameter ini menunjukan
nilai-nilai penting dalam grafik, seperti terlihat pada grafik hasil
pengujian.
Epp merupakan potensial dimana terjadi transisi aktf-pasif. Pada grafik
hasil pengujian diperoleh nilai E pp yang cukup jauh dari nilai E corr hal
ini menunjukan pembentukan lapisan pasif yang cukup lama.
Etranspasive merupakan potensial ujung dari daerah pasif, yang
berhubungan dengan awal pembentukan mulut pitting. Dari grafik
terlihat potensial transpasive cukup tinggi mendekati 1V. Hal ini
berarti ketahanan pitting stainless steel cukup baik.
icrit adalah rapat arus maksimum daerah aktif untuk logam dengan
perilaku aktif-pasif. Rapat arus ini menunjukan laju korosi logam
sebelum akhirnya terbentuk lapisan pasif, yang berarti menandakan
kecepatan pembentukan lapisan pasif. icrit pada grafik menunjukan
nilai yang cukup besar, sehingga kecepatan pembentukan lapisan pasif
cenderung cepat.
ipass menunjukan nilai arus yang dibutuhkan untuk menjaga lapisan
pasif. Pada grafik ipass cukup besar sehingga ketahanan pitting stainless
steel cukup baik.
3. Kesimpulan
Fenomena siklik ditemuipada logam dengan lapisan pasif, dibawah
lingkungan agresif (misalnya, Cl-, Br-). Fenomena ini menunjukan kodisi
pasifasi, depasifasi, dan repasifasi yang terjadi pada permukaan logam.
Fenomena ini dapat menjelaskan ketahanan pitting corrosion dari logam.
4. Saran
42

Pengujian sebaiknya dilakukan dalam larutan yang telah diukur terlebih


dahulu pH larutannya. pH merupakan parameter penting dalam korosi
sehingga penting mengatahui pH larutan untuk mengukur laju korosi logam.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”

2.4 Electrochemical Impedance Spectroscopy

1. Data Praktikum dan Perhitungan

Larutan Inhibitor Working Auxiliary Reference


Electrode Electrode Electrode
HCl 6ml Fe Pt SSC

Anodik: 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −

Katodik: 2 𝐻 + (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐻2 (𝑔)

Berat Berat
Inhibitor Waktu
Larutan Logam Awal Akhir Efisiensi
(ml) (jam)
(gr) (gr)
HCl 1M Besi 6 14,089 14,02 24 21,96429
HCl 1M Besi 4 10,264 10,22 24 50,2381
HCl 1M Besi 2 15,73 15,66 24 20,83333
HCl 1M Besi 0 13,565 13,46 28,5 0

2. Analisis
a) Grafik
Grafik menunjukan hubungan impedansi real dan impedansi imajiner
akibat gangguan potensial sinusoidal yang diberikan dengan
amplitudo kecil yang diaplikasikan dengan frekuensi yang bervariasi.
43

Grafik yang didapatkan merupakan vektor panjang |Z|, dengan phase


angle tertentu. Grafik berulang dengan terus dengan ukuran yang terus
mengecil. Dari grafik dapat disimpulkan beberapa parameter seperti:
tahanan larutan (Rs), tahanan transfer muatan (R ct), constant phase
element (CPE), dan kapasitansi lapis ganda (Cdl).

Grafik. EIS penggunaan inhibitor 6ml

b) Parameter EIS
Parameter dalam EIS yaitu tahanan larutan (Rs), tahanan transfer
muatan (Rct), constant phase element (CPE), dan kapasitansi lapis
ganda (Cdl).
Tahanan larutan (Rs) adalah potensial antara elektroda acuan (SSC)
dengan sample (Fe) yng dipengaruhi oleh konsentrasi ion, jenis ion,
temperatur, dan luas area. Nilai ini menunjukan kekuatan larutan untuk
menghantarkan elektron, yang akan mempengaruhi laju korosi.
Tahanan transfer muatan (Rct) merupakan nilai hambatan yang terjadi
ketika proses transfer muatan dalam reaksi yang ditunjukan pada
diameter kurva. Nilai ini akan dipengaruhi jenis reaksi, temperatur,
44

konsentrasi serta potensial. Diameter kurva cukup besar menandakan


hambatan yang besar, ini berarti inhibitor bekerja cukup baik.

Gbr. Grafik bode modulus


45

Gbr. Grafik bode modulus

c) Perbandingan Jumlah Inhibitor

Gbr. Kurva nyquist dari beberapa kandungan inhibitor secara urut dari kanan ke kiri :
0ml, 2ml, 4ml, 6ml
Pada kurva ditunjukan diameter kurva paling besar terdapat pada
penggunaan inhibitor 4ml. Kurva dengan diameter terkecil adalah
pada pemakaian inhibitor 0ml. Hal ini sebanding dengan nilai laju
korosi pada perhitungan metode weight loss. Dimana urutan laju
46

korosi berdasarkan kurva nyquist dari tertinggi ke terendah adalah 0ml,


2ml, 6ml dan 4ml. Hal ini sesuai dengan urutan metode weight loss.

3. Kesimpulan
EIS dapat digunakan untuk mengukur laju korosi, terutama untuk pengukuran
efisiensi penggunaan inhibitor. EIS menghasilkan kurva nyquist yang dapat
mengambarkan laju korosi logam.
4. Saran
Pengujian sebaiknya dilampirkan data pengujian, selain diberikan grafik uji,
agar perbandingan dapat lebih efektif.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”
47

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM


LAPORAN AWAL

MODUL III

MOHAMMAD ILHAM DARADJAT


1606904964
KELOMPOK 4

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
FEBRUARI 2018
48

3.1.Coating

1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui pengaplikasian coating sebagai perlindungan material
terhadap lingkungan.

2. Dasar Teori
Coating merupakan proses pelapisan permukaan material dengan material tertentu
yang bertujuan melindungi material yang dilapis dari kontak langsung dengan
lingkungan.

Pembagian morfologi coating terbagi menjadi:

 Primer Coating: berguna menentukan adhesi antar substrat dan pelapis dan
memberikan perlindungan kimia untuk substrat.
 Intermediate Coating: menentukan ketebalan pelapis.
 Top Coat (finish coat): berguna sebagai proteksi pertama terhadap lingkungan dan
menambah keindahan.

Mekanisme proteksi coating, diantaranya:

 Barrier, menciptakan pemisah secara fisik antara logam dan lingkungan.


 Inhibitive, penambahan zat inhibitor yang larut dengan air sehingga membentuk
lapisan pelindung.
 Galvanik, penambahan aditif dengan potensial rendah sehingga akan bersifat
anodik terhadap permukaan logam.

Persiapan permukaan pada coating sangat penting untuk menentukan kualitas coating.
Tahapan meliputi:

1. Pembersihan seperti oil, grease, karat yang dapat menurunkan adhesivitas


coating.
49

2. Pengkasaran permukaan untuk meningkatkan pelekatan secara mekanik.


3. Melacak cacat dan meminimalisir adanya sharp edges.

Preparasi dapat dilakukan secara kimia dan mekanik. Secara kimia menggunakan asam,
basa ataupun pelarut organik. Secara mekanik menggunakan gaya dengan penyemprotan
ataupun penggosokan material abrasif.

3. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
50

3.2.Inhibitor

1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui prinsip dasar proteksi korosi menggunakan inhibitor.
2) Menghitung efisiensi penggunaan inhibitor.

2. Dasar Teori
Inhibitor adalah senyawa yang akan berekasi membentuk lapisan pelindung pada
permukaan logam, sehingga melindungi logam dari paparan lingkungan. Secara
umum mekanisme kerja inhibitor dapat dibedakan menjadi:
 Inhibitor teradsorpsi, lapisan terbentuk tipis akibat hanya terdiri dari
beberapa molekul namun efektif melindungi logam.
 pH, pengaruh pH mengendapkan inhibitor cukup banyak pada
permukaan logam dan teradsorpsi melindungi permukaan.
 Inhibitor korosif, inhibitor mengkorosi logam dan membentuk lapisan
pasif pada permukaan untuk melindungi logam.
 Inhibitor penghalang, inhibitor menghalangi logam dari lingkungan
agresif.

Efisiensi inhibitor dapat dihitung dengan:

(𝐶𝑅𝑢𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 − 𝐶𝑅𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 )
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = × 100%
𝐶𝑅𝑢𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑

Jumlah inhibitor dalam suatu aliran fluida dapat dihitung dengan:

𝑉𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑
𝑄𝑖𝑛ℎ = × 𝐶𝑖𝑛ℎ
1𝑥10 − 6

Berdasarkan jenis senyawa, inhibitor dibedakan menjadi inhibitor organik dan


anorganik. Berdasarkan jenis reaksi dan mekanisme pencegahan inhibitor dibagi
menjadi:

 Scavanger, inhibitor dengan mengurangi kadar oksigen pada larutan


sehingga laju korosi dapat menurun.
 Interface, inhibitor yang bekerja pada permukaan logam dan lingkungan.
Inhibitor dapat berupa liquid ataupun vapor.

Teknik pengaplikasian inhibitor dibagi tiga:


51

1. Continous Injection, menggunakan pompa pada aliran turbulen untuk


meratakan inhibitor.
2. Batch Treatment, pengaplikasian pada tabung yang kemudian akan
mengalirkan inhibitor keseluruh aliran. Pengaplikasiaan memerlukan
penghentian kerja.
3. Squeeze Treatment, memompa inhibitor secara perlahan dan
berkelanjutan.

3. Alat dan Bahan


Alat Bahan
 Beaker glass 1000ml  Logam Fe/Baja struktur
 Reference electrode  Larutan NaCl 5%
 Timbangan digital  Inhibitor

4. Prosedur Kerja

Gbr. Diagram alir proses

5. Skema Kerja

Elektroda STD Fe

Larutan NaCl+Inhibitor

Gbr. Skema
52

6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
53

3.3 Proteksi Katodik

1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui prinsip dasar proteksi korosi menggunakan anoda korban.

2. Dasar Teori
a. Proteksi katodik anoda korban
Anoda korban menggunakan mekanisme perlindungan logam dengan
menghubungkan logam kerja dengan logam yang memiliki potensial lebih
rendah dalam sirkuit tertutup. Anoda yang dipakai harus memiliki
perbedaan potensial yang cukup besar, dan memiliki efisiensi pemakaian
yang tinggi.
Keuntungan Kerugian
 Tidak memerlukan sumber arus eksternal,  Adanya arus keluar dan driving potesial
sehingga dapat digunakan pada wilayah sehingga luas terbatas
terpencil  Membutuhkan jumlah anoda yang
 Biaya pemasangan relatif rendah banyak untuk diameter pipa yang besar
 Biaya perawatan minimum  Anoda bersifat konsumable
 Kemungkinan terjadinya interferensi  Tidak efektif pada lingkungan
katodik kecil. berresistasi tinggi

b. Proteksi katodik arus tanding


Metode arus tanding (impressed current) menggunakan sumber arus
eksternal DC dari rectifier sehingga elektron pada katoda terpenuhi.
Anoda tidak mempunyai fungsi menghasilkan arus dan terkonsumsi dalam
jumlah sedikit (inert).
Rectifier berfungsi mengubah arus AC menjadi DC. Rectifier terdiri dari
dua jenis yaitu selenium dan silicon rectifier.
Keuntungan Kerugian
 Dapat melindungi dalam luas yang besar  Dapat berinteraksi dengan struktur
 Dapat digunakan dengan rentang arus dan lainnya.
tegangan beragam  Membutuhkan sumber arus luar
54

 Umur pakai dapat didesain hingga 20  Membutuhkan perawatan dan


tahun pengawasan yang rumit.
 Memiliki driving voltage yang besar  Gangguan pada anoda mempengaruhi
 Kontrol tegangan dan arus fleksibel kinerja
 Dapat diterapka pada struktur tanpa
coating dengan lingkungan resistansi
tinggi.

3. Alat dan Bahan


Alat

 Rectifier
 Selang buble
 Multitester
 Wadah
 Statif
 Kabel

Bahan

 air laut
 Struktur logam
 Anoda
55

4. Prosedur Kerja

Gbr. Diagram alir proses

5. Skema Kerja

Gbr. Skema Anoda Korban

55
56

Gbr. Skema Arus Tanding

6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi

56
57

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIKUM KOROSI DAN PROTEKSI LOGAM


LAPORAN AKHIR

MODUL III
PROTEKSI KOROSI

MOHAMMAD ILHAM DARADJAT


1606904964
KELOMPOK 4

LABORATORIUM KOROSI DAN METALURGI EKSTRAKSI


FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
APRIL 2019

57
58

3.1 Inhibitor

1. Data Praktikum dan Perhitungan

Anodik: 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −

Katodik: 2 𝐻 + (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐻2 (𝑔)

Tabel Data

Berat Berat
Inhibitor Waktu
Larutan Logam Awal Akhir Efisiensi
(ml) (jam)
(gr) (gr)
HCl 1M Besi 6 14,089 14,02 24 21,96429
HCl 1M Besi 4 10,264 10,22 24 50,2381
HCl 1M Besi 2 15,73 15,66 24 20,83333
HCl 1M Besi 0 13,565 13,46 28,5 0

Perhitungan Laju Korosi

534 × 𝑤
𝑚𝑝𝑦 =
𝐷×𝐴×𝑡
Inhibitor 6ml
534 × 69
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 24
𝑚𝑝𝑦 = 209,65

Inhibitor 4ml
534 × 44
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 24
𝑚𝑝𝑦 = 133,69
Inhibitor 2ml
534 × 70
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 24
𝑚𝑝𝑦 = 212,69
Inhibitor 0ml

58
59

534 × 105
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 28,5
𝑚𝑝𝑦 = 268,66

Perhitungan Efisiensi Inhibitor

( 𝐶𝑅𝑈𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 − 𝐶𝑅𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 )
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
𝐶𝑅𝑈𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑
Inhibitor 6ml
( 268,66 − 209,65)
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 21,9%
Inhibitor 4ml
( 268,66 − 133,69)
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 50,2%
Inhibitor 2ml
( 268,66 − 212,69)
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 20,8%
Inhibitor 0ml
( 268,66 − 268,66 )
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 0%

2. Analisis
a) Prosedur
Logam uji dibersihkan permukaannya secara mekanik dengan mengunakan
kertas amplas untuk mempersihkan karat dan pengotor pada permukaan
logam. Logam yang digunakan berupa logam berbentuk kubus dengan
lubang pengait untuk menggantung logam. Logam berdimensi
1cmx1cmx1cm dengan luas daerah lubang yang diabaikan. Logam
digantungkan untuk memastikan seluruh permukaan logam terpapar oleh
cairan.
59
60

Larutan yang digunakan adalah HCl 1M 200ml yang ditambahkan dengan


inhibitor cuka apel dengan dosis berbeda-beda; 0ml; 2ml; 4ml; 6ml. Larutan
kemudian diaduk agar larutan homogen. Logam yang telah diukur berat
awal kemudian dicelupkan kedalam larutan, dan digantungkan selama
24jam.
Setelah 24jam logam diangkat dari larutan, dikeringkan, lalu ditimbang
berat akhir. Berat awal dan akhir lalu dihitung untuk mendapatkan
persentase weight loss (berat yang hilang) untuk dapat mengetahui laju
korosi logam, dan efisiensi inhibitor.
Perhitungan laju korosi dengan menggunakan metode mpy (mills per year).
Luas permukaan logam dikonversikan dari cm2 ke in.2 sebesar 0,93 in.2, dan
densitas besi sebesar 7,874g/cm3. Laju korosi dengan penambahan inhibitor
kemudian dibandingkan dengan laju korosi tanpa inhibitor.

b) Weight Loss
Inhibitor bertindak menahan laju korosi dengan pembentukan lapisan tipis
pada permukaan logam. Lapisan tipis ini akan menghalangi kontak
permukaan logam dengan lingkungan sehingga laju korosi dapat berkurang.
Namun proses korosi tetap berlangsung walaupun sedikit, sehingga
perhitungan massa yang hilang dapat dijadikan patokan pengukuran laju
korosi. Berikut tabel data pengurangan berat terhadap penggunaan inhibitor

Berat Berat
Inhibitor Waktu
Larutan Logam Awal Akhir W CR
(ml) (jam)
(gr) (gr)
HCl 1M Besi 6 14,089 14,02 24 69 209,6528
HCl 1M Besi 4 10,264 10,22 24 44 133,6917
HCl 1M Besi 2 15,73 15,66 24 70 212,6913
HCl 1M Besi 0 13,565 13,46 28,5 105 268,6627

Dengan penggunaan inhibitor 6ml, massa logam hilang tercatat 69mg per
24jam.
60
61

Penggunaan inhibitor 4ml, massa logam hilang tercatat 44mg per 24jam.
Pada penggunaan dosis inhibtor 2ml, massa logam hilang tercatat 70mg per
24jam.
Sedangkan tanpa penggunaan inhibitor, massa logam hilang tercatat 105mg
per 28,5jam.
Dari keempat data dapat disimpulkan bahwa penggunaan inhibitor mampu
menurunkan laju korosi dengan dosis tertentu. Inhibitor yang dipakai adalah
cuka apel, dimana cuka apel memiliki kandungan [H+]. Cuka apel yang
ditambahkan terlalu banyak (dalam hal ini 6ml) akan menurunkan pH
larutan kekondisi asam, sehingga laju korosi kembali meningkat. Laju
korosi yang kembali meningkat menyebabkan pengurangan berat kembali
bertambah.
c) Efisiensi Inhibitor
Efisiensi inhibitor diukur dengan membandingkan laju korosi dengan
inhibitor dan tanpa inhibitor. Laju korosi berbanding lurus dengan
pengurangan berat, sehingga menurunnya pengurangan berat menandakan
efisiensi inhibitor yang baik.
Efisiensi inhibitor menunjukan titik optimum penggunaan pada dosisi 4ml.
Dimana pada dosis ini efisiensi diperoleh 50,23%. Hal ini menandakan pada
dosis tersebut inhibtor efektif melapisi logam dari lingkungan, dan
kandungan [H+] belum terlalu banyak mempengaruhi pH.
Pada penggunaan inhibitor dosis berlebih (6ml). Efisiensi inhibitor turun
menjadi 21,96%. Hal ini menunjukan kandungan [H+] yang dikandung oleh
inhibitor (cuka apel) telah berlebih sehingga justru malah meningkatkan
kembali laju korosi.

3. Kesimpulan
Penggunaan inhibitor dapat menurunkan laju korosi dengan dosis tertentu. Dosis
inhibitor harus optimum agar kerja inhibitor dapat maksimal menurunkan laju
korosi.
4. Saran
61
62

Pengurangan berat sebaiknya diukur dengan waktu tepat 24jam untuk setiap
parameter inhibisi. Sehingga pengurangan berat yang diukur akan efektif
membandingkan variable dosis inhibitor.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion Control”

62
63

3.2 Anoda Korban

1. Data Praktikum dan Perhitungan

Anodik: 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −

Katodik: 𝑂2 (𝑔) + 2𝐻2 𝑂(𝑙) + 4 𝑒 − → 4 𝑂𝐻− (𝑎𝑞)

Berat Berat
Panjang
Anoda Awal Akhir Diameter
Anoda
(gr) (gr)
Al 13,54 12,48 3,3 1,2
Al 13,58 13,33 3 1,2
Al 15,61 14,55 3,5 1,2

2. Analisis
a) Prosedur
Struktur yang diuji merupakan pipa besi yang dicelupkan kedalam air laut
yang diberikan pompa udara ketengah pipa untuk kondisi aerasi. Struktur
ini kemudian diproteksi dengan metode anoda korban. Anoda yang
digunakan adalah logam aluminum.
b) Pengaruh Arus
Arus berguna untuk daya dorong elektron ke elektroda (katoda/struktur).
Arus yang semakin tinggi akan meningkatkan suplai elektron ke katoda,
sehingga katoda dapat lebih terproteksi. Arus yang semakin tinggi juga akan
meningkatkan daya konsumsi anoda, sehingga anoda akan lebih sering
diganti.
c) Pengaruh Luas Permukaan Anoda
Luas permukaan anoda berpengaruh terhadap kecepatan anoda terkorosi.
Semakin luas anoda, semakin banyak kontak reaksi akan terjadi. Maka luas
perlidungan katoda yang dapat diperoleh juga lebih luas. Sehingga proteksi
yang terjadi akan lebih efektif.
d) Pengaruh Lingkungan

63
64

Lingkungan yang digunakan pada percobaan adalah air laut. Air laut bersifat
elektrolit yang mengandung ion agresif (Cl-). Proteksi katodik anoda korban
membutuhkan lingkungan konduktif untuk mengalirkan elektron dari anoda
ke katoda. Aliran elektro inilah yang akan melindungi katoda dari korosi
dengan mensuplai elektron yang cukup dari anoda ke katoda.
Keberadaan ion agresif (Cl-) membuat penggunaan anoda aluminum efektif
untuk dipakai. Aluminum memiliki lapisan pasif yang menghalangi
aluminum untuk terkorosi. Namun lapisan pasif ini akan mudah rusak ketika
ion agresif terdapat dalam lingkungan. Lapisan pasif akan rusak dan
aluminum akan terpapar langsung dengan lingkungan. Aluminum memiliki
potensial yang sangat negatif, sehingga aluminum akan efektif melindungi
struktur.
3. Kesimpulan
Proteksi katodik anoda korban merupakan proteksi logam dengan menghubungkan
logam struktur yang akan dilindungi dengan logam yang memiliki potensial yang
jauh lebih rendah. Hal ini akan menyebabkan logam anodik terkorosi melindungi
logam struktur. Parameter proteksi katodik anoda korban dipengaruhi oleh arus,
luas permukaan anoda, dan pengaruh lingkungan.
4. Saran

5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion Control”

64
65

Tugas Tambahan
1. Jelaskan mekanime crevice corrosion!
crevice corrosion adalah tipe korosi pada celah yang disebabkan oleh perbedaan
kondisi aerasi pada logam. Perbedaan aerasi ini menimbulkan sel konsentrasi
elektrokimia ( differential aeration cell). Diluar celah (katoda), konsentrasi oksigen
lebih sedikit, dan pH lebih tinggi namun konsentrasi ion klorida sedikit. Hal ini
menyebabkan serangan pada celah yang memiliki kandungan oksigen dan pH yang
lebih rendah. Ion klorida yang terperangkap dalam celah memperparah keadaan,
menyebabkan propagasi semakin cepat seperti pada pitting corrosion.
2. Jelaskam “induktansi dan warburg diffusion” beserta kurva!
= induktansi dan warburg diffusion merupakan persamaan diffusi dengan osilasi
konsentrasi dilapisan luar, yang berhubungan dengan kondisi difusi impedansi dari
sistem elektrokimia.

3. Jelaskan mekanisme backfill anoda pada proteksi katodik Mg!


= backfill merupakan material yang ditambahkan pada anoda untuk meningkatkan
aliran listrik di anoda. Backfill mencegah anoda bersentuhan langsung dengan tanah,
dimana tanah memiliki banyak kandungan mineral yang dapat meningkatkan
resistansi. Beberapa material backfill diantaranya:
 Coal coke breeze
 Petroleum coke breeze
 Bentonite clay

65
66

 Gypsum
 Sodium sulfate
4. Jelaskan design untuk mecegah stray current!
Stray current adalah arus liar yang dapat menyebabkan korosi yan dihasilkan dari
proteksi katodik arus tanding. Proteksi ini mensuplai aliran listrik tinggi ke struktur,
sehingga aliran listrik berlebih dapat kontak dengan struktur sekitar yang tak
terlindungi yang dapat menyebabkan korosi. Pencegahan dapat dilakukan dengan tiga
cara:
 Manipulasi parameter, yaitu dengan meningkatkan resistansi sekitar sistem
sehingga arus liar tidak dapat mengalir.
 Proteksi katodik, yaitu dengan memproteksi struktur sekitar yang akan kontak
dengan arus liar sehingga mencegah korosi.
 Menurunkan tegangan yaitu dengan menurunkan tegangan yang dipakai
sehingga arus liar sedikit.

66

Anda mungkin juga menyukai