1
2
UNIVERSITAS INDONESIA
MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI
1. Tujuan Percobaan
1) Memperlihatkan adanya beda potensial antara dua logam yang berbeda.
2) Membedakan anoda dan katoda serta reaksi pada masing-masing
elekroda.
3) Menjelaskan proses terjadinya korosi akibat sel galvanic.
2. Dasar Teori
Korosi dapat terjadi diberbagai lingkungan disekitar kita. Jenis logam dan
kondisi lingkungan akan mempengauhi korosi yang terbentuk. Korosi terbagi
menjadi dua secara garis besar, korosi terlokalisasi dan korosi tak terlokalisasi.
Berikut beberapa contoh korosi yang umum ditemukan:
a. Korosi seragam (uniform corrosion)
Korosi seragam merupakan serangan logam secara merata keseluruh
permukaan logam yang terpapar oleh lingkungan korosif. Korosi ini
ditandai dengan adanya penipisan logam secara merata tanpa serangan
terlokalisasi. Luas permukaan serangan yang merata menyebabkan korosi
jenis ini dapat dihitung kecepatan korosinya dengan mudah.
d. Korosi intergranular
Korosi intergranular merupakan korosi terlokalisasi pada batas butir yang
diakibatkan oleh segregasi dan presipitasi. Baja kromium pada temperatur
425°-815°C akan membentuk kromium karbida dengan menarik kromium
dan karbon dari dalam butir kebatas butir membentuk Cr 23C6(krom
karbida). Menyebabkan wilayah sekitar batas butir kekurangan kromium
sehingga kehilangan lapisan pasif krom.
5
Bahan
5. Skema Kerja
Logam A Logam B
Larutan NaCl
Gbr. Skema
6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
8
9
UNIVERSITAS INDONESIA
MODUL I
JENIS-JENIS KOROSI
Potensial standar
Potensial galvanik
Cu-Fe
Anodik: 𝐹𝑒(𝑠) → 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −
Katodik: 𝐶𝑢2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐶𝑢(𝑠)
Cu-Zn
Anodik: 𝑍𝑛(𝑠) → 𝑍𝑛2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −
Katodik: 𝐶𝑢2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐶𝑢(𝑠)
Fe-Zn
Anodik: 𝑍𝑛(𝑠) → 𝑍𝑛2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 −
Katodik: 𝐹𝑒 2+ (𝑎𝑞) + 2 𝑒 − → 𝐹𝑒(𝑠)
2. Analisis
a) Prosedur Kerja
Logam yang digunakan sebagai pembanding percobaan adalah tembaga,
besi, dan seng. Logam-logam tersebut diukur terlebih dahulu potensial
masing-masing logam terhadap elektroda pembanding berupa SSC (perak-
perak klorida) pengukuran dilakukan dengan mencelupkan logam
kedalam larutan NaCl 1M, lalu engukurnya dengan multitester.
Logam kemudian disusun sebagai rangkaian galvanik dengan menyusun
kedua logam. Logam-logam tersebut kemudian dicelupkan kedalam
larutan NaCl 1M lalu mengukur potensial galvanik kedua logam.
b) Pengukuran Potensial
Potensial logam diukur dengan menggunakan elektroda standar SSC,
sehingga potensial terukur harus dikonversi terlebih dahulu kedalam
bentuk SHE yang lebih umum. Pengkonversian potensial dari SSC ke SHE
dilakukan dengan menambahkan 0,222V setiap pengukurannya.
3. Kesimpulan
Potensial diukur dengan membandingkan potensial logam yang ingin diukur
dengan sesuatu elektroda yang dianggap sebagai acuan. Elektroda acuan ini
disebut sebagai elektroda standar. Elektroda standar dianggap sebagai titik nol
pengukuran, sehingga diperlukan konversi untuk mengetahui potensial dengan
elektroda standar yang berbeda.
Potensial galvanik merupakan potensial gabungan kedua logam dengan potensial
berbeda. Logam dengan potensial lebih rendah akan mengalami reaksi oksidasi,
sedangkan logam dengan potensial lebih tinggi akan tereduksi. Logam yang
memiliki potensial lebih rendah akan terkorosi, sehingga penggabungan kedua
logam dengan potensial berbeda akan meningkatkan laju korosi.
4. Saran
Pengukuran dilakukan sebaiknya pada kondisi temperatur dan tekanan yang
standar (T: 25°C; P: 1atm).
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”
14
UNIVERSITAS INDONESIA
MODUL II
KINETIKA KOROSI
7. Tujuan Percobaan
4) Mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan
atau media tertentu secara elektrokimia yang ditunjukan dari kurva
hubungan antara tegangan dan arus polarisasi, serta
5) Mengetahui cara perhitungan laju korosi melalui kurva tersebut
8. Dasar Teori
Korosi terjadi secara elektrokimia pada larutan cair atau medium penghantar ion lainnya.
Pada Diagram Porbaix (Eh-pH) reaksi korosi dapat diprediksi secara termodinamika,
tanpa memberikan laju reaksi yang akan terjadi. Laju reaksi korosi (kinetika korosi)
sangat penting untuk diketahui. Dengan mengetahui laju korosi, pencegahan dengan
menghambat atau umur pakai material dapat diestimasi dengan mudah. Laju korosi ini
dapat diketahui.
Reaksi korosi terbagi pada dua daerah, anodik dan katodik, dimana reaksi terjadi pada
permukaan (interface). Pada anoda, logam terdeposisi membentuk ion dari permukaan
logam menuju larutan (oksidasi). Elektron yang dilepaskan ion logam mengalir melalui
jalur metalik menuju katoda yang secara bersamaan akan terjadi reaksi. Hal ini
menimbulkan deviasi potensial setengah sel yang dipengaruhi oleh fungsi densitas arus.
Deviasi ini menggambarkan perilaku polarisasi dari suatu reaksi. Pengaruh fungsi ini di
plot kedalam diagram tafel.
Polarisasi(η) adalah perubahan atau perbedaan potensial elektroda dari kondisi setimbang
terhadap potensial ketika arus mengalir. Polarisasi sebagai fenomena elektrokimia
merupakan hal penting dalam proses elektrokimia seperti korosi.
a. Polarisasi Aktivasi
Polarisasi aktivasi merupakan polarisasi yang terjadi ketika reaksi
setengah sel mengontrol laju dari aliran elektron. Faktor yang
mempengaruhi polarisasi aktivasi adalah rapat arus, material, kekasaran
permukaan, suhu, tekanan, pH, agitasi, serta tingkat adsorbsi ion di antar-
muka.
b. Polarisasi Konsentrasi
16
Alat Bahan
Gbr. Skema
12. Referensi
5. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
6. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
7. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
8. Power Point Kuliah Korosi
17
18
2.2. Pasivitas
1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui dan mengerti fenomena pasivasi dan depasivasi
2. Dasar Teori
Pasivitas merupakan kondisi pembentukan oksida logam yang stabil. Lapisan
oksida yang terakumulasi dipermukaan logam akan mencegah reaksi korosi untuk
terjadi.
4. Prosedur Kerja
5. Skema Kerja
Gbr. Skema
6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A.
Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki
Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
21
1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui fenomena atau perilaku logam/paduan di dalam lingkungan atau
medua korosif terhadap peristiwa pitting.
2. Dasar Teori
Lapisan pasif yang luluh pada kondisi depasivasi akan menyebabkan korosi
terlokalisasi yang terpenetrasi di mulut pitting. Setelah kondisi tertentu, akan
terjadi kembali kecenderungan repasivasi, dimana petensial akan menurun dan
berulang secara siklik. Melalui metode ini didapatkan potensial proteksi (Epp) dan
potensial luruh/ breakdown potential (Epit).
5. Skema Kerja
Gbr. Skema
6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
22
23
1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui prinsip pengujian EIS.
2) Mampu menginterpertasikan data EIS pada beberapa aplikasi.
2. Dasar Teori
EIS digunakan untuk memprediksi perilaku korosi dengan menggunakan rangkaian
listrik impedansi frekuensi AC. Dengan merubah variable frekuensi didapatkan nilai
impedansi relatif terhadap frekuensi.
4. Prosedur Kerja
5. Skema Kerja
Gbr. Skema
6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
26
𝑤 𝑀𝐼
=
𝐴𝑡 𝑛𝐹𝐴
Dimana (w) merupakan berat, (A) luas permukaan kontak, (t) waktu kontak, (M)
massa molar, (n) jumlah elektron, dan (F) adalah bilangan Faraday.
Referensi
1. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A.
Jones
2. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
3. Sadowski, L., New non-destructive method for linear polarization resistance
corrosion measurement, Archives of Civil and Mechanical Engineering
4. “Corrosion rate monitoring by the linear polarization resistance method,” in
Advanter Corrosion Monitoring. http://advanter-rf.com/lprintro.htm.
28
UNIVERSITAS INDONESIA
MODUL II
KINETIKA KOROSI
Katodik:
2𝐻2 𝑂(𝑙) + 2 𝑒 − → 𝐻2 (𝑔) + 2𝑂𝐻− (𝑎𝑞) (lingkungan basa & netral tanpa aerasi)
2. Analisis
a) Grafik
b) Laju Korosi
Laju korosi dapat diprediksi dengan rapat arus yang tercatat pada
pertemuan kedua kurva (icorr). Nilai rapat arus ini menentukan kecepatan
aliran elektron pada reaksi, sehingga menentukan kecepatan korosi. Nilai
icorr kemudian dikonversi secara matematis dengan persamaan,
menghasilkan nilai laju korosi dalam milimeter per tahun (mm/year)
Laju korosi juga teramati dalam bentuk (mm/year) yang tercatat dalam
mesin uji.
33
icorr CR
Larutan
(μA/cm2) (mm/year)
3. Kesimpulan
Laju korosi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Keadaan lingkungan
diwakili oleh kondisi pH. Kondisi pH asam memiliki laju korosi yang sangat
tinggi sehinga pada aplikasi logam pH asam sangat dihindari karena akan
meningkatkan laju korosi material. Pada pH netral, laju korosi sangat kecil
sehingga pada keadaan netral logam lebih sulit terkorosi. pH basa laju korosi
relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh pembentukan lapisan pasif sebagai
produk korosi. Walupun lapisan pasif besi sangat rapuh, namun tetap dapat
mampu memperlambat laju korosi dibandingkan lingkungan asam.
35
4. Saran
Pengukuran laju korosi sebaiknya dilakukan dalam larutan yang telah diukur
terlebih dahulu pH larutannya. pH merupakan parameter penting dalam korosi
sehingga penting mengatahui pH larutan untuk mengukur laju korosi logam.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”
36
2.2 Pasivation
Stainless Steel
Aluminum
2. Analisis
a) Grafik
Dari grafik dapat diperoleh parameter penting kurva pasivasi seperti:
Epp (primari passive potential), Etranspasive, icrit (critical current
density), ipass (passive current-density).
Epp merupakan potensial dimana terjadi transisi aktf-pasif.
Etranspasive merupakan potensial ujung dari daerah pasif, yang
berhubungan dengan awal potensial pembentukan pitting.
icrit adalah rapat arus maksimum daerah aktif untuk logam dengan
perilaku aktif-pasif.
37
Ecorr, Ecorr,
icorr CR Polarization
Calc Obs
(mA/cm2) (mm/year) (Ω)
(mV) (mV)
-265,59 -265,1 64,13 745,2 4,238
2. Analisis
a) Grafik
repasifasi terjadi cukup lama dimana kurva turun sangat jauh. Hal ini
menentukan penutupan mulut pitting, dimana akan menentukan
ketahanan korosi pitting.
b) Parameter Cyclic Polarization
Pada fenomena polarisasi siklik terdapat beberapa parameter penting
seperti: Epp (primari passive potential), Etranspasive, icrit (critical current
density), ipass (passive current-density). Parameter ini menunjukan
nilai-nilai penting dalam grafik, seperti terlihat pada grafik hasil
pengujian.
Epp merupakan potensial dimana terjadi transisi aktf-pasif. Pada grafik
hasil pengujian diperoleh nilai E pp yang cukup jauh dari nilai E corr hal
ini menunjukan pembentukan lapisan pasif yang cukup lama.
Etranspasive merupakan potensial ujung dari daerah pasif, yang
berhubungan dengan awal pembentukan mulut pitting. Dari grafik
terlihat potensial transpasive cukup tinggi mendekati 1V. Hal ini
berarti ketahanan pitting stainless steel cukup baik.
icrit adalah rapat arus maksimum daerah aktif untuk logam dengan
perilaku aktif-pasif. Rapat arus ini menunjukan laju korosi logam
sebelum akhirnya terbentuk lapisan pasif, yang berarti menandakan
kecepatan pembentukan lapisan pasif. icrit pada grafik menunjukan
nilai yang cukup besar, sehingga kecepatan pembentukan lapisan pasif
cenderung cepat.
ipass menunjukan nilai arus yang dibutuhkan untuk menjaga lapisan
pasif. Pada grafik ipass cukup besar sehingga ketahanan pitting stainless
steel cukup baik.
3. Kesimpulan
Fenomena siklik ditemuipada logam dengan lapisan pasif, dibawah
lingkungan agresif (misalnya, Cl-, Br-). Fenomena ini menunjukan kodisi
pasifasi, depasifasi, dan repasifasi yang terjadi pada permukaan logam.
Fenomena ini dapat menjelaskan ketahanan pitting corrosion dari logam.
4. Saran
42
Berat Berat
Inhibitor Waktu
Larutan Logam Awal Akhir Efisiensi
(ml) (jam)
(gr) (gr)
HCl 1M Besi 6 14,089 14,02 24 21,96429
HCl 1M Besi 4 10,264 10,22 24 50,2381
HCl 1M Besi 2 15,73 15,66 24 20,83333
HCl 1M Besi 0 13,565 13,46 28,5 0
2. Analisis
a) Grafik
Grafik menunjukan hubungan impedansi real dan impedansi imajiner
akibat gangguan potensial sinusoidal yang diberikan dengan
amplitudo kecil yang diaplikasikan dengan frekuensi yang bervariasi.
43
b) Parameter EIS
Parameter dalam EIS yaitu tahanan larutan (Rs), tahanan transfer
muatan (Rct), constant phase element (CPE), dan kapasitansi lapis
ganda (Cdl).
Tahanan larutan (Rs) adalah potensial antara elektroda acuan (SSC)
dengan sample (Fe) yng dipengaruhi oleh konsentrasi ion, jenis ion,
temperatur, dan luas area. Nilai ini menunjukan kekuatan larutan untuk
menghantarkan elektron, yang akan mempengaruhi laju korosi.
Tahanan transfer muatan (Rct) merupakan nilai hambatan yang terjadi
ketika proses transfer muatan dalam reaksi yang ditunjukan pada
diameter kurva. Nilai ini akan dipengaruhi jenis reaksi, temperatur,
44
Gbr. Kurva nyquist dari beberapa kandungan inhibitor secara urut dari kanan ke kiri :
0ml, 2ml, 4ml, 6ml
Pada kurva ditunjukan diameter kurva paling besar terdapat pada
penggunaan inhibitor 4ml. Kurva dengan diameter terkecil adalah
pada pemakaian inhibitor 0ml. Hal ini sebanding dengan nilai laju
korosi pada perhitungan metode weight loss. Dimana urutan laju
46
3. Kesimpulan
EIS dapat digunakan untuk mengukur laju korosi, terutama untuk pengukuran
efisiensi penggunaan inhibitor. EIS menghasilkan kurva nyquist yang dapat
mengambarkan laju korosi logam.
4. Saran
Pengujian sebaiknya dilampirkan data pengujian, selain diberikan grafik uji,
agar perbandingan dapat lebih efektif.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion
Control”
47
UNIVERSITAS INDONESIA
MODUL III
3.1.Coating
1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui pengaplikasian coating sebagai perlindungan material
terhadap lingkungan.
2. Dasar Teori
Coating merupakan proses pelapisan permukaan material dengan material tertentu
yang bertujuan melindungi material yang dilapis dari kontak langsung dengan
lingkungan.
Primer Coating: berguna menentukan adhesi antar substrat dan pelapis dan
memberikan perlindungan kimia untuk substrat.
Intermediate Coating: menentukan ketebalan pelapis.
Top Coat (finish coat): berguna sebagai proteksi pertama terhadap lingkungan dan
menambah keindahan.
Persiapan permukaan pada coating sangat penting untuk menentukan kualitas coating.
Tahapan meliputi:
Preparasi dapat dilakukan secara kimia dan mekanik. Secara kimia menggunakan asam,
basa ataupun pelarut organik. Secara mekanik menggunakan gaya dengan penyemprotan
ataupun penggosokan material abrasif.
3. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
50
3.2.Inhibitor
1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui prinsip dasar proteksi korosi menggunakan inhibitor.
2) Menghitung efisiensi penggunaan inhibitor.
2. Dasar Teori
Inhibitor adalah senyawa yang akan berekasi membentuk lapisan pelindung pada
permukaan logam, sehingga melindungi logam dari paparan lingkungan. Secara
umum mekanisme kerja inhibitor dapat dibedakan menjadi:
Inhibitor teradsorpsi, lapisan terbentuk tipis akibat hanya terdiri dari
beberapa molekul namun efektif melindungi logam.
pH, pengaruh pH mengendapkan inhibitor cukup banyak pada
permukaan logam dan teradsorpsi melindungi permukaan.
Inhibitor korosif, inhibitor mengkorosi logam dan membentuk lapisan
pasif pada permukaan untuk melindungi logam.
Inhibitor penghalang, inhibitor menghalangi logam dari lingkungan
agresif.
(𝐶𝑅𝑢𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 − 𝐶𝑅𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 )
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = × 100%
𝐶𝑅𝑢𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑
𝑉𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑
𝑄𝑖𝑛ℎ = × 𝐶𝑖𝑛ℎ
1𝑥10 − 6
4. Prosedur Kerja
5. Skema Kerja
Elektroda STD Fe
Larutan NaCl+Inhibitor
Gbr. Skema
52
6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
53
1. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui prinsip dasar proteksi korosi menggunakan anoda korban.
2. Dasar Teori
a. Proteksi katodik anoda korban
Anoda korban menggunakan mekanisme perlindungan logam dengan
menghubungkan logam kerja dengan logam yang memiliki potensial lebih
rendah dalam sirkuit tertutup. Anoda yang dipakai harus memiliki
perbedaan potensial yang cukup besar, dan memiliki efisiensi pemakaian
yang tinggi.
Keuntungan Kerugian
Tidak memerlukan sumber arus eksternal, Adanya arus keluar dan driving potesial
sehingga dapat digunakan pada wilayah sehingga luas terbatas
terpencil Membutuhkan jumlah anoda yang
Biaya pemasangan relatif rendah banyak untuk diameter pipa yang besar
Biaya perawatan minimum Anoda bersifat konsumable
Kemungkinan terjadinya interferensi Tidak efektif pada lingkungan
katodik kecil. berresistasi tinggi
Rectifier
Selang buble
Multitester
Wadah
Statif
Kabel
Bahan
air laut
Struktur logam
Anoda
55
4. Prosedur Kerja
5. Skema Kerja
55
56
6. Referensi
1. Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
2. Principles and Prevention of Corrrosion-Second Edition 1996, Denny A. Jones
3. Priciple of Corrosion Engineering and Corrosion Control-2006, Zaki Ahmad
4. Power Point Kuliah Korosi
56
57
UNIVERSITAS INDONESIA
MODUL III
PROTEKSI KOROSI
57
58
3.1 Inhibitor
Tabel Data
Berat Berat
Inhibitor Waktu
Larutan Logam Awal Akhir Efisiensi
(ml) (jam)
(gr) (gr)
HCl 1M Besi 6 14,089 14,02 24 21,96429
HCl 1M Besi 4 10,264 10,22 24 50,2381
HCl 1M Besi 2 15,73 15,66 24 20,83333
HCl 1M Besi 0 13,565 13,46 28,5 0
534 × 𝑤
𝑚𝑝𝑦 =
𝐷×𝐴×𝑡
Inhibitor 6ml
534 × 69
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 24
𝑚𝑝𝑦 = 209,65
Inhibitor 4ml
534 × 44
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 24
𝑚𝑝𝑦 = 133,69
Inhibitor 2ml
534 × 70
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 24
𝑚𝑝𝑦 = 212,69
Inhibitor 0ml
58
59
534 × 105
𝑚𝑝𝑦 =
7,874 × 0,93 × 28,5
𝑚𝑝𝑦 = 268,66
( 𝐶𝑅𝑈𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 − 𝐶𝑅𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑 )
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
𝐶𝑅𝑈𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑒𝑑
Inhibitor 6ml
( 268,66 − 209,65)
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 21,9%
Inhibitor 4ml
( 268,66 − 133,69)
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 50,2%
Inhibitor 2ml
( 268,66 − 212,69)
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 20,8%
Inhibitor 0ml
( 268,66 − 268,66 )
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) =
268,66
𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑡𝑜𝑟 𝐸𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦(%) = 0%
2. Analisis
a) Prosedur
Logam uji dibersihkan permukaannya secara mekanik dengan mengunakan
kertas amplas untuk mempersihkan karat dan pengotor pada permukaan
logam. Logam yang digunakan berupa logam berbentuk kubus dengan
lubang pengait untuk menggantung logam. Logam berdimensi
1cmx1cmx1cm dengan luas daerah lubang yang diabaikan. Logam
digantungkan untuk memastikan seluruh permukaan logam terpapar oleh
cairan.
59
60
b) Weight Loss
Inhibitor bertindak menahan laju korosi dengan pembentukan lapisan tipis
pada permukaan logam. Lapisan tipis ini akan menghalangi kontak
permukaan logam dengan lingkungan sehingga laju korosi dapat berkurang.
Namun proses korosi tetap berlangsung walaupun sedikit, sehingga
perhitungan massa yang hilang dapat dijadikan patokan pengukuran laju
korosi. Berikut tabel data pengurangan berat terhadap penggunaan inhibitor
Berat Berat
Inhibitor Waktu
Larutan Logam Awal Akhir W CR
(ml) (jam)
(gr) (gr)
HCl 1M Besi 6 14,089 14,02 24 69 209,6528
HCl 1M Besi 4 10,264 10,22 24 44 133,6917
HCl 1M Besi 2 15,73 15,66 24 70 212,6913
HCl 1M Besi 0 13,565 13,46 28,5 105 268,6627
Dengan penggunaan inhibitor 6ml, massa logam hilang tercatat 69mg per
24jam.
60
61
Penggunaan inhibitor 4ml, massa logam hilang tercatat 44mg per 24jam.
Pada penggunaan dosis inhibtor 2ml, massa logam hilang tercatat 70mg per
24jam.
Sedangkan tanpa penggunaan inhibitor, massa logam hilang tercatat 105mg
per 28,5jam.
Dari keempat data dapat disimpulkan bahwa penggunaan inhibitor mampu
menurunkan laju korosi dengan dosis tertentu. Inhibitor yang dipakai adalah
cuka apel, dimana cuka apel memiliki kandungan [H+]. Cuka apel yang
ditambahkan terlalu banyak (dalam hal ini 6ml) akan menurunkan pH
larutan kekondisi asam, sehingga laju korosi kembali meningkat. Laju
korosi yang kembali meningkat menyebabkan pengurangan berat kembali
bertambah.
c) Efisiensi Inhibitor
Efisiensi inhibitor diukur dengan membandingkan laju korosi dengan
inhibitor dan tanpa inhibitor. Laju korosi berbanding lurus dengan
pengurangan berat, sehingga menurunnya pengurangan berat menandakan
efisiensi inhibitor yang baik.
Efisiensi inhibitor menunjukan titik optimum penggunaan pada dosisi 4ml.
Dimana pada dosis ini efisiensi diperoleh 50,23%. Hal ini menandakan pada
dosis tersebut inhibtor efektif melapisi logam dari lingkungan, dan
kandungan [H+] belum terlalu banyak mempengaruhi pH.
Pada penggunaan inhibitor dosis berlebih (6ml). Efisiensi inhibitor turun
menjadi 21,96%. Hal ini menunjukan kandungan [H+] yang dikandung oleh
inhibitor (cuka apel) telah berlebih sehingga justru malah meningkatkan
kembali laju korosi.
3. Kesimpulan
Penggunaan inhibitor dapat menurunkan laju korosi dengan dosis tertentu. Dosis
inhibitor harus optimum agar kerja inhibitor dapat maksimal menurunkan laju
korosi.
4. Saran
61
62
Pengurangan berat sebaiknya diukur dengan waktu tepat 24jam untuk setiap
parameter inhibisi. Sehingga pengurangan berat yang diukur akan efektif
membandingkan variable dosis inhibitor.
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion Control”
62
63
Berat Berat
Panjang
Anoda Awal Akhir Diameter
Anoda
(gr) (gr)
Al 13,54 12,48 3,3 1,2
Al 13,58 13,33 3 1,2
Al 15,61 14,55 3,5 1,2
2. Analisis
a) Prosedur
Struktur yang diuji merupakan pipa besi yang dicelupkan kedalam air laut
yang diberikan pompa udara ketengah pipa untuk kondisi aerasi. Struktur
ini kemudian diproteksi dengan metode anoda korban. Anoda yang
digunakan adalah logam aluminum.
b) Pengaruh Arus
Arus berguna untuk daya dorong elektron ke elektroda (katoda/struktur).
Arus yang semakin tinggi akan meningkatkan suplai elektron ke katoda,
sehingga katoda dapat lebih terproteksi. Arus yang semakin tinggi juga akan
meningkatkan daya konsumsi anoda, sehingga anoda akan lebih sering
diganti.
c) Pengaruh Luas Permukaan Anoda
Luas permukaan anoda berpengaruh terhadap kecepatan anoda terkorosi.
Semakin luas anoda, semakin banyak kontak reaksi akan terjadi. Maka luas
perlidungan katoda yang dapat diperoleh juga lebih luas. Sehingga proteksi
yang terjadi akan lebih efektif.
d) Pengaruh Lingkungan
63
64
Lingkungan yang digunakan pada percobaan adalah air laut. Air laut bersifat
elektrolit yang mengandung ion agresif (Cl-). Proteksi katodik anoda korban
membutuhkan lingkungan konduktif untuk mengalirkan elektron dari anoda
ke katoda. Aliran elektro inilah yang akan melindungi katoda dari korosi
dengan mensuplai elektron yang cukup dari anoda ke katoda.
Keberadaan ion agresif (Cl-) membuat penggunaan anoda aluminum efektif
untuk dipakai. Aluminum memiliki lapisan pasif yang menghalangi
aluminum untuk terkorosi. Namun lapisan pasif ini akan mudah rusak ketika
ion agresif terdapat dalam lingkungan. Lapisan pasif akan rusak dan
aluminum akan terpapar langsung dengan lingkungan. Aluminum memiliki
potensial yang sangat negatif, sehingga aluminum akan efektif melindungi
struktur.
3. Kesimpulan
Proteksi katodik anoda korban merupakan proteksi logam dengan menghubungkan
logam struktur yang akan dilindungi dengan logam yang memiliki potensial yang
jauh lebih rendah. Hal ini akan menyebabkan logam anodik terkorosi melindungi
logam struktur. Parameter proteksi katodik anoda korban dipengaruhi oleh arus,
luas permukaan anoda, dan pengaruh lingkungan.
4. Saran
5. Referensi
- Modul Praktikum Korosi dan Proteksi Logam 2019
- Denny, A. Jones, 2006 “Principle and Prevention of Corrosion”
- Ahmad,Zaki. 2006. “Principle of Corrosion Engineering and Corrosion Control”
64
65
Tugas Tambahan
1. Jelaskan mekanime crevice corrosion!
crevice corrosion adalah tipe korosi pada celah yang disebabkan oleh perbedaan
kondisi aerasi pada logam. Perbedaan aerasi ini menimbulkan sel konsentrasi
elektrokimia ( differential aeration cell). Diluar celah (katoda), konsentrasi oksigen
lebih sedikit, dan pH lebih tinggi namun konsentrasi ion klorida sedikit. Hal ini
menyebabkan serangan pada celah yang memiliki kandungan oksigen dan pH yang
lebih rendah. Ion klorida yang terperangkap dalam celah memperparah keadaan,
menyebabkan propagasi semakin cepat seperti pada pitting corrosion.
2. Jelaskam “induktansi dan warburg diffusion” beserta kurva!
= induktansi dan warburg diffusion merupakan persamaan diffusi dengan osilasi
konsentrasi dilapisan luar, yang berhubungan dengan kondisi difusi impedansi dari
sistem elektrokimia.
65
66
Gypsum
Sodium sulfate
4. Jelaskan design untuk mecegah stray current!
Stray current adalah arus liar yang dapat menyebabkan korosi yan dihasilkan dari
proteksi katodik arus tanding. Proteksi ini mensuplai aliran listrik tinggi ke struktur,
sehingga aliran listrik berlebih dapat kontak dengan struktur sekitar yang tak
terlindungi yang dapat menyebabkan korosi. Pencegahan dapat dilakukan dengan tiga
cara:
Manipulasi parameter, yaitu dengan meningkatkan resistansi sekitar sistem
sehingga arus liar tidak dapat mengalir.
Proteksi katodik, yaitu dengan memproteksi struktur sekitar yang akan kontak
dengan arus liar sehingga mencegah korosi.
Menurunkan tegangan yaitu dengan menurunkan tegangan yang dipakai
sehingga arus liar sedikit.
66