Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. IFISHDECO adalah salah satu badan usaha milik Negara yang bergerak

di bidang pertambangan nikel, mendapat kesempatan dari pemerintah Kabupaten

Konsel dengan memberikan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi yang

terletak di Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konsel Sulawesi Tenggara dengan

beroperasinya PT. IFISHDECO di Kabupaten Buton telah memberikan kontribusi

terhadap pembangunan daerah di provinsi Sulawesi tenggara.

PT. IFISHDECO, sebagai perusahaan pertambangan telah mendapatkan izin

usaha pertambangan operasi produksi dari pemerintah Kabupaten Konsel Provinsi

Sulawesi Tenggara untuk melakukan pengusahaan nikel yang meliputi tahapan

kegiatan studi kelayakan, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian sampai dengan

pengangkutan dan penjualan. Dalam penambangan PT. IFISHDECO, menggunakan

metode tambang terbuka, beberapa jenis alat yang digunakan di antaranya

adalah,wheal loader,dozer,dump truck,excavator breaker yang digunakan pada

tambang aspal yang memiliki material yang keras dan excavator bucket yang

digunakan pada tambang nikel yang memiliki material yang lunak.

Permasalahan aspek jalan tambang menjadi permasalahan yang utama dalam

metode tambang terbuka. Seperti yang diketahui, akses jalan merupakan salah satu

1
faktor penting dalam ketercapaian volume tanah yang dipindahkan. Fungsi utama

jalan angkut tambang secara umum adalah untuk menunjang kelancaran operasi

penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang mungkin

terdapat di sepanjang rute jalan tambang harus di atasi dengan merubah rancangan

jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja.

Produksi alat mekanis pada tambang juga berdasarkan kepada jalan tambang

yang baik. Jalan angkut tambang yang baik adalah ketika jalan tersebut memberikan

rasa aman dan nyaman bagi operator alat angkut ketika melewati jalan tersebut.

Untuk mengetahui suatu jalan angkut tambang itu baik, maka perlu dilakukan

pengamatan dan analisis terhadap geometri jalan tersebut. Oleh karena itu, perlu

adanya kajian terhadap kondisi geometri jalan tambang pada PT. IFISHDECO.

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari kerja praktek ini adalah mengetahui kondisi

geometri jalan tambang pada PT. IFISHDECO.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang dapat diambil dari kerja praktek ini adalah sebagai berikut :

1. Kerja praktek ini dilaksanakan di area jalan tambang front tambang.

2. Kerja praktek ini dibatasi hanya pada pengukuran lebar jalan lurus, lebar jalan

tikungan, grade, Cross slope, dan drainase.

1.4 Metodologi

1. Jenis Studi Kasus

2
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat evaluasi. Pada penelitian ini

dilakukan analisa data primer dan tambahan juga data sekunder, kemudian dari

analisa tersebut bisa mendapat singkronisasi antara data real dilapangan dengan

beberapa teori yang ada. Setelah itu baru dapat disimpulkan, apakah kondisi real

di lapangan sesuai dengan teori yang dikemukakan, jika tidak sesuai, penulis akan

mengoreksi dan memberikan saran.

2. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang penulis peroleh langsung dari

lapangan yaitu data pengukuran lebar jalan angkut tambang pada jalan lurus,

jalan tikungan, cross slope, grade dan drainase.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis dari studi

literature PT. IFISHDECO, untuk mendukung data-data penelitian seperti

peralatan tambang, data spesifikasi alat angkut, data pendukung geometri

jalan angkut tambang, sejarah perusahaan, deskripsi perusahaan dan data

pendukung lainnya.

3. Metode Pengambilan Data

a. Studi Literatur

Dilakukan dengan mengumpulkan berbagai referensi kepustakaan

mengenai kajian teknis geometri jalan tambang (hauling road) dan

3
mempelajari laporan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan

tujuan untuk mengetahui bagaimana cara melakukan evaluasi mengenai

geometri jalan tambang yang baik dan benar.

b. Observasi

Merupakan kegiatan pengamatan secara langsung di lapangan

mengenai studi kasus seperti melakukan pengukuran geometri jalan tambang

dan aspek pendukung kegiatan pengangkutan. Alat ukur yang peneliti

gunakan adalah alat ukur manual berupa meteran untuk mendapatkan data

primer, namun untuk beberapa data yang tidak dapat diukur langsung di

lapangan menggunakan alat ukur manual, peneliti dibantu oleh supervisor.

Surveying dalam pengambilan data penunjang (data sekunder) berupa data

survey dan pemetaan yang diambil menggunakan alat ukur total station 06

yang telah dikonversi ke dalam bentuk peta kontur menggunakan software

Autocad LD4.

4. Metode Analisis Data

a. Pengukuran Lebar Jalan Lurus

Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar jalan pada

jalan lurus di beberapa titik pengukuran menggunakan alat ukur manual

berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori.

b. Pengukuran Lebar Jalan pada Tikungan

4
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar jalan pada

tikungan di beberapa titik pengukuran menggunakan alat ukur manual berupa

meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori.

c. Pengukuran Kemiringan Melintang (Cross slope)

Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai kemiringan

melintang (cross slope) pada permukaan jalan angkut tambang menggunakan

alat ukur manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran

dianalisa berdasarkan teori.

d. Pengukuran Kemiringan Jalan (Grade)

Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai kemiringan jalan

(grade) pada jalan angkut tambang menggunakan alat ukur manual

berupa meteran dan data jarak mendatar penulis peroleh dari datamine hasil

pengukuran survey topografi oleh supervisor yang kemudian data hasil

pengukuran ini dianalisa berdasarkan teori.

e. Pengukuran Drainase

Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar dan

kedalaman drainase pada jalan angkut tambang menggunakan alat ukur

manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan

teori.

5
1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan pada Laporan Kerja Praktek ini terdiri

dari tiga bagian, yakni :

1. Bagian awal terdiri atas : halaman sampul, halaman pengesahan, kata

pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.

2. Bagian inti yang meliputi :

I. Bab I Pendahuluan, dalam bab pendahuluan diuraikan beberapa

sub bab yang terdiri atas: latar belakang yang memaparkan

mengenai alasan-alasan yang mendorong dilakukannya kerja

praktek; tujuan kerja praktek yang memaparkan mengenai

pencapaian yang hendak dicapai selama kerja praktek berlangsung;

batasan masalah yang memaparkan tentang batasan-batasan

masalah yang diamati selama kegiatan kerja praktek; metodologi

menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penyelesaian

kerja praktek ini; Dan sistematika penulisan menjelaskan mengenai

gambaran umum dalam penulisan laporan kerja praktek.

II. Bab II Tinjauan Umum Perusahaan , dalam bab tinjauan umum

perusahaan diuraikan beberapa informasi-informasi mengenai

perusahaan, yang dijadikan sebagai lokasi kerja praktek. Bab ini

memaparkan mengenai gambaran umum perusahaan, sejarah

perusahaan dan informasi-informasi umum lainnya mengenai

perusahaan.

6
III. Bab III Pelaksanaan Kerja Praktek, dalam bab ini diuraikan

kegiatan-kegiatan selama kerja praktek berlangsung. Bab ini juga

memaparkan mengenai pembelajaran-pembelajaran yang

didapatkan selama kegiatan praktek berlangsung.

IV. Bab IV Pembahasan, dalam bab ini diuraikan mengenai hal-hal

yang dapat dikembangkan menjadi sebuah penelitian berdasarkan

aktivitas kerja praktek.

V. Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini disimpulkan hal yang

diperoleh dari kegiatan kerja praktek dan memberikan masukan

kepada perusahaan dari hasil kerja praktek yang didapatkan.

3. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.

BAB 2

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Profile Perusahaan

Di belahan Bumi bagian timur terbentang Negara Republik Indonesia terdiri

dari beribu pulau yang tercipta dengan kekayaan alam nan beragam khususnya di

7
jazirah Tenggara ke pulau Sulawesi tepatnya di Pulau Buton terkarunia sumber daya

alam yang cukup banyak. Pada tahun 1920 penduduk setempat menemukan batuan

berwarna hitam pekat, ringan dan melelehkan Aspal, oleh kedatangan Belanda pada

tahun 1922 Ir. W C B Koolhoven mulai mengadakan penelitian di Pulau Buton,

setahun kemudian yaitu tahun 1923 penelitian tersebut dilanjutkan oleh

Mijnbouwkunding seorang ahli Geologish Onderzook Oost Celebes (Penelitian

Geologi Tambang Sulawesi Timur) mendapatkan endapan Aspal di bagian Selatan

Pulau Buton tepatnya pada suatu jalur dari teluk sampolawa sebelah selatan sampai

ke teluk Lawele di bagian Utara.

Oleh A. Walker, atas izin Kesultanan Buton membuat kontrak eksplorasi dan

eksploitasi meliputi wilayah Waisiu, Kabungka, Wariti Dan Lawele mengambil

Aspal Batu Buton (asbuton) yang sebelumnya dinamakan BUTAS (Buton Aspal).

Tahun 1926 A. Walker menyerahkan hak eksploitannya kepada MMB (Mijnbouw en

Cultur maattschapij Buton Belanda) selama 30 Tahun terhitung sejak tanggal 21

Oktober 1924 sampai dengan tanggal 21 Oktober 1954 dalam kurun waktu selama 30

tahun itu asbuton tidak hanya di eksport ke beberapa negara Eropa tetapi dipakai juga

untuk permintaan pembuatan jalan di dalam Negeri karena berkwalitas sangat baik.

Tingkat produksi yang dicapai pada waktu itu masih sangat rendah oleh

karena peralatan yang digunkan untuk proses produksi sangat sederhana, alat angkut

yang sangat vital kala itu adalah cabel way yang saat itu masyarakat menyebutnya

kabel ban, rute angkutan alat angkut ini langsung dari Tambang Kabungka ke daerah

penimbunan Aspal (Stockphile) di Banabungi dan pengangkutan dari tambang ke

8
stasiun kabel ban dipergunakan lori dengan lokomotif dan proses produksi seperti ini

berlangsung hingga tahun 1954.

Sejak tahun 1954 MMB telah diambil alih oleh Pemerintah Republik

Indonesia menyerahkan pekerjaan pengambilan asbuton kepada kementerian

pekerjaan umum, jawatan jalan jalan dan jembatan dengan surat keputusan Menteri

Perekonomian tanggal 12 Oktober 1954 Nomor : 14.637/M dan Tanggal 15 Oktober

1955 Nomor: 13.840/M maka pada Tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Jadi

Perusahaan yang Mengelola Aspal Buton.

Pemerintah berusaha meningkatkan Produksi guna memenuh kebutuhan Aspal

dalam Negeri yang sangat mendesak, atas dasar ini Pemerintah melebur BUTAS

menjadi PN (PERUSAHAAN NEGARA), periode BUTAS berlangsung sampai

dengan tahun 1960. Pada tanggal 12 Mei 1961 dikeluarkan peraturan pemerintah

nomor : 195 tentang pendirian perusahaan aspal negara.

Sejak masa PAN (Perusahaan Aspal Negara) Tahun 1961 menunjukan

kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat dan tingkat produktifitasnya

menunjukan angka kenaikan bila dibandingkan dengan BUTAS, peningkatan jumlah

produksi dan penjualan yang dicapai selama periode PAN berakhir sampai dengan

tahun 1984.

Pada tanggal 30 Januari 1984 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 3

tentang pengalihan bentuk Perusahaan Aspal Negara menjadi Perusahaan Perseroan

(PT. Persero). Sejak saat itu Pemerintah mendirikan PT. Sarana Karya (Persero)

9
berdasarkan Akta Notaris Imas Fatimah, SH Nomor : 1 Tahun 1984 pada tanggal 1

September 1984 dengan Modal sebesar 10 Milyar.

Aspal Buton merupakan Aspal alam yang terdiri dari batuan yang

mengandung bitumen Aspal dan menurut penelitian Konsultan Bank Dunia kadar

bitumen rata-rata mencapai 10 – 40%. Deposit Aspal yang terdapat di Pulau Buton

dalam 3 (tiga) amatan meliputi kawasan Pasarwajo, Sampolawa dan Lasalimu dan

jumlah cadangan diperkirakan sekitar 400 Juta Ton.

Produksi tertinggi yang Pernah tercapai yaitu pada Tahun 1983 sebesar

533.000 ton dan pemakai Asbuton adalah Ditjen Binamarga hingga tahun 1985, akan

tetapi mulai tahun 1986 karena keterbatasan Dana pada APBN oleh Ditjen Binamarga

tidak melakukan pembelian sama sekali. Pemasaran Asbuton ke Instalasi Daerah

(Departemen Dalam Nageri) pada Tahun 1986 hanya mencapai 121.940 ton, namun

pada tahun berikutnya mengalami penurunan yang sangat drastis ini disebabkan

karena Dana Rupiah pada APBN juga dipergunakan sebagai Dana Pendamping

Bantuan Luar Negeri. Dengan menurunnya pemasaran Aspal Buton ini maka pada

Tahun 1987 di Kompleks Pelabuhan Banabungi bertumpuk Asbuton sejumlah +

360.000 ton, dan sejak Tanggal 1 Agustus 1987 produksi dihentikan sehingga

mengakibatkan perampingan karyawan besar-besaran yang pada saat itu jumlah

karyawan mencapai 827 orang dirampingkan menjadi 343 orang. Penghentian

produksi ini bergemah di tingkat Nasional, para Menteri berdatangan, demikian pula

Pejabat DPA Anggota DPR RI dari berbagai Fraksi bahkan Wapres H. Umar

Wirahadikusuma Tanggal 14 November 1989 juga berkunjung ke Banabungi, dan

10
terakhir pada tanggal 10 September 1990 Bapak Presiden Suharto bersama

rombongan juga berkunjung ke Banabungi Pulau Buton.

Selama penghentian Produksi sebenarnya Aspal Buton masih digunakan terus

untuk konstruksi jalan terutama jalan-jalan kabupaten, Propinsi Sulawesi Tenggara

dan berbagai provinsi lainnya sehingga Aspal yang bertumpuk di Kompleks

Pelabuhan Banabungi dari Tahun 1987 berjumlah + 360.000 ton pada akhir Oktober

1990 berkurang hingga + 150.000 ton.

Mulai Bulan November 1990 PT. Sarana Karya (Persero) mulai aktif

berproduksi kembali namun karena lama tidak berproduksi banyak kendala yang

dihadapi terutama peralatan banyak mengalami kerusakan. Dengan berproduksinya

kembali PT. Sarana Karya (Persero) oleh departemen pekerjaan umum sebagai

pemakai utama Asbuton meminta agar kualitas produksinya ditingkatkan terutama

mengenai ukuran butiran dan kadar air, untuk ini pemerintah akan memberikan

tambahan dana untuk rehabilitasi peralatan produksi.

Sejak tahun 2003 perusahaan membuka tambang baru di lawele yang masih di

produksi dalam bentuk curah, meskipun sejak tahun 1998 sudah banyak investor yang

akan mengolah Aspal Lawele dengan cara di ekstraksi tapi kenyataannya sampai saat

ini belum ada yang terealisasi.

Untuk meningkatkan penjualan Asbuton, sejak tahun 2006 sudah

dilakukan perintisan Expor ke Negara Cina yang diharapkan akan menjadi peluang

besar yang menjanjikan, dan Tahun 2011 terlaksanalah pemuatan Expor ke Negara

11
Cina tersebut yang mencapai + 200.000 ton / tahun dan hal ini masih berlanjut

hingga sekarang ini.

Walaupun sejak Tahun 2011 Perusahaan sudah mulai mengadakan penjualan

dan hasilnya dinilai cukup, namun upaya proses akuisisi yang di inginkan Pemerintah

Pusat tetap harus dilaksanakan dan akhirnya tepat pada Tanggal 30 Desember 2013

terjadi Peralihan Pemegang Saham oleh PT. Wijaya karya (Persero) tbk terhadap PT.

Sarana Karya (Persero) yang kemudian sejak saat itu status PT. Sarana Karya berubah

menjadi anak Perusahaan PT. Wijaya Karya (Persero) tbk.

2.2 Lokasi, Waktu Dan Kesampaian Daerah

Aspal alam yang dikelola oleh PT. WIJAYA KARYA BITUMEN terdapat di

dua tempat di pulau Buton yang secara administratif terletak di Desa Kabungka

Kecamatan Pasar Wajo Lasalimu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara.

Secara Geografis Pulau Buton terletak di ujung Tenggara Pulau Sulawesi

tepatnya 122º 42’-123º 24’ BT dan antara 5º 30’-6º LS. Pulau yang memanjang

memanjang dari Utara ke Selatan dengan panjang ± 120 km dengan lebar 15-60 km.

Daerah ini, secara umum dapat dijangkau dengan mudah berbagai sarana transportasi

yakni lewat darat dan laut. Pulau Buton dengan alternatif dari Kendari ke buton

menggunakan kapal laut. Jarak antara kota Pasar Wajo sebagai ibu kota Kabupaten

Buton dengan lokasi penambangan PT. WIJAYA KARYA BITUMEN di Desa

Kabungka adalah ± 15 km dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda

dua maupun roda empat, dengan lama perjalanan ± 30 menit, sedangkan jarak Kota

12
Pasar Wajo dengan lokasi penambangan di Desa Lawele adalah ± 120 km, juga dapat

ditempuh dengan menggunakan kendaraan dua maupun roda empat, dengan lama

perjalanan ± 3 jam.dalam penelitian kali ini,tempat dilakukan penelitian adalah di

Desa Kabungka Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara.

2.3 Keadaan Geologi

2.3.1 Geomorfologi

Menurut teori lempeng yang dikemukakan oleh prof. dr katili, pulau buton

berasal dari busur banda yang di dorong dengan pergeseran melingkar benua

Australia dan selanjutnya membelok kesebelah barat sehingga terbentuk pulau buton

dengan kedudukan yang sekarang ini di Sulawesi tenggara.

Busur banda adalah istilah yang digunakan oleh para geologist untuk

menjelaskan pulau buton,pulau timur dan pulau seram yang sebelumnya diketahui

posisinya jauh berada diselatan dan sejajar dengan pulau jawa dan pulau

timur.menurut penyelidikan hetzel(1936) bahwa pada masa miosen sampai neogen,

pulau buton mengalami suatu perlipatan sehingga terjadi pegunungan yang membujur

dari arah utara kea rah selatan. Endapan aspal yang terdapat pada bagian timur pulau

buton terletak pada zona patahan di sepanjang pinggiran timur pada suatu graben

yang membentang dari teluk lawele di sebelah utara sampai ke teluk sampolawa pada

bagian selatan dengan panjang 75 km dan dengan lebar 12 km.

13
2.3.2 Stratigrafi

Jenis batuan yang terungkap di pulau buton sangat bervariasi demikian pula

dengan umur batuannya yang mencangkup mulai dari mezoik hingga kuarter. Sebaran

paling luas dari batuan pra tersier tersebut ditemukan di bagian ujung utara dari pulau

buton di wilayah kulisusu dan juga di sekitar aliran sungai mokito (buton selatan).

Sedangkan batuan kuarter yang didominasi oleh satuan batu gamping terumbu,

tersebar terutama dibagian selatan dan tengah pulau buton. Gambaran urutan

stratigrafi pulau buton dari tua ke muda adalah sebagai berikut:

1. Sekis kristalin

Batuan malihan ini terutama dari sekis plagioklas yang hanya

tersingkap di aliran sungai mokito. Menurut hetzel (1936) satuan ini

diperkirakan berumur lebih tua dari trias yang di dasarkan pada satuan

mesozoik lainnya tidak terlalu terubahkan seperti halnya sekis kristalin ini.

Sikumbang,dkk (1945) menamakan satuan batuan tersebut sebagai formasi

mokito yang juga diperkirakan berumur pra tias.

2. Batuan Mesozoik

Batuan mesozoik ini termasuk beberapa satuan beberapa dengan

satuan dengan umur tertentu,yaitu:

a. Formasi Winto

Satuan ini tersingkap di daerah buton selatan, di bagian atas aliran

sungai winto, yang disusun oleh batuan selang seling serpih,serpih

napalan,batu pasir arkose,konglomerat dengan sisispan tipis batugamping

14
berwarna gelap. Satuan ini menutupi sekis kristalin yang terlipatkan.

Berdasarkan fosil yang terdapat dalam lapisan batugamping seperti halabia

sp, satuan ini berumur trias atas. Satuan ini tersingkap di sekitar lawele dan

bagian atas aliran sungai winto.

b. Formasi Doole

Batuan dari formasi doole ini terutama terdiri dari batuan malihan yang

berderajat rendah. Satuan ini tersingkap di sepanjang pantai timur buton

utara antara teluk doole hingga tanjung lakansai. Adanya kemiripan dengan

batuan formasi winto, satuan formasi doole ini diperkirakan berumur trias.

c. Formasi Ogena

Batuan yang menyusun formasi ogena terutama terdiri dari

batugamping dengan sisipan napal. Dalam lapisan napal sering ditemukan

fosil amonit seperti phylloceras sp dan arietites sp. Keberadaan fauna amonit

ini menentukan umur satuan tersebut sebagai jurah bawah. Formasi ogena

terutama di dapatkan bagian utara dan selatan buton, sedangkan dibagian

tengah tidak ditemukan sebaran satuan batuan ini.

d. Formasi Rumu

Satuan ini terutama disusun oleh selang seling batu gamping, napal

dan sisipan batulempung. Dalam satuan ini banyak ditemukan fosil

belemnopsis sp, seperti belemnopsis gerardi, belemnopsis alfurica,dan

ancela cf. Kontak dengan satuan di bawahnya yaitu formasi ogena terlihat

15
selaras. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, umur satuan batuan ini

diperkirakan jura atas.

e. Formasi Tobelo

Seperti halnya dua satuan sebelumnya seperti formasi ogena dan

formasi rumu, satuan batuan formasi tobelo terutama disusun oleh lapisan

batugamping dengan sisipan tipis napal. Ciri satuan ini adalah terdapatnya

sisispan tipis rijang, dengan kandungan fosil foraminifera yang banyak

ditemukan dalam satuan ini terdiri dari globotruncana canaliculata,

globigerina cretacea dan pseudotextulaia globulosa. Fosil-fosil tersebut

adalah fauna khas berumur kapur. Lapisan batugamping kalsilutit dari

satuan ini banyak mengandung fosil radiolaria.

3. Batuan Tersier

Satuan batuan yang berumur tersier ini terbagi atas batuan berumur

paleogen dan neogen. Menurut hetzel terdapat satuan batuan berumur

paleogen yang dinamakan formasi wani yang disekitar pegunungan tobelo,

disusun oleh lapisan batuan konglomerat aneka bahan, batupasir dan

batupasir gampingan. Dalam lapisan konglomerat tersebut ditemukan

pecahan batugamping mengandung fosil glabotruncana yang berumur kapur,

juga ditemukan fosil nummulites, isolepidina boetonensis. Berdasarkan

keberadaan fosil nummulites, asterocyclina sp,spyroclipeus sp dan borelis

sp tersebut ditentukan satuan batuan tersebut berumur eosen. Penyebaran

16
satuan batuan ini terbatas disekitar aliran sumgai wani, pegunungan tobelo,

buton utara.

Penyebaran paling luas yaitu batuan tersier dimana hampir tiga

perempat wilayah pulau buton ditempati oleh batuan tersebut. Batuan tersier

atas(neogen) terletak tidak selaras di atas satuan yang lebih tua(mesozoik).

Secara umum endapan muda ini dimulai dengan batuan konglomerat hingga

pasiran, yang kemudian berubah menjadi lebih kearah gampingan napalan.

Terdapat dua karakter sedimen berbeda dari satuan tersier muda ini, yaitu

sedimen konglomeratik pasiran dari lapisan tondo dan sedimen yang lebih

gampingan napalan dari lapisan sampolakosa.

a. Formasi Tondo

Satuan batuan dari formasi tondo terutama disusun oleh konglomerat

dan batupasir berselang seling dengan lempung dan napal. Seperti halnya

dalam formasi wani, dalam lapisan konglomerat dari formasi tondo juga

ditemukan fragmen-fragmen batuan sedimen mesozoik, peridotit dan

serpentin. Selain itu juga dalam satuan tersebut terdapat lapisan

batugamping. Sikumbang,dkk memasukkannya sebagai anggota

batugamping formasi tondo. Kandungan fosil yang terdapat dalam satuan ini

seperti lepidocyclina sumatrensis, lepidocyclina ferreroi, miogypsina sp,

mencirikan umur miosen tengah hingga atas.

b. Formasi Sampolakosa

17
Formasi sampolakosa memperlihatkan satuan yang lebih napalan,

jarang terdapat sisipan batupasir, dan terletak selaras di atas formasi tondo.

Dalam satuan ini banyak sekali ditemukan fosil moluska dan khas untuk

lingkungan laut dalam (marks,1957). Umumnya pulau buton ditutupi sangat

luas oleh satuan dari formasi sampolakosa ini.

4. Batuan Kuarter

Kedalam batuan kuarter ini termasuk batugamping terumbu, yang

terutama tersebar di sebelah tengah dan selatan pulau buton. Batugamping

terumbu sangat khas memeperlihatkan satuan undak pantai. Selain ini juga

disusun oleh endapan batupasir gampingan, batulempung dan napal yang

kaya akan foraminifera plangton. Di buton selatan ditemukan gamping

terumbu yang terangkat hingga ketinggian 700 meter.

2.4 Keadaan Tanah

Kondisi topografi tanah daerah kabupaten buton pada umumnya memiliki

permukaan yang bergunung, bergelombang, dan berbukit-bukit. Diantara gunung dan

bukit-bukit tersebut, terbentang daratan yang merupakan daerah-daerah potensial

untuk pengembangan sector pertanian. Permukaan tanah pegunungan yang relative

rendah ada yang juga yang bisa digunakan untuk usaha yang sebagian besar berada

pada ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut, kemiringan tanah mencapai

40°.

2.5 Iklim dan Data Curah Hujan

18
Keadaan iklim di wilayah kabupaten buton pada umumnya sama seperti daerah-

daerah lain di Indonesia dimana mempunyai dua musim,yakni musim hujan dan

musim kemarau. Pengukuran iklim dipusatkan di stasiun meteorology kls III

betoambari kota bau-bau. Musim hujan terjadi di antara bulan desember sampai

dengan bulan april. Pada saat tersebut, angin barat bertiup dari benua asia serta lautan

pasifik banyak mengandung uap air.

Musim kemarau terjadi antara bulan juli dan September, pada bulan-bulan

tersebut angin timur yang bertiup dari benua Australia sifatnya kering dan kurang

mengandung uap air. Khusus untuk bulan april dan mei di daerah Kabupaten Buton,

arah angin tidak menentu, demikian pula dengan curah hujan, sehingga pada pada

bulan-bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba.

Table. 2.1 Data Curah Hujan 2015

19
Bulan CH(mm) HH(hari) CH/hujan
Januari 203 17 11.94
Februari 173 15 11.53
Maret 250 15 16.66
April 303 17 17.82
Mei 444 21 21.14
Juni 338 18 18.77
Juli 113 11 10.27
Agustus 96 10 9.6
September 0 ̶− ̶−
Oktober 11 1 11
November 83 2 41.5
Desember 368 19 19.36

2.6 Penyebaran Aspal Buton

Potensi aspal alam di Indonesia sangat terbatas yakni provinsi Sulawesi

tenggara (table 2.2), di pulau buton masih terdapat beberapa lapangan aspal

berpotensi dan cukup ekonomis. Mencakup pada sifat fisik aspal alam

siswosoebrotho (2005) membedakan aspal danau (lake asphalt) dan aspal batu (rock

asphalt). Aspal danau seperti yang ditemukan di Trinidad sedangakan aspal batu di

temukan di daerah buton yang di klasifikasikan sebagai aspal batu.

Keterdapatan aspal di bagian selatan pulau buton mencakup:

 Tersebar pada daerah yang mengalamai perlipatan dan pensesaran kuat

 Sebagai resapan dalam batugamping dan batu pasir formasi sampolakosa

 Sepanjang zona batas formasi tondo dan formasi sampolakosa

20
 Aspal buton dapat mengisi antar butir, berbentuk lensa ataupun tidak

teratur dalam lapisan batuan.

Tabel 2.2 Lokasi Aspal Buton

Provinsi Lokasi

Sulawesi tenggara Ereke, lawele, siontopina, ulala, kabungka

BAB 3

PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

21
3.1 Kegiatan Kerja Praktek

Kegiatan Kerja praktek dilakukan pada jalan Front tambang F menuju Crusher

pada PT. Wijaya Karya Bitumen yang terletak di Desa Kabungka, Kecamatan

Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan pada tanggal 6

Juni 2016 sampai 21 Juli 2016.

Rincian kegiatan selama kerja praktek ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Kegiatan Kerja Praktek

No. Tanggal Lokasi Aktivitas

1. 6 Juni 2016 Kantor HRD Penerimaan mahasiswa KP

Kantor Humas Penetapan messh/tempat tinggal

Kantor tambang Pertemuan dengan KTT sekaligus


dengan pembimbing lapangan
Kantor Safety Induction
Departmen K3
2. 7 -10 Juni Laboratorium Orientasi Lab, pengenalan alat
2016

3. 13 Juni 2016 Crusher Ikut pengamatan teman pada


pengolahan aspal
4. 14 Juni 2016 Laboratorium Kajian teori bersama Pembimbing
5. 15 Juni 2016 Front tambang Pengamatan Geometri Jalan,
F-Crusher pengukuran lebar jalan lurus dan
tikungan, pengukuran grade,
pengukuran cross slope, dan Drainase

6. 16 -17 Juni Laboratorium Pengolahan Data


2016

22
7. 20 Juni 2016 Laboratorium Pengenalan Software Autocad LD4

8. 21 Juni 2016 Area tambang E Ikut teman monitoring Pengupasan


overburden
Jalan Front Pengecekkan data lebar jalan pada jalan
tambang F- tikungan
Crusher

9. 22-24 Juni Laboratorium Lanjut Pengolahan data menggunakan


2016 Software
10. 27 Juni 2016 Area Crusher Membantu Pembimbing dalam
pengukuran Lahan untuk pembuatan
pabrik mini
11. 28 Juni – 29 Laboratorium Penyusunan Laporan
Juni 2016
12. 30 Juli 2016 Kantor Konsultasi Laporan
13. 31 Juli 2016 Laboratorium Perbaikan Laporan
14. 1 Agustus Kantor Konsultasi Laporan
15. 4-12 Juli 2016 Raha Cuti Bersama/Lebaran
16. 13-14 juli 2016 Kantor Konsultasi Laporan
17. 15 Juli 2016 Laboratorium Acara bersama staff lab
18 18-19 Juli Laboratorium Rampungkan laporan
2016
19. 20 Juli Kantor Kumpul laporan
20. 21 Juli Area tambang F Ikut menemani KTT bersama
pembimbing terkait pengenalan area
tambang pada anak SMK

21. 22 Juli Kantor Pengambilan Sertifikat sekaligus


perpisahan hari terakhir kerja praktek

23
BAB 4

PEMBAHASAN

Jalan angkut tambang pada PT. Wijaya Karya Bitumen dari front tambang F

menuju Crusher menempuh jarak ± 750 meter. Geometri jalan angkut tambang

24
di PT Wijaya Karya Bitumen meliputi lebar jalan, tinggi tanjakan atau kemiringan

jalan (grade), kemiringan melintang (Cross Slope), dan drainase serta faktor-faktor

pendukung kelancaran dan keselamatan kerja pada jalan.

Sumber : PT Wika Bitumen

Gambar 4.1 Layout dan Situasi Jalan dari front tambang f ke Crusher

4.1 Lebar Jalan Tambang

Lebar jalan tambang terdiri atas dua macam, yaitu lebar jalan lurus dan lebar
jalan pada tikungan.

a. Lebar Jalan Lurus

25
Gambar 4.2 Pengukuran Lebar Jalan Lurus
Adapun data yang didapatkan pada pengukuran lebar jalan lurus PT. Wika
Bitumen adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Pengukuran Jalan Lurus

No. Segmen Elevasi (dpl) Jarak (m) Lebar (m) Keterangan


1. A-B 170.696 100 8.10 1 Jalur
174.307
2. B-C 174.307 100 7.50 1 Jalur
176.774
3. C-D 176.774 100 6.90 1 Jalur
170.814
4. D-E 170.814 100 7.20 1 Jalur
170.824
5. E-F 170.824 100 7.85 1 Jalur
178.247
6. F-G 178.247 100 6.00 1 Jalur
184.278
7. G-H 184.278 100 8.20 1 Jalur
188.049

26
b. Lebar Jalan Pada tikungan

Gambar 4.3 Pengukuran Jalan pada Tikungan

Adapun data yang didapatkan pada pengukuran lebar jalan pada tikungan
di PT Wika Bitumen Padang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Data Pengukuran Jalan pada Tikungan

No. Segmen Elevasi Beda Tinggi Jarak Lebar Sudut


(dpl) (m) (m) (m) Tikungan (o)
1. A-B 170.696 3.611 100 9.20 128
174.307
2. C-D 176.774 5.96 100 9.64 140
170.814
3. E-F 170.824 7.423 100 8.93 132
178.247
4. G-H 184.278 3.771 100 9.86 122
188.049

27
4.2 Kemiringan Jalan Angkut (Grade)

Gambar 4.4 Pengukuran kemiringan Jalan Angkut (Grade)


Adapun hasil pengukuran kemiringan jalan tambang (grade) PT Wika
Bitumen adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Data Pengukuran Kemiringan Jalan (Grade)

No. Segmen Elevasi Beda Tinggi Jarak (m) Lebar Grade


(dpl) (m) (m) (%)
1. A-B 170.696 3.611 100 8.10 3.611
174.307
2. B-C 174.307 2.467 100 7.50 2.467
176.774
3. C-D 176.774 5.96 100 6.90 5.96

28
170.814
4. D-E 170.814 0.01 100 7.20 0.01
170.824
5. E-F 170.824 7.423 100 7.85 7.423
178.247
6. F-G 178.247 6.031 100 6.00 6.031
184.278
7. G-H 184.278 3.711 100 8.20 3.711
188.049

4.3 Kemiringan Melintang Jalan (Cross Slope)

Gambar 4.5 Pengukuran Cross Slope


Berdasarkan pengukuran di lapangan maka didapatkan data cross slope jalan
angkut PT Wijaya Karya Bitumen sebagai berikut:

Tabel 4.4 Data Pengukura Cross Slope

No. Segmen Elevasi Beda Jarak Lebar (m) Cross slope


(dpl) Tinggi (m) (m)
(m)
1. A-B 170.696 3.611 100 8.10 Tidak jelas

29
174.307
2. B-C 174.307 2.467 100 7.50 Tidak jelas
176.774
3. C-D 176.774 5.96 100 6.90 Tidak jelas
170.814
4. D-E 170.814 0.01 100 7.20 Tidak jelas
170.824
5. E-F 170.824 7.423 100 7.85 Tidak jelas
178.247
6. F-G 178.247 6.031 100 6.00 Tidak jelas
184.278
7. G-H 184.278 3.711 100 8.20 Tidak jelas
188.049

4.4 Drainase

Berdasarkan pengukuran di lapangan maka didapatkan data drainase jalan


angkut PT Wijaya Karya Bitumen sebagai berikut:
Tabel 4.5 Data Pengukuran Drainase
No. Segmen Elevasi Beda Jarak Lebar Drainase (m)
(dpl) Tinggi (m) (m) Lebar Dalam
(m)
1. A-B 170.696 3.611 100 8.10 1.2 1
174.307
2. B-C 174.307 2.467 100 7.50 1 1
176.774
3. C-D 176.774 5.96 100 6.90 1,4 0.9
170.814
4. D-E 170.814 0.01 100 7.20 1 1.2
170.824
5. E-F 170.824 7.423 100 7.85 1.2 1
178.247
6. F-G 178.247 6.031 100 6.00 1 0.9
184.278
7. G-H 184.278 3.711 100 8.20 1.2 1
188.049

30
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

31
1. Geometri jalan angkut PT Wijaya Karya Bitumen pada Front tambang F
menuju Crusher meliputi lebar jalan lurus, lebar jalan tikungan,
kemiringan jalan (Grade), dan Drainase
2. Pada jalan angkut tambang PT. Wijaya Karya Bitumen belum terdapat
cross slope sehingga dapat memungkinkan terjadinya genangan air pada
badan jalan dan dapat menyebabkan jalan licin.
5.2 Saran
1. Perawatan jalan tambang harus dilakukan secara berkala, perawatan
ini dapat berupa pemadatan jalan, penambahan lapisan permukaan
jalan, pembersihan runtuhan lereng, serta penyiraman pada saat jalan
kering dan berdebu. Serta memperhatikan bagian sisi luar jalan berupa
safety berms untuk melindungi aktivitas pengangkutan dan trench yang
berfungsi sebagai pengairan genangan air.
2. Perlunya dilakukan perawatan jalan pada permukaan jalan, sebab
kondisi jalan yang ada saat ini tidak rata dan bergelombang sehingga
mengakibatkan rendahnya kecepatan alat angkut.
3. Cross Slope sangat perlu diperhatikan, karena saat hujan cross slope
akan mengalirkan air ke drainase dan sebaiknya dibersihkan
menggunakan Excavator PC200 dengan demikian badan jalan akan
terbebas dari lubang dan genangan air.

32
DAFTAR PUSATAKA

Adisoma, Gatut S. 1998. Peralatan dan Tenaga Kerja Tambang. Direktorat


Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi.

Arif, Irwandy dkk.1998. Manajemen Proyek Dan Manajemen Peralatan.


Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan
Energi : Bandung.

............ Ensiklopedi Pertambangan Edisi 3. Puslitbang Teknologi Mineral.

Martakim, Soeharsono. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar


Kota. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga :
Jakarta.

Nurhakim. 2004. Kuliah Lapangan II (Produktifitas Alat Mekanis). Program


Studi Teknik Pertambangan : Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru.

Nurhakim. 2004/2005. Tambang Terbuka (Rancangan dan Perencanaan


Tambang). Program Studi Teknik Pertambangan : Universitas
LambungMangkurat Banjarbaru.

Prodjosumarto, Partanto dkk. 1998. Cara Menghitung Produksi Dan


Ongkos Produksi. Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi
Mineral : ITB.

Rochmanhadi. 1982. Alat-Alat Berat Dan Penggunaannya. Departemen


Pekerjaan Umum Badan Penerbit Umum : Semarang.

Rochmanhadi. 1984. Perhitungan Biaya Pelaksanaan Pekerjaan Dengan


Menggunakan Alat Berat. Departemen Pekerjaan Umum Badan Penerbit
Umum : Semarang.

Suwandhi, Awang, 2004. Perencanaan Jalan Tambang. Diklat Perencanaan


Tambang Terbuka. Unisba

33
Lampiran

1. Gambar Penampang jalan pada tikungan A-B

2. Gambar penampang jalan pada tikungan C-D

3. Gambar penampang jalan pada tikungan E-F

4. Gambar penampang jalan pada tikungan G-H

34
35

Anda mungkin juga menyukai