Anda di halaman 1dari 19

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Iman

itu memiliki tujuh puluh cabang (riwayat lain tujuh puluh


tujuh cabang) dan yang paling utama ialah Laa ilaaha illa
Allah, dan yang terendah ialah mebuang duri dari jalan.
Dan malu juga merupakan salah satu cabang iman.”
(Ashhabus Sittah).

Banyak ahli hadits yang menulis risalah mengenai


cabang iman di antaranya ialah : Abu Abdillah Halimi
rah a dalam Fawaidul Minhaj, Imam Baihaqi rah a dalam
Syu’bul Iman, Syaikh Abdul Jalil rah a dalam Syu’bul
Iman, Ishaq bin Qurthubi rah a dalam An Nashaih, dan
Imam Abu Hatim rah a dalam Washful Iman wa
Syu’buhu.

Para pensyarah kitab Bukhari rah a menjelaskan serta


mengumpulkan ringkasan masalah ini dalam kitab-kitab
tersebut. Walhasil pada hakikatnya iman yang sempurna
itu mempunyai 3 (tiga) bagian :

1. Tashdiq bil Qalbi, yaitu meyakini dengan


hati,
2. Iqrar bil Lisan, mengucapkan dengan
lisan, dan
3. Amal bil Arkan, mengamalkan dengan
anggota badan.

Cabang iman terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu


yang berhubungan dengan :

1) Niat, aqidah, dan amalan hati;

2) Lidah; dan

3) Seluruh anggota tubuh.

1. Yang Berhubungan dengan Niat,


Aqidah, dan Hati

1) Beriman kepada Allah, kepada Dzat-Nya, dan


segala sifat-Nya, meyakini bahwa Allah adalah Maha
Suci, Esa, dan tiada bandingan serta perumpamaannya.

2) Selain Allah semuanya adalah ciptaan-Nya. Dialah


yang Esa.

3) Beriman kepada para malaikat.

4) Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah


kepada para Rasul-Nya.

5) Beriman kepada para Rasul.

6) Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk,


bahwa semua itu dating dari Allah.

7) Beriman kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan


pertanyaan di dalam kubur, kehidupan setelah mati,
hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat.

8) Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah


semua mukmin akan memasukinya.

9) Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih


untuk selamanya.

10) Mencintai ALLAH

11) Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah


termasuk mencintai para sahabat, khususnya Muhajirin
dan Anshar, juga keluarga Nabi Muhammad saw dan
keturunannya.

12) Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang


memuliakan beliau, bershalawat atasnya, dan mengikuti
sunnahnya.

13) Ikhlash, tidak riya dalam beramal dan menjauhi


nifaq.

14) Bertaubat, menyesali dosa-dosanya dalam hati


disertai janji tidak akan mengulanginya lagi.

15) Takut kepada Allah.

16) Selalu mengharap Rahmat Allah.

17) Tidak berputus asa dari Rahmat Allah.


18) Syukur.

19) Menunaikan amanah.

20) Sabar.

21) Tawadhu dan menghormati yang lebih tua.

22) Kasih saying, termasuk mencintai anak-anak kecil.

23) Menerima dan ridha dengan apa yang telah


ditakdirkan.

24) Tawakkal.

25) Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan


diri, termasuk menundukkan hawa nafsu.

26) Tidak dengki dan iri hati.

27) Rasa malu.

28) Tidak menjadi pemarah.

29) Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan


tidak merencanakan keburukan atau maker kepada
siapapun.

30) Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk


cinta harta dan pangkat.

2. Yang Berhubungan dengan Lidah

31) Membaca kalimat Thayyibah.

32) Membaca Al Quran yang suci.

33) Menuntut ilmu.

34) Mengajarkan ilmu.

35) Berdoa.

36) Dzikrullah, termasuk istighfar.


37) Menghindari bicara sia-sia.

3. Yang berhubungan dengan Anggota Tubuh

38) Bersuci. Termasuk kesucian badan, pakaian, dan


tempat tinggal.

39) Menjaga shalat. Termasuk shalat fardhu, sunnah,


dan qadha’.

40) Bersedekah. Termasuk zakat fitrah, zakat harta,


member makan, memuliakan tamu, serta membebaskan
hamba sahaya.

41) Berpuasa, wajib maupun sunnah.

42) Haji, fardhu maupun sunnah.

43) Beriktikaf, termasuk mencari lailatul qadar di


dalamnya.

44) Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk


berhijrah sementara waktu.

45) Menyempurnakan nazar.

46) Menyempurnakan sumpah.

47) Menyempurnakan kifarah.

48) Menutup aurat ketika shalat dan di luar shalat.

49) Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan


korban yang akan disembelih dan menjaganya dengan
baik.

50) Mengurus jenazah.

51) Menunaikan utang.

52) Meluruskan mu’amalah dan meninggalkan riba.

53) Bersaksi benar dan jujur, tidak menutupi kebenaran.

54) Menikah untuk menghindari perbuatan keji dan


haram.

55) Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta


menunaikan hak hamba sahaya.

56) Berbakti dan menunaikan hak orang tua.

57) Mendidikan anak-anak dengan tarbiyah yang baik.

58) Menjaga silaturrahmi.

59) Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam


agama.

60) Menegakkan pemerintahan yang adil

61) Mendukung jemaah yang bergerak di dalam


kebenaran.

62) Mentaati hakim (pemerintah) dengan syarat tidak


melanggar syariat.

63) Memperbaiki mu’amalah dengan sesama.

64) Membantu orang lain dalam kebaikan.

65) Amar makruh Nahi Mungkar.

66) Menegakkan hukum Islam.

67) Berjihad, termasuk menjaga perbatasan.

68) Menunaikan amanah, termasuk mengeluarkan 1/5


harta rampasan perang.

69) Memberi dan membayar utang.

70) Memberikan hak tetangga dan memuliakannya.

71) Mencari harta dengan cara yang halal.

72) Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk


menghindari sifat boros dan kikir.

73) Memberi dan menjawab salam.


74) Mendoakan orang yang bersin.

75) Menghindari perbuatan yang merugikan dan


menyusahkan orang lain.

76) Menghindari permainan dan senda gurau.

77) Menjauhkan benda-benda yang mengganggu di


jalan.

Sumber: http://imanyakin.wordpress.com
Ibarat sebuah pohon, iman itu memiliki cabang-cabang. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah saw

bersabda: “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi

adalah perkataan 'La ilaha illallah' (tauhid), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri
(gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman." [HR. Bukhari, Muslim]

Diantara yang bisa kita pahami dari hadits tersebut adalah, bahwasanya cabang-cabang iman itu amat

banyak. Angka-angka dalam hadits tersebut bisa kita pahami - tentu saja - secara literal, namun bisa

juga kita pahami dengan makna "banyak". Wallahu a'lam. Hal lain yang bisa kita pahami dari hadits

diatas adalah, bahwa cabang-cabang iman itu bertingkat-tingkat. Ada yang tinggi dan ada yang
rendah.

Imam Al-Baihaqi, salah seorang terkemuka, mendaftar 77 cabang iman. Anda tinggal mencocokkan

apakah semuanya ada dalam diri Anda. Ataukah masih banyak yang belum melekat pada diri
Anda. Mari kita lihat apa sajakah ketujuh puluh tujuh cabang tersebut.

1. Iman kepada Allah Azza wa Jalla


2. Iman kepada para rasul Allah seluruhnya
3. Iman kepada para malaikat
4. Iman kepada Al-Qur’an dan segenap kitab suci yang telah diturunkan sebelumnya
5. Iman bahwa qadar – yang baik ataupun yang buruk – adalah berasal dari Allah
6. Iman kepada Hari Akhir
7. Iman kepada Hari Berbangkit sesudah mati
8. Iman kepada Hari Dikumpulkannya Manusia sesudah mereka dibangkitkan dari kubur
9. Iman bahwa tempat kembalinya mukmin adalah Surga, dan bahwa tempat kembali orang kafir
adalah Neraka
10. Iman kepada wajibnya mencintai Allah
11. Iman kepada wajibnya takut kepada Allah
12. Iman kepada wajibnya berharap kepada Allah
13. Iman kepada wajibnya tawakkal kepada Allah
14. Iman kepada wajibnya mencintai Nabi saw
15. Iman kepada wajibnya mengagungkan dan memuliakan Nabi saw
16. Cinta kepada din, sehingga ia lebih suka terbebas dari Neraka daripada kafir
17. Menuntut ilmu, yakni ilmu syar’i
18. Menyebarkan ilmu, berdasarkan firman Allah : “Agar engkau menjelaskannya kepada manusia
dan tidak menyembunyikannya”
19. Mengagungkan Al-Qur’an, dengan cara mempelajari dan mengajarkannya, menjaga hukum-
hukumnya, mengetahui halal haramnya, memuliakan para ahli dan huffazh-nya, serta takut
pada ancaman-ancamannya
20. Thaharah
21. Sholat lima waktu
22. Zakat
23. Puasa
24. I’tikaf
25. Haji
26. Jihad
27. Menyusun kekuatan fii sabilillah
28. Tegar di hadapan musuh, tidak lari dari medan peperangan
29. Menunaikan khumus
30. Membebaskan budak dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
31. Menunaikan kaffarat wajib : kaffarat pembunuhan, kaffarat zhihar, kaffarat sumpah, kaffarat
bersetubuh di bulan Ramadhan ; demikian pula fidyah
32. Menepati akad
33. Mensyukuri nikmat Allah
34. Menjaga lisan
35. Menunaikan amanah
36. Tidak melakukan pembunuhan dan kejahatan terhadap jiwa manusia
37. Menjaga kemaluan dan kehormatan diri
38. Menjaga diri dari mengambil harta orang lain secara bathil
39. Menjauhi makanan dan minuman yang haram, serta bersikap wara’ dalam masalah tersebut
40. Menjauhi pakaian, perhiasan, dan perabotan yang diharamkan oleh Allah
41. Menjauhi permainan dan hal-hal sia-sia yang bertentangan dengan syariat Islam
42. Sederhana dalam penghidupan (nafkah) dan menjauhi harta yang tidak halal
43. Tidak benci, iri, dan dengki
44. Tidak menyakiti atau mengganggu manusia
45. Ikhlas dalam beramal karena Allah semata, dan tidak riya’
46. Senang dan bahagia dengan kebaikan, sedih dan menyesal dengan keburukan
47. Segera bertaubat ketika berbuat dosa
48. Berkurban : hadyu, idul adh-ha, aqiqah
49. Menaati ulul amri
50. Berpegang teguh pada jamaah
51. Menghukumi diantara manusia dengan adil
52. Amar ma’ruf nahi munkar
53. Tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa
54. Malu
55. Berbakti kepada kedua orang tua
56. Menyambung kekerabatan (silaturrahim)
57. Berakhlaq mulia
58. Berlaku ihsan kepada para budak
59. Budak yang menunaikan kewajibannya terhadap majikannya
60. Menunaikan kewajiban terhadap anak dan isteri
61. Mendekatkan diri kepada ahli din, mencintai mereka, dan menyebarkan salam diantara
mereka
62. Menjawab salam
63. Mengunjungi orang yang sakit
64. Mensholati mayit yang beragama Islam
65. Mendoakan orang yang bersin
66. Menjauhkan diri dari orang-orang kafir dan para pembuat kerusakan, serta bersikap tegas
terhadap mereka
67. Memuliakan tetangga
68. Memuliakan tamu
69. Menutupi kesalahan (dosa) orang lain
70. Sabar terhadap musibah ataupun kelezatan dan kesenangan
71. Zuhud dan tidak panjang angan-angan
72. Ghirah dan Kelemahlembutan
73. Berpaling dari perkara yang sia-sia
74. Berbuat yang terbaik
75. Menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua
76. Mendamaikan yang bersengketa
77. Mencintai sesuatu untuk saudaranya sebagaimana ia juga mencintainya untuk dirinya sendiri,
dan membenci sesuatu untuk saudaranya sebagaimana ia juga membencinya untuk dirinya
sendiri

http://menaraislam.com/content/view/23/27/
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh cabang (riwayat lain
tujuh puluh tujuh cabang) dan yang paling utama ialah Laa ilaaha illa Allah, dan yang terendah ialah
mebuang duri dari jalan. Dan malu juga merupakan salah satu cabang iman.” (Ashhabus Sittah).

Banyak ahli hadits yang menulis risalah mengenai cabang iman di antaranya ialah : Abu Abdillah
Halimi rah a dalam Fawaidul Minhaj, Imam Baihaqi rah a dalam Syu’bul Iman, Syaikh Abdul Jalil rah
a dalam Syu’bul Iman, Ishaq bin Qurthubi rah a dalam An Nashaih, dan Imam Abu Hatim rah a
dalam Washful Iman wa Syu’buhu.

Para pensyarah kitab Bukhari rah a menjelaskan serta mengumpulkan ringkasan masalah ini dalam
kitab-kitab tersebut. Walhasil pada hakikatnya iman yang sempurna itu mempunyai 3 (tiga) bagian :

1. Tashdiq bil Qalbi, yaitu meyakini dengan hati,


2. Iqrar bil Lisan, mengucapkan dengan lisan, dan
3. Amal bil Arkan, mengamalkan dengan anggota badan.
Cabang iman terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu yang berhubungan dengan :

1) Niat, aqidah, dan amalan hati;

2) Lidah; dan

3) Seluruh anggota tubuh.

1. Yang Berhubungan dengan Niat, Aqidah, dan Hati


1) Beriman kepada Allah, kepada Dzat-Nya, dan segala sifat-Nya, meyakini bahwa Allah adalah
Maha Suci, Esa, dan tiada bandingan serta perumpamaannya.

2) Selain Allah semuanya adalah ciptaan-Nya. Dialah yang Esa.

3) Beriman kepada para malaikat.

4) Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya.

5) Beriman kepada para Rasul.

6) Beriman kepada takdir yang baik maupun buruk, bahwa semua itu dating dari Allah.

7) Beriman kepada hari Kiamat, termasuk siksa dan pertanyaan di dalam kubur, kehidupan
setelah mati, hisab, penimbangan amal, dan menyeberangi shirat.

8) Meyakini akan adanya Syurga dan Insya Allah semua mukmin akan memasukinya.

9) Meyakini neraka dan siksanya yang sangat pedih untuk selamanya.

10) Mencintai ALLAH


11) Mencintai karena Allah dan membenci karena Allah termasuk mencintai para sahabat,
khususnya Muhajirin dan Anshar, juga keluarga Nabi Muhammad saw dan keturunannya.

12) Mencintai Rasulullah saw, termasuk siapa saja yang memuliakan beliau, bershalawat atasnya,
dan mengikuti sunnahnya.

13) Ikhlash, tidak riya dalam beramal dan menjauhi nifaq.

14) Bertaubat, menyesali dosa-dosanya dalam hati disertai janji tidak akan mengulanginya lagi.

15) Takut kepada Allah.

16) Selalu mengharap Rahmat Allah.

17) Tidak berputus asa dari Rahmat Allah.

18) Syukur.

19) Menunaikan amanah.

20) Sabar.

21) Tawadhu dan menghormati yang lebih tua.

22) Kasih saying, termasuk mencintai anak-anak kecil.

23) Menerima dan ridha dengan apa yang telah ditakdirkan.

24) Tawakkal.

25) Meninggalkan sifat takabbur dan membanggakan diri, termasuk menundukkan hawa nafsu.

26) Tidak dengki dan iri hati.

27) Rasa malu.

28) Tidak menjadi pemarah.

29) Tidak menipu, termasuk tidak berburuk sangka dan tidak merencanakan keburukan atau maker
kepada siapapun.

30) Mengeluarkan segala cinta dunia dari hati, termasuk cinta harta dan pangkat.

2. Yang Berhubungan dengan Lidah


31) Membaca kalimat Thayyibah.

32) Membaca Al Quran yang suci.


33) Menuntut ilmu.

34) Mengajarkan ilmu.

35) Berdoa.

36) Dzikrullah, termasuk istighfar.

37) Menghindari bicara sia-sia.

3. Yang berhubungan dengan Anggota Tubuh


38) Bersuci. Termasuk kesucian badan, pakaian, dan tempat tinggal.

39) Menjaga shalat. Termasuk shalat fardhu, sunnah, dan qadha’.

40) Bersedekah. Termasuk zakat fitrah, zakat harta, member makan, memuliakan tamu, serta
membebaskan hamba sahaya.

41) Berpuasa, wajib maupun sunnah.

42) Haji, fardhu maupun sunnah.

43) Beriktikaf, termasuk mencari lailatul qadar di dalamnya.

44) Menjaga agama dan meninggalkan rumah untuk berhijrah sementara waktu.

45) Menyempurnakan nazar.

46) Menyempurnakan sumpah.

47) Menyempurnakan kifarah.

48) Menutup aurat ketika shalat dan di luar shalat.

49) Berkorban hewan, termasuk memperhatikan hewan korban yang akan disembelih dan
menjaganya dengan baik.

50) Mengurus jenazah.

51) Menunaikan utang.

52) Meluruskan mu’amalah dan meninggalkan riba.

53) Bersaksi benar dan jujur, tidak menutupi kebenaran.

54) Menikah untuk menghindari perbuatan keji dan haram.

55) Menunaikan hak keluarga dan sanak kerabat, serta menunaikan hak hamba sahaya.
56) Berbakti dan menunaikan hak orang tua.

57) Mendidikan anak-anak dengan tarbiyah yang baik.

58) Menjaga silaturrahmi.

59) Taat kepada orang tua atau yang dituakan dalam agama.

60) Menegakkan pemerintahan yang adil

61) Mendukung jemaah yang bergerak di dalam kebenaran.

62) Mentaati hakim (pemerintah) dengan syarat tidak melanggar syariat.

63) Memperbaiki mu’amalah dengan sesama.

64) Membantu orang lain dalam kebaikan.

65) Amar makruh Nahi Mungkar.

66) Menegakkan hukum Islam.

67) Berjihad, termasuk menjaga perbatasan.

68) Menunaikan amanah, termasuk mengeluarkan 1/5 harta rampasan perang.

69) Memberi dan membayar utang.

70) Memberikan hak tetangga dan memuliakannya.

71) Mencari harta dengan cara yang halal.

72) Menyumbangkan harta pada tempatnya, termasuk menghindari sifat boros dan kikir.

73) Memberi dan menjawab salam.

74) Mendoakan orang yang bersin.

75) Menghindari perbuatan yang merugikan dan menyusahkan orang lain.

76) Menghindari permainan dan senda gurau.

77) Menjauhkan benda-benda yang mengganggu di jalan.

http://imanyakin.wordpress.com/2010/01/18/cabang-iman/
Diantara khazanah klasik yang sangat menarik adalah karya-karya yang memaparkan karakter
manusia-manusia unggul. Tentu saja, yang dimaksud disini adalah unggul menurut ukuran dan
kriteria Islam, bukan peradaban industri yang berpijak pada materialisme semata. Salah satu
karya paling komprehensif di bidang ini adalah al-Jami’ li Syu’abi al-Iman, karya al-Hafizh Abu
Bakr Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa al-Khasrujardi al-Baihaqi (lh. 384 H, w. 458 H),
atau kita biasa menyebutnya Imam al-Baihaqi saja. Karya ini merupakan salah satu kutub al-
mutun atau literatur induk di bidang hadits, karena isi kandungannya yang sangat luar biasa dan
seringkali memiliki jalur-jalur periwayatan tersendiri yang berbeda dengan karya lain. Dalam
Ilmu Hadits, perbedaan jalur ini sangat penting, karena bisa dipergunakan untuk memeriksa
otentisitas riwayat melalui metode perbandingan.

Judul kitab ini berarti “Kumpulan Cabang-cabang Iman”, yang didasarkan pada hadits riwayat
Bukhari-Muslim yang menyatakan bahwa iman memiliki cabang lebih dari 60, atau lebih dari
70. Imam al-Baihaqi, berbekal penguasaan beliau terhadap tafsir, hadits, atsar, dan ilmu-ilmu
lainnya, kemudian menelusuri cabang-cabang-cabang tersebut dan mengumpulkannya dalam
sebuah karya besar. Dari penelusuran tersebut, beliau menemukan 77 cabang, yang seluruhnya
didukung oleh ayat-ayat Al-Qur’an, hadits, dan atsar. Ketika menyadari kehebatan karya ini,
Ustadz Muhaimin Iqbal, pemimpin Gerai Dinar, pernah menyebutnnya sebagai “77 Habits :
More Then Just Highly Effective People…” (77 Kebiasaan: Lebih dari Sekedar Orang-orang
yang Sangat Efektif). Beliau merujuk pada buku-buku Steven R. Covey yang berjudul The Seven
Habits of Highly Effective People, dan kemudian dilengkapi oleh The 8th Habits.

Hanya saja, bagi pembaca modern – apalagi kaum awam – karya Imam al-Baihaqi ini memiliki
“kekurangan”, yakni ukurannya yang sangat tebal dan metode penyitiran sanad-nya yang sangat
detil. Sebagai gambaran, salah satu edisi modern kitab ini diterbitkan pada tahun 2003 oleh
Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh, dalam 14 juz (termasuk indeks), dengan ketebalan total diatas
7.820 halaman. Menurut penghitungan para editornya, kitab ini memuat tidak kurang dari 10.752
riwayat, dari berbagai jenis dan tingkatan. Selain itu, betapa sering beliau menyitir tiga atau
empat baris rangkaian isnad, padahal riwayat yang dinukil hanya beberapa kata saja, atau sama
dengan riwayat sebelumnya. Tentu saja, nilai-nilai agung dalam karya ini seperti berada diatas
menara gading, indah namun tidak membumi. Bahkan, hampir bisa dipastikan, sangat sedikit
diantara kita yang memiliki copy naskahnya, apalagi yang telah tuntas menelaahnya.

Kenyataan ini disadari sepenuhnya oleh al-Qadhi Abul Ma’ali ‘Umar bin Sa’duddin Abul Qasim
‘Abdurrahman bin Abu Hafsh ‘Umar bin Ahmad bin Muhammad al-Qazwini asy-Syafi’i (lh. 653
H, w. 699 H). Maka, beliau pun memburu keberadaan naskah asli kitab tersebut, mengambil
bacaannya dari dua jalur, lalu membawanya ke Damaskus. Setelah tuntas mengkaji kitab yang –
pada masa itu – dicatat dalam 6 jilid besar, beliau bertekad meringkasnya, sebab: “…saya
mendapati (cabang-cang iman) itu terpencar-pencar pada seluruh kitab. Beliau tidak
mengumpulkannya terlebih dahulu pada kata pengantar dan tidak pula pada jilid pertama. Beliau
langsung berfokus untuk merinci penjelasan cabang-cabang iman itu, namun beliau
memencarnya di seluruh kitab. Maka, didorong oleh kebutuhan, saya pun mengumpulkannya dan
meringkasnya sebagai pokok-pokok persoalan. Saya mencukupkan diri dengan menyitir satu
ayat dari Kitabullah, atau satu hadits yang paling shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dalam beberapa cabang iman, terkadang saya menambahkan satu atau beberapa ayat;
atau satu hadits; atau beberapa kalimat; satu atau beberapa kisah; satu atau beberapa bait syair;
yang tidak disebutkan oleh Imam al-Baihaqi. Saya telah membaginya menjadi 77 bab.”

Kitab terakhir ini diberi judul Mukhtashar Syu’abul Iman, dan menjadi intisari luar biasa dari
karya lain yang juga luar biasa. Bayangkan, kitab setebal lebih dari 7.820 halaman berhasil
diringkas menjadi 176 halaman saja (sudah termasuk pengantar, indeks, apendiks, dan daftar isi).
Menurut hemat kami, peringkasan ini samasekali tidak menghilangkan tujuan utama
penyusunannya! Salah satu edisi modern dari karya ini diterbitkan oleh Dar Ibnu Katsir,
Damaskus-Beirut, tahun 1985, yang diedit dan di-takhrij oleh Syaikh ‘Abdul Qadir al-Arna’uth.

Tentu saja, kitab Mukhtashar ini tidak lagi memuat deretan-deretan sanad yang panjang, namun
cukup disitir nama Sahabat dan sumber aslinya dari kitab induk hadits tertentu. Syaikh al-
Arna’uth kemudian merujukkan lokasi dari sumber-sumber asli tersebut, dan menyebutkan status
sanad-nya, sehingga nilai ilmiahnya semakin tinggi tanpa harus bertele-tele mengikuti analisis
para Ahli Hadits. Tentu saja, kitab ini sangat cocok bagi kita kaum awam yang terkadang
“merasa tidak punya cukup waktu” untuk meng-upgrade keimanan kita dengan menambah ilmu
dari sumber-sumber terpercaya.

Menurut hemat kami, daripada membaca ulasan karakter manusia unggul yang bersumber dari
penulis-penulis Barat, seribu kali jauh lebih baik kita menelaah karya ini. Ada banyak faidah
sekaligus, seperti mendekatkan dengan Kitabullah, karena di dalamnya banyak disitir ayat-ayat
Al-Qur’an; kemudian mendengarkan wejangan Rasulullah melalui hadits-hadits beliau.
Membaca ayat dan menelaah hadits jelas bernilai ibadah dan mengandung dzikir, sesuatu yang
tidak akan kita dapatkan dari karya-karya berbasis psikologi materialis-sekuler yang seringkali
anti-tuhan, menolak metafisika, dan tidak sedikit pun berbicara tentang akhirat. Karya ini juga
disertai syair, kisah dan kalimat hikmah dari para ulama’ yang mengabdikan hidupnya untuk
Allah, bukan manusia-manusia yang menyembah dunia dan menjadi budak materi.

Mengapa kami menilai karya ini sangat bagus untuk ditelaah? Sebab, selain ukurannya yang
ringkas, maka seperti dinyatakan al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuiddin, bahwa diantara metode
terbaik untuk menguatkan iman adalah membaca Al-Qur’an dan tafsirnya, mendengar hadits dan
maknanya, menunaikan tugas-tugas ibadah, dan bergaul atau mengenal kisah orang-orang shalih.
Kisah dan kata-kata orang yang tidak beriman kepada Allah, apalagi yang memusuhi-Nya, tentu
tidak akan steril dari keyakinan mereka. Bukankah keyakinan yang melatari setiap hati pasti
terefleksikan melalui kata-kata dan tindakan pemiliknya? Nah, kitab ini telah memuat tiga
diantaranya: ayat, hadits, dan kisah.

Sebelum menutup ulasan ringkas ini, kami pikir ada baiknya jika 77 cabang iman tersebut disitir
sekarang, sebagai gambaran ringkas. Siapa tahu, sebagian besar sudah kita laksanakan, sehingga
kita semakin termotivasi untuk menggenapkan cabang-cabang lainnya, dan kemudian diberkahi
menjadi manusia yang berkarakter unggul, dengan izin Allah.

1. Beriman kepada Allah ta’ala

2. Beriman kepada para Rasul Allah ‘alaihim as-salaam

3. Beriman kepada para malaikat Allah

4. Beriman kepada Al-Qur’an dan semua kitab yang terdahulu

5. Beriman kepada qadar (ketentuan) dari Allah, yang baik maupun yang buruk

6. Beriman kepada hari akhir

7. Beriman kepada kebangkitan setelah kematian

8. Beriman bahwa manusia akan dikumpulkan (di mahsyar) setelah mereka dibangkitkan, sampai
mereka dipanggil satu per satu menghadap Allah

9. Beriman bahwa tempat tinggal kaum beriman di akhirat adalah surga, sementara tempat
tinggal kaum kafir adalah neraka

10. Beriman kepada wajibnya mahabbah (mencintai) Allah ta’ala

11. Beriman kepada wajibnya khauf (merasa takut) kepada Allah ta’ala

12. Beriman kepada wajibnya raja’ (berharap) kepada Allah ta’ala

13. Beriman kepada wajibnya tawakkal (bersandar) kepada Allah ta’ala

14. Beriman kepada wajibnya mencintai Nabi shalla-llahu ‘alaihi wa aalihi wasallam

15. Beriman kepada wajibnya mengagungkan, menghormati dan memuliakan Nabi shalla-llahu
‘alaihi wa aalihi wasallam

16. Tidak rela melepas agamanya, sampai tingkatan lebih suka dilemparkan ke dalam api
daripada menjadi kafir

17. Mencari ilmu

18. Menyebarkan ilmu

19. Mengagungkan Al-Qur’an, yakni dengan mempelajari, mengajarkan, memelihara batas-batas


serta hukum yang ditetapkannya, memahami halal-haramnya, menghormati ahli Al-Qur’an dan
para hafizh-nya, menangis tatkala mendengar janji dan ancaman Allah di dalamnya

20. Bersuci
21. Shalat lima waktu

22. Zakat

23. Puasa

24. I’tikaf

25. Hajji

26. Jihad

27. Berjaga di medan perang (ribath) di jalan Allah ta’ala

28. Teguh menghadapi musuh dan tidak melarikan diri (desersi) dari medan perang

29. Bagi yang mendapat ghanimah, menyerahkan seperlima darinya untuk imam dan para
pejabat yang ditunjuk untuk mengumpulkannya

30. Memerdekakan budak semata-mata mengharap wajah Allah ta’ala

31. Menunaikan kaffarat yang wajib bagi yang melanggar hukum jinayat

32. Memenuhi janji

33. Menghitung-hitung nikmat Allah dan mensyukurinya

34. Menjaga lisan dari hal-hal yang tidak ada perlunya

35. Menjaga amanat dan menunaikannya kepada yang berhak

36. Mengharamkan pembunuhan dan tindakan jinayat kepada siapapun

37. Mengharamkan kemaluan dari hal terlarang dan berusaha mejaga kehormatan diri

38. Menahan tangan dari harta (yang bukan haknya)

39. Wajib bersikap wara’ dalam hal makanan, minuman, dan menjauhi hal-hal yang tidak
dihalalkan

40. Tidak mengenakan pakaian atau menggunakan wadah-wadah yang haram atau makruh

41. Mengharamkan permainan dan kegiatan selingan yang bertentangan dengan syari’at

42. Berhemat dalam membelanjakan harta dan mengharamkan makan harta secara batil

43. Meninggalkan dendam dan iri dengki

44. Mengharamkan merusak kehormatan orang lain dan tidak menodainya dengan cara apapun
45. Mengikhlaskan amal semata-mata untuk Allah dan tidak riya’

46. Merasa gembira terhadap kebaikan dan sedih terhadap keburukan

47. Mengobati setiap dosa dengan bertaubat

48. Berkurban, termasuh kurban dalam rangkaian ibadah haji, sembelihan kurban di luar ibadah
haji, dan akikah

49. Menaati perintah

50. Berpegang teguh terhadap apa yang dipegangi oleh jamaah kaum muslimin

51. Menetapkan hukum diantara manusia secara adil

52. Amar ma’ruf nahi munkar

53. Saling menolong dalam kebajikan dan taqwa

54. Malu

55. Berbakti kepada kedua orang tua

56. Menyambung tali persaudaraan (silaturrahim)

57. Berakhlaq yang baik

58. Berbuat ihsan kepada budak, termasuk pembantu

59. Hak seorang majikan atas budaknya

60. Hak anak dan keluarga

61. Bergaul akrab dengan orang yang taat beragama, mencintai mereka, menebarkan salam
kepada mereka, berjabat tangan dengan mereka, dan beragam tindakan lain yang dapat
mempererat jalinan cinta kasih dengan mereka

62. Menjawab salam

63. Mdnjenguk orang sakit

64. Menyalati jenazah sesama muslim

65. Mendoakan orang yang bersin

66. Menjauhi orang-orang kafir dan orang-orang yang suka menebar kerusakan, serta bersikap
keras kepada mereka

67. Memuliakan tetangga


68. Memuliakan tamu

69. Menutupi kesalahan orang-orang yang berdosa

70. Bersabar menghadapi musibah dan segala yang menarik bagi jiwa, yakni kelezatan dan
syahwat

71. Zuhud dan pendek angan-angan

72. Cemburu dan tidak mengizikan pergaulan bebas

73. Berpaling dari hal yang main-main

74. Murah hati dan dermawan

75. Menyayangi yang lebih kecil dan menghormati yang lebih tua

76. Mendamaikan dua orang yang bersengketa

77. Mengharap agar saudaranya sesama muslim memperoleh sesuatu yang dia pun sangat
mengharapkannya untuk dirinya sendiri, juga membenci jika saudaranya mendapat sesuatu yang
ia sangat membencinya jika menimpa dirinya sendiri

Inilah 77 cabang iman yang dipaparkan dalam kitab Mukhtashar Syu’abul Iman. Semoga Allah
membimbing kita untuk mengamalkannya. Amin. Wallahu a’lam.

https://gatot9budi.wordpress.com/2013/03/03/77-cabang-iman-mnt-albaihaqi/

Anda mungkin juga menyukai