Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PROFESI NERS

DEPARTEMEN PEDIATRIK
LAPORAN PENDAHULUAN LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT (AML)

LAPORAN INDIVIDU

Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 7B

Oleh:
SILMA KAMILA
NIM. 0910720085

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
 DEFINISI
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal
dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia
merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal
sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan
transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum
tulang belakang yang normal.
Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.
LMA merupakan jenis leukemia, dimana terjadi proliferasi neoplastik dari sel mieloid
(ditemukannnya sel mieloid: granulosit, monosit imatur yang berlebihan).
 KLASIFIKASI
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi, diferensiasi
dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia.
Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat membantu dalam memberikan
terapi yang terbaik. Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat
oleh French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut
menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut:
1. Mo (Acute Undifferentiated Leukemia)
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML
dengan diferensiasi minimal .
2. M1 (Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi)
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus
AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan
sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula,
dimana tipe 1 dominan di M1 .
3. M2 (Akut Myeloid Leukemia)
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda,
dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang
berjumlah lebih dari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih dari 50 %
dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit .
4. M3 (Acute Promyelocitic Leukemia)
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain
mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran,
kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa
promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini .
5. M4 (Acute Myelomonocytic Leukemia)
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel leukemik
lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan
cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan
maturasi yang berbeda-beda. Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL.
Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih
dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–
pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
6. M5 (Acute Monocytic Leukemia)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas,
promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan
adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi
dan hasil perawatannya cukup baik.
7. M6 (Erythroleukemia)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran
morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa
bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi
yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma. M6 disebut Myelodisplastic
Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6
jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar .
8. M7 (Acute Megakaryocytic Leukemia)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. (Yoshida, 1998; Wetzler
dan Bloomfield, 1998), Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan dalam
sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk
akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20
tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan,
pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang
sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
 ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya
penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah:
 Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di
Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini.
Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi.
Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan
tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia.
 Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida
 Obat–obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,
heksaklorosiklokeksan
 Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat
menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents.
Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan
pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
 Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML maka
kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden leukemia
pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya menderita AML.
 Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
 Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen,
asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan ibu
hamil yang mengkonsumsi alkohol.
 Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-
cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia
adalah retrovirus dan virus leukemia feline.
 Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan
pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas)
pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang
dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.

 PATOFISIOLOGI
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klonklon sel-sel
hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi
bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk hematopoesis pluripoten yang
kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan induk mieloid (non limfoid)
multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T dan sel B, sel induk mieloid akan
berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulositmonosit dan megakariosit. Pada setiap
stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang belum
diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel
muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang.
Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi
organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal
dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami
transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular tetapi defek
kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel. Defek kualitatif dan
kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan
menggantikan sel normal.
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian
dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka
melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil
(kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis, anemia,
gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan
sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel
leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.

 MANIFESTASI KLINIS
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah
yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung
dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Adapun gejala-
gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain:
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata
didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis AML
dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala kelemahan
badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris juga
didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini
timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu
febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi
lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana penderita
mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura dan lain-
lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.

d. Penurunan berat badan


Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat badan
ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat badan
juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang
mengakibatkan terjadi infark tulang. Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada
pemeriksaan fisik pasien AML.\
f. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat karena
adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom
kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angina.
g. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau
limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.
Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang
memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
h. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu, misalnya
leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4). Kelainan
kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan
general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel
leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a dan 50 % M4.
Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang lain.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang LDH : mungkin meningkat
7. Asam urat serum : mungkin meningkat
8. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
9. Copper serum : meningkat Zink serum : menurun
10. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan

 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan kausatif.
Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan menaikkan
kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk meringankan gejala klnis yang
muncul seperti pemberian penurun panas. Yang paling penting adalah terapi kausatif,
dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel leukemik dalam tubuh pasien AML.
Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi.
Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun 1970an. Angka
Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi 43%
sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan dari
transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif.
Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan produksi
sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali dilakukan adalah
menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan, leukositosis dan sindrom tumor
lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh penggunaan antibiotik spektrum luas segera
dan transfusi trombosit sebagai profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya
survival.
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat mengalami
angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak berhasil mengalami
remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan dan separuhnya lagi akan
meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat efek samping pengobatan itu
sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara cytarabine dan daunorubicin. Biasanya
regimen terapi untuk anak digunakan cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan
dengan agen lain seperti etoposide dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling
banyak digunakan untuk terapi AML pada anak adalah daunorubicin. 1 Berbagai
penelitian mengungkapkan bahwa Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, &
Etoposide (ADE) lebih memberikan hasil yang memuaskan daripada regimen
Daunorubisin, Cytosine arabinase & Thioguanine (DAT).

 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada kasus AML, antara lain:
 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan:
o Tidak adekuatnya pertahanan sekunder
o Gangguan kematangan sel darah putih
o Peningkatan jumlah limfosit imatur
o Imunosupresi
o Penekanan sumsum tulang (efek kemoterapi)
 Kekurangan volume cairan tubuh /risiko tinggi, berhubungan dengan:
o Kehilangan berlebihan, mis: muntah, perdarahan
o Penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia
 Nyeri ( akut ) berhubungan dengan:
o Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe, sumsum tulang yang dikmas dengan
sel leukaemia.
o Agen kimia ; pengobatan antileukemia.

DAFTAR PUSTAKA
Fitriani, G P. 2009. Laporan Kasus AML. www.scribd.com. Diakses tanggal 11 September
2013.

Anda mungkin juga menyukai