Anda di halaman 1dari 8

Apakah Einstein Berdoa dan Percaya Tuhan?

http://sains.kompas.com/read/2017/10/23/203124423/apakah-einstein-berdoa-dan-percaya-tuhan

KOMPAS.com - Pernahkah Anda


bertanya tentang bagaimana
spiritualitas dari seorang ilmuwan?

Salah satu ilmuwan yang membuat


dunia penasaran adalah
AlbertEinstein. Ada yang
menganggap bahwa fisikawan besar
itu betul-betul percaya Tuhan.

Einstein lahir dan dibesarkan dalam lingkungan beragama Yahudi. Beberapa orang
yakin ia masih memegang teguh agama tersebut.

Namun, benarkah demikian? Atau, apakah dia sama seperti Hawking?

Apa yang sebenarnya dipercayai oleh Einstein?

Pada Januari 1936, seorang gadis yang masih duduk di sekolah dasar menulis surat
untuk Einstein.

Phyllis, nama gadis itu, bertanya pada Einstein apakah ilmuwan bisa percaya pada
sains dan agama sekaligus.

Surat yang ditulis Phyllis saat kelas sekolah minggu itu, juga mempertanyakan apa
yang ilmuwan doakan.

Beberapa hari kemudian Einstein pun membalas surat dari gadis kelas enam tersebut.

Dalam surat balasannya, Einstein mengatakan ilmuwan percaya bahwa setiap kejadian
terjadi karena hukum alam.
Oleh karena itu, ilmuwan tidak bisa percaya jika peristiwa terjadi karena dipengaruhi
doa atau terwujud secara supranatural.

Meski begitu, ia juga mengakui bahwa pengetahuan ilmuwan tentang kekuatan dunia ini
tidak sempurna. Dengan demikian, orang masih harus bergantung dengan yang
namanya "iman".

Einstein juga menyebutkan orang yang serius mengejar ilmu pengetahuan juga percaya
bahwa beberapa "roh" terwujud dalam hukum alam yang jauh lebih unggul dari
manusia.

Dengan begitu, pengejaran ilmu pengetahuan mengarah pada perasaan religius atau
spiritualitas yang istimewa.

Ia juga menambahkan perasaan religius ini berbeda dengan religiusitas kebanyakan


orang.

Secara eksplisit, dalam surat tersebut Einstein memberikan isyarat bahwa ia penganut
panteisme, yang gagasan utamanya "Tuhan adalah segalanya".

Hal tersebut senada juga sempat ia ekspresikan pada seorang rabbi bernama Herbert
S. Goldstein.

"Aku percaya pada Tuhannya Spinoza, yang mengungkapkan dirinya dalam harmoni
alam semesta, bukan Tuhan yang memperhatikan dirinya sendiri dengan takdir dan
perbuatan manusia," katanya seperti yang dikutip dalam Big Think, Jumat (29/9/2017).

Ia juga mengungkapkan bahwa ia terpesona pada panteisme Spinoza.

Panteisme dapat didefinisikan sebagai keyakinan bahwa semuanya identik dengan


Tuhan. Beberapa orang dengan pandangan ini percaya Tuhan adalah alam semesta,
kosmos, atau segala hal menjadi satu dengan Tuhan.

Namun ada juga yang berpendapat bahwa esensi Ilahi ada dalam segala hal tanpa
menjadi bagian dari Tuhan.
Panteisme Spinoza yang diyakini Einstein sendiri berpendapat bahwa alam semesta ini
identik dengan Tuhan.

Meski menganut panteisme, Einstein tetap mempertahankan tradisi Yahudi tertentu,


walaupun dalam tradisi Yahudi, ia sering dipandang ateis.

Einstein juga lebih senang disebut agnostik dan tidak suka disebut ateis. Ia
menganggap orang-orang yang menyamakan sifat Tuhan dengan perilaku manusia
adalah tindakan naif.

Dengan kata lain, Einstein adalah seorang humanis sekuler. Pandangannya tentang
Tuhan, kehidupan, dan alam semesta lebih rumit dari kebanyakan orang.

Surat Einstein kepada Roosevelt, Kisah Dokumen


yang Mengubah Dunia
http://sains.kompas.com/read/2016/08/02/22133581/surat.einstein.kepada.roosevelt.kisah.dokumen.yang.meng
ubah.dunia

KOMPAS.com - Tanggal 2 Agustus 1939, Albert Einstein menulis surat kepada


Presiden Amerika Serikat saat itu, Franklin D Roosevelt.

Surat yang berisi dorongan untuk meneliti atom itu kemudian berperan besar dalam
mengubah dunia sekaligus kehidupan Einstein.

Penulisan surat yang diawali Einstein dengan "dorongan" untuk menyelamatkan dunia
dari ancaman Jerman yang juga punya perhatian pada riset atom itu pada akhirnya
justru memicu kerusakan besar akibat Amerika Serikat yang mengebom Jepang.

Sejarah surat tersebut diawali dari rangkaian penemuan yang dipublikasikan di jurnal
terkemuka Die Naturwissenschaften dan Naturepada tahun 1939.

Publikasi sejumlah fisikawan di kedua jurnal itu menyita perhatian para ilmuwan karena
mengungkap soal reaksi uranium dan potensinya dalam pembangkitan energi.
Para ilmuwan menyadari, penemuan tersebut bisa menjadi pedang bermata dua.
Reaksi inti berantai dengan uranium bisa membangkitkan listrik efektif tetapi di sisi lain
bisa pula menjadi dasar pengembangan bom atom.

Leo Szilard dan Enrico Fermi, fisikawan terkemuka saat itu, menyadari bahwa sejumlah
ilmuwan Jerman juga meneliti soal atom dan uranium.

Hal itu menjadi perhatian sebab saat itu Jerman berada di bawah kekuasaan Hitler.
Sangat mungkin Jerman mengembangkan bom atom dan menggunakannya untuk
menyerang bangsa lain.

Szilard yang juga rekan Einstein semasa tinggal di Jerman merasa harus mendorong
orang di balik Teori Relativitas itu untuk bertindak.

Einstein diminta mengirim surat ke Presiden Roosevelt. Kala itu, para ilmuwan menilai
bahwa keterlibatan Amerika Serikat pada penelitian nuklir masih sedikit.

Ketika diberitahu tentang potensi pengembangan bom atom dari uranium, Einstein
mengatakan pada Szilard, "Bahkan saya tak memikirkannya."

Setelah berdiskusi, Einstein kemudian menyetujui pengiriman surat pada Roosevelt.


Szilard dan Einstein menyusun naskah surat pada 2 Agustus 1939, tepat 47 tahun yang
lalu.

Surat dikirimkan pada 9 Agustus 1939. Roosevelt membalas dengan berterima kasih
dan menyatakan bahwa dirinya akan menginvestigasi kemungkinan penyalahgunaan
uranium.

Einstein kemudian mengirimkan dua surat lagi pada 7 Maret 1940 dan 25 April 1940.
Rangkaian surat itu kemudian mendasari awal penelitian Amerika Serikat soal bom
atom.

Awalnya, penelitian tak fokus pada pengembangan skala besar bom atom itu sendiri.
Barulah pada tahun 1942, pengembangan dilakukan oleh United States Army Corps of
Engineers atas perintah Roosevelt lewat program "Manhattan Project". Einstein sendiri
tak pernah terlibat langsung proyek itu.

Jerman yang awalnya diwaspadai ternyata gagal mengembangkan bom atom. Justru
Amerika Serikat-lah yang akhirnya berhasil.

Punya pengalaman buruk dengan Jepang atas serangan di Pearl Harbor pada 7
Desember 1941, Amerika Serikat merancang serangan balik.

Amerika Serikat kemudian menjatuhkan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki pada 6
dan 9 Agustus 1945. Serangan yang meluluhlantakkan Jepang itu mengubah peta
kekuatan dunia.

Bagi Indonesia, serangan itulah yang kemudian memicu sejumlah pemuda mendorong
proklamasi kemerdekaan. Jepang sudah kalah.

Menyadari kenyataan tersebut, Einstein sangat menyesal. Dalam wawancaranya


dengan Newsweek pada tahun 1947, Einstein mengatakan, "Kalau saya tahu Jerman
akan gagal mengembangkan bom atom, saya tak akan melakukan apa-apa."

Surat Einstein memberi gambaran akan dua sisi teknologi, memicu perkembangan
sekaligus menghancurkan.

Kini, manusia mengembangkan sejumlah teknologi mulai internet, penyuntingan gen,


kecerdasan artifisial, dan lainnya.

Sungguh pengembangan teknologi perlu dibarengi dengan pengembangan etika dalam


penelitian maupun penggunaannya.

Maaf Albert Einstein, Tuhan Memang "Bermain


Dadu"...
http://sains.kompas.com/read/2015/11/09/19471041/Maaf.Albert.Einstein.Tuhan.Memang.Bermain.Dadu.
KOMPAS.com — Apakah Tuhan bermain dadu? Riset terbaru membuktikannya.
Namun, bermain dadu di sini hanya perumpamaan.

Dalam sebuah eksperimen yang mengagumkan, ilmuwan membuktikan salah satu


klaim fundamental dalam fisika kuantum bahwa benda atau partikel yang terpisah jauh
tetap dapat memengaruhi satu sama lain.

Hasil penelitian itu menggugat salah satu pandangan lama dalam fisika yang disebut
"lokalitas" bahwa sebuah benda atau partikel hanya bisa dipengaruhi oleh sekelilingnya.

Lebih lanjut, riset yang diterbitkan di jurnal Nature pada 21 Oktober 2015 itu juga
menggugat pandangan Albert Einstein bahwa harus ada "spooky action" sehingga dua
partikel yang terpisah jarak bisa saling memengaruhi.

Sederhananya, gugatan ini terkait dengan perkembangan fisika kuantum, cabang fisika
yang mengurus dinamika di tingkat partikel.

Dahulu, pada masa awal perkembangan fisika kuantum, ada pandangan yang
mengatakan bahwa dua obyek yang terpisah jauh bisa saling memengaruhi alias
"entangled".

Ibaratnya, kalau ada elektron yang ada di rumah kita, elektron itu bisa memengaruhi
elektron di ujung semesta sana jika memang ada yang bisa disebut ujung semesta.

"Entanglement" ini terjadi ketika pasangan dua atau beberapa partikel yang terpisah
jarak sehingga partikel-partikel itu tidak bisa dideskripsikan secara independen, tetapi
sebagai satu sistem.

Nah, Einstein tidak suka dengan gagasan itu. Ia mengungkapkan, tak mungkinlah dua
obyek yang terpisah jarak saling memengaruhi. Itu terlalu random, bak Tuhan bermain
dadu.
Banyak ilmuwan berusaha menghapus keraguan Einstein. Sejak tahun 1970-an,
ilmuwan melakukan eksperimen untuk membuktikan adanya "entanglement" antara dua
benda yang terpisah jarak.

Riset terbaru yang dilakukan oleh Ronald Hanson dari Kavli Institute of Nanoscience di
Delft University of Technology di Belanda kali ini adalah yang diklaim paling mampu
membantah Einstein.

Hanson bersama rekannya dari Belanda dan Inggris merancang sebuah eksperimen
bernama "loophole-free Bell test". Nama eksperimen diambil dari nama John Stewart
Bell, ilmuwan yang pada tahun 1970-an membantah pandangan Einstein.

Hanson dan timnya berhasil membuktikan adanya "entanglement", "hubungan" atau


"keterlibatan" antara dua elektron yang dipisahkan sejauh 1,3 kilometer.

Hanson menaruh berlian yang memiliki "jebakan" untuk satu elektron. Lewat
eksperimen, Hanson berhasil membuktikan adanya "entanglement" dengan berbagi
informasi antar-dua elektron.

"Sekarang kami bisa mengonfirmasi adanya spooky action dalam jarak jauh," kata
Hanson seperti dikutip New York Times, 22 Oktober 2015 lalu.

David Kaiser, fisikawan dari Massachusets Institute of Technology (MIT), yang tak
terlibat riset, mengatakan, "Saya pikir ini eksperimen menarik dan cerdas, akan
memacu bidang ini ke depan."

Namun, ia mengatakan, ada kelemahan dalam eksperimen. Pihaknya sendiri akan


melakukan eksperimen yang dibilang lebih ampuh lagi.

Riset membuktikan adanya "entanglement" antar-dua partikel ini mungkin terdengar


mengawang-awang. Namun, pada era digital, hasil riset ini penting.
Hanson mengungkapkan, riset ini adalah awal menuju era internet kuantum.
Komunikasi kuantum atau internet kuantum digerakkan oleh partikel yang saling
"entangled" satu sama lain.

Gunanya antara lain untuk keamanan komunikasi. Bisnis e-commerce, misalnya, saat
ini menghadapi tantangan dalam enkrispsi yang bergantung pada kemampuan faktor
angka. Perkembangan fisika kuantum akan mampu membantu.

Anda mungkin juga menyukai