280 31 PB PDF
280 31 PB PDF
Rahma
Magister Program Studi Kesehatan Masyarakat, Konsentrasi Gizi Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin, Makassar
e-mail : rrara82@gmail.com
Abstrak: Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang menjadi ancaman bagi dunia, terutama pada kalangan
remaja karena prevalensinya yang terus meningkat. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas pada remaja
diantaranya pola makan tinggi energi, faktor genetik, gaya hidup santai dan kurang aktivitas fisik, faktor sosial berupa
status sosial ekonomi, pendapatan keluarga dan faktor lingkungan. Trigliserida sangat erat hubungannya dengan obe-
sitas. Umumnya orang gemuk memiliki kadar trigliserida yang tinggi dalam plasma. Remaja obesitas berisiko tinggi
mengalami obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kelainan
metabolik seperti atherogenesis, resistensi insulin, gangguan trombogenesis, dan karsinogenesis. Konsumsi makanan
yang mengandung lemak jenuh berlebihan mengakibatkan kadar kolesterol dan trigliserida meningkat. Hal ini akan
menimbulkan ancaman dan masalah yang serius, terutama pada penyakit pembuluh darah. Salah satu makanan yang
dapat dikonsumsi oleh remaja sebagai makanan yang sehat dan tinggi serat adalah makanan olahan dari rumput laut.
Rumput laut merupakan makanan yang kaya serat alami dan makanan rendah kalori. Serat bersifat mengenyangkan
dan memperlancar proses metabolisme tubuh, mengurangi trigliserida dan menurunkan kadar gula darah. Hal ini
didukung oleh beberapa hasil penelitaian yang menunjukkan rumput laut mampu menurunkan profil lipid darah dan
menurunkan berat badan pada penderita obesitas. Rumput laut sebagai salah satu sumber hayati laut bila diproses akan
menghasilkan senyawa hidrokoloid yang merupakan produk dasar rumput laut. Senyawa hidrokoloid pada umumnya
dibangun oleh senyawa polisakarida rantai panjang dan bersifat hidrofilik. Serat yang terdapat dalam rumput laut ter-
golong dalam serat larut air. Serat larut dalam air bersifat mudah dicerna. Serat ini menyerupai jeli dalam usus yang
dapat menurunkan kadar total kolesterol darah dan LDL. Sehingga remaja obesitas dengan mengkonsumsi rumput laut
yang kaya serat akan memberikan pengaruh terhadap perbaikan profil lipid dan penurunan berat badan.
Abstract: Obesity is one of the nutritional problems that become a threat to the world, especially in teenagers because
of the prevalence continues to increase. The factors that cause obesity in adolescents include high-energy diet, genetic
factors, sedentary lifestyle and lack of physical activity, the social factors such as the socioeconomic status, household
income and the environmental factors. Triglycerides is closely related to obesity. Generally obese people have high
levels of triglycerides plasma. Obesity in adolescents have high risk became obesity in adult and on the future have
potential risk of cardiovascular diseases, diabetes mellitus, metabolic disorders such as atherogenesis, insulin resis-
tance, impaired thrombogenesis, and carcinogenesis. Consumption of foods containing saturated fats lead to excessive
levels of cholesterol and triglycerides. This will become threat and a serious problem, especially in vascular disease.
One of the foods that can be consumed by teenagers as healthy foods and high fiber is seaweeds. Seaweeds contain
hight fiber and low calorie. Fiber is filling and smooth the body’s metabolic processesing, reducing triglycerides and
blood sugar levels. This is supported by several results which demonstrate seaweeds can reduce blood lipid profiles
and weight loss in obese patients. Seaweeds as a source of marine biological compounds when processed will produce
a hydrocolloid that is the basis of seaweed products. Hydrocolloid compounds are generally built by a long-chain
polysaccharide compounds and hydrophilic. Fiber found in seaweed belong in soluble fiber. Water-soluble fibers are
easily digested. These fibers resemble jelly in the gut that may reduce blood levels of total cholesterol and LDL. So
adolescents obesity with eating seaweeds with hight fiber will give effect to the improvement of the lipid profile and
weight loss.
penelitian Soedibyo tahun 1998 di DKI Jakarta anak akan beresiko tinggi mengalami obesi-
prevalensi obesitas untuk anak usia 6-12 tahun tas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami
adalah sekitar 4%, dan meningkat dengan ber- berbagai penyakit kardiovaskular dan diabetes
tambahnya usia. mellitus, kelainan metabolik seperti athero-
Beberapa survey yang dilakukan secara genesis, resistensi insulin, gangguan trombo-
terpisah di beberapa kota besar menunjukkan genesis, dan karsinogenesis.12,15
bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah
dan remaja cukup tinggi. Pada anak SD preva- Profil Lipid dan Obesitas
lensi obesitas mencapai 9,7% di Yogyakarta
dan 15,8% di Denpasar. Survey obesitas yang Trigliserida sangat erat hubungannya
dilakukan akhir-akhir ini pada anak remaja dengan obesitas. Umumnya orang-orang ge-
siswa/siswi SLTP di Yogyakarta menunjuk- muk mempunyai kadar trigliserida yang tinggi
kan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% dalam plasma. Trigliserida banyak disimpan
remaja di pedesaan mengalami obesitas. Ang- dibalik lipatan kulit. Makin gemuk seseorang,
ka prevalensi obesitas di atas baik pada anak- makin banyak trigliserida yang terdapat dalam
anak maupun remaja dan orang dewasa sudah tubuhnya dan membuat kulit menjadi berlipat-
merupakan tanda peringatan bagi pemerintah lipat. Tidak jarang ditemukan banyak orang
dan masyarakat luas bahwa obesitas dan segala gemuk mempunyai kadar trigliserida plasma
implikasinya sudah merupakan ancaman yang yang normal. Ini membuktikan bahwa pada
serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di obesitas, walaupun trigliserida banyak disim-
kota-kota besar.1,6 Status gizi lebih pada rema- pan di bawah lipatan kulit, tetapi trigliserida
ja jika tidak diupayakan perbaikannya akan dalam darah tidak selamanya tinggi pula. Sim-
mempengaruhi kualitas masyarakat di masa panan trigliserida yang berlebihan itu sewaktu-
mendatang. Gambaran status gizi dan pengeta- waktu potensial sebagai bahan pembentukkan
huan di masa sekarang berdampak besar pada VLDL dan LDL di hati.16-17 Pada wanita, trig-
gambaran status gizi di masa mendatang, se- liserida umumnya lebih rendah dibandingkan
hingga dibutuhkan informasi mengenai gam- dengan pria. Tetapi pada waktu menopause,
baran pengetahuan remaja, khususnya siswa/ trigliserida wanita cenderung meningkat dan
siswi SMA tentang faktor risiko penyebab insiden terjadinya penyakit jantung koroner
obesitas agar faktor risiko tersebut dapat di- pada wanita makin meningkat.
identifikasi sedini mungkin dan ditanggulangi Pengaruh pola konsumsi terhadap profil
dengan baik.13-14 lipid plasma. Konsumsi alkohol, asam lemak
jenuh, karbohidrat, dan jumlah kalori yang
Dampak Obesitas tinggi dapat meningkatkan trigliserida.18 Se-
makin banyak konsumsi makanan berlemak
Dampak obesitas pada anak-anak dan maka semakin besar peluangnya menaikkan
remaja terhadap status kardiovaskuler yaitu kadar kolesterol.7 Meningkatnya kadar tri-
terjadinya peningkatan kadar insulin, trigli- gliserida dapat dipicu oleh konsumsi bahan
serida, LDL-kolesterol, tekanan darah sistolik, makanan yang mengandung karbohidrat dan
dan penurunan kadar HDL-kolesterol. Dampak lemak jenuh yang tinggi seperti daging, men-
obesitas pada diabetes mellitus tipe-2 jarang tega, minyak sawit, minyak kelapa, keju, san-
ditemukan, tetapi hampir semua anak obesitas tan, alkohol, dan sebagainya secara berlebihan.
dengan diabetes mellitus tipe-2 mempunyai Kelebihan trigliserida akan ditimbun dalam ja-
IMT > + 3 SD atau > 99 persentil. Dampak ringan di bawah kulit sebagai cadangan energi.
lain obesitas yaitu obstruktive sleep apnea, Proses pencernaan lemak dari makanan selain
gangguan ortopedik, pseudotumor serebri.6,15 menghasilkan kolesterol juga menghasilkan
Obesitas mempunyai dampak terhadap tum- trigliserida dan lemak bebas. Semua senyawa
buh kembang anak (aspek fisik dan psikoso- lemak ini akan diserap oleh tubuh melalui usus
sial). Dampak jangka panjang obesitas pada ke dalam darah. Keberadaan kolesterol dan
Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 1-8
trigliserida dalam darah memang sangat dibu- tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang
tuhkan oleh tubuh.7,11 Konsumsi makanan yang kuat untuk mengurangi berat badan.14,21
mengandung lemak jenuh berlebihan men-
gakibatkan kadar kolesterol dan trigliserida Faktor Genetik
dapat meningkat. Hal ini akan menimbulkan
ancaman dan masalah yang serius, terutama Kegemukan dapat diturunkan dari
pada penyakit pembuluh darah yang disebut generasi sebelumnya pada generasi berikut-
aterosklerosis. nya di dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya
Kadar trigliserida yang tinggi berpo- seringkali dijumpai orangtua yang gemuk cen-
tensi besar menyebabkan serangan jantung. derung memiliki anak-anak yang gemuk pula.
Tingginya kadar trigliserida mendorong tim- Dalam hal ini nampaknya faktor genetik turut
bulnya serangan jantung dengan mempercepat berperan dalam menentukan jumlah sel lemak
pembentukkan ateroma dan membuat darah dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena
menjadi lebih mudah menggumpal. Tingginya pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka
kadar trigliserida dapat juga disebabkan oleh sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi
gangguan turunan langka terhadap metabolisme ukuran normal, secara langsung akan ditu-
yang menyebabkan trigliserida darah terlalu runkan kepada bayi selama dalam kandungan.
tinggi (> 4 mmol/l). Kadar trigliserida yang Sehingga, bayi yang lahir memiliki sel lemak
tinggi merupakan gejala sekunder suatu faktor tubuh yang relatif sama besar.19,13
penyakit lain seperti diet, kegemukan, diabetes
mellitus, asupan alkohol, dan gout.1,19 Metabo- Faktor Gaya Hidup
lisme lipoprotein kaya trigliserida, kilomikron
dan VLDL berhubungan erat dengan HDL li- Salah satu dampak negatif kemajuan
poprotein berdensitas tinggi sebagai aktivator teknologi adalah terjadinya pergeseran gaya
yang dikirim ke lipoprotein kaya trigliserida. hidup dan dinamis aktif menjadi malas-mala-
Peranan trigliserida terhadap pembentukkan san (sedentary). Kondisi tersebut disebabkan
aterosklerosis masih kontroversi. Trigliserida oleh peran mesin-mesin serba otomatis yang
dapat menyebakan terjadinya aterosklerosis menggantikan hampir semua pekerjaan ma-
karena memiliki hubungan dengan VLDL. nusia. Keadaan tersebut menjadi mendukung
Trigliserida dipengaruhi oleh kenaikan berat tubuh surplus energi artinya nilai kalori dan
badan dan diabetes tidak terkontrol. Konsen- asupan makan besar dibanding nilai kalori un-
trasi trigliserida berhubungan terbalik dengan tuk aktivitas fisik, hal tersebut menyebabkan
HDL dan kadar lipoprotein lipase jaringan adi- terjadinya obesitas.7,13
posa.18,20
Faktor Sosial
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Obesitas pada Remaja Di Negara maju obesitas banyak di
temukan pada golongan ekonomi rendah, se-
Faktor Pola Makan mentara di Negara-negara berkembang banyak
ditemukan pada golongan ekomoni menengah
Orang yang kegemukan lebih responsif ke atas. Hal tersebut dimungkinkan adanya
dibanding dengan orang berberat badan nor- pandangan sosial di Negara berkembang bah-
mal terhadap syarat lapar eksternal, seperti rasa wa ke suksesan dan karier suami dinilai dari
dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. gizi dengan memandang ukuran tubuh istri
Orang yang gemuk cenderung makan bila ia dan anak-anaknya. Beberapa anggapan ma-
merasa ingin makan, bukan makan pada saat syarakat tertentu bahwa gemuk adalah tanda
ia lapar. Pola makan berlebih inilah yang me- kemakmuran.21
nyebabkan seseorang yang gemuk sulit untuk
keluar dari kegemukan jika individu tersebut
Rahma, Rumput Laut Sebagai Bahan Makanan...
energi dalam tubuh sehingga hal ini akan di- 10. Frestedt JL, Kuskowski MA, Zenk JL. A
perhitungkan sebagai bahan makanan yang Natural Seaweed Drived Mineral Supple-
dapat menurunkan berat badan pada penderita ment (Aquamin F) for Knee Osteoarthritis:
obesitas. Disamping berpengaruh pada berat A Randomised, Placebo Controlled Pilot
badan, rumput laut juga menunjukkan penga- Study. Nutrition Journal. 2009: 8(7); 1-8.
ruh terhadap penurunan total kolesetrol, kadar 11. Fuji H, Iwase M, Ohkuma T, Ogata-Kaizu
LDL dan trigliserida. S, Ide H, Kikuchi Y, Idewaki Y, Joudai T,
Hirakawa Y, Uchida K, Sasaki S, Naka-
Daftar Pustaka mura U, Kitazono. Impact of Dietary Fiber
Intake on Glycemic control Cardiovascular
1. Harun I. Obesitas dan HsCRP pada Remaja risk Factor and Chronic Kidney Disease
Mahasisiwa Baru di Universitas Hasanud- in Japanese Patient with Type 2 Diabetes
din. Skripsi). Makassar: Universitas Hasa- Mellitus: The Fukuko Diabetes Registry.
nuddin; 2011. Nutrition Journal. 2013: 12(159);1-8.
2. Departemen Kesehatan Republik Indo- 12. Jensen MG, Kristensen M, Astrup A. Effect
nesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) of Alginate Supplementation on Weight
2007 Nasional. Jakarta: Departemen Kes- Loss in Obese Subjects Completing a 12-
ehatan Republik Indonesia; 2008. wk Energy-Restricted Diet: a Randomized
3. Departemen Kesehatan Republik Indo- Controlled Trial1–3. American Journal
nesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Clinical Nutrition. 2012:96;5-13.
2010 Nasional. Jakarta: Departemen Kes- 13. Murwakidah dan Tri DHl. Faktor yang Ber-
ehatan Republik Indonesia; 2010. hubungan dengan Obesitas pada Remaja.
4. Departemen Kesehatan Republik Indone- Jurnal Kesehatan. 2008: 1(2); 133-140.
sia. Riset Kesehatan Dasar 2011. Jakarta: 14. Putra SK dan Nadhiroh RS. Perbedaan Pola
Departemen Kesehatan Republik Indone- Makan dan Aktivitas Fisik antara Remaja
sia; 2011. Obesitas dan Non Obesitas. Makara Kes-
5. Departemen Kesehatan Republik Indo- ehatan. 2012:16(1);45-50.
nesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 15. Peters HPF, Koppert RJ, Boers HM, Strom
2013 Nasional. Jakarta: Departemen Kes- A, Melnikov SM, Haddeman E, Schuring
ehatan Republik Indonesia; 2013. EAH, Mela DJ, Wiseman SA. Dose-De-
6. Adiwinanto W. Pengaruh Intervensi olah- pendent Suppression of Hunger by A Spe-
raga di Sekolah terhadap Indeks Masa Tu- cific Alginate in A Low Viscosity Drink
buh dan Tingkat Kesegaran Kardiorespirasi Formulation. Obesity Journal. 2011:19(6);
pada Remaja Obesitas. (Thesis). Semarang: 1171-1176.
Universitas Diponegoro; 2008. 16. Odunsi ST, Vazquez-Roque MI, Camil-
7. Handayani. Modifikasi Gaya Hidup dan leri M, Papathanasopoulos A, Clark MM,
Intevensi Farmakologis Dini untuk Pence- Wodrist L. Effect of Alginate on Satitation,
gahan Penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2. Appetite, Castric function and Selected Gut
Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2012: Satiety Hormones in Overweight and Obe-
1(2); 71-78. sity. NIH Public Access: Obesity (Silver:
8. Supriadi C. Suplementasi Tepung Rumput Spring). 2010:18 (8); 1579-1584.
Laut Eucheuma cuttoni pada Pembuatan 17. Yamada K, Tokunaga Y, Ikeda A, Ohkura
Roti Tawar dan Cookies. (Skripsi). Bogor: K, Kaku-Ohkura S, Mamiya S, Lim BO,
Institut Pertanian Bogor; 2004. Tachibana H. Effect of Dietary Fiber on
9. Brownlee L, Andrew F, Anna H, Jenny P. The Lipid Metabolism and Immune Func-
The Potential Health Benefit of Seaweed tion of Aged Sprague-Dawley rats. Biosci,
and Seaweed Extract. Marine Biology: earth Biotechnol, Biochem. 2003: 67(2);429-
Sciences in The 21st Century. Hauppauge. 433.
New York: Nova Science Publisher; 2012. 18. Linder MC. Biokimia: Nutrisi dan me-
Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 1-8
tabolisme. 1992. Tersedia di : http://library. 24. Wilcox MD, Brownlee LA, Richardson JC,
um.ac.id. Dettmar PW, Pearson JP. The Modulation
19. Murakami K, Sasaki S, Takahashi Y, Ueni- of Pancreatic Lipase Activity by Alginates.
shi K, Yamasaki M, Hayabuchi H, Goda T, Food Chemistry. 2014:146; 479-484.
Oka J, Baba K, Ohki K, Kohri T, Muramat- 25. Julyasih S. Tepung Rumput Laut menu-
su K, Furuki M. Hardness (Diffuculty of runkan Kadar LDL (Low Density Lipopro-
Chewing) of The Habitual Diet in Relation tein) Plasma Tikus Wistar Hiperkolesterol-
to Body Mass Index and Waist Circumfer- emia. Jawa Timur: UPN Veteran; 2010.
ence in Free Living Japanese Women Aged 26. Awang AN, Lynn JN, Matanjun P, Sulai-
18-22 Y1-3. American Journal Clinical Nu- man MR, Tan TS, Ooi YBH. Seaweed, Sar-
trition. 2007:86; 206-13. gassum polycystum Using an in Vivo Ani-
20. Julyasih KSM, Wirawan IGP, Widajati W, mal Model. Journal of Applied Physology.
Harijani SW. Aktivitas Antioksidan Bebera- 2014; 26(2); 1043-1048.
pa Jenis Rumput Laut (Seaweed) Komersial 27. Rosen Y. Alaska Seaweed May be Potent
di Bali dan Potensinya dalam Menurunkan Weapon Against Diabetes, Obesity. 2014:
Kadar Kolesetrol Darah. LPPM-UPN Vet- Alaska Dispatch News.
eran Jawa Timur; Universitas Pembangu- 28. Wong KH, Sam SW, Cheung PCK, Ang Jr.
nan Nasional “Veteran”; 2010. PO. Nutr. Res. (1999);19:1519.
21. Sartika D. Faktor Risiko Obesitas pada 29. Carvalho AFU, Portela MCC, Sousa MB,
Anak 3-15 Tahun di Indonesia. Makara Ke- Martins FS, Rocha FC, Farias DF, et al. Bra-
sehatan. 2011:15(1); 37-45. zilian Journal of Biology (2009);69:969.
22. Kementerian Perdagangan Republik Indo- 30. Bocanegra A, Bastida S, Benedí J, Nus M,
nesia. Rumput Laut dan Produk Turunan- Sánchez-Montero JM, Sánchez-Muniz FJ.
nya. Jakarta: Warta Ekspor; 2011. Br. J. Nutr. (2009);102:1728.
23. Wada K, Nakamura K, Tamai Y, Tsuji M, 31. Kim MS, Kim JY, Choi WH, Lee SS. Effects
Sahashi Y, Watabane K, Ohtsuchi S, Yama- of Seaweed Supplementation On Blood
moto K, Ando K, Nagat C. Seaweed Intake Glucose Concentration, Lipid Profile, And
and Blood Pressure Level In Healthy Pre
School Japanese Children. Nutrition Jour-
nal. 2011: 10; 83.
Artikel Penelitian
Abstrak: Letak Minimarket yang dekat dari daerah pemukiman membuat masyarakat cenderung berbelanja ke Mini-
market. Meluasnya Minimarket dikhawatirkan akan menyebabkan obesitas sentral. Penelitian ini bertujuan untuk me-
lihat gambaran pola belanja, aktivitas fisik dan prevalensi obesitas sentral masyarakat di wilayah sekitar Minimarket
kota Makassar. Jenis penelitian menggunakan rancangan EPI (Expended Program on Immunization) Coverage Survey
oleh WHO dengan metode kluster survey dimana dipilih 30 Minimarket sebagai kluster secara random. Total sam-
pel yakni 810 sampel rumah tangga yang dipilih secara random yakni 27 rumah tangga dari tiap kluster. Dari setiap
rumah tangga dipilih 1 orang dewasa berumur ≥ 15 tahun dan memenuhi kriteria sebagai responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pola belanja responden di wilayah sekitar Minimarket kota Makassar untuk pernah berkunjung
ke Minimarket 98,5%, tempat berbelanja di Minimarket 45,1%, dengan frekuensi belanja 2-3 kali sebulan 32,6%,
jenis makanan yang sering dibelanja di Minimarket adalah snack (87,7%). Aktivitas fisik responden sebagian besar
(70,6%) melakukan aktivitas fisik kurang dan kejadian obesitas sentral cenderung tinggi (56,8%). Obesitas sentral
relatif banyak terjadi pada responden dengan aktivitas fisik kurang (61,2%). Kesimpulan, pola belanja masyarakat
yang bermukim di wilayah sekitar Minimarket cenderung memiliki pola belanja di Minimarket, kurang melakukan
aktivitas fisik, cenderung mengalami obesitas sentral.
Abstract: The location of Minimarket is closed with place of the society which is make people more interested for
shopping at the Minimarket. Minimarket expanded are feared of caused central obesity. This study aims to saw the
description of the pattern public expenditure, physical activity and central obesity in the area around the Minimarket
in city of Makassar. Types of research have used the draft EPI (Expended Program on Immunization) Coverage Sur-
vey by the WHO cluster survey method in which selected 30 as the Minimarket cluster at random. The total sample
of 810 sample households are selected at random from the 27 households per cluster. Selected from every household
one adult aged ≥ 15 years old and suitable with the criteria as a respondent. Results of the study have found that the
pattern of expenditure in public who lived near with location of the Minimarket in Makassar city for spending time
to Minimarket (98,5%), place for shopping in Minimarket (45,1%) with frequence 2-3 times per mount (32,6%), and
the highest percentage for type of food is snack (87,7%). Physical activities of respondent have less (70,6%) and
incidences of central obesity have relatively high (56,8%). Central obesity has done with respondent who have low
physical activity (61,2%). At the conclusion, the patterns of expenditure in society lived in the area of the Minimarket
relative have habitual for shooping in the Minimarket, low physical activity, and relative have central obesity.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik terhadap Status Tabel 2. Distribusi Jawaban Responden terhadap
Gizi Responden Di Wilayah Sekitar Mini- Pertanyaan Pola Belanja Di Wilayah Seki-
market tar Minimarket
Jumlah Jumlah
Karakteristik Pertanyaan
n % n %
Jenis Kelamin Kunjungan ke Minimarket
Laki-Laki 121 14,9 Pernah ke minimarket 798 98,5
Perempuan 689 85,1 Tidak pernah ke minimarket 12 1,5
Umur Tempat Berbelanja
15 – 25 tahun 236 29,1 Minimarket 365 45,1
26 – 35 tahun 217 26,8 Pasar tradisional 133 16,4
36 – 45 tahun 171 21,1 Pedagang keliling 73 9,0
46 – 55 tahun 130 16,0 Toko kelontong / Warung 142 17,5
56 – 64 tahun 51 6,3 Pasar modern lainnya 97 12,0
65+ tahun 5 0,6 Frekuensi Belanja
Pekerjaan 1 kali sebulan 173 21,7
Tidak bekerja 24 2,9 2-3 kali sebulan 260 32,6
Pegawai Negeri Sipil 35 4,3 1 kali seminggu 149 18,7
Mahasiswa / Pelajar 132 16,3 2-6 kali seminggu 192 24,1
TNI/ Polri 2 0,2 1 kali sehari 18 2,2
Pegawai Swasta 96 11,8 > 1 kali sehari 6 0,7
Wiraswasta 71 8,7 Kategori Frekuensi Belanja
Ibu Rumah Tangga 421 51,9 Tidak sering 433 54,3
Lainnya 29 3,6 Sering 365 45,7
Pendidikan Jenis Makanan yang Sering
Tidak sekolah 25 3,1 Dibelanja di Minimarket
SD 119 14,7 Makanan ringan (snack) 700 87,7
SMP 149 18,4 Makanan olahan 307 38,5
SMA 378 46,6 Makanan instan 685 85,8
Diploma 33 4,1 Minuman ringan (softdrink) 442 55,4
Sarjana Strata 1 99 12,2 Minuman elektrolit 176 22,1
Sarjana Strata 2 7 0,8 Minuman berkafein 155 19,4
Minuman sari buah 276 34,1
adalah responden berjenis kelamin perempuan Sayur dan buah 37 4,6
yaitu sebanyak 689 responden (85,1%), umur
15-25 tahun sebanyak 236 responden (29,1%), responden dengan aktifitasfisik kurang lebih
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak banyak pada perempuan yaitu 526 responden
421 responden (51,9%), dan tingkat pendidi- (76,3%), umur > 65 tahun yaitu 7 respon-
kan SMA sebanyak 378 responden (46,6%) den (100%), ibu rumah tangga 354 responden
(Tabel 1). (84,1%), dan pendidikan tidak sekolah yaitu
Distribusi pola belanja responden pene- 23 responden (92%).
litian adalah sebanyak 798 responden (98,5%) Hasil analisis variabel pola belanja ter-
pernah ke Minimarket, tempat berbelanja 365 hadap obesitas sentral menunjukkan respon-
responden (45,1%) di Minimarket dengan den yang mengalami obesitas sentral pernah
frekuensi belanja 2-3 kali sebulan dan se- berkunjung ke Minimarket sebanyak 451 re-
banyak 260 responden (32,6%), jenis makanan sponden (98%), tempat berbelanja Minimarket
yang sering dibelanja adalah makanan ringan sebanyak 183 responden (39,8%), frekuensi
(snack) sebanyak 700 responden (87,7%) (Ta- belanja 2-3 kali sebulan sebanyak 155 respon-
bel 2). den (33,7%), jenis makanan yang sering di-
belanja di Minimarket adalah makanan instan
Aktivitas Fisik dan Obesitas Sentral sebanyak 403 responden (87,6%) (Tabel 4).
Tabel 5 menunjukkan jumlah respon-
Pada Tabel 3 menunjukkan aktivitas fisik den yang bertempat tinggal di wilayah sekitar
Yunita dkk, Gambaran Pola Belanja, Aktivitas... 13
yang ditawarkan dan barang yang lengkap jukkan bahwa responden paling banyak berbe-
dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan lanja di Minimarket dengan frekuensi belanja
dengan tempat berbelanja yang lainnya.9 Hasil 2-3 kali sebulan yaitu sebanyak 32,6%.
penelitian ini juga sesuai dengan hasil survey Pertanyaan ketiga mengenai jenis
yang dilakukan oleh Ciputra (2011)10 kepada makanan yang sering dibelanja di Minimar-
masyarakat di wilayah Jabotabek didapatkan ket. Hasil penelitian menunjukkan responden
bahwa sekitar 60% konsumen berbelanja ba- paling sering berbelanja jenis makanan ringan
han makanan di ritel modern sedangkan si- (snack) yakni 87,7%.
sanya 40% berbelanja di pasar tradisional dan
warung terdekat. Aktivitas Fisik dan Obesitas Sentral
Pertanyaan kedua mengenai frekuensi
belanja di Minimarket hasil penelitian menun- Hasil penelitian menunjukkan sebanyak
572 dari 810 responden (70,6%) tergolong
Tabel 5.Distribusi Frekuensi Status Gizi Responden
Di Wilayah Sekitar Minimarket kurang aktivitas fisik. Proporsi ini didukung
dengan hasil Riskesdas Provinsi Sulawesi
Jumlah Selatan tahun 2007 yang menempatkan kota
Status Gizi
n % Makassar sebagai kota yang memiliki jumlah
Tidak Obesitas Sentral 350 43,2 peduduk dengan aktivitas fisik kurang paling
Obesitas Sentral 460 56,8
tinggi yakni 72,9%.7
Yunita dkk, Gambaran Pola Belanja, Aktivitas... 15
Tabel 6. Distribusi Karakteristik terhadap Status Gizi Responden Di Wilayah Sekitar Minimarket
Kategori Status Gizi
Karakteristik Obesitas Sentral Tidak Obesitas Sentral
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 34 28,1 87 71,9
Perempuan 426 61,8 263 38,2
Umur
15 – 24 tahun 67 28,4 169 71,6
25 – 34 tahun 124 57,1 93 42,8
35 – 44 tahun 127 74,3 44 25,7
45 – 54 tahun 94 72,3 36 27,7
55 – 64 tahun 46 90,2 5 9,8
> 65 tahun 2 40 3 60
Pekerjaan
Tidak bekerja 11 45,8 13 54,2
Pegawai Negeri Sipil 19 54,3 16 45,7
Mahasiswa / Pelajar 28 21,2 104 78,8
TNI/ Polri 0 0 2 100
Pegawai Swasta 42 43,7 54 56,2
Wiraswasta 47 66,2 24 33,8
Ibu Rumah Tangga 298 70,8 123 29,2
Lainnya 13 44,8 16 55,2
Pendidikan
Tidak sekolah 17 68 8 32
SD 90 75,6 29 24,4
SMP 78 52,3 71 47,6
SMA 200 53 178 47
Diploma 21 63,6 12 36,4
Sarjana Strata 1 50 50,5 49 49,5
Sarjana Strata 2 4 57 3 42,8
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pria.11 Seorang yang mengalami osteoporosis
sebagian besar responden kurang aktivitas fisik akan cenderung kurang melakukan aktivitas
yang berjenis kelamin perempuan yaitu 76,3%. fisik karena adanya gangguan patofisiologis.
Faktor yang mempengaruhi kurangnya akti- Hasil penelitian ini di dukung oleh hasil Risk-
vitas fisik pada perempuan adalah menstruasi esdas 2007 yang mendapatkan bahwa perem-
dan oesteoporosis. Menstruasi merupakan puan kurang melakukan aktivitas fisik yaitu
salah satu bentuk siklus rutin dalam tubuh 57,2%.7
wanita dan seringkali menjadi faktor penentu Menurut kelompok umur, kurang akti-
kondisi fisiologis maupun psikologis seorang vitas fisik paling tinggi terdapat pada kelom-
wanita terutama berhubungan dengan keter- pok 65 tahun ke atas (100%). Proses menua
libatannya dalam olahraga. Menstruasi dapat adalah suatu proses yang terjadi dalam tubuh,
mempengaruhi aktivitas jasmani wanita dan yang berjalan perlahan tapi pasti. Pada proses
sebaliknya aktivitas jasmani akan mempen- tersebut terjadi penurunan fungsi tubuh baik
garuhi siklus menstruasi wanita. Osteoporosis secara anatomis, fisiologis, maupun biokim-
terjadi lebih cepat pada wanita dibandingkan ia. Pengeroposan tulang dan pengecilan otot
Tabel 7. Distribusi Aktivitas Fisik terhadap Obesitas Sentral Responden Di Wilayah Sekitar Minimarket
Kategori Obesitas Sentral
Total
Aktivitas Fisik Tidak Obesitas Sentral Obesitas Sentral
n % n % n %
Kurang 222 38,8 350 61,2 572 70,6
Cukup 128 53,8 110 46,2 238 29,4
16 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 9-18
merupakan contoh perubahan anatomis, se- menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kela-
dangkan penurunan kapasitas aerobik dan an- min, perempuan lebih banyak mengalami
aerobik serta berkurangnya kelentukan sendi obesitas sentral (61,8%) daripada laki-laki.
merupakan contoh perubahan fisiologis. Pe- Hal ini sesuai dengan hasil Riskesdas 2007 di
rubahan biokomia terlihat pada peningkatan Provinsi Sulawesi Selatan yang menunjukkan
kadar kolesterol, penurunan berbagai enzim bahwa prevalensi obesitas sentral pada perem-
dan zat penghantar saraf.12 puan (26,8% ) lebih tinggi dibanding laki-laki
Aktivitas fisik kurang pada responden (8,3%).7 Prevalensi obesitas pada perempuan
ibu rumah tangga relatif tinggi yaitu 84,1%. cenderung lebih tinggi disebabkan perempuan
Dalam kehidupan masyarakat modern dengan umumnya kurang melakukan aktivitas fisik
dukungan teknologi dan sarana yang mutakh- dibandingkan laki-laki terutama pada saat
ir, dapat menyebabkan menurunnya aktivitas menopause karena terjadi penurunan massa
fisik seperti adanya remote control dan peng- otot dan perubahan status hormon. Penelitian
gunaan alat transportasi dapat menyebabkan ini juga didukung hasil dari Riskesdas (2007)7
aktivitas fisik berkurang.13 Sedangkan pada bahwa hampir separuh penduduk Sulawesi Se-
tingkat pendidikan, kurang aktivitas fisik pada latan kurang melakukan aktivitas fisik, yang
responden yang tidak sekolah yaitu 92,0%. dapat menyebabkan obesitas.
Hasil penelitian menurut tingkat pendidikan Pada kelompok umur, ditemukan lebih
menemukan persentase aktivitas fisik kurang banyak yang obesitas sentral pada umur 56-65
berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan tahun yaitu sebesar 90,2%. Umur merupakan
yakni semakin tinggi tingkat pendidikan maka faktor risiko obesitas sentral yang tidak dapat
aktivitas fisik kurang semakin rendah. diubah. Seiring dengan bertambahnya umur,
Hasil tabulasi silang untuk pola belanja prevalensi obesitas sentral mengalami pening-
dengan status obesitas sentral menunjukkan katan. Prevalensi obesitas sentral ditemukan
obesitas sentral paling banyak pada responden lebih tinggi pada sampel dengan umur lebih
yang pernah ke minimarket (98%) dan tempat tua karena terjadi penurunan massa otot dan
belanja paling sering dikunjungi adalah mini- perubahan beberapa jenis hormon yang me-
market (39,8%). Hal ini menunjukkan bahwa micu penumpukan lemak perut. Hal ini sesuai
obesitas sentral di wilayah sekitar Minimarket dengan penelitian yang dilakukan oleh Sug-
terkait dengan pola belanja ke Minimarket. iarti (2009)14 yang mengatakan bahwa preva-
Hal ini juga tergambar pada frekuensi belanja lensi obesitas sentral lebih tinggi pada kelom-
paling sering di minimarket yaitu frekuensi 2- pok umur 55 tahun atau lebih dan terdapat
3 kali sebulan (33,7%). Jenis makanan yang hubungan positif antara umur dengan kejadian
sering dibelanja di minimarket pada responden obesitas sentral.
yang mengalami obesitas sentral adalah jenis Obesitas sentral lebih banyak pada Ibu
makanan instan (87,6%). Belanja makanan in- rumah tangga sebesar 70,8%. Hasil pene-
stan tinggi di Minimarket karena harga yang litian ini didukung oleh Riskesdas mengenai
lebih murah dan suasana pertokoan yang nya- prevalensi obesitas sentral lebih tinggi pada
man. Ibu rumah tangga (33,4%).7 Data penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa sebagian besar responden
variabel status gizi ditemukan lebih banyak yang merupakan Ibu rumah tangga melakukan
yang mengalami obesitas sentral sebanyak aktivitas fisik yang tidak terlalu berat, misal-
460 (56,8%). Jika dibandingkan dengan hasil nya memasak, mencuci, membersihkan rumah,
survey Riskesdas tahun 2007 terlihat bahwa cuci piring dan hanya sedikit yang melaku-
prevalensi obesitas sentral di kota Makassar kan olahraga atau berjalan kaki. Responden
memang relatif tinggi yaitu 23,8% kasus obe- ibu rumah tangga lebih banyak yang kurang
sitas sentral.7 melakukan aktivitas fisik, sehingga hal ini ber-
Hasil tabulasi silang untuk karakteris- korelasi positif dengan tingginya persentase
tik responden dengan status obesitas sentral obesitas sentral. Aktivitas fisik kurang dapat
Yunita dkk, Gambaran Pola Belanja, Aktivitas... 17
menyebabkan terjadinya obesitas karena ter- Hasil penelitian ini menunjukkan Mini-
jadi penimbunan energi yang telah dikonversi market terkait dengan tingginya prevalensi
menjadi lemak di bawah jaringan adiposa jika obesitas sentral pada masyarakat yang bermu-
berlangsung dalam waktu yang lama. Penim- kim di wilayah sekitar minimarket. Tingginya
bunan energi dalam bentuk jaringan lemak obesitas sentral tersebut dapat dikarenakan
merupakan respon fisiologi tubuh terhadap pola konsumsi yang memang tinggi kalori,
asupan energi yang tinggi dan tidak dibarengi gula, maupun lemak, pola aktivitas yang ren-
dengan pengeluaran energi yang tinggi pula dah, dan rendahnya pengetahuan gizi pada ma-
misalnya dengan aktivitas yang kurang aktif syarakat di wilayah sekitar minimarket terse-
(sedentary life stile). but.
Pada tingkat pendidikan, obesitas sentral
lebih banyak pada responden dengan tingkat KESIMPULAN DAN SARAN
pendidikan Sekolah Dasar sebesar 75,6%.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu fak- Pola belanja masyarakat di wilayah
tor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sekitar Minimarket kota Makassar untuk per-
makanan yang dikonsumsi. Tingkat pendidi- nah berkunjung ke Minimarket 98,5%, tem-
kan yang lebih tinggi memiliki pengetahuan pat berbelanja di Minimarket 45,1%, dengan
dan informasi tentang kesehatan khususnya frekuensi belanja 2-3 kali sebulan 32,6%, je-
konsumsi makanan menjadi lebih baik. Hal nis makanan yang sering dibelanja di Mini-
tersebut ditunjukkan pada penelitian ini beru- market adalah snack (87,7%). Aktivitas fisik
pa semakin tinggi tingkat pendidikan maka masyarakat di wilayah sekitar Minimarket
semakin rendah prevalensi obesitas sentral. kota Makassar sebagian besar (70,6%) akti-
Masalah gizi dapat dikarenakan ketidaktahuan vitas fisik kurang dan kejadian obesitas sentral
responden dan kurangnya informasi mengenai cenderung tinggi (56,8%). Persentase obesitas
gizi. Hal ini dikarenakan rendahnya pengeta- sentral relatif tinggi pada responden dengan
huan tentang pola makan yang seimbang serta aktivitas fisik kurang (61,2%).
karena tingkat pendidikan yang rendah me- Disarankan perlu penelitian lebih lanjut
nyebabkan kesempatan untuk mendapatkan mengenai pola belanja pada masyarakat yang
pekerjaan kecil, sehingga hal ini berhubungan bermukim pada daerah bukan sekitar wilayah
langsung dengan aktivitas. Hasil penelitian Minimarket sebagai bahan perbandingan dari
ini sejalan dengan hasil penelitian Sugianti hasil penelitian. Kepada masyarakat untuk
(2009)14 yang menemukan prevalensi obesitas lebih aktif dalam melakukan aktivitas fisik
sentral lebih banyak pada tingkat pendidikan agar dapat meminimalisir angka kejadian obe-
Sekolah Dasar (10,9%). sitas sentral dan penyakit gereratif.
Berdasarkan hasil penelitian ini menun-
jukkan bahwa masyarakat yang bermukim di DAFTAR PUSTAKA
sekitar wilayah Minimarket cenderung memi-
liki aktivitas fisik yang rendah, sehingga hal 1. Pradono J, Felly S, Soemantri S. Tran-
ini berpengaruh terhadap kejadian obesitas sisi Kesehatan di Indonesia (Kajian Data
sentral yakni sebesar 61,2% responden yang Surkesnas). Jurnal Ekologi Kesehatan.
obesitas sentral kurang melakukan aktivitas 2005; 4(3): 336-50.
fisik. Gaya hidup berpengaruh terhadap kon- 2. Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan
disi fisik maupun psikis seseorang. Perubahan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Ke-
gaya hidup dan rendahnya perilaku hidup sehat sehatan RI. 2009
dapat menimbulkan berbagai masalah kesehat- 3. Departemen Kesehatan. Indikator Perilaku
an termasuk obesitas. Gaya hidup berpengaruh Sehat Skala Nasional. Jakarta: Pusat Pro-
pada bentuk perilaku atau kebiasaan seseorang mosi Kesehatan Departemen Kesehatan
dalam merespon kasehatan fisik dan psikis, RI. 2002.
lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi.15 4. Departemen Kesehatan Republik Indone-
18 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 9-18
Abstrak: Hipertensi saat ini menjadi masalah global dengan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian)
yang tinggi dan merupakan pola penyebab kematian semua umur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
pola konsumsi makanan sumber lemak dan stress dengan kejadian hipertensi di Kelurahan Bila Kecamatan Lalabata
Kabupaten Soppeng. Jenis Penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan rancangan cross sectional study.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 106 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dan data primer. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan uji cji-square dan fisher exact. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pola
konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi dengan nilai p = 0,464, tidak terdapat hubungan antara asupan lemak
dengan kejadian hipertensi dengan nilai p = 0,389, namun terdapat hubungan antara stress dengan kejadian hipertensi
dengan nilai p = 0,001. Disarankan kepada masyarakat di Kelurahan Bila Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng
agar lebih memperhatikan pola makannya dan memperbanyak refreshing, ibadah ataupun kegiatan lain yang lebih
bermanfaat dan menghibur sehingga bisa terhindar dari berbagai macam penyakit khususnya hipertensi.
Abstract: The hypertension is a global problem which caused of morbidity (illness) and mortality (death) is high
and represents the pattern of death caused for most of people. This study aims to determine the correlation of food
consumption patterns of fat source with incidence of hypertension in Bila Village, Lalabata subdistrict, Soppeng
regency. The type of study had used analytical survey with cross sectional study design. Sampling was conducted
using purposive sampling technique with a sample of 106 people. The data collecting was conducted by primary and
secondary data collection. Data analysis was performed by using chi-square and fisher tests. The results of the study
showed that there were no correlation between the patterns of fat consumption with incidence of hypertension with
the p value = 0,464, there were no correlation of nutrient fat intake with incidence of hypertension with the p value
= 0.389, but there were correlation between stress with incidence of with the p value = 0,001. The suggestion of the
society in Bila Village, Lalabata subdistrict, Soppeng regency should pay attention for their diet and increase refresh-
ing, worship or other activities that are more useful and entertaining which it can avoid the various diseases, especially
hypertension.
penelitian survey analitik dengan rancangan Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Karak-
cross sectional study yaitu untuk mengetahui teristik Di Kelurahan Bila Kecamatan Lala-
bata Kabupaten Soppeng
hubungan pengetahuan dan pola konsumsi
Jumlah
makanan sumber natrium dengan kejadian Karakteristik
n = 106 %
hipertensi. Kriteria penilaian pengetahuan an-
Kejadian Hipertensi
tara lain cukup dan kurang. Sedangkan krite- Ya 77 72,6
ria penilaian asupan lemak dan pola konsumsi Tidak 29 27,4
lemak dikategorikan antara lain cukup dan Jenis Kelamin
kurang. Penelitian dilakukan selama 14 hari. Laki-laki 34 32,1
Variabel penelitian ini adalah pola konsumsi Perempuan 72 67,9
Umur
makanan sumber lemak dan strees dengan ke- 40-49 tahun 44 41,50
jadian hipertensi di Kelurahan Bila Kecamatan 50-59 tahun 40 37,7
Lalabata Kabupaten Soppeng. 60-69 tahun 13 12,3
70-79 tahun 7 6,6
Populasi dan Sampel ≥ 80 tahun 2 1,9
Jenis Pekerjaan
PNS 39 36,8
Populasi dalam penelitian ini adalah Wiraswasta 5 4,7
masyarakat yang berumur ≥ 40 tahun di Ke- IRT 43 40,6
lurahan Bila Kecamatan Lalabata Kabupaten Pensiunan 8 7,5
Soppeng. Sampel dalam penelitian ini adalah Lainnya 11 10,4
Pendidikan
semua populasi yang memenuhi syarat inklusi Tidak sekolah 2 1,9
dengan jumlah sampel sebanyak 106 respon- SD 22 20,8
den. SMP 14 13,2
SMA 31 29,2
Pengumpulan Data Diploma 6 5,7
Sarjana 31 29,2
Asupan Lemak
Data yang dikumpulkan berupa data Lebih 7 6,6
primer dan sekunder. Dalam survey terse- Cukup 99 93,4
but, dilakukan wawancara langsung dengan Pola Konsumsi Lemak
para responden dan tekanan darah responden Cukup 50 52,9
Kurang 56 47,1
diperoleh melalui pengukuran tekanan da- Keadaan Kesehatan Mental
rah menggunakan tensimeter. Adapun data Mengalami gangguan 56 52,9
sekunder yang diperoleh berupa data geografis Tidak mengalami gangguan 50 47,1
wilayah, jumlah penduduk, serta profil kelura-
wilayah ± 32 km2, terdiri dari 3 lingkungan,
han yang diperoleh di kantor kelurahan.
yaitu Lingkungan Bila, Sewo, dan Jerae. Jum-
lah penduduk sebanyak 6.416 jiwa dengan
Analisis Data
3.395 jiwa penduduk perempuan dan 3.021
jiwa penduduk laki-laki.
Data hasil penelitian diperoleh dengan
wawancara dan pengukuran langsung tekanan
Analisis Karakteristik Responden
darah, kemudian diolah secara manual dan
dengan menggunakan program microsoft ex-
Pada penelitian ini responden yang men-
cel dan SPSS.
derita hipertensi lebih banyak dibandingkan
responden yang tidak menderita hipertensi.
HASIL PENELITIAN
Untuk karakteristik jenis kelamin diperoleh
bahwa jenis kelamin perempuan lebih banyak
Kecamatan Lalabata terdiri dari 8 ke-
dibandingkan dengan responden yang berjenis
lurahan dan 2 desa. Salah satu diantaranya
kelamin laki – laki. Sedangkan karakteristik
adalah Kelurahan Bila dengan memiliki luas
22 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 19-24
Tabel 2. Distribusi Hubungan Pola Konsumsi Makanan Sumber Lemak dan Stres dengan Kejadian
Hipertensi Di Kelurahan Bila Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng
Kejadian Hipertensi
Total
Karakteristik Ya Tidak p value
n = 77 % n = 29 % n = 106 %
Asupan Lemak
Lebih 4 57,1 3 42,9 7 6,6 0,389
Cukup 73 73,7 26 26,3 99 93,4
Pola Konsumsi Lemak
Cukup 38 76,0 12 24,0 50 47,17 0,464
Kurang 39 69,6 17 30,4 56 52,83
Strees
Ada gangguan 48 85,7 8 14,3 56 52,9 0,001
Tidak ada gangguan 29 58,0 21 42,0 50 47,1
umur responden yang menderita hipertensi kurang ditemukan sebanyak 69,6% juga men-
terbanyak terdapat pada kelompok umur 50- derita hipertensi.
59 tahun.
Berdasarkan distribusi karakteristik pe- Analisis Gangguan Mental Responden
kerjaan responden yang menderita hipertensi
terbanyak adalah yang bekerja sebagai IRT. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui
Sedangkan distribusi karakteristik pendidikan keadaan kesehatan mental responden yaitu
responden yang menderita hipertensi sebagian 52,9% mengalami “gangguan kesehatan men-
besar berada pada responden yang pendidikan tal” dan 47,1% yang “tidak mengalami gang-
terakhirnya SMA. guan mental”. Responden yang mengalami
gangguan mental ditemukan sebanyak 85,7%
Analisis Asupan Lemak Responden yang menderita hipertensi. Sedangkan respon-
(Recall 24 Jam) den yang tidak mengalami gangguan mental
ditemukan sebanyak 58,0% yang menderita
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui hipertensi.
asupan lemak responden yaitu 6,6% yang me-
miliki asupan lemak “lebih” dan 93,4% yang PEMBAHASAN
memiliki asupan lemak “cukup”. Responden
dengan asupan lemak yang lebih ditemukan Tingkatan kehidupan yang membaik
sebanyak 57,1% responden juga menderita ternyata berpengaruh pada pola kebiasaan
hipertensi dan responden dengan asupan le- hidup dan pola makan seseorang. Selanjutnya
mak yang cukup ditemukan sebanyak 73,7% pola hidup akan meningkatkan konsumsi gula
menderita hipertensi (Tabel 1). dan lemak jenuh. Konsumsi lemak jenuh dan
gula yang tinggi akan meningkatkan kadar
Analisis Pola Konsumsi Lemak kolesterol dan trigliserida dalam darah, yang
(Food Frequency) kemudian berdampak pada terjadinya athero-
sclerosis.10 Untuk mengetahui hubungan pola
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui konsumsi dengan kejadian hipertensi, dilaku-
pola konsumsi lemak responden yaitu 52,83% kan dengan metode Recall 24 Jam dan Food
memiliki pola konsumsi lemak “cukup” dan Frequency. Food Frequency menggambarkan
47,17% yang memiliki pola konsumsi lemak kebiasaan pola konsumsi bahan makanan sum-
“kurang”. Responden dengan pola konsumsi ber lemak dari responden. Metode frekuensi
lemak yang cukup ditemukan sebanyak 76,0% makanan digunakan untuk memperoleh data
responden menderita hipertensi. Sedangkan tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan
responden dengan pola konsumsi lemak yang makanan atau makanan jadi selama periode
Ferianti dkk, Hubungan Pola Konsumsi Makanan... 23
tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. han dan akan tertimbun di dalam dinding pem-
Metode ini banyak digunakan dalam pene- buluh darah dan menimbulkan suatu kondisi
litian epidemiologi karena metode ini relatif yang disebut aterosklerosis yaitu penyempitan
sensitif mendeteksi kekurangan maupun kele- atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi ini
bihan zat gizi mikro (vitamin, mineral) yang merupakan penyebab terjadinya penyakit jan-
banyak dihubungkan dengan kejadian penya- tung, hipertensi dan stroke. Semakin banyak
kit tertentu. Sedangakan food recall 24 jam, konsumsi makanan sumber lemak maka akan
dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah semakin besar peluangnya untuk menaikkan
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode kadar kolesterol.13 Penelitian sebelumnya di-
24 jam yang lalu.11 lakukan oleh Swestyastasari (2010)14 menge-
Asupan lemak responden menunjukkan nai hubungan tingkat konsumsi lemak, status
bahwa sebanyak 57,1% menderita hipertensi gizi dan stres dengan kejadian hipertensi pada
dengan asupan lemak tinggi, dan 42,9% tidak sopir bus kota di terminal purabaya Surabaya
menderita hipertensi. Sedangkan responden menemukan terdapat hubungan antara kon-
dengan asupan lemak yang cukup ditemukan sumsi lemak dengan kejadian hipertensi.
sebanyak 73,7% responden menderita hiper- Stress berkepanjangan dapat mengaki-
tensi dan 26,3% tidak menderita hipertensi. batkan hipertensi. Seseorang yang memiliki
Pada pola konsumsi lemak, responden dengan tipe kepribadian seperti sering merasa cemas,
pola konsumsi lemak yang cukup ditemukan gelisah, takut yang tidak jelas penyebabnya,
sebanyak 76,0% responden yang menderita tidak pernah merasa tenang, tidak bisa berkon-
hipertensi. Sedangkan responden dengan pola sentrasi, mudah tersinggung serta tidak ada ini-
konsumsi lemak yang kurang ditemukan se- siatif. Tipe tersebut akan sangat mempengaruhi
banyak 69,6% responden juga menderita sekresi adrenalin dan menyebabkan vasokon-
hipertensi. triksi yang pada akhirnya terjadi peningkatan
Frekuensi konsumsi bahan makanan tekanan darah.15 Berdasarkan hasil penelitian
sumber lemak, sebagian besar responden ini menunjukkan bahwa dari 56 responden
paling sering mengonsumsi ikan segar (skor yang mengalami gangguan kesehatan men-
47,37) “> 1x/hari” dan minyak kelapa sawit tal terdapat 48 responden (85,7%) mengalami
(skor 45,6) “> 1x/hari”. Sedangkan bahan hipertensi. Sedangkan dari 50 responden yang
makanan yang paling jarang di konsumsi tidak mengalami gangguan mental 29 respon-
adalah susu skim (skor 0,13), dan durian (skor den (58,0%) yang mengalami hipertensi.
0,19). Responden umumnya banyak meng- Pada hasil penelitian ini, stress meru-
konsumsi ikan segar sebagai salah satu sum- pakan faktor risiko kejadian hipertensi. Hal ini
ber protein hewani mengandung asam lemak didukung dengan teori yang ada bahwa stress
tak jenuh (Eicosapentaenoic acid / EPA, Doc- akan berakibat pada penurunan permukaan
osahexanoid acid / DHA), yodium, selenium, filtrasi, aktivitas saraf simpatis yang berlebi-
fluorida, zat besi, taurin, coenzyme Q10 dan han dan produksi berlebihan renin angioten-
kalori yang rendah. Omega 3 dan omega 6 ter- sin mengakibatkan kontraksi sehingga dapat
masuk dalam asam lemak tak jenuh ganda es- meningkatkan tekanan darah. Produksi renin
ensial yang berguna untuk menjaga elastisitas angiotensin akan mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah, hingga menurunkan kadar fungsional dan stres sehingga tekanan darah
trigliserida dan mencegah penggumpalan da- dapat meningkat.16 Hasil penelitian ini sesuai
rah. Karakteristik omega 3 mampu mencegah dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabo-
dan mengurangi penumpukan kolesterol dan wo (2005)17 yang menemukan bahwa terdapat
plak pada dinding pembuluh yang merupakan hubungan yang bermakna antara stress dengan
sebab utama timbulnya serangan jantung dan kejadian hipertensi pada pasien rawat inap
stroke yang mematikan.12 Rumah Sakir DR. Oen Surakarta.
Konsumsi lemak yang berlebih dapat
mengakibatkan kolestrol dalam tubuh berlebi-
24 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 19-24
Abstrak: Penelitian ini bertujuan melakukan pengujian pangan asal hewan dan sebagai upaya melindungi masyara-
kat Makassar dalam mengkonsumsi pangan. Bahan pangan asal hewan yang dibutuhkan oleh masyarakat Makassar
haruslah memenuhi syarat Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Data ini diambil dari kegiatan surveilans cemaran
mikroba yang dilakukan pada tahun 2011 dan jenis sampel yang diambil berupa daging ayam, daging sapi, Jantung
dan hati yang berasal dari pasar tradisional, pasar swalayan, pedagang kaki lima, RPH / RPU. Wilayah Makassar.
Parameter uji cemaran mikroba meliputi; residu antibiotic, TPC, E. Coli, dan Salmonella sp. Metoda uji dan standar
yang digunakan mengacu pada SNI. Dari data yang diperoleh sebagian besar dari parameter uji berada di bawah Batas
Maksimun Cemaran Mikroba (BMCM). Namun pada daging ayam TPC dan Coliform di atas MBCM yaitu 93% dan
78%, sedangkan pada daging sapi 87% dan 48%. Kondisi ini mencerminkan penanganan bahan pangan asal hewan
yang beredar di Makassar masih perlu mendapat perhatian mulai dari peternak sampai kepada komsumen. Oleh
karena itu diperlukan peran aktif dari instansi terkait untuk melakukan sosialisasi penanganan dan pengelolaan bahan
pangan asal hewan, untuk melindungi masyarakat dalam mengkonsumsi pangan yang ASUH.
Kata kunci: pangan hewani, cemaan fisik, residu antibiotik, cemaran mikroba
Abstract: This study was aimed to conduct the test of animal food and an effort to prevent Makassar society for con-
suming their food. Animal food needed by Makassar society should meet the condition of safe, healthy, whole, and
halal (ASUH). This data was taken from surveillance of microbial contamination conducted in 2011 and the samples
were chicken meat, beef, heart and liver taken from traditional market, supermarket, vendor, and slaughter house in
Makassar city. Test parameters of microbial contamination include: antibiotic residual, TPC, E.Coli and Salmonella
sp. Test method and standard used refer to SNI. The result showed that most of the test parameters were under the
maximum level of microbial contamination (BMCM). But, in chicken meat the TPC and coliform were exceed the
BMCM that was 93% and 78%, whereas in beef was 87% and 48%. This condition reflect the handling of animal
food circulating in makassar still need more attention from the breeder to consumer. Therefore, it is needed the active
role of related institution to do the socialization of handling and management of animal food to protect the society in
consuming the safe, healthy, whole, and halal food.
dilaksanakan pada bulan Maret 2011. analisis deskriptif dan analisis data deskriftif
dilakukan pada data kualitatif dalam penguji-
Desain Penelitian an antibiotok dan salmonella sedangkan anali-
sis statistik digunakan untuk menguji TPC dan
Jenis penelitian yang digunakan adalah E.Coli. Pengujian TPC dengan rumus :
penelitian deskriptif yang ingin memperoleh N = n x 1/Fp
gambaran atau informasi mengenai cemaran N = Jumlah sel/ ml
mikroba berupa residu antibiotik, cemaran n = Jumlah koloni pada cawan
fisik, dan cemaran mikroba pada pangan asal fp = Faktor pengencer sampel
hewan. Pengujian E.coli dengan menggunakan rumus
MPN diplo:
Populasi dan Sampel 10-6 = …..koloni Kontrol = 1
10-7 = …...koloni
Populasi penelitian adalah semua daging Jk = (10-6 - kontrol ) x 1000 + (10-7 - kontrol) x 1000
sapi dan daging ayam yang beredar di pasar 2
Kota Makassar. Sampel penelitian ini adalah EMB = + Koloni/gram
daging sapi dan daging ayam yang di perda-
gangkan di pasar tradisional, dan pedagang HASIL PENELITIAN
keliling serta pasar swalayan.
Residu Antibiotik
Pengambilan Sampel
Daging ayam yang beredar di pasar
Tekhnik penarikan sampel yang digu- tradisional Kota Makassar, belum bebas dari
nakan adalah penarikan sampel secara sengaja residu antibiotik. Hal ini berdasarkan hasil uji
(purposive sampling) yaitu daging ayam yang pada pasar tradisional yaitu terdapat ayam yang
baru di potong, masih segar dan daging sapi positif mengandung residu antibiotik dengan
yang baru dipotong. Populasi obyek terdiri terbentuknya zona hambat terhadap bakteri
atas empat, yaitu: uji. pada pasar tradisonal dan rumah potong
P1. Daging yang dijual pada pasar tradisional hewan belum bebas dari residu antibiotik dan
P2. Daging yang dijajakan pedagang keliling dinyatakan tercemar. Sementara daging sapi
P3. Daging yang dijual pada pasar swalayan. pada tiga sumber dinyatakan bebas dari residu
P4. Daging dari Rumah potong hewan / ung- antibiotika dan dinyatakan tidak tercemar (Ta-
gas bel 1).
Pada setiap objek populasi yang men-
jadi target penelitian masing-masing diambil 2 Cemaran Fisik
sampel. Pasar Tradisional berdasarkan sumber
pasar, pedagang keliling yang diambil adalah Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pedagang yang menjajakan daging ayam, dan tidak adanya cemaran fisik berupa kayu, pa-
pada pasar swalayan diambil berdasarkan tem- sir, rambut dan sebagainya pada karkas ayam
pat (toko swalayan). Dengan demikian jumlah yang beredar di tiga lokasi tersebut, sehingga
sampel yang diperlukan dalam penelitian ini daging ayam dan daging sapi yang beredar di
sebanyak 26 sampel. Sampel dari objek selan- kota Makassar aman dari cemaran fisik dan
jutnya dianalisa di Laboratorium, Dinas Pe- dinyatakan tidak tercemar (Tabel 2).
ternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Su-
lawesi Selatan. Total Plate Count
Tabel 1. Residu Antibiotik pada Produk Hewani Di Swalayan, Pedagang Keliling, Pasar Tradisional
dan RPH / RPU Di Kota Makassar
Residu Antibiotika
Jenis Sampel
Pasar Tradisional Pedagang Keliling Pasar Swalayan RPH / RPU
Daging Ayam + - - - - - + +
Daging sapi - - - -
Hati sapi - - - -
Jantung - - - - -
Tabel 2. Cemaran Fisik pada Produk Hewani Di Swalayan, Pedagang Keliling, Pasar Tradisional dan
RPH / RPU Di Kota Makassar
Cemaran Fisik
Jenis Sampel
Pasar Tradisional Pedagang Keliling Pasar Swalayan RPH / RPU
Daging Ayam - - - - - - - -
Daging sapi - - - - - -
Hati sapi - - - - - -
Jantung - - - -
tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan layan pada sampel pertama tidak terdapat Sal-
dalam SNI 3932:2008., 1 x 104 yaitu sebanyak monella karena daging ayam dan daging sapi
< 250 koloni/g. Pasar swalayan daging ayam disimpan pada suhu 50C dimana Salmonella
tidak tercemar karena daging ayam yang sudah tidak dapat berkembang dengan suhu tersebut
dipotong dikemas secara higienis dan disimpan (Tabel 4).
dalam refrigator dengan suhu 50C dan di RPH
/ RPU tidak higienisnya proses pemotongan E. coli
sapi dan ayam karena tidak memenuhi standar
manajemen peternakan (Tabel 3). Pada pemeriksaan jumlah E.coli menun-
jukkan jumlah bakteri E.coli dalam daging
Salmonella ayam yang beredar di pasar tradisional dan
pada pedagang keliling ditemukan jumlah E.
Pemeriksaan bakteri Salmonella dalam coli lebih tinggi dibandingkan dengan RPU.
daging yang beredar di pasar tradisional, peda- Hal ini dapat disebabkan karena dalam proses
gang keliling, dan RPH / RPU. Penyimpanan pengangkutan daging ayam yang kurang baik
bahan sampel pada pedagang keliling dan dan tempat penjualan daging ayam di pasar
RPH tidak benar, karena parameter uji tidak tidak memenuhi persyaratan tempat penjua-
memenuhi syarat yang telah ditetapkan SNI lan yang baik. Dari Tabel 5 dapat disimpulkan
3932:2008 sebaiknya bahan makanan disim- bahwa daging ayam yang beredar di pasar tra-
pan pada suhu di bawah 50C. Hal ini menye- dional dan pedagang keliling tidak memenuhi
babkan ditemukannya bakteri Salmonella pada persyaratan yang telah ditetapkan dalam SNI
kedua lokasi tersebut. Sementara di pasar swa- 3932:2008. Begitu pula pada daging sapi, hati,
Tabel 3. Cemaran TPC pada Produk Hewani Di Swalayan, Pedagang Keliling, Pasar Tradisional dan
RPH / RPU Di Kota Makassar
TPC
Jenis Sampel
Pasar Tradisional Pedagang Keliling Pasar Swalayan RPH / RPU
Daging Ayam + + + + - - + +
4 x 104 5 x 104 4 x 104 4 x 104 2 x 103 2 x 102 3 x 104 4 x 104
Daging sapi + + - - + +
5 x 103 4 x 103 1 x 102 1 x104 3 x 104 4 x 104
Hati sapi + + - - + +
4 x 103 5 x 103 1 x 104 2 x104 4 x 103 4 x 103
Jantung + + + - + +
4 x 103 5 x 103 2 x 103 1 x102 3 x 104 5 x 103
Iriyani dkk, Identifikasi Bahan Cemaran pada... 29
Tabel 4. Cemaran Salmonella pada Produk Hewani Di Swalayan, Pedagang Keliling, Pasar Tradisional
dan RPH / RPU Di Kota Makassar
Salmonella
Jenis Sampel
Pasar Tradisional Pedagang Keliling Pasar Swalayan RPH / RPU
Daging Ayam + + + + - + + +
Daging sapi + + - + + +
Hati sapi + + - - + +
Jantung + + - - + +
Tabel 5. Cemaran E.Coli pada Produk Hewani Di Swalayan, Pedagang Keliling, Pasar Tradisional
dan RPH / RPU Di Kota Makassar
E.Coli
Jenis Sampel
Pasar Tradisional Pedagang Keliling Pasar Swalayan RPH / RPU
Daging Ayam + + + + - - - -
65 k /gr 120 k/ gr 57 k/ 100 k/ gr 35 k/gr 35 k/gr 20 k/gr 40 k/gr
Daging sapi + + gr - - - -
120 k/ gr 98 k/ gr 40 k/gr 40 k/gr 40 k/gr 30 k/gr
Hati sapi - + - - -
50 k/gr 60 k/gr 30 k/gr 30 k/gr 30 k/gr
Jantung + + - - -
150 k/gr 100 k/ gr 35 kgr 35 kgr 30 k/gr
dan jantung. Jumlah E.coli pada dua tempat selektif pada beberapa organ dan jaringan (de-
berbeda yaitu pasar tradisional dan pedagang pot tissue). Selama waktu berhenti obat belum
keliling lebih tinggi dibandingkan RPH. Pada dicapai maka keberadaan obat tersebut ma-
RPH tingkat cemaran yang tinggi dibanding- sih ada dalam tubuh dengan demikian daging
kan dengan di pasar swalayan. Di pasar swa- ayam yang dijual di pasar tardisional belum
layan terdapat E.coli karena E.coli dapat ber- bebas dari residu antibiotik dan tidak aman di
tahan pada daging beku sampai 9 bulan dan kosumsi.
memiliki daya tahan terhadap asam tetapi ma- Dampak residu antibiotik pada hewan
sih memenuhi syarat ambang batas dalam SNI ternak terhadap status kesehatan. Menurut
3932:2008. yaitu 5 x101 atau 50 koloni/gram. Landers et al. menyatakan bahwa residu an-
tibiotik berperan penting dalam permasalahan
PEMBAHASAN kesehatan yang terjadi.7 Semakin mening-
katnya penggunaan antibiotik akan memicu
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari hasil terjadinya resistant strains yang kini diketa-
pengujian residu antibiotik daging ayam yang hui berdampak terhadap banyaknya kasus
beredar di pasar tradisional dan rumah potong permasalahan kesehatan yang membutuh-
unggas di Kota Makassar belum bebas dari kan perawatan kesehatan di rumah sakit.8-9
residu anti biotik. Hal ini berdasarkan hasil Konsekuensi dari pemaparan antibiotik akan
uji pada pasar tradisional terdapat ayam yang menyebabkan meningkatnya antibiotic re-
positif mengandung residu antibiotik dengan sistance.10 Resisten antibiotik dapat menye-
terbentuknya zona hambat terhadap bakteri babkan mutasi genetik pada bakteri tertentu,
uji. Terdapatnya residu antibiotik disebabkan sehingga pemakaian antibiotik tidak efektif.11
proses pemberian antibiotik pada ayam tidak Munculnya bakteri dengan strain genetik yang
sesuai dengan prosedur, bahwa obat yang ma- baru dapat menimbulkan masalah kesehatan
suk ke dalam tubuh akan mengalami beberapa yang lebih serius.
proses yang mencakup absorbsi, distribusi, Tabel 2 menunjukkan tidak adanya ce-
biotransformasi dan ekskresi. Obat setelah di- maran fisik berupa kayu, pasir, rambut dan
absorbsi akan menyebar setelah melalui sirku- sebagainya pada karkas yang beredar di tiga
lasi. Beberapa obat mengalami akumulasi sumber tersebut, sehingga daging ayam dan
30 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 25-32
daging sapi yang beredar di kota Makas- Berdasarkan pembahasan pada setiap pa-
sar aman dari cemaran fisik dan aman untuk rameter di atas, secara umum tingkat hygienis
dikonsumsi. Pada Tabel 3 menunjukkan rata- daging yang beredar di Kota Makassar masih
rata TPC pada daging ayam lebih besar jika sangat rendah dibandingkan persyaratan yang
dibandingkan daging sapi dikarenakan proses ditetapkan dalam SNI. Tahun 2009 cemaran
penanganan mulai dari pemotongan daging mikroba terutama TPC Salmonella dan E.coli
ayam hingga penjualannya kurang memper- menunjukan cemaran mikroba tertinggi baik
hatikan faktor hygienity. Jumlah awal mikroba pada daging ayam dan daging sapi. BMCM
pada daging dapat mempengaruhi jumlah mik- yang ditetapkan SNI lebih rendah dibanding-
roba selanjutnya sehingga akan meningkatkan kan dengan BMCM negara Thailand dan Ma-
jumlah cemaran. Rendahnya hygienis daging laysia, negara tersebut sudah lebih higienis dan
yang diuji terlihat dari tingginya cemaran mi- menerapkan sanitasi yang tinggi. Dari hasil
kroba terutama TPC. TPC (total plate count) surveilans yang dilakukan sejak tahun 2006,
merupakan suatu metode pengujian untuk daging yang hasil ujinya melebihi BMCM ti-
menghitung jumlah mikroba dalam cawan pe- dak layak dikonsumsi. Daging yang beredar
tri yang berisi media agar. di kota Makassar selama ini sebagian besar
Metode ini mempunyai manfaat untuk tidak layak untuk dikonsumsi. Kondisi RPH
mengetahui tingkat hygenitas dari suatu pen- dan pasar di Tamangapa Makassar kurang me-
golahan daging dengan indikator bahwa telah menuhi standar sanitasi dan higienis. Untuk
terjadi pencemaran pada daging. Penghitungan memenuhi standard SNI yang berlaku maka
TPC tidak ada hubungannya dengan tingkat RPH dan pasar yang ada di Makassar harus di-
kuman pathogen. Jumlah rata-rata coliform perbaiki tingkat hygienis dan sanitasinya atau
pada daging ayam (4 x 104) dan daging sapi SNI disesuaikan angka standar dengan negara
(4 x 103) melebihi batas yang ditetapkan SNI – negara tetangga (Malaysia dan Thailand).
(1 x 104). Hal ini menunjukkan tingkat sanitasi Selain itu penjualan daging di pasar
pengelolaan daging kurang baik. sering dilakukan dengan pemotongan menjadi
Hasil pengujian rata-rata untuk E.coli bagian-bagian kecil, hal ini akan menambah
yang berada di bawah BMCM (Tabel 5) pada jumlah mikroba pada permukaan potongan
daging ayam dan daging sapi (20-40 koloni/ daging. Pemotongan ini akan memperluas
gram) menunjukkan bahwa keberadaan E.coli daerah permukaan yang terpapar sehingga mi-
pada sampel di pasar swalayan dan RPH / kroba pada permukaan potongan daging terse-
RPU masih berada di bawah standar SNI. Ke- but lebih mudah mendapat makanan, air dan
beradaan E.coli di atas BMCM pada daging oksigen serta memperluas daerah penetrasi
ayam dan daging sapi (57-150 koloni/gram) sehingga mikroba lebih mudah berkembang
pada pasar tradional dan pedagang keliling, biak dan daging lebih mudah rusak. Daging
ini disebabkan kurangnya kesadaran pedagang merupakan bahan yang baik untuk pertumbu-
mengenai keamanan pangan. E.coli meru- han mikroba, termasuk mikroba perusak atau
pakan mikroba normal di saluran percernaan pembusuk. Penjualan daging di pasar swa-
dan bersifat patogen. Namun dengan proses layan lebih baik jika dibanding dengan pasar
pemasakan yang sempurna E.coli dapat mati tradisional karena daging disimpan dalam ke-
karena mikroba ini bersifat sensitif terhadap adaan tertutup dan temperatur rendah (4-7°C)
panas pada suhu 600C selama 30 menit. E.coli dengan menggunakan showcase.
merupakan bakteri gram negatif yang hidup Sumber kontaminasi lain juga didapat
pada usus besar manusia hal ini yang dise- pada saat pengangkutan dari RPH ke pasar tra-
but sebagai flora normal. Namun jika bakteri disional. Bila transportasi dilakukan dengan
ini memasuki saluran pencernaan dari bahan tidak memadai akan mengakibatkan jumlah
makanan seperti bahan asal hewan dan produk total mikroba yang tinggi pada daging dan ku-
olahannya dapat menyebabkan diare yang akut man-kuman yang memang secara normal ada
(Gastroenteritis). dalam tubuh hewan akan makin subur. Pada
Iriyani dkk, Identifikasi Bahan Cemaran pada... 31
Abstrak: Terapi gizi di rumah sakit tidak dapat diabaikan mengingat penyembuhan pasien memerlukan asupan gizi
yang cukup sesuai dengan kondisi penyakit pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelenggaran
makanan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan makanan Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Undata Palu
Propinsi Sulawesi Tengah. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Populasi adalah seluruh pegawai yang bekerja di
Instalasi gizi dan pasien rawat inap kelas I, II, III, jumlah sampel 60 orang. Cara pengambilan sampel dilakukan secara
puposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden menurut pendidikan untuk input terendah
D3 sebanyak 2 orang (25%) dari 4 orang, penyelenggaraan makanan 1 orang (2,6%) dari 38 orang, pasien rawat inap
SMP 11 orang (18,3%) dari 60 orang. Anggaran / dana belanja bahan makanan pasien di RSUD Undata Palu diperoleh
dari dana BLUD dengan total anggaran tahun 2012 Rp.2.668.287.250. Jumlah tenaga di instalasi gizi sebanyak 38
orang. pada proses penyelenggaraan makanan menunjukkan sebesar 71,9% atau 31 item yang sudah terlaksana se-
dangkan yang belum terlaksana 28,1% atau 12 item. Rata-rata nilai gizi makanan yang disajikan sudah sesuai standar
kebutuhan rumah sakit. Tingkat kepuasan pasien berdasarkan kualitas makanan yang terdiri dari penampilan makanan
dan rasa makanan menunjukkan rasa makanan yaitu pada tekstur nasi (pagi, siang, malam), suhu lauk hewani (pagi,
siang, malam), suhu lauk nabati (pagi, siang ,malam) dan pada suhu sayur pagi suhunya masih dingin dalam penya-
jian kepada pasien. Lebih besar sama dengan 3 pasien sangat puas terhadap pelayanan makanan dimana penampilan
makanan dan rasa makanan yaitu warna, porsi, penyajian makanan, aroma, tektur dan rasa. Kesimpulan penelitian
adalah tingkat kepuasan pasien masih rendah utamanya pada tektur makanan dan suhu makanan.
Kata kunci: tingkat kepuasan pasien, pasien rawat jalan, pelayanan makanan, rumah sakit
Abstract: Nutrition therapy in the hospital can not be ignored by given the patient’s healing required adequate nu-
trition according to the patient’s disease condition. The aims of this study to determine the food and the delivery of
patient satisfaction of food services in the General Hospital Untada Palu (RSUD) of Central Sulawesi Province. The
type of the research was deskriptif. Population were all worker employees in the installation and inpatient nutrition
classes I, II, III, the sample size of 60 people. Sampling was done by puposive sampling. The study was found that the
characteristics of respondents according to the lowest input D3 2 people (25%) from 4 people, 1 person organizing the
food (2,6%) from 38 people, hospitalized patients SMP 11 people (18,3%) from 60 people. The budgeting in hospitals
Undata Palu had been found from the budget of BULD with total budget in 2012 was Rp.2.668.287.250. The number
of people work in the installation hospitals Undata Palu were 38 people. The process of food in hospitals Undata Ham-
mer show at 71,9% or 31 items have been done and 28,1% or 12 items haven’t done. The average of nutritional value
food served has been standarized by the satisfacfied of patient in the Hospital. Level of housing needs in quality diet
consisting of food appearance and taste of food were based on the sense and the texture of the rice meals (breakfast,
lunch, dinner), the temperature of the animal dish (breakfast, lunch, dinner), the temperature of vegetable (morning,
afternoon, evening) and at a temperature of vegetables in the morning the temperature is still cold in the presentation
to the patient. And ≥ 3 patients are very satisfied with the food service in the food appearance and taste of food that
is color, portions, food presentation. The conclude that the level patient satisfaction on texture and temperature of the
food still low.
Tabel 1. Biaya Makan dan Minum Pasien Rawat Inap Di RSUD Undata Palu Propinsi Sulawesi Tengah
Jumlah Hari
Kelas Perawatan Biaya / Hari Jumlah Pasien Total Biaya
(1 Tahun)
Kelas I Rp 54.500 50 orang 365 hari Rp 994.625.000
Kelas II dan III Rp 31.850 145 orang 365 hari Rp 1.685.661.250
Total Biaya Rp 2.680.286.250
PPH 1,5% Rp 2.668.287.250
36 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 33-41
Tabel 2. Karakteristik Responden yang Memberi- Tabel 3. Distribusi Karakteristik Responden Pasien
kan Informasi tentang Input (Dana,Tenaga Rawat Inap Kelas I, II, III di RSUD Undata
dan Alat) di Instalasi Gizi RSUD Undata Palu Sulawesi Tengah
Palu Propinsi Sulawesi Tengah
Jumlah
Jumlah Karakteristik
Karakteristik n = 60 %
n=4 % Jenis kelamin
Jenis kelamin Perempuan 33 55,0
Perempuan 3 75 Laki – laki 27 45,0
Laki-laki 1 25 Pendidikan
Pendidikan SMP 11 18,3
Sarjana (S2) 1 25 SMA 28 46,7
DIII 2 50 D-III 5 8,3
Sarjana 1 25 S1 16 26,7
Pekerjaan
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada ba- IRT 18 30,0
gian gizi berdasarkan tingkat pendidikan lebih Petani 9 15,0
banyak yang berkategori pendidikan S1 dan Swasta 15 25,0
PNS 18 30,0
D3 yaitu sebanyak 52,6%. Pada bagian juru Umur (tahun)
masak berdasarkan pendidikan lebih banyak 20-25 7 11,7
yang berkategori pendidikan SMA tata boga 26-30 13 21,7
yaitu sebanyak 10,3%. Ada klasifikasi jumlah 31-35 8 13,3
tenaga yang ada di instalasi gizi untuk seka- 36-40 17 28,3
41-45 11 18,3
rang ini sebanyak 38 orang yaitu S2 1 orang, 46-50 4 6,7
S1 10 orang, D3 10 orang yang aktif hanya 20 Kelas Perawatan
orang karena 1 orang yang ikut pendidikan S1 I 21 35,0
di Makassar, SMIP 1 orang, SMK tata boga II 14 23,3
4 orang, SMA 4 orang, SMP 7 orang, SD 1 III 25 41,7
orang.
Ketersediaan peralatan dapur berdasar- Proses Penyelenggaraan Makanan pada
kan fungsi ruangan di ruang instalasi gizi Perencanaan Menu
RSUD Untada Palu. Di ruang penerimaan
bahan makanan peralatan yang digunakan Dalam penyusunan menu digunakan
yaitu timbangan 100-300 kg dan timbagan 20 kumpulan berbagai jenis hidangan, pengelom-
kg, rak bahan makanan yang memiliki roda, pokan menurut jenis makanan (kelompok lauk
kereta angkut, baskom, pembuka botol, hewani, kelompok nabati, kelompok sayuran,
pisau, penusuk beras, tempat sampah, dan bak kelompok buah) sehingga memungkinkan va-
cuci. Di ruang penyimpanan bahan kering dan riasi pada menu. Pada penyusunan menu ter-
segar digunakan timbangan 5 kg dan 20-100 dapat susunan pola menu dan master menu
kg, meja tulis dan kursi, rak bahan makanan, yang membuat garis besar frekuensi peng-
lemari es, freezer, dan lemari bahan makanan. gunaan bahan makanan harian dengan siklus
Di ruang persiapan bahan makanan digunakan menu yang berlaku. Penilaian dilakukan nilai
meja kerja, meja untuk daging, mixser, blend- menu dengan beberapa penilaian objektif ke-
er, timbangan meja, talenan, bangku kerja, bak mudian melakukan pre-test untuk mengetahui
cuci, cobek dan lesung. Di ruang masak digu- tanggapan pasien dari hasil pre-test pihak pe-
nakan ketel uap 10-250 ltr, oven, penggore- nyelenggaraan makanan dapat membuat per-
ngan, mixer, blender, lemari es, meja kerja, baikan terhadap menu tersebut. Namun dalam
kereta dorong, rak alat, panci, bak cuci, kom- membuat formulir terhadap makanan tidak
por gas, serok, saringan kelapa, sodet besar dilaksanakan sebab masih terbatasnya tenaga
dan kecil, dan pisau stainless steel. Keterse- gizi di Rumah Sakit. Perencanaan kebutuhan
diaan peralatan sesuai dengan fungsi ruangan bahan makanan sudah dilakukan dalam me-
yang ada. nentukan standar porsi setiap bahan makanan
Malondong dkk, Tingkat Kepuasan Pasien terhadap... 37
Tabel 4. Distribusi Jumlah Tenaga berdasarkan gunakan bahan makanan yang diterima dahu-
Tingkat Pendidikan pada Penyelenggara
Makanan Instalasi Gizi RSUD Undata Palu lu. Penyimpanan belum memperhatikan suhu
penyimpanan terutama untuk bahan makanan
Jumlah
Pendidikan basah. Pembersihan gudang dan lemari pe-
n = 38 %
nyimpanan dingin secara periodik belum di-
JSarjana S2 1 2,6 laksanankan.
Sarjana S1/SKM 10 26,3
D3 10 26,3
SMIP 1 2,6 Pengolahan Makanan dan Distribusi
SMK Tata Boga 4 10,3
SMA 4 10,3 Dari hasil wawancara tentang pengola-
SMP 7 18,1 han makanan dan distribusi kegiatan pengo-
SD 1 2,6
lahan bahan makanan dalam persiapan pengo-
dan membuat berat kotor serta menghitung lahan sudah disediakan bahan makanan yang
berapa kali pemakaian bahan makanan setiap akan diolah dan mempersiapkan peralatan ma-
siklus menu dan menghitung jumlah bahan sak. Membuat prosedur tetap persiapan belum
makanan dengan perhitungan jumlah pasien x dilaksanakan. Dalam pengawasan standar por-
berat kotor x beberapa pemakaian. Dalam me- si sudah melakukan penimbangan untuk bahan
nentukan jumlah pasien dengan mengacu pada makanan. Demikian juga untuk pemotongan
DPMP tidak digunakan. bentuk bahan makanan yang sesuai untuk je-
nis hidangan dan dipotong menurut petunjuk
Pengadaan Bahan Makanan dengan menggunakan standar resep. Tetapi
untuk bahan makanan cair menggunakan gelas
Dari hasil wawancara pada pengadaan ukur / liter, sendok ukur atau alat ukur lainya
bahan makanan di bagian pemesanan bahan yang sudah distandarisasi atau dilakukannya
makanan sudah ada surat perjanjian dengan lo- penimbangan dan menggunakan standar porsi
gistik kemudian membuat pemesanan rincian untuk mendapatkan porsi yang tetap belum
bahan makanan yang akan dipesan, kemudian dilaksanakan. Pada pendistribusian makanan
membuat sfesifikasi bahan makanan selan- sudah dilaksanakan pembuatan jadwal untuk
jutnya melakukan pengecekan pada saat pe- pendistribusian dan memperhatikan ketetapan
nerimaan bahan makanan apakah telah sesuai waktu penyajian makanan pada saat melaku-
dengan sfesifikasi bahan makanan. Dalam kan pendistribusian makanan, namun mem-
penyimpanan bahan makanan sudah memi- perhatikan ketepatan pemberesan makanan
liki gudang pemyimpanan kering dan penyim- setelah selesai melakukan pendistribusian
panan basah dan ditetapkan menurut macam, makanan belum terlaksana.
golongan dan urutan pembelian dimana meng-
Tabel 5. Nilai Gizi Makanan yang Disajikan pada Pasien Rawat Inap Kelas I, II, III di Rumah Sakit
Umum Daerah Undata Palu Propinsi Sulawesi Tengah
Nilai Gizi Makanan Kelas I Nilai Gizi Makanan Kelas II dan III
Menu
hari Ke Energi Protein Lemak KH Energi Protein Lemak KH
(kkal) (gram) (gram) (gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
1 2.219 82,1 46,8 365,4 1.767 56,7 41,0 287,3
2 2.067 71 52,7 319,8 1.985 78,34 35,5 338
3 2.215 71,3 57,8 346,1 1.986 66,91 54,7 307
4 2.478 77,1 66,5 384,6 1.881 59,4 46,1 305
5 2.441 104,9 68,4 356,5 1.783 60 45,7 284,5
6 2.079 82 84,2 245,5 2.384 64,8 65,5 389,5
7 2.306 79,1 58,1 366,1 1.832 68,2 42,6 291,3
Jumlah 15.804 567,5 376,7 2384 13.618 454,35 331,1 2203
Rata-rata 2.258 81,1 53,5 340,1 1.946 64,9 47,3 314,7
38 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 33-41
Tabel 6. Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas I, II, III terhadap Kualitas Makanan Di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Undata Palu
Penilaian
Tingkat Kepua-
Menu Pagi Menu Siang Menu Malam
san Pasien
Kategori n % Kategori n % Kategori n %
Cita Rasa Makanan
(Penampilan Makanan)
Warna makanan 3 34 56,7 3 31 51,7 3 34 56,7
Bentuk makanan 3 26 43,3 3 25 41,7 3 27 45,0
Porsi makanan 3 54 90,0 4 51 85 3 49 81,7
Penyajian makanan 3 37 61,7 3 38 63,3 3 3 60,0
Rasa Makanan
Aroma 3 30 50,0 3 33 55,0 3 31 51.7
Tekstur nasi 2 36 60,0 2 36 60,0 2 37 61.7
Tekstur lauk hewani 3 36 60,0 3 38 63.3 3 35 58.3
Tekstur lauk nabati 3 32 53,0 3 39 65,0 3 42 70,0
Tekstur sayur 3 40 66,7 3 39 65,0 3 39 65,0
Suhu nasi 3 27 45,0 3 31 51.7 3 29 48.3
Suhu lauk hewani 2 24 40,0 2 25 41.7 2 22 36.7
Suhu lauk nabati 1 27 45,0 2 29 48.3 1 24 40,0
Suhu sayur 2 27 45,0 3 39 56,0 3 25 14.7
Rasa lauk hewani 3 30 50,0 3 29 48.3 3 38 63.3
Rasa kauk nabati 3 36 60,0 3 37 61.7 3 37 61.7
Rasa sayur 3 37 61,7 3 38 63.3 3 37 61.7
Nilai Gizi Makanan sebagai Output penyajian makanan lebih banyak berkategori 3
baik pada pagi, siang dan malam yaitu masing-
Dari Tabel 5 menunjukkan rata – rata masing sebesar 61,7%, 63,3% dan 60,0%.
nilai gizi makanan yang disajikan pada pasien
rawat inap berdasarkan siklus menu 7 hari PEMBAHASAN
yaitu kelas I, energi 2.258 kkal, protein 81,1
gram, lemak 53,5 gram dan karbohidrat 340,1 Anggaran Dana Makan Minum Passien
gram. Kelas II dan III energi 1946 kkal, pro-
tein 64,9 gram, lemak 47,3 gram, karbohidrat Perencanaan anggaran atau dana makan
314,7 gram. minum pasien merupakan kegiatan penyusu-
nan biaya yang diperlukan untuk pengadaan
Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap bahan makanan pasien di instalasi gizi. Ang-
Kelas I,II,II garan belanja makan pasien berasal dari dana
BLU (Badan Layanan Umum ) yang kemu-
Tabel 6 menunjukkan bahwa penampilan dian dialokasikan kepada PEMDA kemudian
makanan berdasarkan pada warna makanan disosialisasikan di RSUD Undata Palu dengan
lebih banyak yang berkategori 3 yaitu baik pada tim khusus yang sudah dibentuk dan yang ber-
pagi, siang dan malam yaitu masing-masing tanggung jawab penuh adalah Direktur RSUD
sebesar 56,7%, 51,7% dan 56,7%. Penampi- Undata Palu. Setelah anggaran disetujui oleh
lan makanan berdasarkan bentuk makanan pihak PEMDA maka pengadaan makan mi-
lebih banyak yang berkategori 3 baik pada num pasien dilakukan melalui proses tender.
pagi, siang dan malam yaitu masing-masing Penyusunan anggaran bahan makanan dilaku-
sebesar 43,3%, 41,7% dan 45,0%. Penampilan kan pada bulan Juli dan Agustus untuk ang-
makanan berdasarkan porsi lebih banyak yang garan tahun depan dengan melibatkan kepala
berkategori 4 baik pada pagi, siang dan malam instalasi gizi dan bagian perencanaan. RSUD
yaitu masing-masing sebesar 90,0%, 85,0% Undata Palu sudah menjadi rumah sakit tipe
dan 81,7%. Penampilan makanan berdasarkan B maka yang hanya dilibatkan kepala instalasi
Malondong dkk, Tingkat Kepuasan Pasien terhadap... 39
gizi saja kemudian dilanjutkan dengan rencana beras, baskom, tempat sampah tertutup. Pada
kerja SKPD. Selanjutnya, masing-masing unit ruang penyimpanan bahan makanan basah dan
memaparkan kepentingannya. Pada instalasi bahan makanan kering alat yang digunakan
gizi memaparkan berapa kebutuhan anggaran adalah meja tulis dan kursi, rak bahan makan-
makan minum pasien untuk tahun depan. an, lemari es / kulkas, tempat bahan makanan
dari plastik, freezer. Ruang persiapan bahan
Ketenagaan Di Instalasi Gizi makanan alat yang digunakan meja kerja, me-
sin kelapa, mixer, blender, timbangan meja,
Masalah tenaga kerja masih merupakan talenan, bangku, bak cuci. Ruang masak di-
titik yang paling lemah dalam penyelenggaraan gunakan alat ketel, penggorengan, panci kecil,
makanan. Pada Rumah Sakit tipe B yang be- dandang, panci besar, ketel uap 10-250 liter,
rada di tengah kota, penyelenggaran makanan- meja pembagi, oven, mixer, blender, lemari es
nya dilakukan oleh tenaga-tenaga juru masak bak cuci, kereta dorong, dan bangku kerja.
yang tidak berpengalaman dan tidak terdidik.
Oleh karena itu, masyarakat dapat menge- Proses Penyelenggaraan Makanan
luhkan mutu dan cita rasa makanan di rumah Perencanaan Menu
sakit.4
Jumlah tenaga yang ada di Instalasi Gizi Perencanaan menu adalah kegiatan pe-
RSUD Undata Palu sekarang ini sebanyak nyusunan menu yang akan diolah untuk me-
38 orang yaitu tenaga gizi 22 orang dan juru menuhi selera konsumen atau pasien dan
masak / pekarya 16 orang. Dilihat dari tenaga kebutuhan gizi yang memenuhi prinsip gizi
yang ada di instalasi gizi RSUD Undata Palu seimbang.5 Perencanaan menu, penyusu-
belum mencukupi dibanding dengan jumlah nan menu dan perencanaan kebutuhan bahan
pasien sekarang ini. Sehingga petugas gizi ma- makanan kegiatan yang sudah dilaksanakan
sih merangkap pada dua pekerjan. Jadwal di- dibagian perencanaan menu yaitu melibat-
nas pekarya / juru masak dibagi dalam 3 shift kan tim dalam penyusunan menu, membuat
yaitu jaga pagi 8 orang, jaga sore 3 orang, jaga rincian dan jumlah konsumen yang akan di-
malam 3 orang dan 3 orang libur untuk perga- layani, memperhatikan faktor yang menen-
tian dinas. Jadwal shift yaitu dinas pagi masuk tukan dalam perencanaan, membuat siklus
jam 07.30-14.00 WITA, dinas sore masuk jam menu, membuat menu khusus, menetapkan
14.00-18.30 WITA dan dinas malam masuk standar porsi dan menetapkan standar bumbu
jam 20.00-08.00 WITA. atau resep. Kegiatan yang belum dilaksanakan
dibagian perencanaan menu. penyusunan menu
Peralatan yang Ada di Instalasi Gizi dan perencanaan kebutuhan bahan makanan
yaitu mengumpulkan data peralatan dan per-
Agar penyelenggaran makanan dapat lengkapan dapur yang tersedia, menyesuaikan
berjalan dengan optimal, maka ruangan pera- perencanaan dengan jumlah tenaga, membuat
latan dan perlengkapannya perlu direncanakan formulir penilaian terhadap makanan, menen-
baik dan benar. Berdasarkan hasil pengamatan tukan jumlah pasien dengan mengacu pada
di ruangan penyelenggaraan makanan RSUD DPMP. Tidak terlaksananya kegiatan prenca-
Undata Palu letaknya terpisah dari ruangan naan menu, penyusunan menu dan perenca-
lainnya yang terdiri dari ruang penerimaan naan kebutuhan bahan makanan karena masih
bahan makanan, ruang penyimpanan bahan kurang tenaga gizi.
makanan basah dan kering, ruang persiapan Siklus menu yang ditetapkan di bagian
bahan makanan dan ruang masak. Alat yang perencanaan menu di instalasi gizi disusun
digunakan dalam penyenggaran makanan yai- untuk waktu 7 hari, dengan susunan hidangan
tu dalam ruang penerimaan bahan makanan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sa-
berupa timbangan 10 kg, 100-300 kg, troly yur dan buah. Penerapan periode siklus menu
pengangkut bahan makanan, pisau, penusuk yang sesuai dengan PGRS belum diterapkan.
40 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 33-41
Siklus menu yang ada diganti satu tahun sekali. RSUD Undata Palu dilakukan dengan cara
sedangkan menurut Aritonang (2012)6 siklus mencocokkan bahan makanan yang datang
menu sebaiknya diganti setiap 6 bulan seka- dengan daftar pesanan. Apabila tidak sesuai
li. Kegiatan lain dibagian perencanaan menu dengan pesanan maka pihak penerimaan yang
adalah penetapan standar porsi makanan, stan- ada di instalasi gizi mengembalikannya ke
dar resep dan standar bumbu masih dibuat se- rekanan.
cara umum, hanya standar porsi makanan yang
diutamakan adalah pasien yang berdiet. Penyimpanan Bahan Makanan
Abstrak: Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan presentase bayi yang menyusu eksklusif hanya 15,3%. Data dari
RSKD Siti Fatimah menunjukkan bahwa pelaksanaan pijat bayi dalam setiap bulan hanya berkisar 50%. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pijat bayi, manfaat pijat bayi dan mengetahui
bagaimana pelayanan unit pijat memberikan informasi ketersediaan fasilitas unit pijat bayi di RSKD Siti Fatimah.
Jenis penelitian observasional dengan pendekatan deskriptif. Tekhnik pengambilan sampel yaitu purposive sampling
dengan jumlah sampel 70 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang tahu tentang pijat bayi sebesar 88,6%,
dan ibu yang mengetahui tentang ketersediaan fasilitas unit pijat bayi di RSKD Siti Fatimah hanya sebesar 59,68%.
Untuk tingkatan pengetahuan ibu tentang pijat bayi, terdapat 88,7% yang berpengetahuan cukup dan sebesar 11,3%
yang berpengetahuan kurang. Ibu yang memijat bayinya sebesar 71,4%. Bayi yang dipijat mengalami kenaikan berat
badan hanya sebesar 10%, frekuensi menyusu kuat sebesar 70%, dan memiliki durasi tidur lelap sebesar 78%. Petugas
fisioterapi tidak menggunakan fasilitas unit ruang pijat sebagai tempat memijat bayi dikarenakan kondisi yang belum
memungkinkan ibu untuk mengantar bayinya ke ruang pijat bayi dan media promosi pijat bayi yang disediakan petu-
gas masih sangat minim sehingga penyampaian informasi dari petugas kepada ibu bersalin masih kurang. Dari hasil
yang diperoleh disarankan agar ibu meningkatkan pengetahuan tentang pijat bayi dan bagi pihak Rumah Sakit, agar
lebih memperbanyak media promosi tentang tumbuh kembang bayi dalam hal ini pijat bayi.
Kata kunci: pengetahuan ibu, pijat bayi, Rumah Sakit Ibu dan Anak
Abstract: Basic Health Research 2010 showed the percentage of infants exclusively breastfeding only 15,3%. Based
on data from Siti Fatimah RSKD was showed that the implementation of infant massage in every month only about
50%. The aims of the study was found a descriptive of maternal knowledge about infant massage, the benefis of infant
massage and the availability service on infant massage in unit facility RSKD Siti Fatimah. The type of research was
observational study with a descriptive approach. Purposive sampling technique was done for colleted sampling with
total sample 70 people. Results were showed that mothers who were know about infant massage 88,6%, and mothers
were knowed about the availability of infant massage in unit facility RSKD Siti Fatimah only at 59,68%. The level
of knowledge about infant massage 88,7% were knowledgeable enough and 11,3% who were less knowledge. Moth-
ers who massage their infants 71,4%. The weight gain of babies were massaged just 10%, strong suckling frequency
70%, and hight sleep duration 78%. The officer did not used the facilities unit physiotherapy massage room as a place
to massage the baby because the mother’s condition had not been suitable to take the baby. The media promotion of
infant massage and baby massage had provided by the officer still very low that caused the information from officers
to the mothers was still low. The pregnant women should increase their knowledge about infant massage, infant mas-
sage benefits and supporting health workers. The Hospital should increase promotion about baby massage.
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Karak- Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Pengeta-
teristik Di RSKD St. Fatimah Makassar huan Awal Ibu tentang Pijat Bayi Di RSKD
Siti Fatimah
Jumlah Jumlah
Karakteristik Pengetahuan Awal
n = 70 % n = 62 %
Umur (tahun) Mengetahui layanan unit
< 20 12 17,1 pijat bayi
20 – 35 48 68,6 Ya 37 59,68
> 35 10 14,3 Tidak 25 40,32
Proses Persalinan Sumber informasi Ibu ten-
Normal 56 80 tang pijat bayi
Caesar 14 20 Petugas kesehatan 16 25,8
Paritas Media 25 40,3
≤ 3 60 85,71 Keluarga 15 24,2
>3 10 14,28 Lainnya 6 9,68
Pendidikan Mengetahui letak unit pijat
SD 10 14,3 bayi
SMP 17 24,3 Ya 17 27,4
SMA / SMK 30 42,9 Tidak 45 72,6
DIPLOMA 6 8,6 Jadwal pijat bayi
SI 7 10,0 Tahu 9 14,5
Pekerjaan Tidak tahu 53 85,5
IRT 55 78,6 Pelaksana pijat bayi
Pegawai swasta 5 7,1 Petugas 38 61,3
PNS 6 8,6 Lainnya 24 38,7
Lainnya 4 7,1 Pengetahuan tentang pijat
Agama bayi dan manfaat pijat bayi
Islam 65 92,9 Cukup 55 88,7
Kristen 5 7,1 Kurang 7 11,3
Suku
Makassar 39 55,5
Bugis 19 27,1 (7,1%). Berdasarkan suku, suku terbanyak
Toraja 4 5,7 responden yaitu suku Makassar sebanyak 39
Lainnya 8 11,4 orang (55,5%) dan suku paling sedikit yaitu
Jalur Masuk suku Toraja dengan jumlah responden hanya
Umum 11 5,7
Askes
4 orang (5,7%). Kemudian untuk jalur masuk,
6 8,6
Jamkesda 46 65,7 umumnya responden masuk menggunakan
Jamkesmas 7 10,0 Jamkesda sebanyak 46 (65,7%) dan sisanya
masuk melalui umum, Askes dan Jamkesmas.
sebanyak 60 orang (85,71%) dan sisanya per-
salinan keempat keatas sebesar 14,28%. Ke- Analisis Informasi Awal Responden tentang
mudian, karakteristik pendidikan responden, Pijat Bayi
pada umumnya responden berpendidikan tera-
khir SMA yaitu sebanyak 30 orang (42,9%) Dari hasil penelitian yang berisi tentang
dan yang paling sedikit yaitu tingkat pendidi- info awal responden yang tahu pijat bayi se-
kan Diploma sebanyak 6 orang (8,6%). Karak- belumnya yang menjawab tahu sebanyak 62
teristik pekerjaan responden, dimana pada um- orang (88,6%), dan sisanya mengatakan tidak
umnya responden bekerja sebagai Ibu Rumah sebanyak 8 orang (11,4%). Sehingga pada per-
Tangga (IRT) sebanyak 55 orang (78,6%) dan tanyaan awal kedua sampai keenam masing-
yang lainnya berstatus wiraswasta sebanyak 4 masing ada 8 orang (11,4%) yang tidak melan-
orang (7,1%). jutkan untuk menjawab pertanyaan. Dengan
Sebagian besar responden beragama demikian pada info selanjutnya yang berhak
Islam dengan jumlah responden sebanyak 65 diberikan pertanyaan lanjutan adalah respon-
orang (92,2%) dan sisanya beragama Kristen den yang tahu tentang pijat bayi sebelumnya
46 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 42-51
Tabel 3.Distribusi Responden berdasarkan Pen- Selanjutnya, Ibu yang mengetahui letak unit
getahuan dan Praktek Pijat Bayi Selama
Perawatan di RSKD Siti Fatimah pijat di RSKD Siti Fatimah hanya sebesar 17
orang (27,4%) sedangkan sisanya 45 orang
Jumlah
Praktek pijat bayi (72,6%) tidak mengetahui letak unit pijat di
n = 70 %
Rumah sakit tersebut. Pada pertanyaan selan-
Tahu pijat bayi jutnya mengenai ibu yang mengetahui jadwal
Ya 62 88,6
Tidak 8 11,4 pijat bayi hanya sebanyak 9 orang (14,5%)
Ibu melakukan pijat bayi dan sisanya 53 orang (85,5%) tidak mengeta-
Ya 50 71,4 hui jadwal pijat bayi di Rumah Sakit tersebut.
Tidak 20 28,6 Pertanyaan awal terakhir mengenai informasi
Berat badan bayi selama tentang siapa yang melaksanakan pijat bayi
perawatan
Tetap 24 34,3 yang mengatakan petugas fisioterapi sebesar
Naik 5 7,1 38 orang (61,3%) dan yang mengatakan lain-
Turun 41 58,6 nya sebesar 24 orang (38,7%). Adapun yang
Frekuensi menyusu dimaksud lainnya disini terdiri dari dokter
Kuat 44 62,9 anak, dan bidan praktek dan tidak tahu siapa
Tidak kuat 26 37,1
Durasi tidur yang melaksanakan pijat bayi (Tabel 2).
Lelap 56 80
Tidak lelap 14 20 Analisis Pengetahuan Responden tentang
Pijat Bayi
yakni sisa sebesar 62 responden.
Responden yang mengetahui bahwa di Responden yang memiliki pengetahuan
RSKD Siti Fatimah terdapat layanan unit pijat yang cukup tentang pijat bayi secara umum se-
bayi sebanyak 37 orang ( 59,68%) yang tahu banyak 55 orang (88,7%) dan yang berpenge-
adanya layanan pijat sedangkan sisanya 25 tahuan kurang sebanyak 7 orang (11,3%) dari
orang (40,32%) tidak tahu bahwa di Rumah 62 responden yang pada informasi awal tahu
sakit tersebut terdapat layanan unit pijat. Ke- tentang pijat bayi. Dari hasil analisis terlihat
mudian Ibu yang mengetahui adanya pijat bayi bahwa pertanyaan yang paling banyak benar
pada umumnya memperoleh informasi dari dijawab oleh responden adalah pertanyaan
media (Tv, koran, majalah, leaflet, iklan) yakni tentang manfaat pijat bagi bayi yakni sebesar
sebanyak 25 orang (40,3%) dan yang paling 95,2%, sedangkan pertanyaan yang paling se-
sedikit memperoleh informasi dari tetangga, dikit benar dijawab oleh responden adalah per-
dan teman kerja sebanyak 6 orang (9,68%). tanyaan tentang cara memijat bayi yang baru
Tabel 4. Distribusi Informasi dari Petugas Fisioterapi berkaitan dengan Pijat Bayi
Di RSIA ST. Fatimah Makassar
Informasi Petugas Keterangan
Jadwal unit pijat dibuka 2-4 x seminggu
(senin, rabu, kamis, sabtu)
Jam tertentu untuk melakukan Jam 08.00 – 09.00 pagi untuk rawat inap.
pemijatan Jam 09.00 – 10.00 untuk rawat jalan.
Media promosi pada tiap bagian Dalam bentuk leaflet
di Rumah bersalin Letak: tempat pendaftaran, polianak, dan ruangan
pijat bayi.
Tata cara khusus petugas pijat Sesuai aturan yang ditetapkan tentang syarat dan
memberi pemijatan pada bayi tata cara bayi dipijat.
Biaya khusus untuk melak- Untuk yang masuk dalam jaminan kesehatan tidak
sanakan pijat bayi ada pungutan biaya, kecuali yang umum.
Dengan biaya yang telah diatur dalam surat Gu-
bernur sebesar Rp.35.000
Tempat melakukan pemijatan Di kamar perawatan dan di ruang tindakan
Pelaksana pijat bayi Petugas fisioterapi
Parubak dkk, Gambaran Pengetahuan Ibu tentang... 47
lahir usia 0-1 bulan yakni sebesar 51,6%. sil pengamatan tentang pijat bayi masih sangat
minim. Media promosi yang ada hanya dalam
Analisis Manfaat Pijat Bayi bentuk leaflet yang diletakkan di ruangan
ANC, poliklinik anak dan ruangan unit pijat
Selama masa perawatan, peneliti melaku- bayi. Sedangkan untuk poster hanya terdapat
kan pengamatan secara umum terlebih dahulu satu poster yang diletakkan di dalam ruangan
mengenai berat badan bayi, frekuensi menyu- unit pijat bayi yang jauh dari jangkauan peng-
su, dan durasi tidur. Selama masa perawatan lihatan ibu bersalin.
yang berkisar antara 2 - 3 hari bayi rata- Petugas memiliki tata cara khusus dalam
rata mengalami penurunan berat badan yakni memberi pemijatan kepada bayi yakni sesuai
sebanyak 41 bayi (58,6%) dan paling sedikit dengan syarat-syarat tertentu seorang bayi bo-
mengalami kenaikan berat badan hanya 5 orang leh dipijat. Adapun tata cara pemijatan didasar-
(7,1%). Untuk frekuensi menyusu rata-rata kan sesuai aturan yang ditetapkan Keputusan
frekuensi menyusu bayi masuk dalam kategori Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/
kuat. Dimana bayi dengan frekuensi menyusu VI/ 2002 tentang tumbuh kembang anak.
kuat sebesar 44 bayi (62,9%) dan sisanya ma- Informasi tentang biaya yang diperlukan
suk dalam kategori tidak kuat menyusu yakni untuk pelayanan pijat bayi, dari hasil wawan-
26 bayi (37,1%). Untuk durasi tidur rata-rata cara dengan petugas didapatkan hasil bahwa
durasi tidur bayi lelap yakni sebanyak 56 bayi khusus untuk pasien yang masuk melalui jalur
(80%) dan sisanya masuk dalam kategori tidak Jamkesda, Jamkesmas, dan Askes tidak dilaku-
lelap yakni 14 bayi (20%). kan pungutan biaya kecuali pasien yang masuk
Pada bayi yang dipijat terlihat memiliki melalui jalur umum dilakukan pungutan biaya
berat badan tetap sebesar 34,3%, naik hanya pada keluarga bayi sesuai dengan aturan Perda
sebesar 7,1% dan lebih banyak mengalami dalam bidang fisioterapi. Untuk jalur umum
penurunan sebesar 58,6%. Untuk frekuensi penagihan dimasukkan dalam biaya administra-
menyusu terlihat dari total bayi yang dipijat si pada kolektor rawat inap sebesar Rp.35.000
sebesar 50 bayi, yang memiliki frekuensi me- selama perawatan. Pemijatan dilakukan di ka-
nyusu kuat sebesar 62,9% dan sebesar 37,1% mar perawatan atau di ruang tindakan tempat
masuk dalam kategori tidak kuat menyusu. memandikan bayi yang dilakukan oleh petugas
Untuk durasi tidur, dari total bayi yang dipijat fisioterapi.
sebesar 80% yang memiliki kategori tidur le-
lap sisanya sebesar 20% masuk dalam kategori PEMBAHASAN
tidak lelap.
Dari hasil penelitian, terlihat ibu yang
Analisis Informasi Petugas tentang Layanan tahu tentang pijat bayi sebesar 88,6%, hal ini
Pijat Bayi menunjukkan bahwa sebagian besar ibu telah
mengenal atau setidaknya pernah mendengar
Berdasarkan informasi yang diberikan tentang pijat bayi sebelumnya. Adapun sumber
oleh petugas fisioterapi. Jadwal unit pijat, re- informasi sebagian besar mereka dapatkan dari
sponden dalam hal ini petugas menuturkan media TV, iklan, koran, serta leaflet (40,3%).
bahwa layanan pijat bayi untuk rawat inap di- Sebagian lainnya memperoleh informasi dari
laksanakan 2 - 4 x seminggu (senin, rabu, ka- petugas kesehatan, keluarga, teman dan tetang-
mis, sabtu). Sedangkan untuk layanan rawat ga di lingkungan tempat mereka tinggal. In-
jalan dibuka senin - sabtu. Untuk informasi formasi pengetahuan Ibu tentang ketersediaan
jadwal waktu pemijatan bayi yang dilakukan fasilitas unit pijat bayi hanya sebesar 59,68%
hanya sekali dalam sehari, yakni pada pagi hari yang mengetahui bahwa di RSKD Ibu Dan
sekitar pukul 08.00 pagi. Pemijatan dilakukan Anak Siti Fatimah terdapat layanan pijat bayi,
sekitar 10 menit untuk satu bayi. masih ada sebesar 40,32% yang tidak menge-
Media promosi yang digunakan dari ha- tahui adanya layanan tersebut walaupun dari
48 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 42-51
70 responden ini telah cukup banyak yang per- aturan Perda yang ditetapkan oleh Provinsi Su-
nah mendengar tentang pijat bayi, kebanyakan lawesi Selatan.
dari responden tidak bertanya kepada petugas Hasil analisis data berdasarkan penge-
kesehatan yang ada di RS tentang tersedianya tahuan Ibu tentang pijat bayi, terdapat 88,6%
fasilitas unit pijat di RS karena rata-rata dari yang berpengetahuan cukup dan sisanya 11,4%
responden beranggapan bahwa pijat bayi atau berpengetahuan kurang. Dari 15 pertanyaan,
yang sering disebut “massage baby” layanan- pertanyaan yang paling banyak dijawab benar
nya hanya ada di RSIA Swasta atau klinik- oleh responden adalah pertanyaan tentang man-
klinik pijat bayi tertentu mengingat RS Siti faat pijat bagi bayi yakni sebesar 95,2%, se-
Fatimah termasuk dalam RSKD Ibu dan Anak dangkan pertanyaan yang paling banyak salah
yang berada di bawah naungan pemerintah. Di dijawab oleh responden adalah pertanyaan ten-
samping itu, media promosi yang berkaitan tang cara memijat bayi yang baru lahir usia 0-1
dengan pijat bayi di RSKD Ibu dan Anak Siti bulan yakni sebesar 51,6%. Hal ini menunjuk-
Fatimah masih sangat minim, media promosi kan bahwa responden rata-rata telah mengeta-
hanya dalam bentuk leaflet , yang tidak disebar hui manfaat tentang pijat bayi bagi bayi namun
secara merata, hanya berada pada ruangan ter- masih kurang memiliki pengetahuan tentang
tentu saja yakni di ruangan ANC, penerimaan batasan cara pijat yang benar yang disesuaikan
dan di ruang unit pijat bayi itu sendiri. Hanya dengan usia bayi.
terdapat satu poster tentang tumbuh kembang Berdasarkan hasil tabulasi silang an-
anak yang diletakkan di dalam ruangan unit fi- tara pengetahuan dengan karakteristik respon-
sioterapi yang jauh dari jangkauan karena be- den tentang pijat bayi dapat diketahui bahwa
rada di lantai 2 RS. tingkat pengetahuan dengan karakeristik re-
Informasi Ibu yang mengetahui letak unit sponden menunjukkan bahwa kelompok umur
pijat bayi, hanya 17 responden (27,4%) yang yang memiliki kategori pengetahuan cukup
mengetahui dengan pasti letak ruangan unit terbesar adalah umur 20 - 35 tahun sebesar
pijat. Hal ini dikarenakan ruangan pijat bayi 92,8%, untuk usia > 35 tahun sebesar 88,88%.
digabungkan dengan ruangan fisioterapi lain- Disini terlihat bahwa usia 20 - 35 tahun persen-
nya seperti senam nifas, dan lansia sehingga tase pengetahuan cukup lebih besar dibanding-
kebanyakan responden beranggapan bahwa kan usia > 35 tahun sedangkan kelompok yang
ruangan tersebut bukanlah ruangan pijat bayi. memiliki pengetahuan kategori kurang terbe-
Disamping itu, pijat bayi selama ini tidak di- sar yakni umur < 20 tahun sebesar 27,3% . Hal
lakukan di ruangan fisioterapi melainkan tersebut tidak sejalan dengan pendapat Notoat-
petugas lebih memilih untuk melakukan pijat modjo (2003)5, yang mengatakan bahwa umur
bayi di kamar-kamar perawatan dan di ruang mempengaruhi pengetahuan seseorang, karena
tindakan (tempat memandikan bayi). Sedang- semakin tua usia maka pengetahuan semakin
kan untuk informasi jadwal hanya 14,5% yang bertambah.
mengetahui jadwal pijat bayi, selebihnya tidak Adapun tingkat pendidikan yang memi-
mengetahui jadwal pijat sebenarnya, dikare- liki kategori pengetahuan cukup terbesar adalah
nakan rata-rata ibu bersalin hanya berkisar 2 SMA, Diploma dan SI yakni masing-masing
- 3 hari di kamar perawatan. Berkaitan dengan sebesar 100%. Sehingga dapat dikatakan bah-
harga, responden tidak mengetahui secara pas- wa untuk tingkat pendidikan SMA keatas tidak
ti, dikarenakan rata-rata dari responden masuk ada yang masuk dalam kategori pengetahuan
melalui jalur Jamkesda, Askes, dan Jamkes- kurang. Sedangkan untuk kategori pengeta-
mas, sehingga semua biaya Rumah Sakit ter- huan kurang yang memiliki jumlah terbesar
masuk layanan pijat telah dimasukkan dalam adalah tamatan SD sebesar 40%. Hasil peneli-
biaya administrasi jaminan kesehatan. Kecuali tian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
untuk pasien yang masuk melalui jalur umum, Notoatmodjo (2003)5 yang mengatakan sema-
maka biaya dimasukkan di kolektor saat sele- kin tinggi pendidikan yang ditempuh oleh se-
sai pemijatan dengan biaya Rp.35.000 sesuai seorang, maka semakin baik pengetahuan dan
Parubak dkk, Gambaran Pengetahuan Ibu tentang... 49
lebih luas dibandingkan dengan tingkat pendi- pada 20 bayi prematur (berat badan 1.280 dan
dikan yang rendah. 1.176 gr), yang dipijat selama 3 kali 15 menit
Hasil tabulasi silang antara pengetahuan selama 10 hari, terjadi kenaikan berat badan
awal ibu tentang pijat bayi dengan jumlah bayi 20% - 47% per hari, kenaikan berat badan leb-
yang dipijat menunjukkan bahwa ibu yang tahu ih tinggi dibandingkan yang tidak dipijat dan
tentang pijat bayi memijat bayinya sebesar 79% terhadap bayi cukup bulan yang berusia 1 - 3
dan yang tidak memijat bayinya sebesar 21%. bulan yang dipijat selama 15 menit sebanyak
Sedangkan ibu yang tidak tahu tentang pijat 2 kali seminggu untuk masa enam minggu
bayi memijat bayinya sebesar 12,5% dan si- menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih
sanya sebesar 88% tidak memijat bayinya. Dari dari bayi kontrol. Hal ini disebabkan dalam
hasil ini menunjukkan ibu yang tahu tentang penelitian yang dilakukan oleh peneliti, pijat
pijat bayi, belum tentu memijat bayinya. Hal bayi hanya dilakukan 1 - 2 x saja oleh petugas
ini dikarenakan sebagian besar ibu mengaku fisioterapi dan hanya diamati selama 1 - 3 hari
tidak mengetahui ada layanan pijat di RSKD karena lama perawatan bayi hanya berkisar 1
St. Fatimah karena ibu beranggapan pijat bayi - 3 hari sehingga dapat dikatakan pijat bayi be-
hanya ada di rumah sakit bersalin swasta, selain lum menghasilkan efek bermakna terhadap ke-
itu media promosi yang masih sangat minim naikan berat badan, sedangkan pemijatan yang
menyebabkan ibu belum semuanya tahu ten- dilakukan oleh Field dan Schanber berlangsung
tang ketersediaan layanan unit pijat di rumah selama 10 hari secara teratur sehingga penga-
sakit tersebut. Sebesar 12,5% ibu yang me- ruh dapat terlihat.
mijat bayinya namun sama sekali belum tahu Selama masa perawatan, bayi yang me-
tentang pijat bayi sebelumnya, hal ini dikare- miliki frekuensi menyusu kuat sebesar 62,9%
nakan di rumah sakit tersebut pijat bayi tidak dan sisanya sebesar 37,1% memiliki frekuensi
dilaksanakan di ruang unit pijat bayi melain- menyusu yang tidak kuat. Bayi yang tidak kuat
kan di kamar perawatan atau di kamar tempat menyusu, disebabkan ibunya belum banyak
memandikan bayi, Untuk bayi yang dipijat di mengeluarkan ASI sehingga frekuensi me-
ruang tempat memandikan bayi, sebagian ibu nyusu bayipun tidak kuat. Selain itu, menurut
tidak tahu bayinya dipijat karena yang mengan- penuturan responden bayi mereka kesusahan
tar bayinya ke ruang tersebut adalah keluarga, menyusu karena bagian puting ibu mengalami
atau perawat. masalah, seperti puting tenggelam, dan puting
Jumlah bayi yang mengalami kenaikan ibu yang terlalu besar sehingga sulit masuk
berat badan selama masa perawatan hanya ke dalam mulut bayi. Berdasarkan tabulasi si-
sebesar 7,1% dan mengalami penurunan berat lang antara frekuensi menyusu bayi dan bayi
badan sebesar 58,6%, sisanya tidak mengalami yang dipijat, terlihat dari total bayi yang dipijat
penaikan dan penurunan (tetap) sebesar 34,3%. sebesar 50 bayi yang memiliki frekuensi me-
Dari hasil penelitian terlihat lebih banyak yang nyusu kuat sebesar 70% dan sebesar 30% ma-
mengalami penurunan dibandingkan kenaikan suk dalam kategori tidak kuat menyusu. Peneli-
berat badan, padahal sebagian besar bayi dipi- tian ini sejalan dengan penelitian (Cyntia 2000
jat hal ini dikarenakan bayi yang baru lahir saat dalam Zulaika, 2007)8 yang menyatakan bahwa
dilahirkan akan mengalami perubahan suhu ibu yang memijat bayinya akan memingkat-
saat telah berada di lingkungan luar sehingga kan frekuensi menyusu bayi karena bayi akan
berat badannya cenderung mengalami penu- mudah merasa lapar dengan demikian akan
runan. Berdasarkan tabulasi silang antara jum- merangsang payudara ibu untuk memproduksi
lah bayi yang dipijat dengan berat badan bayi, ASI lebih banyak.
terlihat bayi yang dipijat memiliki berat badan Hasil penelitian menunjukkan bahwa se-
tetap sebesar 38%, naik hanya sebesar 10% dan lama masa perawatan bayi yang masuk dalam
lebih banyak mengalami penurunan sebesar kategori durasi tidur lelap sebesar 80% dan
52%. Penelitian ini tidak sejalan dengan pene- sisanya 20% tidak lelap. Menurut penuturan
litian Field (1990)4 yang menunjukkan bahwa responden bayi mereka memiliki durasi tidur
50 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 42-51
yang < 18 jam disebabkan karena kondisi ru- KESIMPULAN DAN SARAN
angan yang panas khususnya pasien yang be-
rada di kelas 3 (bangsal) selain itu bayi mereka Ibu yang pada informasi awal tahu ten-
lebih sering terbangun di malam hari rata-rata tang pijat bayi sebesar 88,6%, dan Ibu yang
frekuensi bangun pada malam hari sebanyak 4 mengetahui tentang ketersediaan fasilitas unit
- 5 x. Berdasarkan tabulasi silang antara durasi pijat bayi hanya sebesar 59,68% yang men-
tidur bayi dengan bayi yang dipijat terlihat dari getahui bahwa di RSKD Ibu dan Anak Siti
total bayi yang dipijat sebesar 78% yang me- Fatimah terdapat layanan pijat bayi. Untuk
miliki kategori tidur lelap sisanya sebesar 22% tingkatan pengetahuan Ibu tentang pijat bayi,
masuk dalam kategori tidak lelap. terdapat 88,7% yang berpengetahuan cukup
Pelayanan petugas layanan pijat masih dan 11,3% yang berpengetahuan kurang. Be-
belum maksimal dilakukan. Berbagai kendala rat badan bayi menunjukkan bayi yang dipijat
dikemukakan petugas fisioterapi menyangkut memiliki berat badan tetap sebesar 34,3%, be-
beberapa hal yang menyebabkan pijat bayi be- rat badan naik hanya sebesar 7,1% dan lebih
lum terlaksana maksimal sesuai dengan aturan banyak mengalami penurunan sebesar 58,6%.
pijat bayi yang benar. Diantaranya jumlah bayi Frekuensi menyusu pada bayi yang dipijat me-
yang harus dipijat tiap hari cukup banyak se- miliki frekuensi menyusu kuat sebesar 62,9%.
hingga pemijatan hanya dilakukan sekali dalam Durasi tidur terlihat bayi yang dipijat sebesar
sehari yakni pada pagi hari, untuk malam hari 80% yang memiliki kategori tidur lelap. Petu-
tidak dilakukan lagi. Selain itu letak ruangan gas fisioterapi tidak menggunakan fasilitas unit
pijat bayi berada di lantai 2, sehingga agak su- ruang pijat sebagai tempat memijat bayi, me-
lit dijangkau oleh ibu bersalin terutama yang lainkan petugas melakukan pijat bayi di kamar-
berada di kamar perawatan lantai 1 sehingga kamar perawatan atau ruang tindakan (tempat
petugas fisioterapi melaksanakan pijat bayi memandikan bayi). Media promosi pijat bayi
dalam kamar perawatan atau di ruang tindakan masih sangat minim yang hanya dalam bentuk
(tempat memandikan bayi). Jika dilihat dari leaflet yang diletakkan di ruangan ANC, po-
segi kenyamanan, pemijatan bayi di ruang tin- liklinik anak dan ruangan unit pijat bayi.
dakan dan ruang perawatan tidak senyaman di Bagi pihak Rumah Sakit disarankan untuk
ruang unit pijat bayi, karena dari pengamatan lebih memperbanyak media promosi tentang
yang dilakukan ruangan perawatan khususnya pijat bayi khususnya petugas fisioterapi yang
kelas 3 (bangsal) masih jauh dari tempat dan diberi tanggungjawab untuk melaksanakan pi-
suasana yang baik untuk pemijatan bayi. jat bayi. Bagi Ibu bersalin yang menjadi respon-
Hasil pengamatan media promosi tentang den diharapkan dapat menambah pengetahuan
pijat bayi masih sangat minim. Media promo- ibu tentang pijat bayi, manfaat pijat bayi, dan
si yang ada hanya dalam bentuk leaflet yang ketersediaan fasilitas unit pijat bayi di RSKD
diletakkan di ruangan ANC, poliklinik anak Siti Fatimah Makassar.
dan ruangan unit pijat bayi. Sedangkan untuk
poster hanya terdapat satu poster yang diletak- DAFTAR PUSTAKA
kan di dalam ruangan unit pijat bayi yang jauh
dari jangkauan ibu bersalin, karena selama ini 1. Amiruddin R dkk., Current Issue Kema-
pemijatan tidak dilaksanakan di ruang pijat tian Anak (Penyakit Diare). Makassar:
bayi, sehingga yang terkadang melihat poster Universitas Hasanuddin; 2007. Terdapat
tersebut hanyalah pasien yang rawat jalan. Ber- pada: http://ridwanamiruddin.wordpress.
dasarkan penuturan petugas, promosi pijat bayi com/2007/10/17/current-issue-kematian-
di rumah sakit tersebut tak jarang melalui mu- anak-diare/.
lut ke mulut, yakni dilakukan pada saat petu- 2. Departemen kesehatan Republik Indonesia.
gas sedang memijat bayi sambil memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
informasi kepada ibu bersalin tentang adanya ASI). Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat,
pijat bayi di rumah sakit tersebut. Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat;
Parubak dkk, Gambaran Pengetahuan Ibu tentang... 51
e-mail: ddianymaulid@yahoo.com
2
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
Abstrak: Tingginya prevalensi gizi kurang dan cakupan Posyandu yang rendah merupakan salah satu faktor pendo-
rong munculnya proyek perbaikan gizi melalui pemberdayaan masyarakat (NICE). Semua kegiatan proyek NICE di
Desa dilaksanakan oleh Kelompok Gizi Masyarakat (KGM). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak kinerja
Kelompok Gizi Masyarakat (KGM) terhadap cakupan Posyandu di Desa Barana kecamatan Bangkala Barat Ka-
bupaten Jeneponto. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Informan penelitian adalah
Kelompok Gizi Masyarakat (KGM), fasilitator masyarakat, kader Posyandu, ibu balita, staf Puskesmas, dan aparat
Desa . Pengumpulan data dilakukan dengan FGD, wawancara mendalam dan observasi. Analisis data menggunakan
analisis tematika. Hasil penelitian menunjukkan kinerja KGM dalam proses penyusunan proposal dimulai dengan
melakukan pengumpulan data, pelaksanaan SMD, MMD dan terakhir adalah pengajuan proposal PGM ke pihak
NICE. Sedangkan kinerja KGM dalam pelaksanaan kegiatan PGM, menunjukkan bahwa KGM telah melaksanakan
seluruh kegiatan program pada tahap I dan II, tujuan dalam proposal telah dicapai. Kinerja KGM telah memberi
dampak positif pada peningkatan cakupan Posyandu (D/S, N/D, distribusi Fe ibu hamil, ASI eksklusif dan kader aktif
serta dapat menurunkan angka balita BGM), meskipun beberapa cakupan tersebut belum memenuhi target. Untuk itu
disarankan agar memperkuat kegiatan-kegiatan yang menjadi daya tarik utama sasaran ke Posyandu dan memperkuat
jalinan kerjasama lintas sektor.
Kata kunci: kelompok gizi masyarakat (KGM), proyek NICE, cakupan posyandu
Abstract: The high prevalence of malnutrition and the low scope of Posyandu is one of the factors in the emergence
of nutritional improvement projects through community empowerment (NICE). All activities project NICE in vil-
lage in held by the Group Nutrition Community (KGM). The purpose of this research to know the effects of Group
Nutrition Community (KGM) against scope Posyandu in the village of Barana sub-district Bangkala western district
Jeneponto. This research was qualitative research with type of case studies. The subject was a group of Community
Nutrition (KGM), nutrition facilitator, cadres posyandu, the mother of a toddler, staff clinic, and officials village.
Data collection was done with FGD, interviews and observations. Analysis of data using analysis tematika. The result
showed that performance KGM in the process of drafting proposal began with collecting data, the SMD, MMD and
last were filing proposal PGM to the NICE. The performance of KGM in the implementation of activities of the PGM,
show that had been held the entire activity KGM program on stage I and II. KGM performance had given a positive
impact on increasing the coverage of the scope Posyandu (D/S, N/D, distribution of Fe pregnant women, exclusive
bresfeeding and cadres active, that can lowering numbers toddler BGM), although some coverage that not meet the
target. It’s therefore advised to strengthen activities that became the main way to get the target and strengthen coopera-
tion most of sector.
sui, petugas kesehatan dan aparat Desa. Focus Tugas dan tanggung jawab KGM di Desa
group discussion (FGD) dilakukan terhadap yaitu menyusun proposal kegiatan paket gizi
anggota KGM, kader Posyandu dan ibu balita. masyarakat (PGM), mensosialisasikan NICE,
Kemudian observasi langsung dilakukan terha- membuka rekening dan mencairkan uang dari
dap kegiatan dan pencatatan pelaporan KGM, rekening Bank, melaksanakan kegiatan PGM
kegiatan dan pencatatan pelaporan Posyandu, dengan berpedoman pada proposal yang telah
TPG, FM dan bidan Desa . disetujui, dan melaporkan perkembangan
pelaksanaan kegiatan PGM.
Analisis Data Dalam penyusunan proposal pengurus
KGM menempuh beberapa langkah yaitu:
Data yang diperoleh dianalisis dengan 1) Pengumpulan data. 2) Survei Mawas Diri
menggunakan metode analisis tematika dan (SMD). 3) Musyawarah Masyarakat Desa
untuk keabsahan data dilakukan triangulasi (MMD). 4) Penyerahan rancangan proposal
metode. kepada pihak NICE.
Pengumpulan data umum dan data khu-
HASIL PENELITIAN sus mengenai jumlah penduduk, jumlah kepala
keluarga, jumlah KK miskin, jumlah balita, ibu
Kinerja KGM dalam Proses Pembuatan hamil, ibu menyusui, jumlah Poskesdes, jum-
Proposal. lah Posyandu dan ketenagaan seperti kader, bi-
dan, perawat dan dokter yang ada di Desa serta
Anggota Kelompok Gizi Masyarakat data penimbangan balita di Posyandu, cakupan
(KGM) yang dipilih oleh warga Desa adalah ASI eksklusif, jumlah balita BGM dan kasus
orang-orang yang dianggap mamiliki kemam- gizi buruk. Setelah data dianalisis, KGM mem-
puan untuk bekerja dan memiliki kepedulian buat kesimpulan bahwa cakupan D/S hanya
terhadap perbaikan gizi dan kesehatan. KGM 45%, distribusi Fe hanya 43% sedangkan ASI
ini berjumlah 10 orang termasuk ketua. Terdiri eksklusif hanya 10% dan balita BGM men-
dari 8 orang perempuan dan 2 orang laki-laki. capai 13,5%. Masalah tersebut dapat terjadi
Seperti yang dikutip dari hasil wawancara sebab rendahnya kesadaran dan pengetahuan
dengan ketua KGM berikut ini : masyarakat, kurangnya jumlah kader karena
tidak adanya dana insentif buat kader, tingkat
“....Kita ini anggota KGM dipilih melalui rapat oleh pengetahuan dan keterampilan kader yang ren-
warga Desa ...katanya punya kemampuan....padahal
saya ini hehehe....cuma tamat SMA tidak terlalu menger- dah, sarana yang masih kurang memadai dan
ti soal masalah gizi...kami berjumlah 10 orang, 8 perem- kurangnya partisipasi lintas sektor dalam ke-
puan dan 2 laki-laki, rata-rata dari kader posyandu....”
(Tn. Jn; Ketua KGM, 2012) giatan Posyandu serta kurangnya petugas ke-
Grafik 1. Cakupan D/S, N/D dan BGM/D Di Posyandu, Sebelum dan Setelah Adanya NICE Di
Desa Barana Kecamatan Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto
Maulid dkk, Dampak Kinerja Kelompok Gizi... 55
Tabel 1. Rata-Rata Pencapaian Program Posyandu Di Desa Barana Kecamatan Bangkala Barat
Kabupaten Jeneponto
ASI
Posyandu D/S N/D BGM/D Distribusi Fe Kader Aktif
Eksklusif
Ros 68,4 48,2 8,6 75,0 40,0 100,0
Cempaka 76,8 49,2 8,7 80,0 40,0 80,0
Anyelir 94,7 44,9 12,8 66,7 37,5 100,0
Anggrek 79,0 43,8 7,7 62,5 28,6 100,0
Melati 81,2 54,2 10,6 85,7 50,0 100,0
Dalam bekerja, anggota KGM mem- Kendala yang Dihadapi Oleh KGM
bagi tugas dan tanggung jawab sesuai dengan
kemampuan dan keahlian masing-masing. Kendala yang paling di rasakan oleh
Namun seluruh kegiatan tetap dilakukan se- KGM adalah kurangnya kerja sama lintas sek-
cara bersama-sama, dengan tetap melibatkan tor terutama dari aparat Desa dan PKK, ren-
beberapa warga Desa khususnya kader-kader dahnya kesadaran masyarakat serta rendahnya
Posyandu. Penanggung jawab kegiatan akan pengetahuan dan kemampuan kader, seperti
mengkoordinir jalannya kegiatan dan mem- yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Ba-
pertanggung jawabkan penggunaan dana yang rana.
ada. Pencairan dana dilakukan sebanyak 8 kali “Dari yang saya lihat selama ini, KGM itu sudah
sesuai kebutuhan dan hanya dapat dilakukan bekerja dengan baik.... hanya saja masih kerja sendiri
dibantu FMnya....hanya orang Puskesmas yang selalu
sekali sebulan oleh ketua dan bendahara. Dana membantu. Tidak pernah ada kerja sama lintas sektor.....
itu akan disimpan oleh bendahara, dan akan hambatannya disitu...... belum adanya kesadaran ma-
syarakat.....rendahnya kemampuan kader, jadi sulit”
dibagi per pos kegiatan, yang selanjutnya akan (Tn. Sm; Kepala Puskesmas Barana, 2012)
diserahkan kepada penanggung jawab kegiatan
jika telah tiba waktu pelaksanaan kegiatan di Cakupan Hasil Kegiatan KGM Desa Barana
dalam bulan berjalan.
KGM Desa Barana telah menyelesaikan
semua kegiatan baik pada tahap I maupun pada
Maulid dkk, Dampak Kinerja Kelompok Gizi... 57
tahap II, dan hasil yang mereka capai sesuai coba jika ada kegiatan untuk bapak-bapaknya....kan be-
lum ada. Itu kekurangannya....sementara bapak-bapak
dengan tujuan yang ada. Dapat dilihat bahwa itu juga perlu diberi penyuluhan........ “
KGM telah melakukan berbagai pengadaan (Tn. As ; Kepala Dusun Bonto Parang, 2012)
fasilitas posyandu, pengadaan PMT dan demo
masak, telah melakukan berbagai penyulu- Cakupan Posyandu
han kesehatan baik di masyarakat maupun di
tingkat sekolah, melakukan dan mengikuti Penyelenggaraan Posyandu di Desa Ba-
berbagai pelatihan baik untuk kader Posyandu rana dilaksanakan pada tanggal yang selama
maupun untuk anggota KGM sendiri. Paling ini sudah ditetapkan dan pelayanan kesehatan
penting adalah bahwa cakupan program Po- telah mencakup pelayanan kesehatan untuk
syandu mengalami peningkatan. Cakupan D/S balita, ibu hamil, ibu menyusui, pelayanan
telah mencapai 80,8%, itu berarti KGM telah KB dan usia lanjut. Pelayanan telah dilakukan
mencapai target NICE D/S 80%, sedangkan dengan sistem 5 meja. Peningkatan pelayanan
cakupan ASI Eksklusif yang meningkat 40,3% tersebut sejalan dengan meningkatnya fasili-
dan distribusi Fe 80,3% belum mencapai target tas di Posyandu. Kader yang menjadi anggota
100% KGM semakin aktif dan rajin. Kerja sama an-
tar kader baru dan kader lama pun cukup baik.
Monitoring dan Evaluasi KGM Keadaan itu membuat cakupan Posyandu se-
makin meningkat. Berikut ungkapan salah
Untuk memastikan apakah kegiatan seorang kader Posyandu.
KGM sudah dilaksanakan sesuai dengan ren-
cana, maka monitoring dan evaluasi dilakukan “Saya kader lama tetapi bukan anggota KGM dan se-
menjak ada NICE di Desa, Posyandu semakin ramai.
baik oleh KGM sendiri, pihak Puskesmas, ma- Kegiatan Posyandu yaitu penimbangan balita dan ibu
syarakat umum maupun pihak NICE Kabu- hamil, pemeriksaan ibu hamil, pemberian vitamin,
biskuit atau susu, imunisasi, penyuluhan, yang membuat
paten. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan Posyandu saat ini semakin ramai adalah adanya PMT
oleh anggota KGM dilaksanakan setiap bulan rutin yang dibuat oleh KGM dan adanya alat permainan
dalam pertemuan rutin anggota. Dalam perte- balita, walaupun masih sedikit tapi anak-anak sangat
suka”
muan itu setiap penanggung jawab kegiatan (Ny. Hj ; kader posyandu, 2012)
harus melaporkan hasil kegiatan, penggunaan
dana, masalah dan hambatan yang diperoleh. Cakupan Kunjungan Balita D/S, N/D dan
Lalu monitoring dan evaluasi yang dilakukan BGM/ D Di Posyandu
oleh pihak Puskesmas yang dilaksanakan se-
tiap akhir bulan menunjukkan bahwa KGM Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa
masih memiliki banyak kekurangan dan keter- keberadaan NICE dan KGM memberi dam-
batasan yang perlu dibenahi khususnya dalam pak positif terhadap peningkatan cakupan D/S
menggalang kerja sama lintas sektor. Semen- dan N/D. Cakupan D/S sebelum adanya NICE
tara penilaian dari aparat Desa, bahwa KGM hanya 45% dan setelah ada NICE, mencapai
sangat kurang mengkoordinasikan kegiatan- 80,8%. Ini berarti cakupan D/S mengalami
nya sehingga tidak semua perkembangan dapat peningkatan 35,8% dan telah mencapai target
diketahui dan kegiatan KGM selama ini hanya 80%. Untuk cakupan N/D, sebelum adanya
menyentuh kaum perempuan, tidak ada ke- NICE hanya mencapai 35,3% dan setelah ada
giatan yang melibatkan kaum laki-laki. Seperti NICE mencapai 48,6%, meningkat 13,3% wa-
yang diungkapkan oleh salah seorang kepala laupun belum mencapai target 80%. Sementara
dusun. cakupan BGM/D, mengalami penurunan dari
12,7% sebelum adanya NICE menjadi 9,1%
“......Kegiatan KGM yang saya ikuti adalah kegiatan
rapat, untuk kegiatan KGM yang lain tidak dapat saya setelah adanya NICE, menurun 3,6%. Penu-
ikuti karena kegiatannya lebih dikhususkan pada runan cakupan BGM ini merupakan hal yang
golongan kaum ibu atau perempuan, seperti di Posyandu
atau penyuluhan kepada ibu hamil atau ibu menyusui.... sangat baik, namun penurunan itu terus di-
58 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 52-60
harapkan hingga tidak mencapai > 5% (Grafik kelurahan, yang anggota-anggotanya mewakili
1). berbagai unsur masyarakat seperti PKK Desa,
organisasi kemasyarakatan dan keagamaan,
Cakupan Distribusi Tablet Fe pada Ibu organisasi kewanitaan, guru SD/MI, kader Po-
Hamil syandu dan tokoh masyarakat lainnya untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan paket gizi
Cakupan distribusi Fe pada ibu hamil di masyarakat (PGM).7
Desa Barana, mengalami peningkatan secara Guna mengembangkan KGM ini secara
signifikan, sebelum adanya NICE cakupan efektif dan efisien, perlu adanya penilaian
distribusi Fe hanya 43,0% dan setelah adanya kinerja.8 Hasil penelitian menunjukkan kinerja
NICE mencapai 80,3%. Terjadi peningkatan KGM berdasarkan proses penyusunan pro-
37,3%, walaupun sebenarnya masih di bawah posal ditahap I telah mengikuti pedoman dan
target 100% (Grafik 2). aturan dari pihak NICE proyek yang bersifat
mengikat sehingga KGM tidak boleh melen-
Cakupan ASI Eksklusif ceng dari aturan tersebut. Sementara proses pe-
nyusunan proposal tahap II dan III, tidak lagi
Pencapaian ASI eksklusif di Desa Barana melalui proses SMD dan MMD, tetapi hanya
setelah adanya NICE mengalami peningkatan langsung menggunakan data evaluasi program
dibandingkan sebelum adanya NICE yakni tahap I dan dibahas dalam pertemuan lintas
dari 10,0% menjadi 40,3%, terjadi peningka- sektor di setiap akhir tahap, hal itu disebabkan
tan 30,3%. Pencapaiasn ASI eksklusif 40,3% karena memperhitungkan waktu yang singkat
ini masih jauh dari target NICE yaitu 100% dan pada tahap II dan III KGM hanya dituntut
(Grafik 3). untuk mampu mengembangkan kegiatan yang
ada ditahap I.
Cakupan Kader Aktif Sedangkan kinerja KGM berdasarkan
pelaksanaan kegiatan PGM terlihat bahwa
Cakupan kader aktif di Desa Barana seluruh kegiatan tahap I dan II telah dilak-
mengalami peningkatan dibandingkan sebelum sanakan, tujuan dalam proposal telah dicapai,
adanya NICE yakni dari 52,0% menjadi 79,6% namun KGM belum menunjukkan adanya
tahap I dan 97,6% tahap II, meningkat 45,6%. kerja inovatif, hanya bekerja rutin mengikuti
Namun tetap diharapkan agar cakupan tersebut prosedur dan jadwal perencanaan, hanya seke-
terus meningkat menjadi 100% (Grafik 4). dar untuk menggunakan dana yang ada. Ke-
Peningkatan cakupan di atas terjadi di adaan ini disebabkan karena KGM dituntut
semua Posyandu akan tetapi peningkatan yang bekerja cepat melaksanakan program, semen-
mencapai target belum merata. Hasil analisis tara tingkat kualitas dan kemampuan KGM
menunjukkan bahwa hanya 2 Posyandu yang masih rendah, begitu pula dengan upaya un-
mencapai target D/S 80%, sedangkan N/D se- tuk mengatasi kendala yang ada sangat kurang
luruhnya masih rendah yaitu di bawah 80%. khususnya dari pihak NICE proyek. Kondisi
Cakupan BGM/D seluruh Posyandu masih > tersebut perlu mendapat perhatian terutama
5%, cakupan distribusi Fe dan ASI eksklusif bagi para pengambil kebijakan, karena jika
seluruhnya masih di bawah 100%. Kemudian hanya seperti itu maka setelah proyek NICE
tingkat keaktifan kader rata-rata sudah men- ini berakhir upaya pemberdayaan masyarakat
capai 100% kecuali Posyandu Cempaka yang itu pun akan berakhir. Hal ini sejalan dengan
hanya mencapai 80% (Tabel 1). penelitian Widagdo (2012)9 yang menyatakan
banyak hasil dari program-program kesehatan
PEMBAHASAN yang berlandaskan peran-serta masyarakat ter-
masuk program Posyandu kurang berkembang
KGM adalah kelompok masyarakat yang bahkan ada yang sudah tidak berlanjut. Hal ini
dipilih dan dibentuk oleh masyarakat Desa / disebabkan karena para petugas lapangan se-
Maulid dkk, Dampak Kinerja Kelompok Gizi... 59
bagai motivator dari program / proyek tersebut pula menyebabkan cakupan D/S di Posyandu
di atas kurang / tidak memberikan dorongan / Anyelir dan Melati mencapai target, hal itu
motivasi kepada masyarakat khususnya kepa- disebabkan karena jika ke Posyandu, ibu dan
da para kader kesehatannya lebih lanjut secara anak bisa mendapatkan PMT, vitamin, biskuit
terus-menerus demi kelestariannya. atau susu yang sangat sulit mereka dapat jika
Pada pelaksanaan Posyandu terdapat tiga harus membeli. Sehingga upaya pemberdayaan
komponen utama yang sangat berperan dan masyarakat semakin perlu ditingkat bukan
saling berkaitan yaitu, peran serta masyarkat hanya disaat adanya proyek melainkan mulai
(kader dan tokoh masyarakat), peran Puskes- dirintis sedini mungkin, terus dipertahankan
mas serta peran sektor lainnya.10 Meningkat- dan dikembangkan melalui berbagai usaha.
nya cakupan Posyandu dan menurunnya balita
BGM di Desa Barana setelah adanya NICE KESIMPULAN DAN SARAN
merupakan dampak yang diharapkan dari
adanya kegiatan-kegiatan KGM khususnya Kesimpulan dari penelitian ini adalah
kegiatan KGM di Posyandu. Hal ini didukung bahwa kinerja KGM di Desa Barana kecamatan
oleh fasiliatas Posyandu semakin lengkap, Bangkala Barat Kabupaten Jeneponto, dalam
kader semakin aktif akibat telah adanya ban- penyusunan proposal telah melalui proses
tuan dana untuk kader, serta pelayanan kese- yang sesuai dengan aturan dari pihak NICE
hatan di Posyandu yang semakin meningkat. proyek, kemudian dalam pelaksanaan kegiatan,
Dengan demikian kondisi tersebut harus terus KGM telah melaksanakan seluruh program ta-
dipertahankan atau lebih ditingkatkan dan itu hap I dan II, hasil pelaksanaan program telah
menjadi tanggung jawab bersama pemerintah sesuai dengan tujuan yang ada dalam proposal.
dan warga setempat serta pihak kesehatan. Cakupan Posyandu terjadi peningkatan D/S,
Kegiatan-kegiatan KGM di Posyandu N/D, distribusi Fe ibu hamil, ASI eksklusif dan
berupa pengadaan PMT, demo masak, pem- kader aktif serta terjadi penurunan angka balita
bagian vitamin, biskuit dan susu yang menjadi BGM dibanding sebelum adanya NICE, walau-
daya tarik bagi warga Desa untuk datang ke pun cakupan itu belum mencapai target, namun
Posyandu, juga patut diteruskan dan wajib bagi kinerja KGM telah memberi dampak positif
masyarakat Desa khususnya pihak aparat Desa terhadap peningkatan cakupan Posyandu .
untuk memikirkan bagaimana agar kegiatan- Disarankan agar dilakukan peningkatkan
kegiatan tersebut terus berlangsung walaupun kapasitas TPG, FM dan KGM sebagai fasilitor
sudah tidak ada bantuan dana dari pihak luar. pemberdayaan masyarakat, memperkuat jali-
Peningkatan cakupan Posyandu yang nan kerja sama lintas sektor mulai dari tingkat
mencapai target sesunguhnya belum merata di provinsi sampai Desa, memperkuat kegiatan-
semua Posyandu. Hal ini disebabkan program kegiatan yang menjadi daya tarik utama sasa-
imunisasi sudah selesai, kelompok sasaran ran ke Posyandu serta meningkatkan kualitas
balita hanya akan berkunjung ke Posyandu dan kuantitas penyuluhan kesehatan untuk ber-
sampai usia anak 9-11 bulan, faktor petugas bagai kalangan.
kesehatan yang tidak datang ke Posyandu serta
faktor musim panen atau turun sawah. Keadaan DAFTAR PUSTAKA
ini serupa dengan hasil penelitian Ridwan di
Kabupaten Tenggamus pada tahun 2007.11 1. Departemen Kesehatan RI. Selayang Pan-
Jika keadaan itu dibiarkan maka akan dang NICE. Jakarta: Departemen Kesehat-
banyak balita di Desa Barana yang pertum- an RI; 2008.
buhannya tidak terpantau, ibu hamil yang ti- 2. Anggidin S. Menilai Kenerja Kelompok
dak mendapat tablet Fe serta bayi yang tidak Gizi Masyarakat Di Proyek NICE Provinsi
mendapatkan ASI Eksklusif 6 bulan. Hal ini Sumatera Selatan. 2011. Tersedia di: http://
akan berdampak buruk pada masa depan mere- www.beritanicesumel.blogspot.com.
ka. Di sisi lain karena faktor kemiskinan dapat 3. Sembiring N. Posyandu sebagai Saran Peran
60 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 52-60
serta Masyarakat dalam Usaha Peningkatan 8. Wikipedia. Kinerja. 2011. Tersedia di:
Kesehatan Masyarakat. 2004. Tersedia di: http://www.kinerja.htm.
http://library.usu.ac.id/fkm/biostatistik-na- 9. Widagdo, L. Kepala Desa dan Kepemimpi-
sap. nan PerDesaan: Persepsi Kader Posyandu
4. Subagyo W dan Mukhadiono. Kemampuan Di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara,
Kader dan Partisipasi Masyarakat pada Jawa Tengah. 2012. Tersedia di: http://
Pelaksanaan Program Posyandu Di Ka- ejournal.undip.ac.id/index.php.
rangpucung Purwokerto Selatan Kabupaten 10. Dana I. Upaya Meningkatkan Peran ser-
Banyumas. 2010. Tersedia di: http://jos:un- ta Masyarakat melalui Analisis Faktor
soed.ac.id/index.php/keperawatan. Stakeholder Posyandu Di Wilayah Kerja
5. Widiastuti. Pemanfaatan Pelayanan Posy- Puskesmas Denpasar Timur 1 Kota Den-
andu Di Kota Denpasar. 2006;. Tersedia di: pasar. 2007. Tersedia di : http://isjd.pdii.lipi.
http://lrc-kmpk.ugm.ac.id. go.id/index.php.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Umum 11. Ridwan. Revitalisasi Posyandu. Pengaruh-
Proyek Perbaikan Gizi Melalui Pemberday- nya terhadap Kinerja Posyandu Di Kabu-
aan Masyarakat. Jakarta: Departemen Kes- paten Tenggamus. 2007. Tersedia di: http://
ehatan RI; 2008. www.irc-kmkp.ugm.ac.ad/.
7. Departemen Kesehatan RI. Panduan Ke-
lompok Gizi Masyarakat (KGM). Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2009.
Artikel Penelitian
Abstrak: Salah satu faktor yang menyebabkan semakin meningkatnya prevalensi penyakit DM Tipe 2 adalah tidak
berjalannya empat pilar pengelolaan DM secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penge-
tahuan, diet, aktivitas fisik, minum obat dan kadar GDS sebelum dan setelah pendampingan gizi di Puskesmas Baula
Kab. Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional comparative two
group dengan pendekatan non randomized one group pre and postest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan
tekhnik purposive sampling dengan jumlah sampel 25 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data
sekunder dan data primer. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendampingan gizi dapat meningkatkan pengetahuan sebesar 52%, meningkatkan kepatuhan diet yaitu energy 76%,
asupan protein dan pengendalian GDS 74,0%, asupan lemak 68%, konsumsi karbohidrat 60,0%. Pendampingan
gizi dapat meningkatkan kepatuhan melakukan aktivitas fisik 20%, dan meningkatkan kepatuhan minum obat 44%.
Meningkatnya kepatuhan terhadap 4 pilar penanganan diabetes berdampak pada GDS yang tidak terkendali dari 80%
sebelum pendampingan menurun menjadi 24% setelah pendampingan. Kesimpulan penelitian bahwa pendampingan
gizi penerapan 4 pilar pengelolaan DM dapat meningkatkan pengetahuan, kepatuhan diet, kepatuhan konsumsi obat
dan aktivitas fisik serta menurunkan presentase GDP yang tidak terkendali pasien diabetes mellitus tipe 2.
The Study of Knowledge, Physical Activity, Diet, Medication and The Blood Glucose Levels
of Diabetes Mellitus Patient’s Before and After Nutritional Accompaniment
Abstract: One of the factors that causes the increasing prevalence of type 2 diabetes mellitus is the four main pil-
lars management of diabetes mellitus not carried in maximal. The purpose of the study was showed the difference
knowledge, diet, physical activity, medication and the patient’s blood glucose levels diabetes mellitus before and after
nutrition assistence in Baula Health Centre district Kolaka South East Sulawesi. The research was a cross sectional
comparative two group research by approach nonrandomized one group pre and post test design. Sampling was done
by using the technique of purposive sampling with the total sample 25 people. The data was collected secondary data
and primary data collection. Data analysis was performed by univariate and bivariate. The results showed that the
nutritional assistance can increase knowledge 52%, increase dietary compliance of energy 76%, protein intake and
control GDS 74,0%, fat intake 68%, carbohydrate consumption 60,0%. Assistance nutrition can increase compliance
physical activity 20%, increase medication compliance 44%. Increased implementation of the 4 pillars management
diabetes mellitus had affects the uncontrolled GDS from 80% before assistance to 24% after nutrition assistance. The
conclusion that nutrition assistance can improve knowledge of nutrition, dietary compliance, the compliance of drug
consumption, and physical activity which was decreased the percentage of uncontrolled GDP.
Desain dan Variabel Penelitian wilayah kerja Puskesmas Baula Kabupaten Ko-
laka Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012.
Penelitian ini termasuk penelitian cross Sampel dalam penelitian ini adalah semua
sectional comparative two group dengan pasien DM tipe 2 yang terdiagnosa di wilayah
pendekatan non randomized one group pre tersebut dengan besar sampel 25 orang. Tekh-
and postest design karena dalam melakukan nik pengambilan sampel dilakukan dengan
pendampingan tidak dilakukan secara random. menggunakan tekhnik purposive sampling.
Variabel penelitian adalah pengetahuan, diet,
aktivitas fisik, minum obat dan kadar GDS. Pengumpulan Data
Tabel 4. Rerata Persentase dan Peningkatan Skor Pengetahuan, Asupan Diet, Aktivitas Fisik, Minum Obat
Responden Di Puskesmas Baula Kabupaten Kolaka
Waktu pengukuran Variabel Mean ± SD Ket
Pengetahuan (%)
Sebelum pendampingan 59,08 ± 17,67 ↑ 27,24
Setelah pendampingan 86,32 ± 11,00
Aktivitas Fisik
Sebelum pendampingan 19 (Patuh) ↑1
Satu minggu setelah pendampingan 20 (Patuh) ↑1
Dua minggu setelah pendampingan 20 (Patuh) ↑5
Tiga minggu setelah pendampingan 24 (Patuh)
Minum Obat
Sebelum pendampingan 14 (Patuh)
Satu minggu pendampingan 25 (Patuh) ↑11
Dua minggu pendampingan 25 (Patuh)
Tiga minggu pendampingan 25 (Patuh)
Kadar GDS (mg/dl)
Sebelum pendampingan 253,36 ± 45,66 ↓61,44
Setelah pendampingan 191,92 ± 22,08
tan kepatuhan konsumsi lemak sebesar 68% jukkan pada Tabel 3. Aktivitas fisik meningkat
setelah pendampingan gizi. Kepatuhan kon- sebesar 20% yakni dari 76% responden yang
sumsi karbohidrat sebelum pendampingan gizi patuh sebelum pendampingan menjadi 96%
hanya 20,0%, setelah pendampingan gizi me- setelah pendampingan.
ningkat menjadi 80,0%. Hal ini mengindikasi-
kan bahwa pendampingan gizi dapat mening- Minum Obat
katkan kepatuhan konsumsi karbohidrat subjek
penelitian pasien diabetes mellitus 60,0%. Kepatuhan minum obat beserta kontri-
businya terhadap kadar GDS terkendali se-
Aktivitas Fisik belum dan setelah pendampingan ditunjuk-
kan pada Tabel 3. Pada Tabel tersebut terlihat
Kepatuhan aktivitas fisik beserta kon- bahwa sebelum pendampingan, kepatuhan mi-
tribusinya terhadap pengendalian kadar GDS num obat responden masih rendah yakni 56%.
sebelum dan setelah pendampingan gizi ditun- Setelah pendampingan gizi terjadi peningkatan
Tabel 5. Distribusi Kepatuhan Diet dan Kadar GDS Pasien DM Tipe 2 Sebelum dan Setelah Pendampingan
Gizi Di Puskesmas Baula Kabupaten Kolaka
Kadar GDS
Sebelum Pendampingan Setelah Pendampingan
Kepatuhan
Diet Tidak Tidak
Terkendali Total Terkendali Total
Terkendali Terkendali
n = 20 % n=5 % n = 25 % n=6 % n = 19 % n = 25 %
Energi
Tidak Patuh 20 83,0 4 16,7 24 96,0 5 100 0 0,0 5 20,0
Patuh 0 0,0 1 100 1 4,0 1 5,0 19 95,0 20 80,0
Protein
Tidak Patuh 4 80,0 1 20,0 5 20,0 5 62,5 3 37,5 8 32,0
Patuh 16 80,0 4 20,0 20 80,0 1 6,0 16 94,0 17 68,0
Lemak
Tidak Patuh 17 77,3 5 22,7 22 88,0 0 0,0 5 100 5 20,0
Patuh 3 100 0 0,0 3 12,0 6 30,0 14 70,0 20 80,0
Karbohidrat
Tidak Patuh 20 100 0 0,0 20 80,0 5 00,0 0 0,0 5 20,0
Patuh 0 0,0 5 100 5 20,0 1 5,0 19 95,0 20 80,0
66 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 61-68
menjadi 100% patuh minum obat. Sejalan dengan yang dilaporkan oleh Aghamo-
laei (2005)7 bahwa responden DM tipe 2 yang
Kadar GDS diberi penyuluhan terpadu selama dua tahun
ternyata menunjukkan adanya peningkatan
Kadar GDS responden sebelum dan skor pengetahuan (58%) dan perbaikan kadar
setelah pendampingan ditunjukkan pada Gam- gula darah (34%) dibanding sebelum dilaku-
bar 1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kan penyuluhan.
sebelum pendampingan, rata-rata responden
memiliki kadar GDS yang tidak terkendali Kepatuhan Diet Sebelum dan Setelah
sebesar 80% dan setelah pendampingan terjadi Pendampingan
penurunan persentase subjek penelitian yang
mengalami glukosa tidak terkontrol (24%). Terjadi peningkatan kepatuhan diet
subjek penelitian pasien DM tipe 2 setelah
PEMBAHASAN pendampingan gizi. Peningkatan kepatuhan
dapat disebabkan responden mulai memahami
Pengetahuan sebelum dan setelah tujuan dari penerapan pedoman diet terhadap
Pendampingan Gizi pengendalian kadar gula darah. Di samping itu
adanya dukungan keluarga juga memberi peran
Program pendampingan gizi dilak- tersendiri bagi responden untuk meningkatkan
sanakan dengan metode penyuluhan dan kon- kepatuhannya.
sultasi gizi dan kesehatan melalui pendekatan Ada beberapa faktor yang mempenga-
individu maupun kelompok. Alat bantu yang ruhi kepatuhan responden termasuk kepatu-
digunakan dalam penelitian ini antara lain han dalam melaksanakan program diet pada
leflet dan buku saku yang berisi materi seputar responden diabetes mellitus yaitu pemahaman
masalah DM dan pengelolaannya. Penyuluhan tentang instruksi, kualitas interaksi, dukungan
dan konsultasi gizi dilakukan secara rutin dan sosial keluarga, serta keyakinan, sikap dan ke-
berkesinambungan selama 4 kali kunjungan pribadian responden. Dari ke-4 faktor tersebut,
pada setiap sasaran baik perorangan maupun dukungan sosial keluarga merupakan salah satu
kelompok. faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja,
Berdasarkan hasil penelitian ini dite- karena dukungan sosial keluarga merupakan
mukan bahwa penyuluhan melalui program salah satu dari faktor yang memiliki kontribusi
pendampingan gizi mampu meningkatkan yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat
pengetahuan responden di Puskesmas Baula yang mempengaruhi kepatuhan responden
dengan peningkatan yang cukup tinggi yakni pasien diabetes melitus. Mengingat diabetes
sebesar 27,24 poin dari skor rata-rata penge- merupakan penyakit kronis yang dapat hilang
tahuan sampel sebelum pendampingan sebesar timbul atau dapat kambuh kapan saja jika re-
59,08% menjadi 86,32% (Tabel 4). Terjadi pen- sponden tidak mengikuti program yang telah
ingkatan jumlah sampel berpengetahuan cukup ditetapkan oleh petugas kesehatan.8 Program
dari 48% menjadi 100% setelah pendampingan pendampingan gizi yang dilaksanakan dalam
gizi. penelitian ini telah mampu merubah maindset
Menurut Huda (2002)6 penyuluhan akan responden dan pemahaman tentang pengaturan
mengubah kesadaran dan perilaku (pengeta- makanan sebagai pilar utama pengendalian ka-
huan, sikap, dan keterampilan) manusia ke dar gula darah. Pemahaman tersebut telah me-
arah yang lebih baik dan dapat mencapai ke- ningkatkan pola makan menjadi seimbang.
hidupan yang lebih sejahtera. Dari hasil anali-
sis silang antara pengetahuan dengan kadar Aktivitas Fisik Sebelum dan Setelah
GDS didapatkan bahwa pengetahuan memberi Pendampingan
kontribusi sebesar 51% untuk terkendalinya
kadar GDS setelah pendampingan gizi. Hal ini Tabel 3 menunjukan bahwa aktivitas
Sale dkk, Studi Pengetahuan, Diet, Aktivitas fisik... 67
fisik meningkat sebesar 20% yakni dari 76% sehat dan ketetapan berobat. Sikap perilaku in-
responden yang patuh sebelum pendampingan dividu dimulai dengan tahap kepatuhan, identi-
menjadi 96% setelah pendampingan dan mem- fikasi, kemudian menjadi internalisasi.10
beri kontribusi sebesar 58,2% GDS terkendali.
Peningkatan ini terjadi karena sebagian be- Kadar GDS Sebelum dan Setelah
sar responden yang didampingi telah mampu Pendampingan
menerapkan anjuran berolah raga seperti jalan
kaki dan jalan cepat selama minimal 30 - 60 Tabel 4 menunjukan bahwa terjadi penu-
menit secara rutin 3 - 4 x / minggu. Berdasar- runan kadar GDS sebesar 61,44 poin dari
kan teori, aktivitas fisik dan latihan fisik sep- rata-rata 253 mg/dl sebelum pendampingan
erti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan menjadi 191,92 mg/dl setelah pendampingan,
berenang dapat mengurangi berat badan me- perubahan ini merupakan hasil yang diharap-
lalui peningkatan energy yang dikeluarkan, kan dari penerapan empat pilar penanganan
memperbaiki metabolic rate dan membakar DM. Berdasarkan hasil penelitian ini maka
lemak. Latihan fisik mempunyai efek mening- dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan 4
katkan reseptor insulin dan sensitivitas insulin, pilar penanganan secara maksimal maka akan
kadar insulin dalam darah serta sebagai diabe- tercapai kontrol metabolik yang baik. Sebelum
tik kontrol.9 pendampingan, responden hanya menerapkan
3 pilar yaitu diet, aktivitas fisik dan minum
Kepatuhan Minum Obat Sebelum dan obat dan hanya mampu memberi kontribusi
Setelah Pendampingan sebesar 20% untuk keterkendalian kadar GDS.
Setelah menerapkan 4 pilar, diperoleh keter-
Tabel 3 menunjukan bahwa kepatuhan kendalian GDS sebesar 97%. Pengetahuan
minum OHO meningkat sebesar 56% yakni merupakan faktor kunci dalam keberhasilan 3
dari 44% tidak patuh sebelum pendampingan pilar lainnya. Program pendampingan bertu-
menjadi 100% patuh setelah pendampingan juan untuk meningkatkan pengetahuan respon-
dan memberi kontribusi sebesar 54,6% GDS den sehingga responden memiliki pengetahuan
terkendali. Peningkatan ini karena adanya ke- yang cukup tentang pengaturan makan, aktivi-
sadaran responden mengenai manfaat pengo- tas fisik serta minum obat agar tercapai kadar
batan terhadap keterkendalian kadar gula darah GDS yang terkendali. Hal ini yang kemungki-
serta mulai memahami efek samping dari obat nan menyebabkan terjadinya perubahan kadar
jika digunakan tidak sesuai anjuran. Selain itu GDS responden dalam penelitian ini. Hasil
motivasi dari keluarga sebagai orang terdekat penelitian ini didukung oleh penelitian Sharifi-
memberi pengaruh yang cukup besar terhadap rad (2009)11, yang mengatakan bahwa edukasi
kepatuhan minum obat. Responden sebagian gizi dapat meningkatkan pengetahuan respon-
besar sudah berusia lanjut sehingga karena fak- den dan menurunkan kadar glukosa darah pua-
tor usia terkadang lupa mengkonsumsi obat. sa responden. Ada perbedaan kadar glukosa
Dengan metode pendampingan maka keluarga darah yang signifikan antara kelompok yang
selalu mengingatkan apabila waktu mengkon- diberi edukasi dan yang tidak diberi eduksi (p
sumsi obat sudah tiba. <0,001).
Berdasarkan teori bahwa kepatuhan re-
sponden berkenaan dengan kemauan dan ke- KESIMPULAN DAN SARAN
mampuan dari individu untuk mengikuti cara
sehat yang berkaitan dengan nasehat aturan Edukasi yang dilakukan melalui program
pengobatan yang ditetapkan mengikuti jadwal pendampingan gizi mampu meningkatkan
pemeriksaan dan saran dari hasil pemeriksaan. pengetahuan, kepatuhan diet, aktivitas fisik
Kepatuhan juga merupakan tingkat perilaku dan kepatuhan minum obat responden. Penera-
penderita dalam mengambil suatu tindakan un- pan ke 4 pilar penanganan DM secara maksi-
tuk pengobatan seperti diet, kebiasaan hidup mal mampu mengendalikan kadar GDS sebe-
68 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 61-68
Abstrak: Perubahan paradigma menuju pada pemahaman bahwa untuk hidup sehat tubuh kita tidak saja memerlukan
protein dan kalori, tetapi juga vitamin, mineral dan serat yang banyak terkandung dalam sayur-sayuran dan buah-
buahan dalam pola konsumsi gizi seimbang yang berkembang pada tahun 1990-an. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pola konsumsi buah dan sayur serta asupan zat gizi mikro dan serat pada ibu hamil di Kabupaten Gowa
Tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik dengan rancangan cross sectional
study. Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling dengan jumlah sampel 66 responden ibu hamil.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis Nutrisurvey dan Nutriclin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi buah
dan sayur pada ibu hamil termasuk dalam kategori jarang sedangkan jumlah konsumsi buah dan sayur pada ibu hamil
termasuk dalam kategori cukup. Asupan vitamin A dan vitamin C ibu hamil cukup namun asupan vitamin B1 dan asam
folat kurang. Asupan mineral (Fe, Zink, dan Kalsium) ibu hamil masih kurang. Asupan serat ibu hamil masih kurang.
Disarankan sebaiknya ibu hamil lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi khususnya buah dan sayur
untuk memenuhi asupan vitamin mineral serta serat demi kesehatan ibu hamil dan janinnya.
Abstract: The difference of paradigm to the understanding that our bodies for a healthy life not only require protein
and calories, but also vitamins, minerals and fiber which is rich contained in vegetables and fruits in a balanced nutri-
ent consumption patterns that developed in the 1990s. The purpose of this study was to determine the pattern of fruit
and vegetable consumption and micronutrient intake and fiber in pregnant women in Gowa in 2013. This type of
research was survey research design cross-sectional analytical study. Sampling was done by random sampling with a
sample of 66 pregnant women respondents. Data was collected through primary and secondary data collection. Data
analysis had performed using analysis Nutrisurvey and Nutriclin. Results of the study showed that the frequency of
fruit and vegetable consumption among pregnant women was included in the rare category and the number of fruit and
vegetable consumption among pregnant women was included in the category adequate. Adequate Intake of vitamin A
and vitamin C, but intake of vitamin B1 and folic acid was less. Intake of minerals (Fe, Zinc, and Calcium) pregnant
mothers still low. Fiber intake of pregnant mothers still low. It was recommended for pregnant women should pay
more attention for food intake consumed more fruits and vegetables in particular to ensure adequate intake of vita-
mins, minerals and fiber for the health of pregnant women and the fetus.
Tabel 1. Distribusi Ibu Hamil menurut Frekuensi Tabel 1. Distribusi Ibu Hamil menurut Asupan Vita-
dan Jumlah Konsumsi Buah, Sayur dan Se- min dan Mineral Di Kecamatan Bontonom-
rat Di Kecamatan Bontonompo dan Bonto- po dan Bontonompo Selatan
nompo Selatan
Asupan Vitamin Jumlah
Konsumsi Buah Jumlah
dan Mineral n = 66 %
dan Sayur n = 66 %
Vitamin A
Frekuensi
Cukup 16 24,2
Sering 30 45,5
Kurang 50 75,8
Jarang 36 54,5
Vitamin C
Jumlah konsumsi buah
Cukup 26 39,4
Cukup 35 53
Kurang 40 60,6
Kurang 31 47
Vitamin B1
Jumlah konsumsi sayur
Cukup 0 0
Cukup 42 63,6
Kurang 66 100
Kurang 24 34,4
Asam folat
Asupan serat
Cukup 0 0
Cukup 0 0
Kurang 66 100
Kurang 66 100
Asupan Fe
yang menjadi variabel dalam kategori kurang. Cukup 0 0
Kurang 66 100
Asupan Zink
PEMBAHASAN Cukup 0 0
Kurang 66 100
Pada penelitian ini frekuensi konsumsi Asupan Kalsium
dikatakan sering jika responden mengkonsumsi Cukup 0 0
Kurang 66 100
≥ 2 x / minggu sedangkan dikategorikan jarang
jika mengkonsumsi ≤ 1 x / minggu.9 Dari ha-
sil penelitian di Kecamatan Bontonompo dan yang cukup mengkonsumsi buah dan ada 42
Bontonompo Selatan didapatkan bahwa seba- responden (63,6%) yang cukup mengkonsumsi
gian besar ibu hamil yakni 36 orang (54,5%) sayur. Kurangnya frekuensi konsumsi sayur
responden jarang mengkonsumsi buah dan sa- dan buah pada penelitian ini sejalan dengan
yur. hasil survey BPS yang dikutip oleh Aswatini
Pada distribusi skor juga dapat diketahui dkk (2008)3 yang menyatakan bahwa konsumsi
bahwa jenis buah yang paling sering dikonsum- buah di Indonesia masih rendah yaitu 60,4%
si adalah buah rambutan dan langsat dan jenis masyarakat Indonesia hanya mengkonsumsi 1
sayur yang paling sering dikonsumsi adalah to- porsi buah atau bahkan kurang dalam sehari.
mat. Rambutan, langsat dan tomat merupakan Selain itu hasil Riset Kesehatan Dasar juga
buah dan sayur yang banyak mengandung vi- menunjukkan bahwa terdapat 90,9% penduduk
tamin C. Tingginya konsumsi buah rambutan Kabupaten Gowa kurang mengkonsumsi buah
dan langsat pada ibu hamil di Kabupaten Gowa dan sayur.2
ini karena saat penelitian dilakukan bertepatan Penelitian yang dilakukan di Kecamatan
dengan musim rambutan dan langsat, sehingga Bontonompo dan Bontonompo Selatan di-
responden akan dengan mudah memperoleh peroleh hasil bahwa 15 (93,7%) responden yang
dan mengkonsumsi buah tersebut. Sedangkan dikategorikan sering mengkonsumsi buah dan
untuk jenis sayuran tingginya konsumsi tomat sayur, memiliki asupan vitamin A yang cukup
karena ibu hamil rata-rata mengkonsumsi to- pula, dan terdapat 35 (70%) responden jarang
mat dalam sehari baik itu untuk sambal mau- mengkonsumsi buah dan sayur yang memiliki
pun untuk tambahan pada sayur. Jumlah kon- asupan vitamin A yang kurang. Sebanyak 21
sumsi buah dan sayur dikatakan cukup apabila (80,8%) responden yang sering mengkonsum-
responden mengkonsumsi buah ≥ 2 porsi / hari si buah dan sayur, memiliki asupan vitamin
dan sayur ≥ 3 porsi / hari. Pada penelitian ini C yang cukup pula, dan terdapat 31 (77,5%)
dapat diketahui bahwa ada 35 responden (53%) responden jarang mengkonsumsi buah dan sa-
Sriwahyuni dkk, Pola Konsumsi Buah dan Sayur... 73
yur, memiliki asupan vitamin C yang kurang. Asam folat berfungsi untuk pertumbu-
Sedangkan untuk hubungan pola konsumsi han, sintesis asam amino, pembuatan beberapa
buah dan sayur dengan asupan vitamin B1 dan komponen penting bagi tubuh, untuk pem-
asam folat mendapatkan bahwa terdapat 36 bentukan dan pematangan sel darah, pemben-
(54,5%) yang jarang mengkonsumsi buah dan tukan dan penyempurnaan protein inti yang
sayur memiliki asupan vitamin B1 dan asupan digunakan untuk membangun inti sel tubuh,
asam folat yang kurang, dan tidak ada respon- kehamilan dan untuk pembelahan sel. Asupan
den yang sering mengkonsumsi buah dan sayur asam folat harus terpenuhi, karena peranannya
memiliki asupan vitamin B1 dan asupan asam di dalam tubuh sangat penting. Dengan asupan
folat yang cukup pula. yang cukup maka akan terhindar dari risiko ca-
Adanya perbedaan asupan vitamin pada cat janin, disamping terdapat risiko lain yaitu
responden karena jenis buah dan sayur yang anemia, risiko penyakit kardiovaskular, stroke,
sering dikonsumsi ibu hamil kebanyakan buah hipertensi, kelainan penyakit genetik, dan in-
dan sayur yang banyak mengandung vitamin A somnia.13-15
dan C seperti buah rambutan dan tomat tetapi Dari penelitian yang dilakukan di Bonto-
lebih jarang mengkonsumsi sayuran dengan nompo dan Bontonompo Selatan menemukan
kandungan vitamin B1 yang tinggi ataupun bahwa terdapat 36 (54,5%) responden yang
sumber asam folat misalnya kacang-kacangan jarang mengkonsumsi buah dan sayur memi-
serta sayuran lain yang berwarna hijau tua. liki asupan Fe yang kurang, dan tidak ada re-
Peranan vitamin A sebagai suatu zat gizi yang sponden yang sering mengkonsumsi buah dan
sangat dibutuhkan telah dikenal secara umum. sayur, memiliki asupan Fe yang cukup pula.
Pertumbuhan badan, terutama untuk integritas Begitupun dengan zink dan kalsium dimana
beberapa jaringan sangat dipengaruhi oleh vi- terdapat 36 (54,5%) responden yang jarang
tamin A. Selain itu vitamin A berperan dalam mengkonsumsi buah dan sayur, memiliki asu-
ketahanan tubuh terhadap infeksi.10 pan zink dan asupan kalsium yang kurang pula,
Vitamin C turut serta dalam banyak dan tidak ada responden yang sering mengkon-
reaksi metabolisme dan melakukan beberapa sumsi buah dan sayur memiliki asupan zink
fungsi penting dalam tubuh diantaranya me- dan asupan kalsium yang cukup.
tabolisme protein dan besi serta memegang Sumber utama Fe selain sayuran hijau
peranan penting dalam fungsi sel darah merah. adalah bahan pangan hewani. Menurut Al-
Vitamin C mereduksi feri menjadi fero dalam matsier (2001)9 pada umumnya zat besi dalam
usus halus sehingga mudah diabsorbsi. Vita- daging, ayam, dan ikan, mempunyai keterse-
min C dapat menghambat pembentukan hemo- diaan biologis yang tinggi, zat besi dalam se-
siderin yang sukar dimobilisasi untuk mem- realia dan kacang-kacangan mempunyai ke-
bebaskan besi bila diperlukan. Absorbsi besi tersediaan biologis yang sedang, dan zat besi
dalam bentuk nonhem meningkat empat kali di dalam sebagian besar sayuran mempunyai
lipat bila ada vitamin C.11 Sehingga defisiensi ketersediaan biologik rendah. Selain itu ibu
vitamin C selain menurunkan imunitas seorang hamil juga dianjurkan untuk mengkonsumsi
ibu hamil, juga akan menghambat penyerapan tablet Fe untuk memenuhi kebutuhannya, se-
zat besi dalam tubuh. Vitamin B1 diperlukan hingga defisiensi Fe bisa dicegah. Adapun
untuk membantu tubuh memaksimalkan peng- jumlah asupan Fe yang dianjurkan menurut
gunaan karbohidrat, utamanya sumber energi. hasil WNPG 2012 untuk wanita hamil trimes-
Penting untuk fungsi jantung, saraf sistem dan ter III yakni sebanyak 39 mg/hari, sedangkan
koordinasi otot. Vitamin C sangat diperlukan asupan zink dan kalsium menurut AKG 2004
tubuh, tersedianya dalam tubuh karena diserap masing-masing sebanyak 11,5 mg/hari dan 950
usus dari makanan, selanjutnya diangkut ber- mg/hari. Kurangnya asupan mineral ini karena
sama darah ke jaringan-jaringan tubuh. Adapun buah dan sayur yang dikonsumsi oleh respon-
sumber utama dari vitamin B1 adalah gandum, den kurang mengandung mineral. Kurangnya
daging, susu, ragi beras serta telur.12 tingkat konsumsi zat besi diduga disebabkan
74 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 69-76
konsumsi sayuran hijau sebagai sumber zat pan serat ibu hamil tersebut kurang dari RDA.
besi ibu hamil yang jarang. Zink sangat penting Rekomendasi serat untuk ibu hamil 25 – 35 g
bagi kesehatan di seluruh kelompok populasi / hari, namun banyak negara yang melaporkan
terutama pada anak-anak, ibu hamil dan orang konsumsi serat ibu hamil < 14 g / hari.19
yang menderita alergi ataupun penyakit kronis. Serat sayuran dan buah merupakan serat
Zink merupakan kofaktor enzim yang berperan kasar (crude fiber). selain serat kasar, terdapat
dalam material genetik membentuk DNA dan juga serat makanan yang tidak hanya terdapat
RNA. Zink banyak terdapat pada biji-bijian, pada sayur dan buah, tetapi juga ada dalam
kacang-kacangan dan buncis kering serta pada makanan lain misalnya beras, kentang, ka-
daging, susu, keju, kuning telur dan makanan cang-kacangan dan umbi-umbian. Serat dalam
laut. Zink sangat penting bagi pertumbuhan makanan lazim disebut sebagai dietary fiber
janin serta dalam produksi ASI.16 sangat baik untuk kesehatan manusia. Serat
Dalam penelitian ini sebagian besar re- makanan ini semakin mendapat perhatian se-
sponden memiliki asupan zink yang kurang bah- jak tahun 1970-an yaitu sejak kelompok penel-
kan tidak ada responden yang memiliki asupan iti Burkitt dan Trowel memelopori penelitian
yang cukup. Defisiensi zink dapat menurunkan terkait serat dengan pendekatan epidemiologi.
fungsi kekebalan tubuh anak yang dapat terjadi Hasil penemuannya menunjukkan bahwa pada
selama kehamilan atau setelah persalinan dan masyarakat dengan western diet yang umum-
dapat menggaggu daya tahan tubuh terhadap nya rendah serat, banyak ditemukan orang
penyakit infeksi. Sumber utama mineral zink yang mengidap berbagai penyakit seperti
adalah daging, susu, keju, kuning telur, unggas, kanker kolon, atherosklerosis, PJK, diabetes
dan makanan laut. Menurut King dan Keen mellitus.12,20,21
(1999) dalam Mahendradatta (2007)15 pangan Manfaat asupan serat yang optimum
hewani rata-rata mengandung zink tertinggi pada ibu hamil. Menurut hasil penelitian Qiu
dibandingkan pangan nabati. et al. (2008)22 terhadap 1.538 subjek penelitian
Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan ibu hamil menunjukkan bahwa asupan serat
janin, terutama bagi pengembangan otot dan dihubungkan dengan penurunan risiko pre-
rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh eklampsia. Asupan serat total ibu hamil ≥ 21,2
adalah susu, keju, yogurt, dan kalsium kar- g / hari berisiko lebih rendah mengalami pre-
bonat. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan eklampsia dibandingkan asupan serat ibu hamil
riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu. < 11,9 g / hari dengan RR 0,28 (95% CI = 0,11
Setengah liter susu per hari dapat memenuhi – 0,75). Hal yang sama juga ditunjukkan pada
75% kebutuhan kalsium orang dewasa.16-18 asupan serat larut air quartil tertinggi dengan
Hasil penelitian mengenai hubungan pola quartil terendah (RR = 0,30; 95% CI = 0,11
konsumsi buah dan sayur dengan asupan serat – 0,86) dan asupan serat tidak larut (RR = 0,35;
menunjukkan bahwa terdapat 36 (54,5%) re- 95% CI = 0,14 – 0,87). Rata-rata konsentrasi
sponden yang jarang mengkonsumsi buah dan trigliserida lebih rendah -11,9 mg/dl (p = 0,02)
sayur, memiliki asupan serat yang kurang dan dan konsentrasi HDL lebih tinggi +2,63 mg/dl
tidak ada responden yang sering mengkonsum- (p = 0,09) pada ibu hamil dengan asupan serat
si buah dan sayur, memiliki asupan serat yang tinggi dibandingkan ibu hamil dengan asupan
cukup pula. Konsumsi buah dan sayur subjek serat quartil terendah. Asupan serat berkorelasi
penelitian masih kurang baik secara kuantitas negatif dengan konsentrasi lipoprotein dan plas-
maupun secara kualitas, sehingga analisis asu- ma lipid ibu hamil. Tingginya asupan buah dan
pan serat dengan nutrisurvey tetap rendah. Ha- sayur ibu hamil dilaporkan menurunkan risiko
sil penelitian ini menunjukkan kecenderungan ISPA.23 Serat dapat mencegah banyak penyakit
asupan serat yang rendah pada ibu hamil, hal akibat gangguan GI dan kanker.24 Asupan serat
yang hampir serupa juga ditemukan oleh Mir- yang optimal dapat mencegah konstipasi dan
sanjari et al. (2012)18 terhadap 400 ibu hamil hemoroid selama kehamilan.25
etnic Malaysia yang menyatakan bahwa asu- Dalam penelitian ini survei konsumsi
Sriwahyuni dkk, Pola Konsumsi Buah dan Sayur... 75
Kombinasi Besi-Folat, Vitamin A dan zink 20. Kusharto CM dan Hilmansjah H. Si dua se-
terhadap Status Anemia dan Kadar Feritin rangkai FOS dan GOS. Tabloid Mingguan
Anak SD Kelas IV-VI di Kecamatan Imo- NAKITA. 2005: 331/VII.
giri Kabupaten Bantul. Nutrisia. 2004; 5( 21. Hakim, Rizky L. Kebutuhan Mineral Pada
2):95-104. Ibu Hamil. Semarang: Universitas Negeri
15. Mahendradatta M. Pangan Aman dan Sehat. Semarang; 2013.
Makassar: LEPHAS; 2007. 22. Qiu C, Counghlin KB, Frederick IO, Kore-
16. Burkitt DP, Walker ARP, Painter NS. Effect nsen TK, Williams MA. Dietary Fiber In-
of Dietary Fiber on Stools and Transit Times take in Early Pregnancy and Risk of Sub-
and Its Role in The Causation of Disease. sequent Preeclampsia. American Journal of
The Lancet. 1972: 1408–1411 Hypertension. 2008: 21 (8); 903-909.
17. Bailey LB. New Standart for Dietary folate 23. Li L and Werler MM. Fruit and Vegetable
Intake in Pregnant Women. American Jour- Intake and Risk of Upper Respiratory Tract
nal of Clinical Nutrition. 2000; 71(5):1304s- Infection in Pregnant Women. Journal of
1307s. Public Health and Nutrition. 2010. 13(2):
18. Mirsanjari M, Wan Muda WAM, Ahmad 276-82.
A, Othman MS, Mehrdad MM. Diversity 24. Yu B, Khan G, Foxworth A, Huang K, Hi-
of Nutrient Intake in Pregnant Women with lakivi-Clarke L. Maternal Dietary Exposure
Different Nutritional Behaviors. Interna- to Fiber During Pregnancy and Mammary
tional Conference on Nutrition and Food Tumorigenesis Among Rat Offspring. Int J
Sciences (IPCBEE). IACSIT Press: Singa- Cancer. 2006: 119 (10); 2279 – 86.
pore; 2012. 25. Bradley CS, Kennedy CM, Turcea AM, Rao
19. Hajhoseini L. Importance of Optimal Fiber SS, Nygaard IE. Constipation in Pregnancy:
Consumption during Pregnancy. Interna- Prevalence, Symptoms, and Risk Factors.
tional Journal of Women’s Health and Re- Obs tet Gynecol. 2007: 110(6); 1351 – 7.
production Science. 2013: 1(3); 76 – 79.
Artikel Penelitian
e-mail: windazt@yahoo.com
2
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar
Abstrak: Semakin meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia
terus meningkat dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2020 diperkirakan meningkat menjadi 28,8 juta (11,34%) dengan
UHH 71,1 tahun. Pengasuhan gizi mungkin memiliki efek positif pada asupan energi dan zat gizi lain serta kualitas
hidup penduduk lansia dan lansia yang menderita malnutrisi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifi-
kasi sejauh mana pola asuh gizi pada lansia dengan status gizi yang berbeda (gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus (case study). Tekhnik yang digunakan
adalah indepth interview, observasi dan dokumentasi. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Lau Ka-
bupaten Maros Sulawesi Selatan pada bulan September 2012. Informan dalam penelitian ini adalah lansia, keluarga
yang menjadi pengasuh lansia dan tinggal dalam rumah yang sama dengan lansia, dan juga tetangga. Pengasuhan
gizi dimulai dari tahap perencanaan menu, penyajian dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengasuhan
gizi pada lansia dengan status gizi baik dan status gizi lebih berbeda dengan lansia dengan status gizi kurang. Pada
lansia dengan status gizi baik, lansia sendiri yang menentukan menu makanan yang akan disediakan, lebih memilih
makan bersama dengan anggota keluarga yang lain di meja makan, makanan yang sesuai dengan gizi seimbang dan
bervariasi, dan tekstur makanan yang disesuaikan dengan kemampuan lansia untuk mengunyah. Dari hasil penelitian
ini diperoleh kesimpulan bahwa selain dari aspek penyediaan makanan, aspek psikososial juga berperan dalam status
gizi kurang yang dialami oleh lansia, hal ini disebabkan karena mereka mengonsumsi makanan yang kurang dari
kebutuhannya sebagai akibat dari kondisi psikososial yakni kesepian dan kurangnya perhatian dan kasih sayang dari
pihak keluarga.
Abstract: The increasing of life expectancy age (LEA) of population cause the number of elderly in Indonesia con-
tinue increase each year, and in 2020 is predicted will increase by 28.8 million (11,34%) with LEA 71.1 years. Nutri-
tional care and treatment may have positive effects on the energy and nutrient intakes as well as the quality of life in
the elderly residents and patients who suffer from malnutrition. This study was aimed to identify the nursing of nutri-
tional aspects among elderly with different nutritional status (underweight, normal and overweight). This study was a
qualitative study with case study design. Data collection used indepth interview, observation and documentation. This
study was conducted in coverage area of Lau Health Center, Maros Regency, South Sulawesi on September 2012. The
informans were elderly, family member who take care and living with the elderly, and neighbors. The nutritional care
starts from the stage of planning the menu, presentation and evaluation. The results showed that, nutritional care in
elderly with good nutritional status and overweight were different from in elderly with malnutrition status. In elderly
with normal nutritional status, themselves decide which food menu will be available for their, preferring to eat along
with other family members at the dinner table, foods accordance with nutritional balanced and varied, and the texture
of the food that was tailored to the ability of the elderly to chew. It can be concluded that apart from the aspect of the
provision of food, psychosocial aspects also play a role in malnutrition status experienced by the elderly, this because
they consume less food that their needs as a result of the psychosocial condition of loneliness and lack of attention and
affection from the family.
status gizi pada lansia. Teknik yang digunakan Data yang ada digolongkan sesuai dengan
adalah indepth interview dan observasi. Pene- variabel penelitian, disajikan dalam bentuk
litian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas teks berikut analisisnya dengan menggunakan
Lau Kabupaten Maros Sulawesi Selatan karena fakta-fakta yang ada di lapangan. Selain itu
jumlah lansia (> 60 tahun) yang terdaftar dan disertai juga penjelasan dari beberapa sumber
angka kunjungan terbesar terdapat di wilayah mengenai persepsi informan, setelah itu dibuat
kerja Puskesmas Lau Kabupaten Maros. kesimpulan dengan melakukan pemaknaan
atas pola-pola peristiwa dan alur sebab akibat
Informan yang menjawab semua variabel dalam peneli-
tian ini.
Informan dalam penelitian ini adalah in-
forman yang dipilih dengan mengidentifikasi HASIL PENELITIAN
berdasarkan definisi konseptual penelitian. In-
forman adalah lansia, keluarga yang menjadi Berdasarkan hasil wawancara mendalam
pengasuh lansia dan tinggal dalam rumah yang dan observasi kepada informan (pengasuh),
sama dengan lansia dan juga tetangga. maka dapat diketahui sejauh mana pola penga-
suhan gizi yang mempengaruhi status gizi pada
Tehnik Pengumpulan Data lansia. Sebagaimana yang telah dijelaskan bah-
wa pengasuhan gizi dalam penelitian ini terdiri
Pengumpulan data dilakukan dengan cara dari aspek penyediaan makanan, psikososial,
penggalian data dari berbagai sumber data un- praktik hygiene dan praktik kesehatan dalam
tuk menjernihkan informasi yang diperoleh di rumah tangga.
lapangan. Adapun data yang diperoleh adalah
data primer. Data primer ini diperoleh dengan Penyediaan Makanan Lansia dengan Status
cara sebagai berikut; 1) wawancara mendalam Gizi Kurang
(indepth interview) yaitu dialog per individu
menggunakan pertanyaan-pertanyaan bebas Menu makanan setiap harinya ditentukan
agar informan mengutarakan pandangan, pe- oleh pengasuh sehingga lansia mau tidak mau
ngetahuan, perasaan, sikap dan perilaku serta hanya mengonsumsi makanan yang disediakan
kebiasaan berupa pengalaman pribadi yang oleh pengasuh. Dalam hal ini, pengasuh tidak
berkaitan dengan pengasuhan gizi pada lan- berusaha untuk membujuk lansia untuk meng-
sia; 2) pengamatan (observasi) di lokasi pene- habiskan makanannya, bahkan pengasuh cen-
litian yaitu aktivitas selama mengasuh lansia, derung untuk bersikap acuh. Seperti yang ter-
bagaimana interaksi lansia dengan anggota ke- ungkap dari hasil wawancara pada pengasuh:
luarga dan masyarakat sekitarnya.
“saya yang tentukan makanan setiap hari, mungkin itu
sebabnya kurang dia makan”
Teknik Analisis Data (Ms, 31 th, 19 Sept 2012)
“tidak mau makan sama-sama di meja makan, selalu mencolok dari kedua lansia tersebut adalah ke-
makan sendirian di kamar”
(sn, 30 th, 18 Sept 2012)
hidupan psikososial lansia. Ny. R lebih senang
makan seorang diri, menyendiri di kamar dan
Dalam kehidupan sehari-hari, menu yang tidak suka bergaul dengan masyarakat sekitar.
disediakan oleh pengasuh tidak sesuai dengan Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara ke-
menu gizi seimbang yang dianjurkan. Dari ha- pada pengasuh berikut ini:
sil observasi diketahui bahwa menu makanan “kalau ada yang dia minta, saya usahakan masakkan,
yang disediakan tidak lengkap karena tidak tapi memang dia yang malas makan”
tersedia buah dan sayuran yang merupakan (sn, 30 th, 18 Sept 2012)
sumber serat. Hal ini sebagaimana terungkap
dari hasil wawancara pada pengasuh : Penyediaan Makanan Lansia dengan Status
Gizi Baik
“kadang ada sayur, kadang tidak, malas juga makan sa-
yur, kalau ikan dia suka”
(Ms, 31 th, 19 Sept 2012)
Lansia biasanya menentukan sendiri
menu makanan yang akan disediakan, namun
Berdasarkan hasil wawancara dan obser- tentunya penentuan menu tidak setiap hari di-
vasi diketahui bahwa makanan yang disediakan tentukan oleh lansia, hanya kadang-kadang
hari ini biasanya akan dipanaskan dan dise- saja. Setiap makan, lansia selalu menghabiskan
diakan untuk esok harinya. Hal ini menyebab- makanan yang disediakan, bahkan biasa me-
kan lansia menjadi bosan terhadap menu yang nambah makanannya. Sebagaimana yang ter-
disajikan. Menu yang disediakan tidak bervari- ungkap dari hasil wawancara pada pengasuh:
asi, baik dari segi jenis bahan makanan maupun “selalu habis makanannya tiap kali makan, biasa nam-
pengolahannya yang lebih sering dimasak. Hal bah”
ini sebagaimana terungkap dari hasil wawan- (li, 51 th, 25 Sept 2012)
cara pada pengasuh:
Lansia dengan status gizi baik lebih sering
“biasanya makanan ini hari,itu juga yang dimasak / di- makan bersama dengan anggota keluarga yang
panaskan besoknya”
(pt, 15 th, 20 Sept 2012)
lain, bahkan kadang lansia sendiri yang me-
manggil anak-anak atau cucunya untuk makan
Kemudian tekstur makanan yang dise- bersama di meja makan. Hal ini dapat dilihat
diakan tidak sesuai dengan kemampuan lansia dari hasil wawancara kepada pengasuh berikut
dalam mengunyah. Makanan yang disediakan ini:
tidak lunak. Hal ini dapat dilihat dari hasil “pasti makan bersama di meja makan kalau waktu
wawancara kepada pengasuh berikut ini : makan”
(ni, 29 th, 17 Sept 2012)
“makanannya tidak lunak, sama saja dengan makanan
untuk anggota keluarga yang lain”
(hl, 45 th, 15 Sept 2012)
Makanan yang disediakan oleh pengasuh
memenuhi persyaratan gizi seimbang untuk lan-
Terdapat seorang lansia (Ny. R) yang sia, dalam hal ini lengkap sumber karbohidrat,
tinggal bersama dengan adiknya (Tn. K) yang protein, lemak dan serat. Dari hasil observasi,
juga merupakan seorang lansia dan dijadikan diketahui bahwa menu makanan hari pertama
sebagai informan dalam penelitian ini. Ny. R dan kedua berbeda, baik dari segi pengola-
mengalami gizi kurang, sedangkan saudaranya han (digoreng, dimasak kuning dan dibakar)
Tn. K mengalami gizi baik. Keduanya diasuh dan dari segi jenis bahan makanan, kadang
oleh anak dari Tn. K yang merupakan kepon- sayur labu, kangkung, bayam, pisang, pepaya,
akan Ny. R. Pengasuhan dalam hal penyedi- dan lain-lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa,
aan makanan keduanya sama, namun kurang makanan yang disediakan sesuai dengan gizi
dari segi personal hygiene. Hal yang paling seimbang dan bervariasi. Hal ini dapat dilihat
Indraswari dkk, Pola Pengetahuan Gizi dan Status... 81
dari hasil wawancara kepada pengasuh: “makan bersama di meja makan setiap kali makan”
(ti, 52 th,19 Sept 2012)
“pasti ada ikan, sayur, pisang, lengkap makanannya”
(rn, 39 th, 16 Sept 2012) Makanan yang disediakan oleh pengasuh
memenuhi persyaratan gizi seimbang untuk lan-
“beda menunya setiap hari, kadang ikannya digoreng,
besoknya dimasak, besoknya lagi dibakar” sia, dalam hal ini lengkap sumber karbohidrat,
(ni, 29 th, 17 Sept 2012) protein, lemak dan serat. Dalam sehari, menu
yang disediakan terdapat nasi, ikan, sayur dan
Makanan yang disediakan disesuaikan buah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, makanan
dengan kemampuan lansia untuk mengunyah yang disediakan sesuai dengan gizi seimbang
dan mencerna makanan. Jadi dalam hal ini, dan bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil
nasi yang disediakan berstruktur lunak, ikan wawancara kepada pengasuh:
yang lebih sering dimasak dan dibakar dari-
pada digoreng. Hal ini dapat dilihat dari hasil “pasti disediakan ikan, sayur, buah, setiap hari beda
menunya, tidak pernah makanan hari ini dipanaskan
wawancara kepada pengasuh berikut ini: untuk besok”
(ti, 52 th,19 Sept 2012)
“kalau sakit, pasti saya masakkan bubur dan makanan
yang lunak”
(li, 51 th, 25 Sept 2012) Psikososial Lansia dengan Status Gizi
Kurang
Penyediaan Makanan Lansia dengan Status
Gizi Lebih Dalam hal dukungan emosi, pengasuh
cenderung untuk tidak memperhatikan kebu-
Diketahui bahwa kadang-kadang lansia tuhan lansia dan tidak mendapatkan perhatian
menentukan menu makanan, hal ini menyebab- dan kasih sayang yang cukup sehingga lansia
kan nafsu makan tinggi sehingga lansia meng- merasa tersisihkan dan sedih. Seperti yang ter-
habiskan makanan yang disediakan. Pengasuh ungkap dari hasil wawancara pada pengasuh:
sering menyediakan makanan yang enak dan “saya tinggal berdua dengan nenek, kadang dia kesepi-
kandungan energi yang tinggi, terutama sum- an kalau saya pergi kerja “
ber lemak (terutama coto). Dengan disediakan- (pt,15 th, 20 Sept 2012)
nya makanan-makanan tersebut menyebabkan
asupan gizi melebihi kebutuhan tubuh lansia Interaksi lansia yang semakin berkurang
dan pada akhirnya menyebabkan kegemukan. baik di lingkungan keluarga maupun di lingkun-
Sebagaimana yang terungkap dari hasil wawa- gan sekitar rumah. Hal ini disebabkan karena
ncara pada pengasuh : menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan
fisik sehingga lansia secara perlahan menarik
“kadang dia yang tentukan makanan, suka makan diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar.
coto “
(ti, 52 th,19 Sept 2012) Seperti yang terungkap dari hasil wawancara
pada pengasuh:
“Bapak sering meminta dibelikan coto, digorengkan
ikan, pokoknya makanan yang berlemak, padahal sakit “jarang keluar cerita-cerita dengan tetangga”
jantung” (pt, 15 th, 20 Sept 2012)
(ti, 52 th,19 Sept 2012)
Psikososial Lansia dengan Status Gizi
Berdasarkan hasil wawancara dan obser- Normal
vasi diketahui bahwa lansia dengan status gizi
lebih sering makan bersama dengan anggota Dukungan sosial internal maupun ekster-
keluarga yang lain, baik di meja makan mau- nal lansia terpenuhi dengan baik. Dukungan
pun di depan TV. Hal ini dapat dilihat dari hasil sosial yang dimaksud disini adalah dukungan
wawancara kepada pengasuh. dalam bentuk dukungan emosi dan dukungan
82 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 77-86
instrumental. Seperti yang terungkap dari hasil dan kebiasaan lansia akan pentingnya menja-
wawancara pada pengasuh: ga kebersihan tubuh, namun juga disebabkan
kurangnya peran keluarga dalam memelihara
“setiap hari dikasi uang kadang Rp.2.000, kadang Rp. kebersihan diri. Seperti yang terungkap dari
5.000,-”
(ni, 29 th, 17 Sept 2012) hasil wawancara pada pengasuh:
“Bapak masih sehat karena masih ada ka (istri) atur Berbeda dengan lansia dengan status
sehari-harinya, mulai dari makanan, pakaian, apalagi
kalau sakit- sakit” gizi kurang, dari hasil observasi dapat dilihat
(li, 51 th, 25 Sept 2012) bahwa lansia dengan status gizi baik memiliki
personal hygiene yang jauh lebih baik. Hal ini
Psikososial Lansia dengan Status Gizi Lebih disebabkan kesadaran lansia dan keluarga akan
pentingnya kebersihan bagi kesehatan. Se-
Kehidupan psikososial lansia dengan sta- bagaimana yang terungkap dari hasil wawan-
tus gizi sangat baik, dimana dukungan instru- cara pada pengasuh:
mental dan dukungan penghargaan terpenuhi “rajin sikat gigi, mandi 2 x sehari, rajin potong kuku,
dengan baik. Dukungan penghargaan berupa sebelum dan setelah makan cuci tangan”
kepercayaan terhadap kemampuan lansia, dan (ni, 29 th, 17 Sept 2012)
kepercayaan untuk melaksanakan kegiatan se-
“mandi 2 kali sehari, 3 kali keramas setiap minggu, ka-
hari-hari. Sebagaimana yang terungkap dari ha- lau sudah mandi pasti ganti baju”
sil wawancara pada pengasuh: (ti, 52 th,19 Sept 2012)
“masih suka pergi shalat di mesjid, cerita-cerita dengan Lansia jarang bahkan ada lansia yang ti-
tetangga kalau sore”
(ti, 52 th,19 Sept 2012)
dak ingin berobat ke pelayanan kesehatan dan
lebih memilih untuk berobat di dukun. Keeng-
Praktik Hygiene Lansia dengan Status Gizi ganan lansia berobat ke tempat pelayanan
Kurang kesehatan disebabkan kebiasaan lansia sejak
muda terbiasa untuk berobat ke dukun jika sakit
Personal hygiene bagi lansia dengan sta- dan alasan lainnya adalah karena kurangnya
tus gizi kurang masih sangat kurang. Berdasar- dukungan transportasi. Seperti yang terungkap
kan hasil observasi, informan mandi hanya dari hasil wawancara pada pengasuh:
sekali dalam sehari, malas keramas, tidak men- “tidak mau berobat ke bidan desa, kalau dukun mau ji”
cuci tangan sebelum dan setelah makan, kuku (hl, 45 th, 15 Sept 2012)
lansia yang panjang dan kotor, bau badan, gigi
yang tidak bersih, kebersihan kamar, seprai “kadang tidak ada yang antar ke puskesmas kalau
mengeluh sakit”
dan kamar mandi yang kurang. Kurang terpe- (Ms, 31 th, 19 Sept 2012)
liharanya personal hygiene pada lansia tidak
hanya dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran
Indraswari dkk, Pola Pengetahuan Gizi dan Status... 83
bahwa masalah gizi kurang yang dialami oleh hari ini sama dengan makanan esok harinya,
lansia tersebut bukanlah akibat dari pengasuhan apalagi memanaskan makanan hari ini untuk
gizi yang tidak sesuai mulai dari tahap peren- disediakan esok harinya. Selain makanan ber-
canaan hingga penyajian, namun lebih kepada variasi, standar pemenuhan gizi juga terpenuhi,
masalah psikososial yang dialami oleh lansia. misalnya saja dalam sehari menu makanan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lengkap, tersedia sumber karbohidrat, protein,
Ny. R merasa kesepian, kurang mendapatkan lemak dan serat. Menu makanan yang dise-
perhatian dan kasih sayang yang cukup sehing- diakan sehari-hari disesuaikan kemampuan
ga lansia merasa tersisihkan dan sedih. lansia untuk mengunyah. Begitu pula pada saat
Penelitian yang dilakukan Muis (2006)16 lansia sakit, tekstur makanan yang disediakan
bahwa terjadinya kekurangan gizi pada lansia oleh pengasuh disesuaikan dengan keinginan
oleh karena sebab-sebab yang bersifat primer lansia.
maupun sekunder. Sebab-sebab primer melipu- Khusus untuk lansia dengan status gizi
ti ketidaktahuan, isolasi sosial, hidup seorang lebih, sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa
diri, baru kehilangan pasangan hidup, gang- menu makanan kadang-kadang ditentukan oleh
guan fisik, gangguan indera, gangguan men- lansia sendiri. Selain itu, kebiasaan makan-
tal, dan kemiskinan hingga kurangnya asupan nya juga tidak berubah secara signifikan. Ke-
makanan. Sebab sekunder meliputi malab- biasaan mengkonsumsi makan yang berlebih
sorpsi, penggunaan obat-obatan, peningkatan pada waktu muda menyebabkan berat badan
kebutuhan zat gizi serta alkoholisme. Menurut berlebih dan juga karena kurangnya aktivitas
Watson (2003)17, faktor-faktor tersebut dapat fisik. Kebiasaan mengkonsumsi makan ber-
menyebabkan malnutrisi pada lansia dan jika lebih tersebut sulit untuk diubah walaupun lan-
bergabung maka akan mengakibatkan keburu- sia menyadari dan berusaha untuk mengurangi
kan nutrisi yang akhirnya dapat membahayakan makan. Kegemukan merupakan salah satu
status kesehatan mereka. pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit
Untuk lansia dengan status gizi baik jantung, diabetes mellitus, penyempitan pem-
penentuan menu makan tidak setiap hari diten- buluh darah dan tekanan darah tinggi.18
tukan oleh lansia, namun kadang-kadang jika Kondisi psikososial lansia erat kaitannya
lansia menginginkan suatu makanan tertentu, dengan tingkat kepuasan dan depresi. Ruslianti
maka pengasuh akan menyediakannya sesegera dan Clara (2006)19 menemukan bahwa terdapat
mungkin. Dengan tersedinya menu makanan korelasi positif antara tingkat kepuasan terha-
yang diinginkan oleh lansia, maka lansia akan dap kondisi psikososial lansia. Semakin tinggi
tergugah nafsu makannya untuk mengonsumsi tingkat kepuasan lansia semakin baik kondisi
makanan tersebut sehingga asupannya akan ter- psikososial lansia. Perasaan bahagia yang di-
cukupi dan pada akhirnya akan menjaga status miliki lansia dapat meningkatkan kepuasan diri
gizi lansia. pada lansia. Menurut penelitian yang dilakukan
Hasil observasi diketahui bahwa lansia Jauhari (2003)20 disebutkan bahwa hal yang
dengan status gizi baik selalu makan bersama membuat sebagian besar lansia bahagia adalah
dengan anggota keluarga yang lain, mereka terjaminnya kebutuhan hidup. Dengan demiki-
berbincang-bincang di meja makan. Bahkan an lansia akan merasa puas. Terjaminnya kebu-
kadang-kadang lansia sendiri yang memanggil tuhan hidup bisa didapat bila ada dukungan so-
anggota keluarga yang lain untuk makan ber- sial bagi lansia baik dari keluarga, masyarakat
sama di meja makan, hal ini karena lansia me- maupun dari pemerintah.
nyukai suasana yang ramai dan menyenangkan Berdasarkan hasil wawancara dan obser-
di meja makan. vasi diketahui bahwa lansia dengan status gizi
Makanan senantiasa bervariasi setiap baik memiliki personal hygiene yang baik dan
harinya baik dari segi jenis maupun pengola- lebih dibandingkan dengan lansia dengan status
hannya dan setiap saat tersedia di meja makan. gizi kurang. Mencuci tangan pakai sabun de-
Pengasuh tidak pernah menyediakan makanan ngan benar pada 5 waktu penting yaitu sebelum
Indraswari dkk, Pola Pengetahuan Gizi dan Status... 85
makan, sesudah buang air besar, sebelum me- dilakukan untuk mendapatkan dukungan terse-
megang bayi, sesudah menceboki anak, dan se- but, antara lain dapat dibentuk wadah tempat
belum menyiapkan makanan dapat mengurangi lansia bersosialisasi bersama per groupnya.
angka kejadian diare sampai 40%. Cuci tangan
pakai sabun dengan benar juga dapat mencegah DAFTAR PUSTAKA
penyakit menular lainnya seperti tifus dan flu
burung. 1. Panjaitan S. Beberapa Aspek Anemia Pe-
Seseorang yang mengalami penyakit nyakit Kronik Pada Lanjut Usia. Medan:
akan kehilangan nafsu makan sehingga ber- Universitas Sumatera Utara; 2003. Terse-
dampak pada menurunnya asupan energi dan dia pada: http://repository.usu.ac.id/han-
zat gizi. Hal ini akan memperburuk kondisi tu- dle/123456789/6356.
buh dan membawa pada kondisi kurang gizi. 2. Badan Pusat Statistik. Data Statistik Indo-
Suhardjo (2008)21 menambahkan bahwa antara nesia: Jumlah Penduduk menurut Kelom-
infeksi dan status gizi kurang terdapat pola in- pok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan
teraksi bolak-balik. Infeksi menimbulkan efek Kabupaten / Kota, 2005. Jakarta: Badan
langsung pada katabolisme jaringan. Walaupun Pusat Statistik; 2010. Tersedia pada:
hanya terjadi infeksi ringan sudah menimbul- http://demografi.bps.go.id/versi1/index.
kan kehilangan nitrogen. php?option=com_tabel&task=&Itemid=1.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat 3. Badan Pusat Statistik. Data Statistik Ma-
berbeda bagi lansia dengan status gizi kurang ros Jumlah Penduduk menurut Kelompok
dengan status gizi baik. Ketidakinginan lansia Umur, Jenis Kelamin. Maros: Badan Pusat
untuk berobat ke tempat pelayanan kesehatan Statistik; 2011.
bukan karena biaya yang tinggi namun karena 4. Alam P, Larbi and Paracha. Relationship
memang dari kebiasaan mereka yang sejak Between Anthropometric Variables and Nu-
dari dulu lebih memilih untuk berobat ke du- trient Intake in Apparently Healthy Male
kun. Dengan enggannya lansia untuk berobat Elderly Individuals: A study from Pakistan.
ke tempat pelayanan kesehatan, maka dapat Nutrition Journal 2011: 10; 111. Available
mengakibatkan keadaan kesehatan lansia akan at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti-
menjadi sakit karena tidak ditangani oleh petu- cles/PMC3207878/pdf/1475-2891-10-111.
gas kesehatan yang profesional. pdf.
5. Nyaruhucha, Msuya and Matrida. Nutri-
KESIMPULAN DAN SARAN tional Status, Functional Ability and Food
Habits of Institutionalised and Non-Institu-
Lansia dengan status gizi baik, pola tionalised Elderly People in Morogoro Re-
pengasuhan gizi yang baik mulai dari ta- gion, Tanzania. East African Medical Jour-
hap perencanaan, berupa lansia sendiri yang nal. 2004: 81;5. Available at: http://www.
kadang-kadang menentukan menu makanan ajol.info/index.php/eamj/article/view-
yang disediakan, lansia lebih memilih makan File/9168/2088.
bersama dengan anggota keluarga yang lain 6. Saniawan IM. Status Gizi pada Lanjut Usia
di meja makan karena menyukai suasana ke- pada Banjar Paang Tebel di Desa Peguyan-
bersamaan dan kenyamanan, makanan yang gan Kaja Wilayah Kerja Puskesmas III Den-
sesuai dengan gizi seimbang dan bervariasi pasar Utara. Jurnal Ilmiah Keperawatan.
baik dari segi pengolahan maupun jenis bahan 2009: 2; 45 – 59.
makanan, dan tekstur makanan yang lebih lu- 7. Milne A, Avenell A, Potter J. Meta-Analy-
nak sehingga lansia mampu mengunyah dan sis: Protein and Energy Supplementation in
mencerna makanan tersebut. Sebaiknya lansia Older People. Ann Intern Med. 2006.
tidak hanya mendapatkan perhatian maupun 8. Barton AD, Beigg CL, Macdonald IA., Al-
dukungan dari keluarga saja, tapi dari masyara- lison SP. A Recipe for Improving Food In-
kat dan pemerintah juga. Beberapa cara dapat takes in Elderly Hospitalized Patients. Clin
86 Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 4. No. 1, April 2014, hlm. 77-86
Nutr. 2000: 19; 451–4a. 14. Wirakusumah ES. Menu Sehat Lanjut Usia.
9. Akner G, Cederholm T. Treatment of Pro- Jakarta: Puspa Swara; 2003.
tein-Energy Malnutrition in Chronic Non- 15. Harris NG. Nutrition in Aging. Di dalam:
malignant Disorders. Am J Clin Nutr. 2001: Mahan LK, Escott SS., editor. Krause’s
74; 6–24. Food, Nutrition & Diet Therapy 11th ed.
10. Potter JM, Roberts MA, McColl JH, Reilly USA: Elsevier; 2004.
JJ. Protein Energy Supplements in Unwell 16. Muis. Gizi Pada Usia Lanjut. Di dalam:
Elderly Patients – A Randomized Con- Matrono HH dan Boedhi DR, editor. Buku
trolled Trial. J Parenter Enteral Nutr. 2001: Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.
25;323–9. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006.
11. Nijs KA, de Graaf C, Siebelink E, Blauw 17. Watson. Perawatan Pada Lansia. Jakarta:
YH, Vanneste V, Kok FJ, van Staveren WA. EGC; 2003.
Effect of Family-Style Meals on Energy 18. Nugroho. Keperawatan Komunitas 2. Jakar-
Intake and Risk of Malnutrition in Dutch ta: CV. Sagung Seto; 2004.
Nursing Home Residents: A Randomized 19. Ruslianti dan Clara MK. Model Hubungan
Controlled Trial. J Gerontol A Biol Sci Med Aspek Psikososial dengan Aktivitas Fisik
Sci. 2006: 61; 935–42b. dengan Status Gizi Lansia. Jurnal Gizi dan
12. Sativa O. Karakteristik Perawatan Lansia Pangan. 2006: 1(1); 29-35.
terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gizi Di 20. Jauhari M. Status Gizi, Kesehatan dan Kon-
Panti Werdha Tresna Abdi Dharma Asih disi Mental Lansia di Panti Social Tresna
Binjai. 2010. Werdha Budi Mulia 4 Jakarta (Tesis). Bo-
13. Morley. Undernutrition: Diagnosis, Causes, gor: Institut Pertanian Bogor; 2003.
Consequences And Treatment. Di dalam: 21. Suhardjo. Perencanaan Pangan dan Gizi. Ja-
Raats M, de Groot L, van Staveren W, edi- karta: Bumi Aksara; 2008.
tor. Food For the Ageing Population. Eng-
land: Woodhead Publishing Limited; 2009.
Pedoman Penulisan Artikel
MEDIA GIZI MASYARAKAT INDONESIA (MGMI)
1. Artikel yang diajukan dapat berupa artikel penelitian dan tinjauan pustaka yang merupakan
karya orisinil dari penulis, serta belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang diajukan ke
media lain.
2. Setiap artikel terdiri dari beberapa komponen secara berurutan: judul, abstrak, pendahuluan,
bahan dan metode, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan dan saran, daftar pustaka, lampi-
ran (tabel dan gambar pada halaman terpisah).
3. Judul dan Identitas Penulis. Judul dibuat sesingkat mungkin, spesifik dan informatif. Identitas
penulis berupa nama, lembaga/institusi, alamat korespondensi, alamat e-mail, nomor telepon
dicantumkan di bawah judul.
4. Abstrak yang ditulis dalam dua bahasa; bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ditulis tidak
lebih dari 300 kata, berisi latar belakang, tujuan, metode, hasil, dan kesimpulan serta 3-5 kata
kunci.
5. Bagian pendahuluan, memuat latar belakang, kajian pustaka, dan tujuan penelitian. Seluruh
bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf.
6. Bagian bahan dan metode, memuat lokasi penelitian, desain dan variabel penelitian, populasi
dan sampel, pengumpulan data, serta analisis data.
7. Bagian hasil penelitian, menguraikan temuan-temuan penelitian, memaparkan hasil analisis
yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian.
8. Pembahasan, menguraikan komentar atas hasil penelitian, pemaknaan hasil dan pem-
bandingan dengan teori dan/atau hasil temuan terdahulu yang relevan.
9. Bagian kesimpulan dan saran, menjawab masalah penelitian, dan saran mengacu pada tujuan
dan kesimpulan, serta ditulis dalam bentuk paragraf.
10. Daftar Pustaka, merujuk pada aturan Vancouver; rujukan diberi nomor urut sesuai dengan
penggunaannya dalam teks. Daftar pustaka dengan tata cara seperti contoh berikut ini: