Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS

Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih dan
masalah gizi kurang dengan berbagai resiko penyakit yang menyertainya. Salah
makan yang sebagian atau seluruhnya dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang,
merupakan faktor resiko yang sumbangannya sangat tinggi terhadap munculnya
penyakit-penyakit degeneratif. Makan lebih banyak dari kebutuhan, dan makan
tidak seimbang dalam arti kebanyakan, faktor resiko dalam makanan dan
kurangnya faktor proteksi dapat menyebabkan keadaan gizi lebih, yang pada
gilirannya dapat membawa resiko masalah kesehatan.
Di negara maju kelompok masyarakat usia 20-45 tahun dengan gizi lebih
memiliki resiko relatif sebesar 5,9 kali untuk hipertensi dan 2,9 kali untuk
diabetes mellitus, dibandingkan dengan kelompok gizi normal. Uji toleransi
glukose

penderita

kelebihan

berat

badan

hampir

selalu

menunjukan

ketidaknormalan yang merupakan indikator resistensi diabetes mellitus.Contohcontoh berbagai penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit gaya hidup seperti
penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung, stroke, hipertensi, diabetes melitus
dll).
B. BAGAIMANA TERJADINYA DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS
Seorang anak baru akan terdeteksi menderita diabetes pada usia 7 tahun ke
atas. Hal itu ditandai dengan sejumlah gejala yang mirip dengan gejala diare
seperti muntah, sering buang air besar, kesadaran menurun (koma), dehidrasi
berat, kejang-kejang dan sebagainya. Namun bedanya, nafas si anak berbau asam
(aseton).
Kondisi itulah yang membuat orang tua terkadang salah dalam menilai
kondisi kesehatan buah hatinya. "Banyak orang tua melihat gejala yang terjadi
pada anaknya sebagai diare berat. Padahal dia sudah terserang diabetes. Tidak
jarang anak penderita diabetes dibawa ke rumah sakit dalam keadaan koma,"
tuturnya.

Untuk mengantisipasi hal itu, dr Luszy menambahkan, orangtua harus


memperhatikan kebiasaan makan dan aktivitas fisik anaknya di rumah. Selain juga
memperhatikan perkembangan berat badan anak tersebut. Anak yang terindikasi
menderita DM biasanya sering cepat merasa lapar dan haus, buang air kecilnya
banyak dan berat badannya tidak pernah naik.
"Kalau orangtua melihat gejala yang demikian, itu harus hati-hati. Coba
ajak anak untuk memeriksa kadar gula darahnya. Kadar gula darah yang normal
pada anak sama dengan kadar gula yang normal bagi orang dewasa yakni berkisar
antara 100-140 mg/dl," ucapnya.
DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin
yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin
merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab
dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula
berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai
cadangan energi.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang
pankreas menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah
yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.
Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena
otot menggunakan glukosa untuk energi.
Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal menyebabkan
gangguan metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi
glukogen. Gula juga akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose.
Ini yang sering disebut orang sebagai kencing manis.
Dr Luszy menambahkan, selama ini anak-anak yang menderita diabetes
masuk dalam tipe 1. Artinya, penyakit tersebut diturunkan dari orangtuanya
karena terjadi defisiensi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas dalam
tubuhnya. Kondisi itu menyebabkan anak kekurangan hormon insulin.

Untuk DM tipe 1 pada anak bisa dikenali sejak awal. Yang jadi masalah adalah
orangtua yang tidak memiliki riwayat DM, biasanya lalai menjaga kesehatan
anaknya sehingga kegemukan dan berpotensi terkena DM tipe 2," katanya.
Ditanyakan, anak yang menderita kelebihan berat badan atau obesitas itu
memiliki peluang untuk menderita DM, dr Luszy mengatakan, tidak semua anak
obesitas memiliki peluang te terkena DM. Namun anak obesitas yang memiliki
orangtua diabetes memiliki peluang yang besar untuk terkena penyakit yang sama
dengan orangtuanya tersebut.
Jadi untuk orangtua yang memiliki DM, tolong jaga anaknya agar tidak
kegemukan dan memiliki kegiatan fisik untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
Karena anak-anak mereka memiliki peluang terkena penyakit tersebut, kendati
saat itu sehat-sehat saja," ujarnya.
Masa kini banyak orang beranggapan kegemukan dapat mengurangi
keindahan tubuh, mengurangi kelincahan gerak tubuh dan sering lebih mudah
menimbulkan kelelahan. Selain itu kelebihan berat badan dapat menimbulkan
berbagai gangguan kesehatan dan dihubungkan dengan meningkatnya bermacam
penyakit seperti : diabetes mellitus (DM) (penyakit gula), hipertensi, penyakit
jantung koroner dan stroke.
Terjadinya obesitas karena faktor genetik dan lingkungan. Anak yang
obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orang tua obese,
sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obese. Bila salah satu orang tua
obese, menjadi 40% dan bila orang tuanya tidak obese prevalensi obese untuk
anak turun menjadi 14%.
Sampai saat ini sudah diketahui 7 gen penyebab obesitas pada manusia :
leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating
hormone (alpha MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl,
dan Dunnigan partial lypo-dystrophy.

Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas


adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma (neurologik atau psikologik), obatobatan (golongan steroid), sosial ekonomi.
OBESITAS ( kegemukan ) adalah keadaan terdapatnya timbunan lemak
berlebihan dalam tubuh. Secara klinik biasanya dinyatakan dalam bentuk Indeks
Masa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2. Untuk orang Asia, kriteria obesitas apabila IMT >
25kg/m2.
Korelasi antara IMT dengan lemak tubuh sangat erat ( r 0,7-0,8 ). Untuk
praktisnya pengukuran lemak tubuh digunakan lingkar pinggang atau indeks masa
tubuh.Berbagai komplikasi obesitas lebih erat hubungannya dengan obesitas
sentral, yang penetapannya paling baik dengan mengukur lingkar pinggang.
Apabila lingkar pinggang > 90 cm pada pria dan > 80 cm pada wanita, sudah
termasuk obesitas sentral (untuk orang Asia).Pada wanita bisa terjadi kelainan
haid, keputihan, kemandulan serta penyakit kulit di lipatan paha dan payudara.
Obesitas juga sering dihubungkan dengan gangguan pernapasan, rematik,
varises, hernia dan penyakit batu empedu.Para peneliti mendapatkan risiko untuk
menderita DM baik pada pria maupun wanita menjadi naik beberapa kali
berhubungan dengan kenaikan IMT.Terdapat hubungan yang kuat antara IMT
dengan hipertensi. Wanita yang obese memiliki risiko hipertensi 3 - 6 kali
dibanding wanita dengan berat badan normal.Kelebihan berat badan juga
berhubungan dengan kematian (20-30&) karena penyakit kardiovaskuler.Pria dan
wanita yang overweight atau obesitas mempunyai risiko 2-3 kali terkena penyakit
kardiovaskuler. Pada remaja berisiko lebih dari 2 kali lipat meninggal karena
penyakit jantung koroner pada masa dewasa.
Obesitas juga mengurangi kualitas hidup, seperti stroke, artritis (radang
sendi), batu empedu, kesulitan bernafas, masalah kulit, infer- tilitas, masalah
psikologis, mangkir kerja dan pemanfaatan sarana kesehatan.

C. ANGKA PREVALENSI DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS


Berdasarkan studi populasi penderita diabetes melitus di berbagai negara,
Indonesia menempati posisi keempat dengan jumlah penderita sekitar 8,4 juta
pada tahun 2000. Studi populasi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tahun itu menyebutkan, Indonesia berada di posisi keempat di bawah
India (31,7 juta orang), Cina (20,8 juta), dan AS (17,7 juta orang). Diperkirakan,
prevalensi diabetes akan terus meningkat bersamaan dengan perubahan gaya
hidup dan pola konsumsi makanan. Pada tahun 2030 di India diprediksi terdapat
penderita DM 79,4 juta orang, Cina 42,3 juta, AS 30,3 juta, dan Indonesia 21,3
juta orang. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dalam buku
Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus edisi ketiga tahun 2002 menyebutkan,
pada tahun 1980 prevalensi diabetes di Indonesia sekitar 1,5-2,3 persen pada
penduduk usia 15 tahun ke atas. Pada umumnya prevalensi di daerah pedesaan
(rural) lebih rendah ketimbang kawasan urban, contoh di daerah urban Makassar
pada 1981 prevalensi DM sekitar 1,5 persen lalu melonjak menjadi 2,9 persen
pada 1998 atau mengalami lonjakan hampir dua kali lipat. Demikian pula di kota
Metropolitan Jakarta yang pada tahun 1982 tercatat 1,7 persen, namun melonjak
tiga kali lipat menjadi 5,7 persen pada tahun 1993. Diperkirakan, prevalensi
diabetes di Indonesia makin meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi diabetes pada kelompok populasi lanjut usia di negara-negara
maju juga makin meningkat dengan bertambah panjangnya usia penduduk,
sehingga konsekuensinya meningkatnya masalah-masalah kesehatan akibat
komplikasi diabetes. Bertambahnya prevalensi tersebut berkaitan dengan
meningkatnya status sosial yang diikuti perubahan pola hidup menjadi kurang
sehat, antara lain kurang kegiatan fisik, makan berlebihan, dengan akibat
terjadinya kegemukan (obesitas) yang menyebabkan resistensi insulin dan
berlanjut menjadi diabetes. Prevalensi diabetes yang paling banyak dijumpai
adalah diabetes tipe-2 yang seringkali tidak dapat dirasakan gejalanya pada
stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun sampai terjadi
macam-macam komplikasi dari penyakit ini.

D. CARA PENENGGULANGAN DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS


Obesitas merupakan hasil dari proses yang berjalan menahun, sehingga
penanganannya tidak akan efektif bila hanya dalam waktu singkat.Penurunan
berat badan sampai 1 kg per minggu sudah cukup sebagai parameter keber-hasilan
penurunan berat badan. Kita harus mewaspadai adanya sindroma Yoyo, yaitu
penurunan berat badan yang berlebihan akan menyebabkan defisit energi
mendadak dan akan berisiko naiknya kembali berat badan.Penurunan berat badan
bersifat individual, tergantung pada umur, berat badan awal dan adanya usaha
penurunan berat badan sebelumnya serta ada tidaknya penyakit penyerta. Sasaran
penurunan berat badan yang realistik adalah 5-10% dari berat badan awal dalam
kurun waktu 6-12 bulan
Garis besar penanganan obesitas terdiri dari intervensi diet, aktivitas fisik,
perubahan perilaku, Farmakoterapi dan Intervensi bedah.
1. Intervensi Diet.
Pengaturan makan merupakan tiang utama penanganan obesitas,
oleh sebab itu perlu ditekankan pada penderita bahwa kosistensi
pengaturan makan jangka panjang sangat menentukan keberhasilan
pengobatan. Keberhasilan pengobatan dievaluasi minimal dalam jangka
waktu 6 bulan.Dua macam nutrisi medik yang efektif untuk menurunkan
berat badan, yaitu Low Calorie balance Diets (LCD),Very Low Calorie
Diets (VLCD), Low Calorie balance Diets (LCD).Hal ini dapat dicapai
dengan mengurangi asupan lemak dan karbohidrat. Dapat diberikan 12001600 kkal/hari dengan protein 1 g/kg BB, lemak 20-25% dari kalori total
dan sisa- nya karbohidrat. Beberapa rekomendasi praktis dapat dilakukan
untuk mencapai sasaran diet : makan setidaknya 5-7 porsi buah dan
sayuran perhari. Makan 25-30 gram serat perhari (dari buah/sayur, roti
gandum, sereal, pasta dan kacang-kacangan.Untuk sumber karbohidrat
hasil proses, pilihlah roti gandum.Minum sedikitnya 8 gelas sehari. Makan

sedikitnya 2 porsi perhari hasil olahan susu rendah lemak. Pilih protein
rendah lemak seperti ayam tanpa kulit, kalkun dan produk kedelai.
Sebaiknya makan daging lebih sedikit. Makan ikan setidaknya 2 kali
seminggu. Asupan garam maksimum 2.400 mg perhari.
2. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik aktif berupa aktivitas yang rutin, merupakan bagian
penting dari program penurunan berat badan. Olahraga juga dapat
mengurangi rata-rata angka kesakitan dan kematian beberapa penyakit
kronik. Dokter dapat menekan-kan urgensinya aktivitas fisik pada
penderita, dan menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik paling sedikit
150 menit perminggu. Latihan fisik saja sudah dapat menurunkan berat
badan rata-rata 2-3 kg.Perubahan perilaku merupakan usaha maksimal
untuk menerapkan aspek non -parmakologis dalam pengelolaan penyakit.
Perencanaan makan dan kegiatan jasmani merupakan aspek penting dalam
terapi non-farmakologis.Penderita agar menyadari untuk mengubah
perilaku, karena keberhasilan penurunan berat badan ini sangat
dipengaruhi oleh faktor dirinya sendiri, kedisiplinan mengikuti program
diet serta kesinambungan pengobatan. Motivasi penderita sangat
menentukan keberhasilan upaya penurunan berat badan.
3. Farmakoterapi.
Tiga mekanisme dapat digunakan untuk mengklasifikasi obatobatan untuk terapi obesitas adalah terapi yang mengurangi asupan
makanan, yang mengganggu metabolisme dengan cara mempengaruhi
proses pra atau pascaabsorbsi. Terapi yang meningkatkan pengeluaran
energi atau termogenesis.Obat yang tersedia saat ini Orlistat : yang
menghambat lipase pankreas (enzim yang dihasilkan kelenjar ludah perut)
dan akan menyebabkan penurunan penyerapan lemak sampai 30%.
Efedrin dan kafein : meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan
konsumsi oksigen sekitar 10% selama beberapa jam. Pada uji klinis
efedrin dan kafein menghasil kan penurunan berat badan lebih besar
dibanding kelompok plasebo. Diperkirakan 25-40% penurunan berat
badan oleh karena termogenesis dan 60-75% karena pengurangan asupan
makanan. Efek samping utama adalah peningkatan nadi dan perasaan

berdebar-debar yang terjadi pada sejumlah penderita. Sibutramin,


menurunkan energy intake dan mempertahankan penurunan pengeluaran
energi setelah penurunan berat badan. Pada penelitian ternyata terbukti
sibutramin menurunkan asupan makanan dengan cara mempercepat
timbulnya rasa kenyang dan mempertahankan penurunan pengeluaran
energi setelah penurunan berat badan.
4. Intervensi Bedah.
Intervensi bedah untuk mengatasi masalah obesitas sebenarnya
telah diterapkan sejak th.1960 dengan bedah pintas lambung. Hanya
karena teknologi bedah saat itu masih terbatas, membuat operasi ini
hampir selalu berujung pada kematian pasien.Ada beberapa pilihan
pembedahan seperti Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, Vertical
Banded Gastroplasty, Roux-en-Y gastric bypass.Laparoscopic Adjustable
Gastric Binding, merupakan tindakan bedah generasi mutakhir untuk
menangani penderita dengan obesitas yang berat, dimana hanya dengan
membuat lubang/irisan kecil diperut (diameter 0,5-1,0 cm).Dengan
pita/plaster silikon yang dilekatkan seputar lambung bagian atas, sehingga
terbentuk satu kantong kecil. Apabila penderita makan, kantong kecil tadi
akan cepat penuh dan ini akan memberikan sensasi kenyang.Pengosongan
makanan dari kantong kecil tersebut akan secara pelan-pelan melalui
ikatan yang dibuat dan penderita tidak akan merasa lapar sampai beberapa
jam.Dengan intervensi bedah ini, diharapkan dapat menurunkan berat
badan dari 20 kg sampai lebih dari 100kg.
Menyadari penyebab terjadinya masalah gizi karena adanya
perubahan pola pangan dan gaya hidup maka disusun pedoman perilaku
makan untuk bangsa Indonesia yang dikenal dengan Pedoman Umum Gizi
Seimbang (PUGS). Disamping itu PUGS merupakan tindak lanjut dari
Konferensi Gizi Internasional di Roma-Itali pada bulan Desember 1992.
Hampir semua negara yang mengikuti konferensi tersebut menilai
perlunya disusun Nutritional Guidelines atau Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS) yang berguna untuk mencegah berbagai permasalahan


gizi.
Kelahiran

PUGS

pada

dasarnya

merupakan

suatu

proses

dinamisasi dan penjabaran secara operasional dari slogan empat sehat lima
sempurna. Faktor-faktor yang diperhatikan sebagai dasar penyusunan
PUGS adalah :
a) Masalah gizi yang dihadapi
b) Keadaan sosial budaya
c) Penemuan-penemuan mutakhir dibidang gizi
d) Slogan empat sehat lima sempurna (Rai, 1997).
PUGS memuat 13 pesan dasar tentang perilaku makan yang diharapkan
akan dapat mencegah permasalahan gizi dan menghindari terjadinya
penyakit lain yang menyertainya. Ke 13 pesan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Makanlah anekaragam makanan
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energy.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan
energy
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan
energy
5. Gunakan garam beryodium
6. Makanlah makanan sumber zat besi
7. Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan
8. Biasakan makan pagi
9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
11. Hindari minum minuman beralkohol
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas (Depkes, 1995).
Cukup banyaknya penelitian mengenai penyakit ini yang membuktikan
bahwa kasus-kasus diabates yang tidak terdiagnosis, memiliki risiko lebih tinggi
akan mengalami stroke, jantung koroner, dan penyempitan pembuluh darah
perifer, dibandingkan dengan orang-orang non-diabetes. Kegemukan merupakan
penumpukan jaringan lemak yang abnormal. Cara sederhana menentukan
kegemukan adalah dengan menentukan indeks masa tubuh (IMT). IMT didapat
dengan menghitung berat badan dalam kilogram kemudian dibagi kuadrat tinggi
badan dalam meter.

IMT = berat badan (Kg)/tinggi badan (M)2


IMT Klasifikasi
< 18,5 Kurus18,5 - 24,9 Normal25-29,9 Pre obese30-34,9 Obese I35-39,9 Obese
II40 Obese III Sebagai contoh, bila berat badan Anda 90 kg dengan tinggi 160
cm (1,6m), maka berdasarkan perhitungan diatas akan didapatkan IMT sebesar
35,16. Maka Anda akan digolongkan sebagai obese II.
Secara umum, IMT berkorelasi baik dengan kegemukan, meskipun pada
keadaan tertentu dapat memberikan gambaran yang salah mengenai total lemak
tubuh. Hal ini dapat dijumpai pada seorang atlet. Seorang atlet yang memiliki
IMT tinggi bukanlah disebabkan oleh penumpukan lemah, tetapi oleh peningkatan
masa jaringan otot. Hal ini dijumpai pada binaragawan, atlet angkat besi, dan
pesumo Jepang. Pada pesumo, latihan fisik yang keras diimbangi dengan
konsumsi makanan yang berkalori tinggi dalam jumlah banyak. Hal ini
menyebabkan lemak dibuang dan otot dibentuk dengan takaran yang berlebihan
sehingga yang terbentuk otot yang empuk merata ke seluruh tubuh, berbadan
dengan binaragawan.
Faktor PengaruhKegemukan terjadi antara lain karena pengaruh faktor
sosial budaya, emosi, serta genetik. Tetapi sebab yang sering ditemukan adalah
perilaku makan yang tidak sehat, dimana konsumsi kalori lebih banyak daripada
yang dibutuhkan tubuh. Kondisi begini biasanya dibarengi gaya hidup banyak
duduk dan kurang bergerak. Pada orang-orang tertentu, ketidakmampuan dan
ketidakpuasan terhadap sesuatu dilampiaskan dengan makan berlebihan sehingga
terjadi obesitas. Penyakit tertentu juga dapat enyebabkan obesitas, misalnya
sindrom cushing -- diakibatkan oleh aktivitas kelenjar adrenalin yang berlebihan.
Kematian yang tinggi pada kegemukan terutama disebabkan penyakit yang
menyerang jantung dan pembuluh darah (kardiovascular). Kegemukan merupakan
salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Kadar lemak yang tinggi dalam
darah akan memudahkan terjadinya gumpalan-gumpalan lemak (thrombus) dalam
pembuluh darah. Thrombus ini akan menyebabkan sumbatan pada pembuluh

darah di berbagai tempat. Selain membentuk gumpalan, akan terjadi juga


perubahan pada pembuluh darah. Pembuluh darah jadi tebal dan kaku sehingga
mudah tersumbat. Bila sumbatannya mengenai pembuluh darah jantung, akan
terjadi penyakit jantung koroner. Sedangkan apabila sumbatannya mengenai
pembuluh darah otak, akan menimbulkan stroke.
Pada orang gemuk, kebutuhan darah untuk mensuplai jaringan lemak juga
meningkat sehingga kerja jantung akan meningkat pula. Volume darah meningkat
karena berada dalam jaringan lemak yang banyak. Kedua hal tersebut akan
menyebabkan naiknya tekanan darah. Berdasarkan penelitian, didapatkan kejadian
tekanan darah tinggi (hipertensi) sepuluh kali lebih banyak pada orang gemuk
dibandingkan dengan orang normal. Orang gemuk juga mudah terkena penyakit
kencing manis. Tingginya kadar lemak (asam lemak bebas) dalam darah orang
gemuk akan menghambat pengambilan gula (glukosa) oleh jaringan otot sehingga
kadar gula dalam darah akan tinggi. Lama-kelamaan tubuh tidak bisa lagi
mengatasi, maka akan timbullah kencing manis. Kematian akibat kencing manis
hampir empat kali lebih tinggi pada orang gemuk dibanding orang normal.Selain
sejumlah penyakit yang telah disebutkan tadi, ada penyakit lain sering dijumpai
pada orang gemuk. Batu empedu, misalnya banyak terjadi pada orang-orang
gemuk. Hal ini mungkin berhubungan dengan kadar kolesterol yang tinggi.
Kegemukan juga sering menimbulkan permasalahan selama kehamilan. Pada
orang yang gemuk, akan timbul banyak lipatan-lipatan kulit dengan kelembaban
tinggi sehingga mudah timbul jamur. Hampir semua organ tubuh akan terpengaruh
kegemukan.
Selain menimbulkan penyakit, kegemukan juga menimbulkan masalah
kejiwaan. Orang yang gemuk akan merasa minder dalam pergaulan sehari-hari.
Apabila kegemukan terjadi pada masa anak-anak, besar kemungkinan akan tetap
hingga

dewasa.

Kegemukan

pada

anak-anak,

disamping

menyebabkan

pertambahan sel lemak juga menyebabkan pembesaran sel lemak. Sedangkan


pada orang dewasa, yang terjadi hanya pembesaran sel lemak saja. Salah satu

faktor penyebab terjadinya obesitas pada anak-anak adalah penggunaan susu


formula sebagai pengganti ASI.
Melihat besarnya permasalahan yang ditimbulkan oleh kegemukan, perlu
usaha-usaha untuk mencegah dan menanggulangi kegemukan. Usaha untuk
membatasi kalori yang masuk ke dalam tubuh merupakan usaha yang penting
dalam menurunkan berat badan sekaligus menurunkan risiko kegemukan.
Mengurangi makan bagi orang yang sudah terbiasa makan banyak bukanlah hal
yang mudah. Karena itu dalam diet sebaiknya dipilih makanan yang volumenya
besar tapi kalorinya sedikit seperti sayur dan buah-buahan yang mengandung air.
Upaya diet perlu ditunjang dengan latihan atau olahraga yang teratur. Juga
dapat dengan menggunakan obat-obat untuk mengurangi nafsu makan. Mengingat
besarnya efek samping obat-obat penurun nafsu makan, hendaknya penggunaan
obat-obat tersebut harus dengan persetujuan dokter. Pada kasus kegemukan
tertentu diperlukan tindakan operasi untuk mengatasi misalnya dengan memotong
usus atau lambung. Tetapi tindakan ini jarang dilakukan karena risikonya amat
besar.

Anda mungkin juga menyukai