Anda di halaman 1dari 4

Hambatan Pelaksanaan Program Promkes di Masyarakat

1. Aspek masyarakat
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kegiatan promosi
kesehatan. Masyarakat yang masih acuh tak acuh terkait dengan kegiatan
program promkes yang dilaksanakan. Hal ini didasari oleh persepsi
masyarakat yang menganggap bahwa kegiatan atau pelaksanaan program
promosi kesehatan hanya menghabiskan waktu mereka untuk melakukan
aktivitas sehari-harinya terutama bagi kepala keluarga dan pemuda
setempat.
Masyarakat juga masih banyak percaya pada mitos. Contohnya jika
ada orang yang sakit lebih baik di bawa ke dukun dari pada di periksakan
ke ahli kesehatan atau jika ada yang sakit maka akan dikaitkan dengan hal
yang berbau mistis seperti santet, gangguan mahluk halus dan lain
sebagainya. Pola pikir masyarakat yang dekat dengan mitos, sering
membuat masyarakat sulit penerima pendidikan kesehatan yang diberikan
oleh para ahli kesehatan. Selain itu, hambatan pelaksanaan program
promkes yang sering terjadi pada masyarakat adalah kurangnya
pengalaman, keterampilan dan pengetahuan masyarakat.
Organisasi International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan
sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia
menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi
sebesar 9.3% dari total penduduk pada usia yang sama. Berdasarkan jenis
kelamin, IDF memperkirakan prevalensi diabetes di tahun 2019 yaitu 9%
pada perempuan dan 9.65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes
diperkirakan meningkat seiring penambahan umur penduduk menjadi
19,9% atau 111.2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka dipredikasi
terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di
tahun 2045.
Kasus Diabetes Melitus di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) yang dilaksanakan pada tahun 2018 melakukan pengumpulan
data penderita diabetes melitus pada penduduk berumur ≥15 tahun. Hasil
Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di
Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun sebesar 2%.
Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes
melitus pada penduduk ≥ 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar
1,5%.
Namun, prevalensi diabetes melitus menurut hasil pemeriksaan gula
darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018.
Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes yang
mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes.

2. Aspek Sosial Yang Mempengaruhi Kesehatan

a. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit
berdasarkan golongan umur. Semakin bertambahnya usia semakin
tinggi kemungkinan terjadinya resistensi insulin, dimana insulin masih
diproduksi tetapi dengan jumlah yang tidak mencukupi. Proses menua
yang berlangsung setelah 30 tahun mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis dan biokimia.
Peningkatan risiko diabetes seiring dengan bertambahnya umur,
khususnya pada usia lebih dari 45- 64 tahun, disebabkan karena pada
usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Perubahan
dimuai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya
pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Hal
ini berakibat terhadap salah satunya aktivitas sel beta pankreas untuk
menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensitivitas sel juga ikut
menurun. Karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun
karena terjadi penurunan sekresi aaatau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang
tinggi kurang optimal. Semakin dewasa seseorang maka resikonya
terkena diabetes melitus akan semakin tinggi.

b. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang
berbeda pula. Wanita lebih beresiko mengidap Diabetes Melitus karena
secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (Premenstual syndrome),
pascamenopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi
mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita
beresiko menderita diabetes melitus. Menurut Wright, (2008) Diabetes
cenderung terjadi pada wanita dikarenakan aktifitas fisik yang jarang
dilakukan oleh wanita apalagi sudah berumah tangga, sehari-hari
soerang ibu hanya sibuk dengan keluarga dan jarang melakukan
aktifitas fisik dibanding dengan laki-laki terlebih ibu rumah tangga di
kalangan menengah keatas yang jarang melakukan pekerjaan rumah.
Perempuan memiliki kolesterol yang lebih tinggi di bandingkan
laki-laki dan juga terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktifitas
dan gaya hidup sehari-hari yang sangat mempengarugi kejadian
diabetes melitus. Jumlah lemak pada laki-laki 15-20% dari berat badan
sedangkan perempuan 20- 25%. Jadi peningkatan kadar lemak pada
perempuan lebih tinggi dibanding pada laki-laki, sehingga faktor
terjadinya diabetes melitus pada perempuan 3-7 kali lebih tinggi
dibanding pada laki-laki yaitu 2-3 kali.

c. Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit.
Misalnya pada penyakit DM, terjadi akibat pekerjaan di kantor yang
tidak banyak melakukan aktifitas fisik sehingga dapat membuat resiko
terjadinya Dm lebih tinggi dibandingan pekerja yang biasa melakukan
aktifitas fisik di tengah pekerjaannya.

d. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit.
Misalnya penderita DM lebih banyak ditemukan pada golongan
masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi. Gaya hidup kalangan kelas
menengah atas dengan pola makan yang tinggi lemak, garam, dan gula
mengakibatkan masyarakat cenderung mengkonsumsi makanan secara
berlebihan, selain itu pola makanan yang serba instan saat ini memang
sangat digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah. Dengan begitu, resiko terjadinya
DM lebih tinggi di bandingkan dengan kehidupan status ekonomi kelas
menengah kebawah.
3. Konsep Diri (Self Concept)
Konsep diri ditentukan oleh tingkatan kepuasan atau ketidakpuasan
yang kita rasakan. Misalnya pada pasien Diabetes Melitus, jika seorang
pasien merasa puas dengan perilaku yang biasa mereka lakukan maka
mereka juga akan mengikuti perintah dan rutinitas baru yang berbeda
seperti mendapat suntikan insulin, menjaga makanan dan melakukan
latihan fisik.
Mereka harus mengintegrasikan tuntutan dari diabetes yang dimiliki
menjadi keseharian. Perubahan baik psikis maupun fisik inilah yang
mempengaruhi konsep diri seseorang.

Anda mungkin juga menyukai