Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ca Cervix
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ca Cervix
(KANKER SERVIKS )
Disusun Oleh :
Hidayatul Mahsunah
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GRESIK
23 JANUARI 2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulilla, puji syukur dilafadzkan kehadirat Ilahi ROBBI yang telah memberikan
ni’mat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”
Asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervix dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna,untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demi tercapainya
tujuan belajar kita. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua
teman S1 keperawatan universitas gresik tahun akademik 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................... . iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 04
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 06
1.3. Tujuan ................................................................................... 06
1.4. Manfaat .................................................................................. 07
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ca.Cervix ..…………………………………………. 08
2.2. Epidemiologi ……………………………………………….. 08
2.3 Etiologi Ca.Cervix…………………………………………… 09
2.4. Patofisiologi Ca.Cervix …………………………………….. 11
2.5. Tanda dan Gejala Ca.Cervix ……………………………….. 12
2.6. Pemeriksaan Penunjang Ca.Cervix ………………………… 13
2.7. Kriteria Diagnosa Ca.Cervix ……………………………….. 16
2.8. Penatalaksanaan Ca.Cervix………………………………… 17
2.9. Komplikasi …………………………………………………. 28
2.10. Pencegahan ……………………………………………… 28
2.11.Prognosis ………………………………………………….. 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal dimana
sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini
biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active.
Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada
wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat
menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya
kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita
kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat
pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut.
Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan
penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena
jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila
tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada
waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas,
sering terjadi infeksi.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel
yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17
tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik
(namun, persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden
kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi,
terpajan virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan
atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia,
kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah.
Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing
dan rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak
80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita
di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi
di negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian
besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur.
2012) Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit
ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk
mencegah kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya
upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun -
tahun berikutnya.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi ca.cervik ?
2. Apa etiologi ca.cervik ?
3. Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?
4. Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?
5. Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?
6. Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?
7. Bagaimana WOC ca.cervik ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi ca.cervik
2 Mengetahui etiologi ca.cervik
3 Mengetahui patofisiologi ca.cervik
4 Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik
5 Mengetahui pemeriksaan ca.cervik
6 Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik
7 Mengetahui WOC ca.cervik
8 Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik
1.4 Manfaat
Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervik ini bisa bermanfaat bagi
penulis secara pribadi dan juga bermanfaat bagi pembaca secara luas sebagai pembelajaran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap
bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan
mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-
columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)
2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih
500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada
wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia
meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara
berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.
Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di
Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di
Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks.
Kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui
perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan
adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker
serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan
tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun
masih rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)
2.3 Etiologi / Predisposisi
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa
mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat
tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun
mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva.
Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner
seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor
pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya
kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke
anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren
yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta
karoten dan retinol (vitamin A).
6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,
perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya
immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai
biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi
dini tidak dapat dilakukan.
2.4 Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar
ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis
serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan
infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan
awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan
epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi
spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari
Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell
carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang
paling jarang adalah sarcoma.
2.5 Tanda dan Gejala
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul
iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang
dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan
mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan
dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran
histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati
secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi
akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-
lesi tersebut.
c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan
praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan
lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi
dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak
normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.
Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir
dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak
memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika
servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat
dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan
sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-
masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-
gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak
ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat
membantu dalam deteksi kanker serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi
dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.
Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6%
dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan
gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai
berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative
value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut
memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi
lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam
kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG
(Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar
HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan
plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat
dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
2.8 Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium
kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
2.11 Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara
lain :
Usia penderita
Keadaan umum
Tingkat klinis keganasan
Ciri - ciri histologik sel kanker
Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
Karsinoma insitu 100
0
Terbatas pada uterus 85
I
Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
II
dinding pelvis
Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
III
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
Menyerang mukosa kandung kemih 7
IV
atau rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK
3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat keluarga
c. Status kesehatan
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari
kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat
terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.
3. Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat
pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari
peningkatan tekanan otot abdominal
Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa
dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil
juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker
serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari
kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan
perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan
alat, 4= tergantung total).
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien
menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri
yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya
perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk
dari vagina.
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah
penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
1. Data subyektif :
Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama
yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah
2. Data obyektif
Nafas : 16 - 24 x / menit
Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )
Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
Terjadi hematuria
Kriteria Hasil :
1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2.Membran mukosa lembab
3.Turgor kulit baik (elastis)
4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah
ditekan)
5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk
volume darah yang keluar melalui penggantian cairan yang perlu diberikan
perdarahan sehingga dapat mempertahankan volume
sirkulasi yang adekuat untuk transport
oksigen.
2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya
berlebihan pada daerah yang mengalami peningkatan pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume darah kemungkinan menyebabkan hipovolemia
atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume
pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk
terhadap pendarahan, misalnya mengukur berat / lamanya episode
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, pendarahan. Memburuknya gejala dapat
berkeringat / penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya pendarahan /
tidak adekuatnya penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus derajat kekurangan cairan
pada pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan IV
juga digunakan untuk mengencerkan
obat antineoplastik pada penderita
kanker.
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan memperbaiki jumlah darah dalm tubuh
trombosit sesuai indikasi ibu dan mencegah manifestasi anemia
yang sering terjadi pada penderita
kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan
dapat diminimalisir.
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan
Awasi pemeriksaan laboratorium, kebutuhan resusitasi cairan dan
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah mengawasi keefektifan terapi
Dx 3 :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan: :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien
kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria
2.Tidak terjadi inkontinensia urine
3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran Penurunan aliran urine tiba
urine tiba-tiba mengindikasikan adanya obstruksi /
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan Identifikasi kerusakan fungsi vesika
haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine metastase sel-sel kanker pada bagian
3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknya Penyebaran kanker pada traktus u
hematuria satunya di vesika urinaria) dapat
jaringan di vesika urinaria menga
sehingga urine yang keluar berwarna
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bau Identifikasi tanda - tanda infeksi
abnormal) traktus urinarius
5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan Mempertahankan hidrasi dan aliran u
akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian Indikator keseimbangan cairan dan
kapiler, dan membran mukosa tingkat hidrasi
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penun
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai pemeriksaan retrograd dapat digu
indikasi mengevaluasi tingkat infiltrasi kanke
urinarius sehingga dapat menjadi
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang ab
Pantau nilai BUN dan kreatinin menjadi indikator kegagalan fungsi
akibat komplikasi metastase sel-sel
traktus urinarius hingga ke organ ginj
3.5 Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
3.6 Evaluasi
1. Keseimbangan volume cairan
2. Tidak ada tanda – tanda infeksi
3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5. Nafsu makan meningkat
6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7. Perhatian keluarga meningkat
8. Turgor kulit normal
9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk
10. Berat badan stabil
11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12. Mual dan muntah berkurang / hilang
13. Ekspresi wajah klien tenang
14. Pengisian kapiler cepat
15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :
EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima
Medika
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC
Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC
Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI
http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)
http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)
http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)
http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636(akses : 11 Oktober
2009)
Gambar Stadium Ca.Cervix